• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KETERAMPILAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS POTENSI LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI: Suatu studi untuk Pemberdayaan Buruh Usia Produktif Pasca Pemutusan Hubungan Kerja Menggunakan Pendekataan Pembelajaran Andragogi di Kabupaten Bogor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KETERAMPILAN SUMBER DAYA MANUSIA BERBASIS POTENSI LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI: Suatu studi untuk Pemberdayaan Buruh Usia Produktif Pasca Pemutusan Hubungan Kerja Menggunakan Pendekataan Pembelajaran Andragogi di Kabupaten Bogor."

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

xi

5. Konsep tentang Kebutuhan Diri dan Motivasi

Berprestasi ... 69

2. Analisis Data Sikap Buruh Menghadapi Permasalahan Sosial Ekonomi ... 119

3. Analisis Data Harapan dan Langkah-Langkah Buruh Pasca PHK ... 127

(3)

xii B. Model Konseptual Pelatihan Ketrampilan SDM Berbasis

Potensi Lingkungan Sosial Ekonomi ... 134

C. Uji Coba Model Pelatihan Keterampilan SDM Berbasis Potensi Lingkungan Sosial ... 145

D. Model Pelatihan Sensitifitas Buruh Fasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Melalui Pendekaatan Andragogi 181

(4)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Jumlah Kelompok Industri dan Tenaga Kerja yang ... 8

Tertampung Di Kabupaten Bogor Tahun 2001 1.2 Penduduk 10 Tahun keatas menurut Ijasah Tertinggi ... 9

yang dimiliki di Kabupaten Bogor tahun 2001 2.1 Kondisi Belajar dan Prinsip Pembelajaran Andragogi ... 56

4.1 Kontribusi Sektor Lapangan Usaha Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor tahun 2002 ... 103

4.2 Potensi Wisata Kabupaten Bogor tahun 2000 ... 106

4.3 Gambaran Industri Kabupaten Bogor tahun 2000 ... 110

4.4 Potensi Industri Kecil Nonformal Kabupaten Bogor ... 111

4.5 Keadaan Buruh Responden Penelitian Sebelum dan Setelah PHK ... 120

4.6 Kegiatan Pra Lapangan Pengumpulan Informasi Uji Coba ... 145

4.7 Rencana Kegiatan Uji Coba ... 148

4.8 Jadwal Pelatihan Tutor Keterampilan SDM ... 151

4.9 Pelatihan Bersama Antar Tutor... 152

4.10 Jadwal Pembelajaran Pelatihan Keterampilan SDM... 156

4.11 Konfigurasi Afektif Sebelum dan Sesudah Uji Coba ... 160

(5)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Paradigma Fokus Penelitian ... 17

2.1 Kebutuhan Individu dilihat dari Proses Motivasi ... 66

3.1 Alur Langkah Penelitian ... 87

3.2 Langkah Analisis Data Kualitatif: Model Interaktif ... 90

4.1 Penciptaan Lapangan Kerja/Usaha P3T Moder Wira Usaha baru ... 135

4.2 Sikap Mandiri dalam Berusaha ... 193

4.3 Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Berbasis Lingkungan ... 196

(6)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konsep pengembangan sumberdaya manusia (SDM) mengacu pada pandangan holistik.

Sejalan dengan itu, Gilley dan Eggland (1989:6) dalam Tjiptoherijanto dan Sutyastie (1998)

mengungkapkan ada tiga kategori dalam konsep SDM. Pertama, pemanfaatan SDM, ini

berkaitan dengan hasil yang diinginkan dari setiap bidang yaitu peningkatan pengembangan,

kompetensi, keahlian serta penyerapan perubahan sikap, pemberdayaan dan perbaikan. Kedua,

perencanaan dan forecast SDM, berkaitan dengan perkiraan SDM di masa yang akan datang dan

perencanaan yang sesuai untuk penerimaan, seleksi, training, dan peningkatan karier. Ketiga,

pengembangan SDM, berkaitan dengan persiapan melalui kegiatan-kegiatan belajar dari SDM

untuk posisi yang sekarang, tugas-tugas kerja di masa yang akan datang (pengembangan) selain

meningkatkan secara pribadi (pendidikan).

