xi
5. Konsep tentang Kebutuhan Diri dan Motivasi
Berprestasi ... 69
2. Analisis Data Sikap Buruh Menghadapi Permasalahan Sosial Ekonomi ... 119
3. Analisis Data Harapan dan Langkah-Langkah Buruh Pasca PHK ... 127
xii B. Model Konseptual Pelatihan Ketrampilan SDM Berbasis
Potensi Lingkungan Sosial Ekonomi ... 134
C. Uji Coba Model Pelatihan Keterampilan SDM Berbasis Potensi Lingkungan Sosial ... 145
D. Model Pelatihan Sensitifitas Buruh Fasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Melalui Pendekaatan Andragogi 181
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jumlah Kelompok Industri dan Tenaga Kerja yang ... 8
Tertampung Di Kabupaten Bogor Tahun 2001 1.2 Penduduk 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi ... 9
yang dimiliki di Kabupaten Bogor tahun 2001 2.1 Kondisi Belajar dan Prinsip Pembelajaran Andragogi ... 56
4.1 Kontribusi Sektor Lapangan Usaha Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor tahun 2002 ... 103
4.2 Potensi Wisata Kabupaten Bogor tahun 2000 ... 106
4.3 Gambaran Industri Kabupaten Bogor tahun 2000 ... 110
4.4 Potensi Industri Kecil Nonformal Kabupaten Bogor ... 111
4.5 Keadaan Buruh Responden Penelitian Sebelum dan Setelah PHK ... 120
4.6 Kegiatan Pra Lapangan Pengumpulan Informasi Uji Coba ... 145
4.7 Rencana Kegiatan Uji Coba ... 148
4.8 Jadwal Pelatihan Tutor Keterampilan SDM ... 151
4.9 Pelatihan Bersama Antar Tutor... 152
4.10 Jadwal Pembelajaran Pelatihan Keterampilan SDM... 156
4.11 Konfigurasi Afektif Sebelum dan Sesudah Uji Coba ... 160
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Paradigma Fokus Penelitian ... 17
2.1 Kebutuhan Individu dilihat dari Proses Motivasi ... 66
3.1 Alur Langkah Penelitian ... 87
3.2 Langkah Analisis Data Kualitatif: Model Interaktif ... 90
4.1 Penciptaan Lapangan Kerja/Usaha P3T Moder Wira Usaha baru ... 135
4.2 Sikap Mandiri dalam Berusaha ... 193
4.3 Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Berbasis Lingkungan ... 196
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Konsep pengembangan sumberdaya manusia (SDM) mengacu pada pandangan holistik.
Sejalan dengan itu, Gilley dan Eggland (1989:6) dalam Tjiptoherijanto dan Sutyastie (1998)
mengungkapkan ada tiga kategori dalam konsep SDM. Pertama, pemanfaatan SDM, ini
berkaitan dengan hasil yang diinginkan dari setiap bidang yaitu peningkatan pengembangan,
kompetensi, keahlian serta penyerapan perubahan sikap, pemberdayaan dan perbaikan. Kedua,
perencanaan dan forecast SDM, berkaitan dengan perkiraan SDM di masa yang akan datang dan
perencanaan yang sesuai untuk penerimaan, seleksi, training, dan peningkatan karier. Ketiga,
pengembangan SDM, berkaitan dengan persiapan melalui kegiatan-kegiatan belajar dari SDM
untuk posisi yang sekarang, tugas-tugas kerja di masa yang akan datang (pengembangan) selain
meningkatkan secara pribadi (pendidikan).
Flippo (1995 : 115) menyebutkan bahwa pengembangan SDM dilakukan setelah karyawan
ditarik, dipilih, dilantik/diperkenalkan, selanjutnya harus dikembangkan agar lebih sesuai dengan
pekerjaan dan organisasi. Tidak seorangpun karyawan yang sesuai pada saat diangkat, sehingga
harus dilakukan pendidikan dan pelatihan. Tidak ada pilihan, organisasi harus mengembangkan
para karyawannya melalui metode tertentu. Apabila tidak ada program yang terorganisasi,
sebagian besar pengembangan diri sendiri dilakukan sambil belajar dalam pekerjaan.
Castetter (1996) memandang pengembangan staf sebagai bagian dari pengembangan SDM
yang dilakukan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan. Pengembangan staf, menurut
Castetter adalah :
because, as it will be recalled, a sound human resources plans call for :....develoving key skill of selected personnel so as so to fill anticipated vacancies, promoting the self-development of all personnel in order to enhance their influence as individuals and to facilitate need satisfaction.
Pengembangan SDM, menurut Schuler (1987:392) merupakan upaya untuk meningkatkan
kinerja dengan memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan
kebutuhan. “Development is any attempt to improve current or future employee performance by
increasing, trough learning, and employee’s ability to perform, usuallly by increasing the
employee’s skills and konowledge”. Karyawan atau SDM yang ada, menurut Campbell (1991:2)
harus memahami benar tentang bidang garapan perusahaannya, apakah operasinya berskala
internasional, apakah ada marketnya, apakah dapat berkompetisi dengan SDM yang ada dengan
mengikuti aturan yang ada.
Sejalan dengan hal itu pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia tentu saja sangat
tergantung pada pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengembangkan sumber daya
manusia, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia amat luas dan komplek sebagaimana
dikemukan oleh Tjiptoherijanto dan Sutyastie (1998) sebagai berikut :
Pertama, peningkatan kesejahteraan melalui industrialisasi dan perlunya meningkatkan
nilai tambah. Suasana ketidakpastian alam ekonomi dunia yang ditandai dengan resesi dunia
yang berkepanjangan, menuntut kemampuan bangsa Indonesia untuk meningkatkan
produktivitas nasional. Sumber daya alam yang tidak lagi menjadi sandaran utama, membuat
bangsa Indonesia harus mengalihkan pilihan dengan meningkatkan nilai tambah produk-produk
industri dengan mendayagunakan ketrampilan dan keahlian dalam berbagai bidang.
Peningkatan nilai tambah ini amat diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas
nasional dan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya memelihara dan meningkatkan pembangunan
hanya dapat dicapai dengan keunggulan kualitas sumber daya manusia dalam menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tepat guna (Djojonegoro, 1996). Akan tetapi, dalam era global
sekarang, produktivitas saja belum cukup untuk meningkatkan keunggulan, namun perlu
didukung dengan kemampuan bersaing secara global.
Kedua, perubahan struktur masyarakat. Dalam proses industrialisasi, masyarakat
Indonesia akan terus berkembang dan bergeser strukturnya yang tradisional (agraris) menuju ke
struktur modern (industri). Perubahan struktur masyarakat berdimensi ganda
sehingga menimbulkan berbagai perubahan mendasar di dalam berbagai bidang kehidupan.
Perubahan tersebut berlangsung sebagai akibat dari berkembangnya sektor-sektor industri yang
ditandai dengan munculnya jenis-jenis jabatan baru yang semakin beragam yang memerlukan
jenis-jenis ketrampilan dan keahlian baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Djojonegoro, 1996).
Ketiga, persaingan global yang semakin ketat. Proses persaingan global yang semakin
terbuka ditandai dengan munculnya beberapa zona perdagangan bebas, menuntut bangsa
Indonesia untuk mengambil manfaat dari suasana tersebut. Era persaingan dunia ini semakin
ketat karena terjadinya proses globalisasi dalam berbagai bidang. Dengan demikian maka
tantangan ketiga ialah meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam menghasilkan
produk-produk yang bermutu sebagai hasil dari penguasaan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Globalisasi menimbulkan persaingan yang semakin tajam yang terutama dalam bidang ekonomi
dan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari persepektif ekonomi, globalisasi merupakan
tantangan untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya.
Keempat, penjajahan dalam penguasaan IPTEK. Tantangan lain yang cukup mendasar
imperialism). Telah disadari bahwa dalam era persaingan bebas, kelemahan dalam penguasaan
iptek yang disebabkan oleh kelemahan dalam kualitas sumber daya manusia merupakan ancaman
yang nyata bagi bangsa Indonesia dalam menentukan masa depannya (Djojonegoro, 1996).