Flippo (1995 : 115) menyebutkan bahwa pengembangan SDM dilakukan setelah karyawan

ditarik, dipilih, dilantik/diperkenalkan, selanjutnya harus dikembangkan agar lebih sesuai dengan

pekerjaan dan organisasi. Tidak seorangpun karyawan yang sesuai pada saat diangkat, sehingga

harus dilakukan pendidikan dan pelatihan. Tidak ada pilihan, organisasi harus mengembangkan

para karyawannya melalui metode tertentu. Apabila tidak ada program yang terorganisasi,

sebagian besar pengembangan diri sendiri dilakukan sambil belajar dalam pekerjaan.

Castetter (1996) memandang pengembangan staf sebagai bagian dari pengembangan SDM

yang dilakukan dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan. Pengembangan staf, menurut

Castetter adalah :

(7)

because, as it will be recalled, a sound human resources plans call for :....develoving key skill of selected personnel so as so to fill anticipated vacancies, promoting the self-development of all personnel in order to enhance their influence as individuals and to facilitate need satisfaction.

Pengembangan SDM, menurut Schuler (1987:392) merupakan upaya untuk meningkatkan

kinerja dengan memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan yang relevan dengan

kebutuhan. “Development is any attempt to improve current or future employee performance by

increasing, trough learning, and employee’s ability to perform, usuallly by increasing the

employee’s skills and konowledge”. Karyawan atau SDM yang ada, menurut Campbell (1991:2)

harus memahami benar tentang bidang garapan perusahaannya, apakah operasinya berskala

internasional, apakah ada marketnya, apakah dapat berkompetisi dengan SDM yang ada dengan

mengikuti aturan yang ada.

Sejalan dengan hal itu pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia tentu saja sangat

tergantung pada pengembangan sumber daya manusia. Untuk mengembangkan sumber daya

manusia, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia amat luas dan komplek sebagaimana

dikemukan oleh Tjiptoherijanto dan Sutyastie (1998) sebagai berikut :

Pertama, peningkatan kesejahteraan melalui industrialisasi dan perlunya meningkatkan

nilai tambah. Suasana ketidakpastian alam ekonomi dunia yang ditandai dengan resesi dunia

yang berkepanjangan, menuntut kemampuan bangsa Indonesia untuk meningkatkan

produktivitas nasional. Sumber daya alam yang tidak lagi menjadi sandaran utama, membuat

bangsa Indonesia harus mengalihkan pilihan dengan meningkatkan nilai tambah produk-produk

industri dengan mendayagunakan ketrampilan dan keahlian dalam berbagai bidang.

Peningkatan nilai tambah ini amat diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas

nasional dan pertumbuhan ekonomi sebagai upaya memelihara dan meningkatkan pembangunan

(8)

hanya dapat dicapai dengan keunggulan kualitas sumber daya manusia dalam menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi yang tepat guna (Djojonegoro, 1996). Akan tetapi, dalam era global

sekarang, produktivitas saja belum cukup untuk meningkatkan keunggulan, namun perlu

didukung dengan kemampuan bersaing secara global.

Kedua, perubahan struktur masyarakat. Dalam proses industrialisasi, masyarakat

Indonesia akan terus berkembang dan bergeser strukturnya yang tradisional (agraris) menuju ke

struktur modern (industri). Perubahan struktur masyarakat berdimensi ganda

sehingga menimbulkan berbagai perubahan mendasar di dalam berbagai bidang kehidupan.

Perubahan tersebut berlangsung sebagai akibat dari berkembangnya sektor-sektor industri yang

ditandai dengan munculnya jenis-jenis jabatan baru yang semakin beragam yang memerlukan

jenis-jenis ketrampilan dan keahlian baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi (Djojonegoro, 1996).

Ketiga, persaingan global yang semakin ketat. Proses persaingan global yang semakin

terbuka ditandai dengan munculnya beberapa zona perdagangan bebas, menuntut bangsa

Indonesia untuk mengambil manfaat dari suasana tersebut. Era persaingan dunia ini semakin

ketat karena terjadinya proses globalisasi dalam berbagai bidang. Dengan demikian maka

tantangan ketiga ialah meningkatkan daya saing bangsa Indonesia dalam menghasilkan

produk-produk yang bermutu sebagai hasil dari penguasaan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Globalisasi menimbulkan persaingan yang semakin tajam yang terutama dalam bidang ekonomi

dan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari persepektif ekonomi, globalisasi merupakan

tantangan untuk mengambil manfaat sebesar-besarnya.

Keempat, penjajahan dalam penguasaan IPTEK. Tantangan lain yang cukup mendasar

(9)

imperialism). Telah disadari bahwa dalam era persaingan bebas, kelemahan dalam penguasaan

iptek yang disebabkan oleh kelemahan dalam kualitas sumber daya manusia merupakan ancaman

yang nyata bagi bangsa Indonesia dalam menentukan masa depannya (Djojonegoro, 1996).

Kelemahan bangsa Indonesia dalam penguasaan IPTEK yang disebabkan kelemahan dalam

kualitas sumber daya manusia, merupakan ancaman yang paling besar dalam menghadapi masa

depannya.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, yang paling menentukan adalah kualitas tenaga

kerja yang handal. Kualitas tenaga kerja akan sangat menentukan dalam menghasilkan kualitas

barang yang mampu bersaing secara global. Suwasono (1995) mengemukakan tenaga kerja

dengan kualitas dan daya saing tersebut membutuhkan pengembangan inisiatif (initiative),

kreatifitas, percaya diri, tanggung jawab, mudah menyesuaikan diri, siap menerima pengetahuan

baru, sadar terhadap kualitas, mampu bekerja sama, dapat menyiapkan diri untuk mengambil

keputusan, dapat mengerti suatu sistem yang kompleks, mempunyai kemampuan berkomunikasi

dan mempunyai spirit untuk bekerja secara berkelompok. Kualitas tenaga kerja yang handal

tersebut, merupakan kualitas yang ideal yang dapat menghadapi tantangan secara global. Namun

budaya tenaga kerja kita sebagaimana dikemukakan oleh Soewardi (1997), justru kultur kita ini

merupakan kultur kesantaian, yang dapat kita sebut “budaya santai” atau “cuek”.

Dalam bahasa Inggrisnya, seperti dikatakan oleh Mc.Clelland, “relaxed and

unhurried”. Dalam bahasa Sundanya disebut “kuulain”. Memang sekarang telah banyak

berubah ke arah kegesitan, namun belum habis sampai ke akar-akarnya. Peribahasa-peribahasa

lama, meskipun sudah jarang diucapkan, tetapi masih tetap mengkarakterisir kebiasaan kita,

(10)

ngaronyok bengkung ngariung”, “takkan lari gunung dikejar”, dan sebagainya. Itu semua

mengacu kepada “budaya santai”.

Kemudian SDM juga harus mengetahui bagaimana stabilitas perusahaan tersebut, apakah

sedang menanjak atau menurun, dan bagaimana struktur SDM yang ada. Kita harus

menempatkan SDM dalam sebuah konteks yang mencerminkan hubungan terhadap semua fungsi

SDM. Fakta empirik menunjukkan bahwa sejak tahun 1997 di Indonesia terjadi krisis

multidimensional yang diawali dari krisis moneter. Pendapat ini diperkuat oleh Haeruman (1999)

yang menagatakan bahwa ejak terjadi krisis ekonomi dari tahun 1997 di Indonesia telah terjadi

pemutusan hubungan kerja sebanyak lima juta orang dan lima juta anak sekolah terancam putus

sekolah. Disamping itu, telah terjadi ribuan pekerja atau buruh yang diberhentikan atau

pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh berbagai perusahaan industri dan jasa sampai saat ini

karena perusahaan sudah tidak sanggup lagi menggaji atau dengan alasan rasionalisasi

perusahaan.