Kelemahan bangsa Indonesia dalam penguasaan IPTEK yang disebabkan kelemahan dalam
kualitas sumber daya manusia, merupakan ancaman yang paling besar dalam menghadapi masa
depannya.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, yang paling menentukan adalah kualitas tenaga
kerja yang handal. Kualitas tenaga kerja akan sangat menentukan dalam menghasilkan kualitas
barang yang mampu bersaing secara global. Suwasono (1995) mengemukakan tenaga kerja
dengan kualitas dan daya saing tersebut membutuhkan pengembangan inisiatif (initiative),
kreatifitas, percaya diri, tanggung jawab, mudah menyesuaikan diri, siap menerima pengetahuan
baru, sadar terhadap kualitas, mampu bekerja sama, dapat menyiapkan diri untuk mengambil
keputusan, dapat mengerti suatu sistem yang kompleks, mempunyai kemampuan berkomunikasi
dan mempunyai spirit untuk bekerja secara berkelompok. Kualitas tenaga kerja yang handal
tersebut, merupakan kualitas yang ideal yang dapat menghadapi tantangan secara global. Namun
budaya tenaga kerja kita sebagaimana dikemukakan oleh Soewardi (1997), justru kultur kita ini
merupakan kultur kesantaian, yang dapat kita sebut “budaya santai” atau “cuek”.
Dalam bahasa Inggrisnya, seperti dikatakan oleh Mc.Clelland, “relaxed and
unhurried”. Dalam bahasa Sundanya disebut “kuulain”. Memang sekarang telah banyak
berubah ke arah kegesitan, namun belum habis sampai ke akar-akarnya. Peribahasa-peribahasa
lama, meskipun sudah jarang diucapkan, tetapi masih tetap mengkarakterisir kebiasaan kita,
ngaronyok bengkung ngariung”, “takkan lari gunung dikejar”, dan sebagainya. Itu semua
mengacu kepada “budaya santai”.
Kemudian SDM juga harus mengetahui bagaimana stabilitas perusahaan tersebut, apakah
sedang menanjak atau menurun, dan bagaimana struktur SDM yang ada. Kita harus
menempatkan SDM dalam sebuah konteks yang mencerminkan hubungan terhadap semua fungsi
SDM. Fakta empirik menunjukkan bahwa sejak tahun 1997 di Indonesia terjadi krisis
multidimensional yang diawali dari krisis moneter. Pendapat ini diperkuat oleh Haeruman (1999)
yang menagatakan bahwa ejak terjadi krisis ekonomi dari tahun 1997 di Indonesia telah terjadi
pemutusan hubungan kerja sebanyak lima juta orang dan lima juta anak sekolah terancam putus
sekolah. Disamping itu, telah terjadi ribuan pekerja atau buruh yang diberhentikan atau
pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh berbagai perusahaan industri dan jasa sampai saat ini
karena perusahaan sudah tidak sanggup lagi menggaji atau dengan alasan rasionalisasi
perusahaan.
Data pada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja Jawa Barat, (1998) menunjukkan
bahwa di Jawa Barat, sampai akhir tahun 1998 jumlah pengangguran terbuka diperkirakan
sebanyak 1.640.253 orang, jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)
sampai maret 1998 sebanyak 27.783 orang, pekerja yang dirumahkan sebanyak 5.123 orang.
Hampir setiap hari berita di media masa cetak dan elektronik tentang pemutusan hubungan
kerja (PHK). Sebagai contoh dapat dilihat dari informasi Pikiran Rakyat edisi Sabtu, 11 januari
2003 halaman 5 (5-8) seperti dipaparkan sebagai berikut: “Sekira 150 buruh PT Unitex Tbk
yang berlokasi di Jalan Raya Tajur nomor 1 Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor harus
kehilangan pekerjaan. Terhitung Jumat tanggal 10 januari 2003 mereka harus menerima
(perampingan). PHK di perusahaan tersebut juga masih akan berlanjut dengan merumahkan 400
buruhnya. Setiap buruh rata-rata mendapat pesangon Rp 16 Juta untuk masa kerja sepuluh tahun.
Krisis ekonomi yang terjadi itu, berdampak pada melemahnya beberapa jenis produksi
pada bidang industri, yang di dalamnya terdapat komponen buruh atau pekerja. Akibat
perusahaan industri yang tidak beroperasi, maka yang terkena dampak langsung adalah para
pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga mereka menjadi
penganggur. Mereka para penganggur itu terdiri dari orang-orang yang memiliki keterampilan
maupun penganggur yang tidak memiliki keterampilan khusus. Masalah pengangguran akibat
dari pemutusan hubungan kerja akan menjadi permasalahan yang berdimensi luas apabila tidak
segera ditangani dalam beragam kebijakan dan penanganan yang cepat dan tepat.
Adanya pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja apabila tidak ditanggulangi
dengan cepat dan tepat, akan berdampak pada aspek kehidupan lainnya, misalnya kriminalitas,
kesenjangan kehidupan sosial ekonomi, maupun kemiskinan. Para buruh yang bekerja di bidang
industri, umumnya merupakan lulusan dari SD, SMP, atau lulusan SMU/SMK yang tidak
memiliki keterampilan khusus untuk siap bekerja.
Akibatnya para buruh ini bekerja tanpa memiliki keterampilan yang memadai sehingga
pada saat permulaan bekerja diberi gaji/upah atas dasar kerjanya yang relatif rendah, posisi tawar
buruh di perusahaan tempatnya bekerja rendah karena tidak memiliki keterampilan yang
memadai. Pada gilirannya apabila perusahaan mengalami kesulitan dalam produksi maka posisi
para pekerja atau buruh menjadi sangat rentan terhadap pemutusan hubungan kerja sebagai
upaya rasionalisasi perusahaan.
Pemberitaan berbagai media ini menunjukkan bahwa masalah pengangguran ternyata
maupun masalah ekonomi yang rawan. Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah di Jawa Barat
yang memiliki luas wilayah 2,393,51 Km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 3.170.400 orang
yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.601.530 orang dan perempuan 1.568.870 orang yang
tersebar di 30 kecamatan (Statistik Kabupaten Bogor, 2001). Di Kabupaten Bogor terdapat lebih
kurang sebanyak 514 industri
dengan berbagai bidang usaha industri mempekerjakan sedikitnya sebanyak 159,059 tenaga kerja
dalam beragam sektor pekerjaan dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Sampai tahun 2001 kondisi
perusahaan industri besar dan sedang di Kabupaten Bogor mengalami pasang surut, diantaranya
ada yang mampu bertahan, tetapi ada juga yang tidak mampu bertahan. Bagi perusahaan yang
tidak mampu bertahan dengan berbagai alasan, perusahaan ini memilih mem PHK-kan
karyawannya. Sampai saat ini memang diakui masih terdapat industri yang berproduksi
meskipun banyak pula yang sudah tidak beroperasi lagi. Pemutusan hubungan kerja terhadap
para pekerja atau buruh merupakan langkah yang umum dan pilihan dilakukan oleh perusahaan
yang kesulitan berproduksi.
Tabel 1.1
Jumlah Kelompok Industri dan Tenaga kerja yang Tertampung di Kabupaten Bogor (2002)
No. Kelompok Industri Jumlah Jumlah Tenaga kerja
1. Industri makanan, minuman dan tembakau
37 8,722
6. Industri barang galian bukan logam,
9. Industri pengolahan lainnya 27 13,317
Total jumlah Industri dan tenaga kerja 514 159,059
Sumber: Statistik Kabupaten Bogor tahun 2001
Para pekerja atau buruh yang terkena PHK pada umumnya termasuk kelompok usia
produktif antara usia 20 sampai 45 tahun, yang relatif masih memiliki hasrat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya untuk
mencapai kesejahteraan hidup secara ekonomi maupun sosial. Bagi para buruh yang terkena
PHK tersebut akan sangat membutuhkan dorongan untuk kembali bangkit secara psikologis,
termotivasi untuk siap bekerja kembali disamping membutuhkan perolehan pelatihan
keterampilan yang dapat membantu mereka untuk hidup mandiri dengan tidak melepaskan dari
keterampilan yang dimilikinya serta tidak melepaskan dari kehidupan kesehariannya.
Dari jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2001 sebagaimana dideskripsikan pada
tabel 2.1 menunjukkan bahwa sebanyak 1.369.428 orang merupakan angkatan kerja, yang terdiri
dari 1.283.998 orang merupakan angkatan kerja yang bekerja dan yang sedang mencari
pekerjaan sebanyak 85.430 orang. Sebanyak 298.640 orang merupakan penduduk yang berusaha
sendiri, sebanyak 539.858 orang merupakan buruh/pekerja dibayar (Statistik Kabupaten Bogor
2001).
Tabel 1.2
Penduduk 10 tahun keatas menurut ijasah tertinggi yang dimiliki di Kabupaten Bogor tahun 2002
No. Ijasah tertinggi yang dimiliki
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Tidak punya 538.713 614.895 1.153.608
3. SLTP/MTs/sederajat 161.698 137.466 299.164
4. SLTA/MA/sederajat 126.106 92.392 218.498
5. SM sederajat 75.558 45.326 120.844
6. Diploma I/II 11.406 5.680 17.086
7. Diploma III/sarjana muda 9.230 5.680 14.910
8. Diploma IV/S1 23.682 8.520 32.202
9. S2/S3 1.420 0 1.420
Total 1.360.147 1.296.411 2.656.558
Sumber: Data Statistik Kabupaten Bogor 2001
Sebagai upaya mengatasi krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, di Indonesia
menurut Bunyamin (2002) telah diselenggarakan beragam program untuk mengatasi masalah
pengangguran, antara lain melalui program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil
(P3T), Program Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Proyek
Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PKDMK), Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Apabila disimak, ternyata program-program
tersebut masih belum efektif dan terkesan hanya sebagai proyek yang tidak berkesinambungan,
tidak kontinu dan cenderung masih mengandalkan pendekatan yang tidak transparan (tidak tepat
sasaran). Penyelenggaraaan program P3T misalnya, pada tahap proses seleksi peserta cenderung
kurang ketat, pola pelatihan dan pengorganisasian pemagangan kurang baik.
Program P3T merupakan program pengembangan bidang ketenagakerjaan untuk
memberdayakan tenaga kerja terampil yang menganggur sebagai akibat dari krisis ekonomi.
Program P3T yang telah dilaksanakan selama ini, menerapkan strategi pelaksanaan dengan
menggunakan model kegiatan pola pengembangan wirausaha baru (WUB) dan pola lembaga
ekonomi produktif (LEP) baik secara individu maupun melalui pembentukan kelompok usaha.
di kelas (pembekalan), tahapan aksi (magang), tahapan aksi praktek usaha di lapangan serta
tahapan pemantapan dan evaluasi (Bunyamin, 2002).
Secara konsepsional program P3T ini baik dan ideal dengan mengutamakan pendekatan
ekonomi, keberhasilan program ditunjukkan dengan indikasi munculnya wirausaha baru dari
program pelatihan yang dilaksanakan, terserapnya peserta pelatihan yang semula penganggur,
korban PHK untuk bekerja kembali dan memperoleh penghasilan kembali untuk kehidupan
ekonominya. Disamping itu program P3T ini telah mengeluarkan dana yang cukup besar dari
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dampak lanjutan dari program P3T ini ternyata
belum nampak secara objektif di lapangan, ternyata pengangguran baru semakin banyak dan
banyak pula LEP dan WUB hasil program P3T terhenti setelah program tersebut selesai.
Bagi para buruh yang terkena PHK akan sangat dibutuhkan upaya membangun
kepercayaan diri kembali, membangkitkan daya hidup, kreatifitas dan daya inovasi yang tinggi
karena pada umumnya para penganggur akibat pemutusan hubungan kerja ini hanya memiliki
kemampuan dan keterampilan yang minim, memiliki modal sedikit (dari pesangon yang diterima
dari perusahaan), mengalami kesulitan untuk menabung. Oleh karena itu, untuk para buruh yang
terkena pemutusan hubungan kerja akan sangat dibutuhkan dorongan untuk memiliki tekad
kemandirian, bersedia belajar dari pengalaman guna menata kehidupannya sehingga pada
gilirannya dapat lebih mandiri secara ekonomis maupun sosialnya. Dalam kerangka pemikiran
ini, maka akan sangat dibutuhkan pola pemberdayaan bagi mereka dengan melakukan pelatihan
keterampilan yang berorientasi pada upaya menggugah kesadaran jatidiri, motivasi diri sendiri,
dan menggugah semangat berjuang bagi kehidupan secara ekonomis maupun sosial.
Setelah menguraikan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai
ekonomi”. Adapun alasan yang mendasar dilakukan penelitian ini adalah: (1) para pekerja atau
buruh yang terkena PHK dalam usia produktif di Kabupaten Bogor, masih memiliki peluang
untuk berkarya dan meningkatkan produktivitasnya, sehingga dapat menghidupi diri maupun
keluarganya; (2) program-program untuk mengatasi masalah pengangguran yang dilakukan oleh
pemerintah masih belum efektif dan terkesan hanya sebagai proyek yang tidak
berkesinambungan, tidak kontinu dan cenderung masih mengandalkan pendekatan yang tidak
transparan (tidak tepat sasaran); (3) dampak lanjutan dari program P3T yang digalakkan oleh
pemerintah ternyata belum nampak secara objektif di lapangan, ternyata pengangguran baru
semakin banyak dan banyak pula LEP dan WUB hasil program P3T terhenti setelah program
tersebut selesai; dan (4) pemutusan hubungan kerja ini hanya memiliki kemampuan dan
keterampilan yang minim, memiliki modal sedikit (dari pesangon yang diterima dari
perusahaan), mengalami kesulitan untuk menabung. Penelitian ini akan mengkaji dan
menganalisis model pelatihan yang sesuai kebutuhan untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kembali daya hidup para buruh pada usia produktif pasca pemutusan hubungan kerja (PHK)
untuk menghadapi tantangan kehidupan ekonomi dan sosial selanjutnya?”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka dapat
dirumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian berikut: “Kebutuhan pelatihan
keterampilan apakah yang dirasakan buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)
sehingga dapat mengoptimalkan daya dan kemampuan yang dimiliki untuk kemandirian
berusaha, dalam upaya mengatasi kesulitan ekonomi”. Berdasarkan pertanyaan pokok tersebut,
1. Bagaimanakah sikap para buruh menghadapi permasalahan sosial ekonomi pasca
pemutusan hubungan kerja (PHK) ?
2. Bagaimanakah harapan, langkah-langkah dan usaha yang dilakukan para buruh pasca
pemutusan hubungan kerja (PHK) mengatasi permasalahan kehidupan sosial ekonomi
selanjutnya ?
3. Pelatihan keterampilan sumberdaya manusia yang bagaimanakah yang dapat
meningkatkan keberdayaan dan potensi sosial ekonomi buruh usia produktif pasca
PHK.
4. Bagaimanakah model pelatihan yang tepat dan sesuai bagi para buruh pasca PHK
berdasarkan potensi lingkungan sosial ekonomi dirinya sehingga dapat meningkatkan
potensi, kemauan dan bermotivasi untuk berusaha mandiri mengatasi permasaalahan
hidupnya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan sumberdaya
manusia berbasis potensi lingkungan sosial ekonomi, menggunakan pendekatan pembelajaran
andragogi. Berdasarkan tujuan secara umum tersebut, maka tujuan khusus dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Mengetahui sikap para buruh menghadapi permasalahan sosial ekonominya pasca
pemutusan hubungan kerja (PHK).
2. Mengetahui harapan, langkah-langkah dan usaha yang dilakukan para buruh pasca
pemutusan hubungan kerja (PHK) mengatasi permasalahan kehidupan sosial ekonomi
3. Mengatasi kebutuhan pelatihan keterampilan pada buruh yang terkena pemutusan
hubungan kerja (PHK) agar dapat mengoptimalkan daya dan kemampuan yang dimiliki
untuk kemandirian berusaha, dalam upaya mengatasi kesulitan ekonomi.