Data pada Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja Jawa Barat, (1998) menunjukkan

bahwa di Jawa Barat, sampai akhir tahun 1998 jumlah pengangguran terbuka diperkirakan

sebanyak 1.640.253 orang, jumlah tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)

sampai maret 1998 sebanyak 27.783 orang, pekerja yang dirumahkan sebanyak 5.123 orang.

Hampir setiap hari berita di media masa cetak dan elektronik tentang pemutusan hubungan

kerja (PHK). Sebagai contoh dapat dilihat dari informasi Pikiran Rakyat edisi Sabtu, 11 januari

2003 halaman 5 (5-8) seperti dipaparkan sebagai berikut: “Sekira 150 buruh PT Unitex Tbk

yang berlokasi di Jalan Raya Tajur nomor 1 Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor harus

kehilangan pekerjaan. Terhitung Jumat tanggal 10 januari 2003 mereka harus menerima

(11)

(perampingan). PHK di perusahaan tersebut juga masih akan berlanjut dengan merumahkan 400

buruhnya. Setiap buruh rata-rata mendapat pesangon Rp 16 Juta untuk masa kerja sepuluh tahun.

Krisis ekonomi yang terjadi itu, berdampak pada melemahnya beberapa jenis produksi

pada bidang industri, yang di dalamnya terdapat komponen buruh atau pekerja. Akibat

perusahaan industri yang tidak beroperasi, maka yang terkena dampak langsung adalah para

pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga mereka menjadi

penganggur. Mereka para penganggur itu terdiri dari orang-orang yang memiliki keterampilan

maupun penganggur yang tidak memiliki keterampilan khusus. Masalah pengangguran akibat

dari pemutusan hubungan kerja akan menjadi permasalahan yang berdimensi luas apabila tidak

segera ditangani dalam beragam kebijakan dan penanganan yang cepat dan tepat.

Adanya pengangguran akibat dari pemutusan hubungan kerja apabila tidak ditanggulangi

dengan cepat dan tepat, akan berdampak pada aspek kehidupan lainnya, misalnya kriminalitas,

kesenjangan kehidupan sosial ekonomi, maupun kemiskinan. Para buruh yang bekerja di bidang

industri, umumnya merupakan lulusan dari SD, SMP, atau lulusan SMU/SMK yang tidak

memiliki keterampilan khusus untuk siap bekerja.

Akibatnya para buruh ini bekerja tanpa memiliki keterampilan yang memadai sehingga

pada saat permulaan bekerja diberi gaji/upah atas dasar kerjanya yang relatif rendah, posisi tawar

buruh di perusahaan tempatnya bekerja rendah karena tidak memiliki keterampilan yang

memadai. Pada gilirannya apabila perusahaan mengalami kesulitan dalam produksi maka posisi

para pekerja atau buruh menjadi sangat rentan terhadap pemutusan hubungan kerja sebagai

upaya rasionalisasi perusahaan.

Pemberitaan berbagai media ini menunjukkan bahwa masalah pengangguran ternyata

(12)

maupun masalah ekonomi yang rawan. Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah di Jawa Barat

yang memiliki luas wilayah 2,393,51 Km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 3.170.400 orang

yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.601.530 orang dan perempuan 1.568.870 orang yang

tersebar di 30 kecamatan (Statistik Kabupaten Bogor, 2001). Di Kabupaten Bogor terdapat lebih

kurang sebanyak 514 industri

dengan berbagai bidang usaha industri mempekerjakan sedikitnya sebanyak 159,059 tenaga kerja

dalam beragam sektor pekerjaan dapat dilihat dalam Tabel 1.1. Sampai tahun 2001 kondisi

perusahaan industri besar dan sedang di Kabupaten Bogor mengalami pasang surut, diantaranya

ada yang mampu bertahan, tetapi ada juga yang tidak mampu bertahan. Bagi perusahaan yang

tidak mampu bertahan dengan berbagai alasan, perusahaan ini memilih mem PHK-kan

karyawannya. Sampai saat ini memang diakui masih terdapat industri yang berproduksi

meskipun banyak pula yang sudah tidak beroperasi lagi. Pemutusan hubungan kerja terhadap

para pekerja atau buruh merupakan langkah yang umum dan pilihan dilakukan oleh perusahaan

yang kesulitan berproduksi.