4. Menemukan model pelatihan keterampilan yang tepat dan sesuai bagi para buruh pasca
PHK berdasarkan potensi dirinya sehingga dapat meningkatkan kemauan dan
bermotivasi untuk berusaha mandiri mengatasi permasaalahan hidupnya?
2. Manfaat Penelitian
Model pelatihan keterampilan bagi para buruh pasca pemutusan hubungan kerja yang
berbasis pada pengembangan dan pemberdayaan segenap potensi sosial psikologis dan ekonomi
yang dimiliki buruh sebagai hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dilihat dari dua
aspek yaitu: (1) dilihat dari aspek teoritik dapat mengimplementasikan teori-teori yang berkaitan
dengan pengembangan dan pemberdayaan potensi buruh paska PHK, teori yang dikembangkan
adalah penerapan ilmu pendidikan, sosiologi, psikologi, dan ekonomi; dan (2) dilihat dari aspek
praktis terutama dalam konteks membangun kembali motivasi, inspirasi dan daya hidup dalam
rangka membangun kehidupan ekonomi dan sosial melalui kemandirian usaha. Bagi pihak yang
terkait dalam upaya pendidikan luar sekolah (Pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga
swadaya masyarakat), hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model alternatif dalam upaya
pemberdayaan dari aspek diri (internal) subjek pendidikan sehingga dapat mempermudah
penyampaian materi pelatihan keterampilan yang dilaksanakan sebagai satuan dari pendidikan
luar sekolah.
D. Premis dan Asumsi Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, diperkirakan fenomena masalah pengembangan model
keterampilan sumber daya manusia berbasis potensi lingkungan sosial ekonomi kabupaten Bogor
di Jawa Barat antara lain:
1. Ketika suatu lembaga organisasi dirasakan kurang mampu memberi manfaat atau
keuntungan dan aspek positif lainnya, baik kepada lembaga atau organisasi maupun
lingkungan disekitarnya, sedangkan kita mengharapkan sebaliknya, maka penataan
kembali dan pengembangan terhadap lembaga/organisasi tersebut merupakan
keniscayaan untuk dilakukan.
2. Strategi manajemen pemberdayaan sumber daya manusia yang baik, terarah,
berkelanjutan dan integral, merupakan cara untuk mencapai tujuan suatu lembaga
atau organisasi agar mudah dicapai sesuai dengan visi dan misinya. (Rowe and
Mason (1990 : 2) mengutarakan “it is not only knowing the competitive and the
process of managing of four factors”.
3. Pendidikan berwawasan keunggulan, dapat menciptakan generasi unggul melalui
pengembangan dan peningkatan kreativitas masing-masing individu, dengan memberi
efek relaksasi yang salah satunya bisa dimunculkan melalui pendidikan kesenian.
Galyean (1999: 90) memperkenalkan 4 R yaitu : relaxation, reflection, recreation and
renewal dengan mencoba menggabungkan Bahasa, musik dan kesenian dengan
relaksasi.
4. Pendidikan keterampilan, bagi tenaga kerja harus mampu memberikan sumbangan
kelanggengan dan pengembangan sumber daya manusia untuk membina ketahanan
kebudayaan nasional (Koentjaraningrat, 1974:16).
5. Pelatihan bagi karyawan yang terkena PHK, sebagai upaya pemberdayaan
(empowering) dan peningkatan kemampuan serta keterampilan hidup, dilakukan
sejalan dengan pelatihan ketrampilan mandiri, keterampilan industri, dan
keterampilan lainnya untuk menciptakan hubungan harmonis antara dunia industri
dan masyarakat (Santika, R., 1995).
6. Pendidikan merupakan satu faktor penentu keberhasilan dalam hidup secara sosial,
ekonomi dan psikologis. Kemampuan, kecakapan dan sikap mental sebagai hasil dari
pendidikan dapat menjadi landasan bagi kepentingan keterampilan hidup untuk
peningkatan kualitas hidup.
7. Iklim dan suasana belajar dalam perspektif pendidikan luar sekolah berbeda dengan
iklim dan kondisi sekolah formal. Pada perspektif PLS pembelajaran dilakukan dalam
paruh waktu, secara sukarela dan dapat dilakukan dengan pendekatan andragogi.
8. Buruh yang terkena PHK merupakan anggota masyarakat telah dewasa yang tidak
beruntung (disadvantaged community group) memerlukan dorongan untuk berdaya
dalam menjalani kehidupan menumbuhkan kepercayaan diri.
9. Pembelajaran bagi orang dewasa dalam konteks pendidikan sepanjang hayat
senantiasa didasarkan pada kebutuhan, minat dan kepentingan warga belajar bagi
upaya pemenuhan modal pengetahuan dan keterampilan dalam rangka menjalani
10.Pelatihan keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan dibutuhkan oleh
orang dewasa, termasuk bagi para buruh pasca PHK untuk mempersiapkan dan
mencukupi kebutuhan hidup melalui upaya bekerja sebagai proses aktualisasi diri.
E. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian dimaksudkan sebagai acuan dasar dan pedoman bagi peneliti untuk
memperoleh dan mengumpulkan data penelitian sehingga dapat lebih terfokus sesuai dengan
masalah penelitian yang dikemukakan. Dalam konteks penelitian ini, paradigma penelitian
digambarkan dalam alur fikir penelitian dan paradigma fokus penelitian yang menggambarkan
landasan penelitian yaitu UU tenaga kerja dan UUSPN No. 20 tahun 2003 dalam upaya
pemberdayaan buruh yang telah di PHK berbasis pengembanagan dan pemberdayaan segenap
potensi sosial psikologis dan ekonomi untuk kemandirian seperti dideskripsikan dalam gambar
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian ini mendeskripsikan bahwa pengembangan SDM dilakukan
melalui konsep pemberdayaan dengan memperhatikan potensi lingkungan khususnya bagi usia
produktif. Dalam pengembangan SDM ini diperlukan model pelatihan khususnya bagi buruh
pasca PHK, sehingga dapat mengenali problematika hidupnya, kemudian mengidentifikasi solusi
yang mungkin dilakukan dan memilih alternatif solusi yang paling mungkin dilakukan
diantaranya melalui suatu model pelatihan dengan konsep pemberdayaan berbasis lingkungan.
F. Definisi Operasional
1. Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan
Dalam konteks penelitian ini, pengembangan model pelatihan keterampilan diartikan
sebagai upaya untuk memperluas, dan memajukan dari pola kegiatan peningkatan partisipasi
individu, kelompok maupun masyarakat yang dilakukan dalam rangka memberi kekuatan dan
keberdayaan diri sehingga dapat mengaktualisasikan diri secara optimal.
2. Buruh Usia Produktif
Buruh usia produktif yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini merupakan individu
dan atau kelompok masyarakat yang bekerja pada perusahaan pada level menengah ke bawah
dalam bidang industri sebagai pegawai yang dilihat dari usia sekitar 20-45 tahun, dengan latar
belakang pendidikan, sosial dan ekonomi yang tidak memadai berdasarkan kriteria kelayakan
kebutuhan hidup.
3. Pasca Pemutusan Hubungan Kerja
Pasca pemutusan hubungan kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kondisi
dengan perusahaan dan pada saat ini tidak sedang bekerja (menganggur). Kondisi seperti ini,
dalam perspektif PLS dikategorikan sebagai kelompok masyarakat yang tidak berdaya, artinya
kelompok masyarakat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan beberapa
aspek yang mendasarinya seperti kehilangan pekerjaan, tidak ada penghasilan, keterampilan
hidup yang tidak memadai, lapangan kerja yang sempit, dan modal usaha maupun modal kerja
yang tidak ada.
4. Pelatihan Keterampilan Berbasis Potensi Diri dan Lingkungan Sosial Ekonomi
Pelatihan keterampilan berbasis pada potensi diri dan lingkungan sosial ekonomi yang
dimaksudkan dalam konteks penelitian ini adalah satu model, pola dan strategi kegiatan
pelatihan keterampilan secara terstruktur dan sistematis yang ditujukan memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan bagi anggota masyarakat dewasa khususnya yang terkena PHK
dengan senantiasa memperhatikan kebutuhan belajar, minat pekerjaan dan modal kemampuan
yang dimiliki secara psikologis dan sosiologis. Potensi diri dimaksudkan bahwa mereka yang
terkena PHK sebenarnya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik
dengan memperhatikan lingkungan sosial ekonomi masyarakat dimana mereka bertempat
BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Berdasarkan fokus masalah, tujuan, subjek penelitian, dan karakteristik data maka
pendekatan yang tepat untuk memperoleh data potensi sumber daya manusia (buruh pasca PHK)
penelitian ini adalah studi kasus (Case Study) yang bagian dari metode penelitian kualitatif.
Pilihan pendekatan tersebut didasarkan pula atas alasan bahwa penelitian bermaksud
mendeskripsikan pengembangan model ketrampilan SDM berbasis potensi lingkungan sosial
ekonomi yaitu studi untuk pemberdayaan buruh usia produktif pasca pemutusan hubungan kerja
di kabupaten Bogor. Mengingat sifat data dan fokus penelitian ini, maka digunakan desain
penelitian kualitatif.
Perencanaan penelitian kualitatif menurut Guba (1984) adalah skema atau program
penelitian yang berisi out line tentang apa yang harus dilakukan si peneliti, mulai dari
pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Sedangkan
strukturnya lebih spesifik, yang memuat skema, paradigma-paradigma variabel operasional, dan
melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural sebagai
tujuan penelitian. Dalam memperoleh data dilakukan eksplorasi, yaitu menelusuri secara cermat
berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan
mendalam, dan pengamatan mengenai pengembangan SDM buruh usia produktif di kabupaten
Bogor.
Untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis SWOT secara
cermat dan akurat dengan mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan atau hambatan.
Kekuatan adalah kemampuan internal sebuah organisasi yang memajukan tujuan organisasi
adalah kebalikannya; mereka membatasi penyelesaian tujuan organisasi. Peluang adalah
keadaan, kejadian atau situasi eksternal yang menawarkan perubahan organisasi untuk mencapai
atau melampaui tujuannya. Tantangan atau hambatan adalah situasi eksternal yang mungkin
secara potensial menciptakan masalah, kerusakan organisasi, atau membahayakan kemampuan
untuk mencapai tujuannya.
Bagi para pengambil keputusan dalam organisasi, analisis SWOT menyediakan informasi
yang dapat menyiapkan dasar pengambilan keputusan dan tindakan yang —apabila diterapkan
secara efektif— akan memungkinkan perusahaan mencapai tujuannya. Analisis SWOT
memungkinkan sebuah organisasi mengeksploitasi peluang-peluag masa depan ketika melawan
tantangan dan persoalan-persoalan, dan juga melakukan penemuan strategik pada kompetensi
dan kekuatan khusus. Keseluruhan proses manajemen strategik, secara konseptual menjadi
analisis SWOT karena ia memberi kesan sebuah perubahan lainnya di dalam misi, tujuan,
kebijakan dan strategi organisasi.
Untuk mendapatkan model pengembangan ketrampilan peneliti menggunakan pendekatan
penelitian dan pengembangan (R & D) dengan pendekatan kualitatif. Mendasarkan pada
prosedur penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg and Gall (1989), maka
langkah penentuan model dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah kegiatan sebagai
berikut: (1) tahap pendahuluan, meneliti dan mengumpulkan informasi dengan eksplorasi,
observasi lapangan melakukan analisis dan kajian teoretis dan empiris untuk menemukan model
yang sesuai dengan masalah penelitian berkenaan dengan program
penanggulangan pengangguran dan ketenagakerjaan yang telah dan sedang
pembangunan dan berkenaan dengan kondisi para buruh pasca pemutusan hubungan kerja dari
aspek sosial psikologis dan ekonomi, serta kajian teoretis tentang pola pemberdayaan
masyarakat, pelatihan keterampilan sebagai satuan dari pendidikan luar sekolah (PLS); (2)
perumusan model konseptual yang ditawarkan sebagai salah satu pola pemberdayaan bagi para
buruh usia produktif pasca pemutusan hubungan kerja (PHK) berdasarkan pada potensi diri
dalam bentuk model pelatihan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja kembali sebagai
mata pencaharian secara mandiri; (3) mengembangkan model konseptual hasil penelitian ini
untuk divalidasikan melalui ujicoba di lapangan; (4) melakukan ujicoba terbatas terhadap model
konseptual tersebut kepada beberapa subjek penelitian yang diambil secara purposif yang akan
ditentukan di lapangan. (melakukan wawancara, pengamatan, angket untuk memperoleh data
kondisi psikologis dan sosiologis subjek) sebagai bahan untuk membangun dan penyempurnaan
model; (5) merevisi model konseptual tersebut berdasarkan analisis dari ujicoba yang dilakukan;
(6) melakukan uji coba lapangan hasil revisi dengan melakukan implementasi model pelatihan
keterampilan berbasis potensi diri terhadap subjek penelitian secara kontinu; (7) melakukan
revisi produk model berdasarkan ujicoba lapangan; (8) melakukan ujicoba lapangan dari
penyempurnaan model konseptual selanjutnya dianalisis secara kualitatif. (Bogdan dan Biklen,
1986; Moleong, 1988; Miles dan Huberman, 1992); (9) melakukan revisi akhir terhadap model
dan (10) penulisan laporan akhir.
B. Strategi Penelitian
Strategi penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana telah ditegaskan
sebelumnya, merujuk pada pendekatan kualitatif. Penelaahan substansi permasalah
dilakukan untuk mengarahkan dan mendeskripsikan karakteristik populasi yang unik sehingga
pendekatan yang bermaksud memahami dan memaknai nilai-nilai alamiah dari kasus yang dikaji,
kemudian mendeskripsikan keadaan itu secara apa adanya. Atas dasar itu, disusunlah
konsep-konsep pengembangan keterampilan pemberdayaan buruh usia produktif pasca PHK pada studi
yang dilakukan, yaitu model pengembangan keterampilan SDM buruh usia produktif pasca
pemutusan hubungan kerja di kabupaten Bogor..
Strategi penelitian, secara spesifik identik dengan perencanaan yang menurut Guba
(1984) berintikan metode-metode yang digunakan untuk mengurai atau menganalisis data dari
penelitian itu. Strategi berkenaan dengan bagaimana penelitian itu dilakukan dan bagaimana
masalah-masalah itu dijawab dengan prosedur yang ada. Walaupun pada hakikatnya desain
penelitian kualitatif bersifat emergent (tidak dapat dimantapkan pada taraf permulaan dan baru
mendapat bentuk yang lebih jelas secara bertahap sepanjang penelitian itu dijalankan), namun
untuk kepentingan penulisan atau pengajuan suatu proposal, desain penelitian harus dibuat
(Licoln dan Guba, 1984 hal. 221-249). Karena proposal desain penelitian ini akan menjadi
panduan sebagai pemberi arah apa saja yang harus dialakukan, dimana penelitian itu dilakukan,
dan akan kemana penelitian ini di arahkan, meskipun dalam perjalanannya akan dilakukan
penyesuaian.
Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti memahami terlebih
dahulu pandangan dasar (axioma) desain kualitatif yakni :
1. Desain tidak terinci, fleksibel, timbul (emergent) serta berkembang sambil jalan antara lain
mengenai tujuan, subjek, sampel dan sumber data.
3. Tidak mengemukakan hipotesis sebelumnya; hipotesis lahir sewaktu penelitian dilakukan;
hipotesis hanya berupa “hunches”, petunjuk yang bersifat sementara dan dapat berubah,
hipotesis hanya berupa pertanyaan yang mengarahkan pengumpulan data.