Tabel 1.1

Jumlah Kelompok Industri dan Tenaga kerja yang Tertampung di Kabupaten Bogor (2002)

No. Kelompok Industri Jumlah Jumlah Tenaga kerja

1. Industri makanan, minuman dan tembakau

37 8,722

(13)

6. Industri barang galian bukan logam,

9. Industri pengolahan lainnya 27 13,317

Total jumlah Industri dan tenaga kerja 514 159,059

Sumber: Statistik Kabupaten Bogor tahun 2001

Para pekerja atau buruh yang terkena PHK pada umumnya termasuk kelompok usia

produktif antara usia 20 sampai 45 tahun, yang relatif masih memiliki hasrat untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sendiri maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya untuk

mencapai kesejahteraan hidup secara ekonomi maupun sosial. Bagi para buruh yang terkena

PHK tersebut akan sangat membutuhkan dorongan untuk kembali bangkit secara psikologis,

termotivasi untuk siap bekerja kembali disamping membutuhkan perolehan pelatihan

keterampilan yang dapat membantu mereka untuk hidup mandiri dengan tidak melepaskan dari

keterampilan yang dimilikinya serta tidak melepaskan dari kehidupan kesehariannya.

Dari jumlah penduduk Kabupaten Bogor tahun 2001 sebagaimana dideskripsikan pada

tabel 2.1 menunjukkan bahwa sebanyak 1.369.428 orang merupakan angkatan kerja, yang terdiri

dari 1.283.998 orang merupakan angkatan kerja yang bekerja dan yang sedang mencari

pekerjaan sebanyak 85.430 orang. Sebanyak 298.640 orang merupakan penduduk yang berusaha

sendiri, sebanyak 539.858 orang merupakan buruh/pekerja dibayar (Statistik Kabupaten Bogor

2001).

Tabel 1.2

Penduduk 10 tahun keatas menurut ijasah tertinggi yang dimiliki di Kabupaten Bogor tahun 2002

No. Ijasah tertinggi yang dimiliki

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Tidak punya 538.713 614.895 1.153.608

(14)

3. SLTP/MTs/sederajat 161.698 137.466 299.164

4. SLTA/MA/sederajat 126.106 92.392 218.498

5. SM sederajat 75.558 45.326 120.844

6. Diploma I/II 11.406 5.680 17.086

7. Diploma III/sarjana muda 9.230 5.680 14.910

8. Diploma IV/S1 23.682 8.520 32.202

9. S2/S3 1.420 0 1.420

Total 1.360.147 1.296.411 2.656.558

Sumber: Data Statistik Kabupaten Bogor 2001

Sebagai upaya mengatasi krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, di Indonesia

menurut Bunyamin (2002) telah diselenggarakan beragam program untuk mengatasi masalah

pengangguran, antara lain melalui program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil

(P3T), Program Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE), Proyek

Penanggulangan Dampak Kekeringan dan Masalah Ketenagakerjaan (PKDMK), Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP). Apabila disimak, ternyata program-program

tersebut masih belum efektif dan terkesan hanya sebagai proyek yang tidak berkesinambungan,

tidak kontinu dan cenderung masih mengandalkan pendekatan yang tidak transparan (tidak tepat

sasaran). Penyelenggaraaan program P3T misalnya, pada tahap proses seleksi peserta cenderung

kurang ketat, pola pelatihan dan pengorganisasian pemagangan kurang baik.

Program P3T merupakan program pengembangan bidang ketenagakerjaan untuk

memberdayakan tenaga kerja terampil yang menganggur sebagai akibat dari krisis ekonomi.

Program P3T yang telah dilaksanakan selama ini, menerapkan strategi pelaksanaan dengan

menggunakan model kegiatan pola pengembangan wirausaha baru (WUB) dan pola lembaga

ekonomi produktif (LEP) baik secara individu maupun melalui pembentukan kelompok usaha.

(15)

di kelas (pembekalan), tahapan aksi (magang), tahapan aksi praktek usaha di lapangan serta

tahapan pemantapan dan evaluasi (Bunyamin, 2002).