4. Hasil penelitian terbuka dan tidak diketahui sebelumnya karena jumlah variabel tidak
terbatas.
5. Langkah-langkah tidak dapat dipastikan sebelumnya serta hasil penelitian tidak dapat
diketahui atau diramalkan sebelumnya.
6. Analisis data dilakukan sejak awal bersamaan dengan pengumpulan data walaupun analisis
akan lebih banyak pada tahap-tahap kemudian.
Mengacu pada prinsip-prinsip penelitian kualitatif tersebut, maka dalam penelitian ini
strategi yang digunakan peneliti adalah :
1. Orientasi teoritik dengan pendekatan fenomenologis yang dibahas pada tinjauan teoretik,
kajian empirik, dan kajian penelitian yang relevan.
2. Teknik pengumpulan data tiga tahap yaitu tahap orientasi lapangan, eksplorasi
pengumpulan data, dan penelitian terfokus pada permasalahan penelitian.
3. Wawancara komprehensif atau wawancara mendalam dengan key informan.
4. Observasi peranserta di lokasi penelitian oleh peneliti.
Data penelitian yang dieksplorasi tersebut oleh peneliti dianalisis dengan menggunakan
analisis SWOT dan untuk merumuskan model yang ditawarkan peneliti menggunakan analisis
pengembangan model.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini ialah pilihan peneliti terhadap aspek apa, peristiwa apa, dan
siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu karena itu pemilihan sampel dilakukan
terus-menerus sepanjang penelitian. Prosedur sampling bersifat purposif, yakni tergantung pada
tujuan dan fokus penelitian. Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal atau objektif, akan
tetapi subjektif dalam arti peneliti tidak menggunakan test, angket atau eksperimen. Instrumen
dengan sendirinya tidak berdasarkan defenisi operasional, yang dilakukan ialah menyeleksi
aspek-aspek yang khas, berulangkali terjadi, berupa pola atau tema, dan tema itu senantiasa
diselidiki lebih lanjut dengan cara yang lebih halus dan mendalam, sehingga dapat diambil
makna sesungguhnya.
Tema itu akan merupakan petunjuk ke arah pembentukan suatu teori. Analisis data
bersifat terbuka, open-ended, induktif. Dikatakan terbuka karena teknik sampling-nya purpossive
(bertujuan). Jadi sampel dalam penelitian ini antara lain adalah Pimpinan Perusahaan
sebelumnya tempat para buruh yang di PHK itu bekerja dan para buruh yang di PHK yang
telah ditetapkan sebagai key informan, semua ke informan ini adalah penduduk kabupaten
Bogor.
Perlu ditegaskan bahwa lokasi penelitian ini di wilayah Kabupaten Bogor dengan
key informan penelitian adalah para buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan
yang terkena pemutusan hubungan kerja pada perusahanan industri di wilayah kabupaten
Bogor. Subjek penelitian tidak ditentukan secara jumlah karena dalam penelitian ini yang
diutamakan adalah kebermaknaan informasi yang diberikan oleh subjek bagi penelitian ini. Oleh
karena itu, subjek penelitian ditentukan jumlahnya di lapangan secara purposif (purposive
sampling).
D. Langkah dan Prosedur Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian kualitatif, dapat ditempuh prosedur
atau tahapan-tahapan: (1) pra lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan (3) analisis intensif
(Bodgan, 1972; Moleong, 1990); atau (1) inversi; (2) temuan; (3) penafsiran, dan (4) eksplain
(Biklen dan Miller, 1986); atau (1) orientasi lapangan; (2) orientasi; dan (3) member check
(Subino, 1998). Bodgan dan Biklen (1982) menyatakan bahwa “penelitian pada situasi tertentu
perspektif peneliti sendiri”. Atas dasar prosedur atau tahapan yang dikemukakan oleh para ahli
penelitian kualitatif itu, maka prosedur atau langkah-langkah penelitian yang dilakukan oleh
peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pra Lapangan
Pra lapangan ini dilakukan dengan: (1) studi penjajagan ke arah fokus permasalahan
penelitian yang dilakukan antara awal September sampai akhir Desember 2003; (2) studi
kepustakaan untuk menemukan teori dasar penelitian dilakukan bersamaan dengan
pengumpulan data dilapangan dari Mei - Desember 2003; (3) menyusun kerangka konseptual
pengembangan bersamaan dengan analisis data; (4) menyusun kerangka pokok acuan
proposal penelitian Februari – Maret 2003; dan (5) mengurus perizinan untuk melaksanakan
penelitian Maret - April 2001
2. Orientasi Lapangan
Peneliti melakukan orientasi lapangan dengan langkah-langkah yakni: (1) pada bulan
September 2003 peneliti mengadakan kordinasi dengan pihak-pihak yang berwenang dengan
pelaksanaan penelitian; (2) sejak Nopember 2003 peneliti secara intensif mengumpulkan data
awal melalui studi observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk dijadikan data dasar (base
data) dalam merumuskan strategi pengembangan program dan penentuan lokasi yang dilakukan
sampai Februari 2004; (3) pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2003 peneliti melakukan
penentuan lokasi penelitian yang dalam hal ini dilakukan melalui pertemuan dengan key
informat dan pejabat yang berwenang pada lokasi penelitian baik pada tingkat pemerintah
kabupaten Bogor dan industri tempat para buruh itu bekerja sebelum di PHK serta para buruh itu
sendiri sebagai tempat perolehan data penelitian.
3. Penyusunan Program Kerja Penelitian
Penyusunan program kerja penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah: (1)
mengidentifikasikan masalah lingkungan internal dan eksternal buruh yang di PHK yang
dilaksanakan melalui survai lapangan pada lokasi penelitian dengan cara observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi untuk mendapatkan gambaran umum dan khusus
penelitian. Hasil identifikasi masalah ini kemudian digunakan untuk analisis SWOT bagi
pengembangan model yang ditawarkan; (2) rumusan pengembangan program sebagai hasil
pengembangan ketrampilan SDM yang mengacu pada hasil penelitian di lapangan maupun
kajian teoritik sebagai landasan model yang dapat dikembangkan; (3) dilanjutkan dengan
sosialisasi program hasil penelitian dilakukan dalam rangka memperkenalkan kepada paara
buruh sebagai key informan penelitian ini agar dapat diterima dan didukung; dan (4) merekrut
dan melatih tenaga pelaksana program pengembangan keterampilan SDM dari masyarakat yang
memenuhi syarat yang ditetapkan serta mempersiapkan lokasi pengembangan program.
4. Implementasi Penelitian Lapangan
Implementasi penelitian ini dilapangan adalah: (1) tindakan yang dilakukan oleh para
pelaksana sesuai dengan bidang tugas masing-masing sebagai tanggung jawab dan
kewenangannya; (2) menginterpretasikan, menganalisis, dan memprediksi data dan informasi
yang telah diperoleh; (3) sementara penelitian ini berjalan, penulisan laporan juga telah
berlangsung. Oleh karena itu, penulis berupaya untuk selalu melengkapi dan memperbaharui
data (check dan recheck), serta mengadakan trianggulasi dan member check hingga penelitian
berakhir; dan (4) supervisi, bimbingan, dan intervensi, berupa koordinasi secara intensif
terhadap para pelaksana dengan cara bimbingan, pembinaan, dan penyempurnaan pelaksanaan
program
5. Evaluasi Dampak
Evaluasi dampak merupakan bagian dari kegiatan akhir penelitian lapangan yang penulis
lakukan melalui observasi partisipasi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana proses
program pengembangan SDM sebagai model manajemen strategik dapat dikembangkan.
Studi Pustaka tentang: Konsep pemberdayaan masyarakat, Pelatihan
Keterampilan sebagai satuan PLS
Temuan lapangan (empiris) tiga pelatihan keterampilan bagi
Gambar 3.1 : Alur langkah dan Prosedur Pelaksanaan Uji Coba Pelatihan
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, wawancara dan
analisis dokumen terhadap laporan program pelaksanaan penanggulangan pengangguran selama
ini. Observasi dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan pada tahap studi pendahuluan,
maupun pada tahap implementasi model di lapangan. Wawancara dilakukan secara terbuka
terhadap subjek penelitian yang ditentukan secara purposif.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : (1) studi
dokumentasi; (2) observasi; dan (3) wawancara. Studi dokumentasi digunakan untuk menjaring
data di dalam dokumen-dokumen tertulis yang menunjukkan adanya
hubungan dengan masalah pengembangan ketrampilan SDM buruh yang di PHK. Observasi,
digunakan selama penelitian berlangsung untuk mencermati beragam fenomena sejak tahap studi
orientasi suasana lingkungan penelitian, implementasi, sampai evaluasi hasil.
Penyusunan Model konseptual pelatihan keterampilan untuk pemberdayaan buruh usia produktif pasca PHK berbasis potensi diri, dalam konteks: (a) tujuan, (b)
materi, (c) metode pendekatan dan (d) pelaksanaan pelatihan keterampilan
Verifikasi model (vadisasi ahli dan ujicoba terbatas)
Uji Coba Model
Teknik wawancara digunakan untuk mewawancarai sejumlah key informant yang
dianggap sebagai tokoh kunci dalam penelitian, yaitu pejabat pemerintah kabupaten Bogor,
pimpinan perusahaan tempat para buruh sebelumnya bekerja, dan para buruh yang terkena
PHK di kabupaten Bogor. Mereka ini dipandang secara langsung maupun tidak langsung ada
kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan ketrampilan SDM di kabupaten Bogor,
sehingga layak menjadi key informant.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai instrumen utama yaitu
peneliti sendiri. Instrumen manusia dalam penelitian kualitatif dipandang lebih cermat dengan
ciri-ciri sebagai berikut: (1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi
penulis; (2) manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan
dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu
keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan
pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan
data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk
memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia
sebagai instrumen, respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian (Nasution, 1992;
55-56).
Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai instrumen utama dalam menjaring data dan
informasi dengan menggunakan teknik observasi, studi dokumentasi, dan wawancara. Selain itu,
pendidikan yang diadaptasi dari Makmun (1998). Khusus untuk pengumpulan data dalam
pelaksanaan penelitian pengembangan model pengembangan keterampilan SDM, digunakan
observasi partisipan, dan wawancara tidak terstruktur. Observasi partisipan dilakukan terutama
pada saat studi pendahuluan (eksplorasi) dan selama proses uji coba pengembangan model
keterampilan SDM berlangsung. Yang diobservasi adalah mekanisme kerja yang telah ditetapkan
dalam prosedur sistem implementasi. Untuk memperoleh data etik dilakukan wawancara tidak
terstruktur tetapi mendalam yang dilakukan pada sumber data, yaitu para pelaksana yang
terlibat langsung dalam kebijakan kabupaten Bogor yaitu para pejabat struktural yaitu sekretariat
daerah, dinas tenaga kerja, dan dinas pendidikan.
Analisis terhadap data penelitian dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan dan
berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap Studi Pendahuluan, analisis dilakukan terhadap
program kegiatan penanggulangan pengangguran yang telah dan sedang dilaksanakan melalui
teknik analis SWOT mendasarkan pada indikator yang telah ditetapkan. Selain itu, hasil
observasi dan wawancara akan dibuatkan dalam catatan lapangan untuk selanjutnya dianalisis
dengan mendasarkan model dari Bogdan dan Biklen (1992:153) dan Miles dan Huberman (1985:
20) melalui langkah membuat catatan lapangan, membuat kode, mereduksi data,
mengorganisasikan, memilah-milah
data kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola-pola, mengungkap dimensi esensial
dari temuan penelitian dan membuat deskripsi hasil penelitian.
Model analisis data kualitatif dari Miles dan Huberman (1992: 16) yang mengemukakan
langkah analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara simultan,
yakni; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi diterapkan bagi
memfokuskan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada penelitian ini, reduksi data
dilakukan sejak peneliti memasuki wilayah penelitian sampai dengan akhir penelitian.
Model analisis data penelitian kualitatif dapat terlihat dalam gambar model interaktif di
bawah ini:
Gambar 3.2 : Langkah Analisis Data Kualitatif : Model Interaktif (diadaptasi dari Miles dan Huberman, 1992 : 20)
Pada saat pengumpulan data berlangsung senantiasa dilakukan pula reduksi data yakni
melalui langkah pembuatan ringkasan, membuat kode, menelusuri tema, dan lain-lain.
Reduksi data pada penelitian ini merupakan langkah analisis untuk upaya
memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi proses penarikan
kesimpulan. Kegiatan mereduksi data pada penelitian ini diupayakan melalui langkah
memilih dan memilah data pokok dan data pelengkap yang sesuai atau bertentangan dengan
fokus penelitian.
Data yang telah dipilah ini selanjutnya disajikan dalam deskripsi penyajian data berupa
teks naratif, tabel, matrik, bagan dan lain-lain yang kemudian diselaraskan untuk melihat
keterkaitannya antara data penelitian yang terkumpul dengan fenomena yang ada dan terkait
Penyajian data
Reduksi
data Penarikan kesimpulan Pengumpulan
dengan fokus penelitian. Dari langkah ini dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan. Dengan
demikian proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan berulang-ulang, berlanjut dan terus
menerus selama penelitian berlangsung. Tingkat kepercayaan hasil penelitian kualitatif menurut
Lincoln dan Guba (1985: 301-321) dapat dilihat dari empat kriteria, yakni; credibility,
dependability, confirmability dan transferability. Prinsip dan kriteria ini diterapkan pula untuk
melihat tingkat kepercayaan hasil penelitian ini.
Kredibilitas penelitian akan terkait dengan tingkat kepercayaan orang lain terhadap hasil
penelitian yang dilakukan, sehingga tertarik untuk menanggapi dan menghargai penelitian yang
dilaksanakan. Pada penelitian ini dilakukan langkah kegiatan antara lain: proses pelaksanaan
penelitian di lapangan dengan melakukan studi dokumentasi, wawancara sekaligus observasi
dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama serta dilakukan proses pengamatan yang kontinu.
Pada proses penelitian ini dilakukan pula kegiatan triangulasi melalui kegiatan
membandingkan penemuan dan penafsiran terhadap data penelitian dengan penemuan hasil
penelitian lain sejenis. Proses analisis data penelitian, senantiasa dilakukan konsultasi dan
diskusi dengan
promotor, dengan konsisten mengacu pada fokus masalah penelitian untuk menghindari bias.
Kemudian dari hasil diskusi tersebut dilakukan proses penyuntingan segenap temuan penelitian
dari lapangan secara kontinu, melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran
terhadap data penelitian berdasarkan rujukan yang kuat secara empiris dari hasil penelitian lain
sejenis, serta melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran temuan penelitian
dengan subjek penelitian dan dengan sumber asal yang memberikan informasi dalam penelitian
konfirmasi tentang tingkat kebenaran dan kepercayaan proses dan hasil penelitian ini diupayakan
tidak manipulatif dalam makna mengungkapkan yang sesungguhnya.
Kriteria dependabilitas dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diandalkan (reabilitas).
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan langkah kegiatan penelitian dengan tetap
mempertahankan secara konsisten teknik pengumpulan data, dan konsistensi penggunaan
konsep, proposisi dan teori selama penelitian dilaksanakan termasuk pada tahap proses
penafsiran dan penarikan kesimpulan.
Kriteria konfirmabilitas dari hasil penelitian ini merupakan upaya meningkatkan keyakinan
akan data penelitian yang diperoleh. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan diskusi dengan teman
sejawat tentang temuan dan draft hasil penelitian. Disamping itu, melakukan audit trial ke
berbagai pihak termasuk kepada promotor, melakukan kerja secara sistematis dan melakukan
pemeriksaaan secara teliti setiap langkah penelitian.
Kriteria transferabilitas dari hasil penelitian ini dilihat dari apakah hasil penelitian ini
dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Oleh
karena itu, pada penelitian ini dilakukan langkah penyesuaian karakteristik agar sama atau
setidaknya mirip dengan situasi penelitian serta penyesuaian asumsi-asumsi yang digunakan.