Secara konsepsional program P3T ini baik dan ideal dengan mengutamakan pendekatan

ekonomi, keberhasilan program ditunjukkan dengan indikasi munculnya wirausaha baru dari

program pelatihan yang dilaksanakan, terserapnya peserta pelatihan yang semula penganggur,

korban PHK untuk bekerja kembali dan memperoleh penghasilan kembali untuk kehidupan

ekonominya. Disamping itu program P3T ini telah mengeluarkan dana yang cukup besar dari

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dampak lanjutan dari program P3T ini ternyata

belum nampak secara objektif di lapangan, ternyata pengangguran baru semakin banyak dan

banyak pula LEP dan WUB hasil program P3T terhenti setelah program tersebut selesai.

Bagi para buruh yang terkena PHK akan sangat dibutuhkan upaya membangun

kepercayaan diri kembali, membangkitkan daya hidup, kreatifitas dan daya inovasi yang tinggi

karena pada umumnya para penganggur akibat pemutusan hubungan kerja ini hanya memiliki

kemampuan dan keterampilan yang minim, memiliki modal sedikit (dari pesangon yang diterima

dari perusahaan), mengalami kesulitan untuk menabung. Oleh karena itu, untuk para buruh yang

terkena pemutusan hubungan kerja akan sangat dibutuhkan dorongan untuk memiliki tekad

kemandirian, bersedia belajar dari pengalaman guna menata kehidupannya sehingga pada

gilirannya dapat lebih mandiri secara ekonomis maupun sosialnya. Dalam kerangka pemikiran

ini, maka akan sangat dibutuhkan pola pemberdayaan bagi mereka dengan melakukan pelatihan

keterampilan yang berorientasi pada upaya menggugah kesadaran jatidiri, motivasi diri sendiri,

dan menggugah semangat berjuang bagi kehidupan secara ekonomis maupun sosial.

Setelah menguraikan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai

(16)

ekonomi”. Adapun alasan yang mendasar dilakukan penelitian ini adalah: (1) para pekerja atau

buruh yang terkena PHK dalam usia produktif di Kabupaten Bogor, masih memiliki peluang

untuk berkarya dan meningkatkan produktivitasnya, sehingga dapat menghidupi diri maupun

keluarganya; (2) program-program untuk mengatasi masalah pengangguran yang dilakukan oleh

pemerintah masih belum efektif dan terkesan hanya sebagai proyek yang tidak

berkesinambungan, tidak kontinu dan cenderung masih mengandalkan pendekatan yang tidak

transparan (tidak tepat sasaran); (3) dampak lanjutan dari program P3T yang digalakkan oleh

pemerintah ternyata belum nampak secara objektif di lapangan, ternyata pengangguran baru

semakin banyak dan banyak pula LEP dan WUB hasil program P3T terhenti setelah program

tersebut selesai; dan (4) pemutusan hubungan kerja ini hanya memiliki kemampuan dan

keterampilan yang minim, memiliki modal sedikit (dari pesangon yang diterima dari

perusahaan), mengalami kesulitan untuk menabung. Penelitian ini akan mengkaji dan

menganalisis model pelatihan yang sesuai kebutuhan untuk menumbuhkan dan mengembangkan

kembali daya hidup para buruh pada usia produktif pasca pemutusan hubungan kerja (PHK)

untuk menghadapi tantangan kehidupan ekonomi dan sosial selanjutnya?”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran dan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka dapat

dirumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian berikut: “Kebutuhan pelatihan

keterampilan apakah yang dirasakan buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK)

sehingga dapat mengoptimalkan daya dan kemampuan yang dimiliki untuk kemandirian

berusaha, dalam upaya mengatasi kesulitan ekonomi”. Berdasarkan pertanyaan pokok tersebut,

(17)

1. Bagaimanakah sikap para buruh menghadapi permasalahan sosial ekonomi pasca

pemutusan hubungan kerja (PHK) ?

2. Bagaimanakah harapan, langkah-langkah dan usaha yang dilakukan para buruh pasca

pemutusan hubungan kerja (PHK) mengatasi permasalahan kehidupan sosial ekonomi

selanjutnya ?