Validitas eksternal dalam penelitian ini tidak akan terukur dalam bentuk perhitungan statistika,
melainkan dalam bentuk deskripsi sesuai dengan konteks waktu. Oleh karena itu, validitas
eksternal dalam penelitian ini sangat tergantung pada identifikasi dan deskripsi dari aspek-aspek
yang dominan dari suatu fenomena untuk dibandingkan dengan penelitian lain yang
sejenis (Fraenkel dan Wallen, 1993: 399-403).
F. Pemeriksaan Kesahihan Data
Menurut Nasution, (1996) credibility dan transferability (validitas) secara umum
mempersyaratkan agar apa yang terjadi dalam penelitian sesuai dengan apa yang terjadi secara
nyata di lapangan. Seperti halnya penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga harus
memenuhi syarat-syarat validitas yaitu validitas internal dan eksternal. Validitas internal
menyangkut kesesuaian konsep peneliti dengan konsep yang ada pada para responden.
Pokok utama dalam validitas internal kualitatif ada pada penelitinya, yaitu seberapa jauh
kesesuaian konsep yang ada pada penelitian ini dengan konsep para responden sebagai sumber
data. Istilah validitas internal dalam penelitian kualitatif disebut dengan credibility, yaitu
menyangkut kredibilitas dan keabsahan hasil penelitiannya. Dalam hal ini peneliti meminta key
informatt untuk meneliti kembali informasi yang diberikannya, apakah sudah sesuai dengan
informasi atau data yang dimaksud.
Sedangkan validitas eksternal menyangkut sejauh mana hasil penelitian tersebut dapat
diterapkan oleh orang lain. Hal ini hampir sama dengan penelitian kuantitatif yang validitas
eksternalnya adalah sejauh mana generalisasi dan teori sebagai temuannya dapat diterapkan
atau ditransfer pada situasi lain. Oleh karena menyangkut kemampuan hasilnya diterapkan oleh
orang lain, istilah validitas eksternal dalam penelitian kualitatif disebut applicability, fittingness,
atau transferability.
2. Dependabilitas dan Auditabilitas
Nasution, (1996) mengemukakan bahwa dependability dan auditability (reliabilitas)
dalam arti dapat diulangi oleh peneliti lain dengan metode dan situasi yang sama, tidak
mungkin terjadi dalam penelitian kualitatif. Karena situasi dalam penelitian kualitatif adalah
natural, maka tidak mungkin direkonstruksi kembali oleh orang lain dalam waktu yang lain.
kualitatif, adalah bahwa cara melaporkan hasil penelitian oleh peneliti bersifat ideosyncartic dan
individualistik sehingga selalu berbeda dari peneliti ke peneliti atau tidak mungkin dapat
disamakan meskipun dalam kasus yang sama.
Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas dipengaruhi oleh: (1) status dan kedudukan
peneliti di kalangan anggota kelompok yang diselidiki dan hubungan pribadinya dengan
partisipan; (2) pilihan dari informan; (3) situasi dan kondisi sosial yang mempengaruhi informasi
yang diberikan; (4) defenisi konsep; dan (5) metode pengumpulan dan analisis data penelitian.
Pendapat ini tampak bahwa reliabilitas penelitian kualitatif lebih menyangkut kepada reliabilitas
internal dari peneliti itu sendiri, menyangkut dependability dan auditability. Mempertinggi
reliabilitas internal dapat dilakukan melalui: (1) uraian deskriptif yang konkret dari data yang
dieksplorasi; (2) membentuk tim peneliti (penelitinya lebih dari seorang), dilakukan khususnya
untuk mengumpulkan dokumen yang diperlukan; (3) menggunakan partisipan lokal sebagai
asisten penulis; (4) meminta pendapat atau pertimbangan peneliti lain untuk mempertajam
keabsahan data; dan (5) pencatatan data atau informasi dengan alat mekanik.
3. Konfirmabilitas
Nasution (1996), mengemukakan confirmability (objektivitas) menyangkut sejauh mana
hasil penelitian dapat berlaku sama tidak tergantung pada pengamat atau penelitinya. Hal ini
memang susah diciptakan dalam penelitian kualitatif, tetapi bukan tidak mungkin. Subjektivitas
sebagai lawan dari objektivitas memang harus dihindari dalam penelitian kualitatif. Hasil
penelitian kualitatif dianggap objektif apabila dibenarkan atau dikonfirmasi oleh peneliti lain.
Oleh karena itu istilah objektivitas dalam penelitian kualitatif ini sering disebut confirmability.
Berdasarkan uraian di atas, penulisan laporan penelitian kualitatif dapat disebut memenuhi
diterapkan oleh orang lain (aplikabilitasnya tinggi), serta mempunyai audibilitas dan
konfirmabilitas yang tinggi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penelitian ini penulis
membedakan secara tegas antara fakta dengan opini. Hal itu dilakukan dengan menghindari
keinginan yang tidak ada kaitannya dengan data, yaitu dengan mengungkapkan informasi apa
adanya. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan mempunyai nilai ilmiah atau memenuhi
syarat ilmiah.
G. Analisis dan Penafsiran Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematik transkrip/catatan hasil observasi, wawancara, dan bahan-bahan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan
bagi orang lain (Bodgan & Biklen, 1982, Mujahir, 1992: 183). Proses analisis dan penafsiran
data merupakan kegiatan yang terjalin secara terpadu, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Moleong (1990; 1998) bahwa analisis data telah dimulai sejak di lapangan. Pada saat itu sudah
ada penghalusan kategori dengan kawasannya, dan sudah ada upaya dalam rangka penyusunan
hipotesis, yaitu teorinya sendiri. Analisis data itu terintegrasi secara terpadu dengan penafsiran
data.
Miles dan Hubermen (1992: 137-138) mengemukakan salah satu kata kunci dalam
analisis data kualitatif adalah penyajian, yaitu suatu format ruang yang menyajikakan informasi
secara sistematik pada penggunaannya. Format tersebut dapat berwujud teks naratif, tabel
ringkasan (matrik, bagan, daftar cek) atau gambar. Sedangkan Bodgan dan Biklen (1982)
mengemukakan beberapa saran dalam menganalisis data penelitian kualitatif, antara lain : (1)
the type of study you want to complish; (3) develop analityc question; (4) plan data collection
session in light of what you find in previous observation; (5) write memo to yourself about what
you are learning.
Sejalan dengan itu, Nasution (1988) menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah
proses menyusun data (menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori) agar dapat
ditafsirkan. Oleh karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bervariasi tergantung pada
fokus permasalahan, kemungkinan peneliti mencari sendiri jenis analisis data yang cocok dengan
sifat penelitian yang dilakukan, termasuk kategori sebagai penelitian kualitatif, maka data dan
informasi yang telah dikumpulkan, diolah dan disajikan secara induktif dengan penafsiran
secara deskriptif dan dianalisis lebih lanjut.
Setelah data seluruhnya terkumpul dan dipandang wajar, selanjutnya dilakukan persiapan
analisis mengacu pada model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman
(1994) menyajikan sebuah model interaktif siklus analisis data kualitatif yang terdiri atas
empat langkah, yaitu: data verifying, dengan siklus data collection, data reduction, data display,
dan conclution berbentuk gambar maupun verifikasi. Siklus analisis data seperti dikemukakan di
atas menjelaskan bahwa setelah data terkumpul, selanjutnya data disajikan dan direduksi,
kemudian disimpulkan dan/atau diverifikasi.
Sesuai model analisis data kualitatif tersebut, langkah-langkah analisis data yang dilakukan
adalah sebagai berikut: (1) setelah data terkumpul, penulis mengadakan reduksi data dengan
jalan merangkum laporan lapangan, mencatat hal-hal pokok yang relevan dengan fokus
penelitian; (2) menyusun secara sistematik berdasarkan kategori dan klasifikasi tertentu; (3)
membuat display data dalam bentuk tabel ataupun gambar sehingga hubungan antara data yang