3. Pelatihan keterampilan sumberdaya manusia yang bagaimanakah yang dapat

meningkatkan keberdayaan dan potensi sosial ekonomi buruh usia produktif pasca

PHK.

4. Bagaimanakah model pelatihan yang tepat dan sesuai bagi para buruh pasca PHK

berdasarkan potensi lingkungan sosial ekonomi dirinya sehingga dapat meningkatkan

potensi, kemauan dan bermotivasi untuk berusaha mandiri mengatasi permasaalahan

hidupnya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pelatihan keterampilan sumberdaya

manusia berbasis potensi lingkungan sosial ekonomi, menggunakan pendekatan pembelajaran

andragogi. Berdasarkan tujuan secara umum tersebut, maka tujuan khusus dapat dikemukakan

sebagai berikut:

1. Mengetahui sikap para buruh menghadapi permasalahan sosial ekonominya pasca

pemutusan hubungan kerja (PHK).

2. Mengetahui harapan, langkah-langkah dan usaha yang dilakukan para buruh pasca

pemutusan hubungan kerja (PHK) mengatasi permasalahan kehidupan sosial ekonomi

(18)

3. Mengatasi kebutuhan pelatihan keterampilan pada buruh yang terkena pemutusan

hubungan kerja (PHK) agar dapat mengoptimalkan daya dan kemampuan yang dimiliki

untuk kemandirian berusaha, dalam upaya mengatasi kesulitan ekonomi.

4. Menemukan model pelatihan keterampilan yang tepat dan sesuai bagi para buruh pasca

PHK berdasarkan potensi dirinya sehingga dapat meningkatkan kemauan dan

bermotivasi untuk berusaha mandiri mengatasi permasaalahan hidupnya?

2. Manfaat Penelitian

Model pelatihan keterampilan bagi para buruh pasca pemutusan hubungan kerja yang

berbasis pada pengembangan dan pemberdayaan segenap potensi sosial psikologis dan ekonomi

yang dimiliki buruh sebagai hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dilihat dari dua

aspek yaitu: (1) dilihat dari aspek teoritik dapat mengimplementasikan teori-teori yang berkaitan

dengan pengembangan dan pemberdayaan potensi buruh paska PHK, teori yang dikembangkan

adalah penerapan ilmu pendidikan, sosiologi, psikologi, dan ekonomi; dan (2) dilihat dari aspek

praktis terutama dalam konteks membangun kembali motivasi, inspirasi dan daya hidup dalam

rangka membangun kehidupan ekonomi dan sosial melalui kemandirian usaha. Bagi pihak yang

terkait dalam upaya pendidikan luar sekolah (Pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga

swadaya masyarakat), hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model alternatif dalam upaya

pemberdayaan dari aspek diri (internal) subjek pendidikan sehingga dapat mempermudah

penyampaian materi pelatihan keterampilan yang dilaksanakan sebagai satuan dari pendidikan

luar sekolah.

(19)

D. Premis dan Asumsi Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, diperkirakan fenomena masalah pengembangan model

keterampilan sumber daya manusia berbasis potensi lingkungan sosial ekonomi kabupaten Bogor

di Jawa Barat antara lain:

1. Ketika suatu lembaga organisasi dirasakan kurang mampu memberi manfaat atau

keuntungan dan aspek positif lainnya, baik kepada lembaga atau organisasi maupun

lingkungan disekitarnya, sedangkan kita mengharapkan sebaliknya, maka penataan

kembali dan pengembangan terhadap lembaga/organisasi tersebut merupakan

keniscayaan untuk dilakukan.

2. Strategi manajemen pemberdayaan sumber daya manusia yang baik, terarah,

berkelanjutan dan integral, merupakan cara untuk mencapai tujuan suatu lembaga

atau organisasi agar mudah dicapai sesuai dengan visi dan misinya. (Rowe and

Mason (1990 : 2) mengutarakan “it is not only knowing the competitive and the

process of managing of four factors”.

3. Pendidikan berwawasan keunggulan, dapat menciptakan generasi unggul melalui

pengembangan dan peningkatan kreativitas masing-masing individu, dengan memberi

efek relaksasi yang salah satunya bisa dimunculkan melalui pendidikan kesenian.

Galyean (1999: 90) memperkenalkan 4 R yaitu : relaxation, reflection, recreation and

renewal dengan mencoba menggabungkan Bahasa, musik dan kesenian dengan

relaksasi.

4. Pendidikan keterampilan, bagi tenaga kerja harus mampu memberikan sumbangan

(20)

kelanggengan dan pengembangan sumber daya manusia untuk membina ketahanan

kebudayaan nasional (Koentjaraningrat, 1974:16).

5. Pelatihan bagi karyawan yang terkena PHK, sebagai upaya pemberdayaan

(empowering) dan peningkatan kemampuan serta keterampilan hidup, dilakukan

sejalan dengan pelatihan ketrampilan mandiri, keterampilan industri, dan

keterampilan lainnya untuk menciptakan hubungan harmonis antara dunia industri

dan masyarakat (Santika, R., 1995).

6. Pendidikan merupakan satu faktor penentu keberhasilan dalam hidup secara sosial,

ekonomi dan psikologis. Kemampuan, kecakapan dan sikap mental sebagai hasil dari

pendidikan dapat menjadi landasan bagi kepentingan keterampilan hidup untuk

peningkatan kualitas hidup.

7. Iklim dan suasana belajar dalam perspektif pendidikan luar sekolah berbeda dengan

iklim dan kondisi sekolah formal. Pada perspektif PLS pembelajaran dilakukan dalam

paruh waktu, secara sukarela dan dapat dilakukan dengan pendekatan andragogi.

8. Buruh yang terkena PHK merupakan anggota masyarakat telah dewasa yang tidak

beruntung (disadvantaged community group) memerlukan dorongan untuk berdaya

dalam menjalani kehidupan menumbuhkan kepercayaan diri.

9. Pembelajaran bagi orang dewasa dalam konteks pendidikan sepanjang hayat

senantiasa didasarkan pada kebutuhan, minat dan kepentingan warga belajar bagi

upaya pemenuhan modal pengetahuan dan keterampilan dalam rangka menjalani

(21)

10.Pelatihan keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan dibutuhkan oleh

orang dewasa, termasuk bagi para buruh pasca PHK untuk mempersiapkan dan

mencukupi kebutuhan hidup melalui upaya bekerja sebagai proses aktualisasi diri.

E. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian dimaksudkan sebagai acuan dasar dan pedoman bagi peneliti untuk

memperoleh dan mengumpulkan data penelitian sehingga dapat lebih terfokus sesuai dengan

masalah penelitian yang dikemukakan. Dalam konteks penelitian ini, paradigma penelitian

digambarkan dalam alur fikir penelitian dan paradigma fokus penelitian yang menggambarkan

landasan penelitian yaitu UU tenaga kerja dan UUSPN No. 20 tahun 2003 dalam upaya

pemberdayaan buruh yang telah di PHK berbasis pengembanagan dan pemberdayaan segenap

potensi sosial psikologis dan ekonomi untuk kemandirian seperti dideskripsikan dalam gambar

(22)

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian ini mendeskripsikan bahwa pengembangan SDM dilakukan

melalui konsep pemberdayaan dengan memperhatikan potensi lingkungan khususnya bagi usia

produktif. Dalam pengembangan SDM ini diperlukan model pelatihan khususnya bagi buruh

pasca PHK, sehingga dapat mengenali problematika hidupnya, kemudian mengidentifikasi solusi

yang mungkin dilakukan dan memilih alternatif solusi yang paling mungkin dilakukan

diantaranya melalui suatu model pelatihan dengan konsep pemberdayaan berbasis lingkungan.

F. Definisi Operasional

1. Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan

Dalam konteks penelitian ini, pengembangan model pelatihan keterampilan diartikan

sebagai upaya untuk memperluas, dan memajukan dari pola kegiatan peningkatan partisipasi

individu, kelompok maupun masyarakat yang dilakukan dalam rangka memberi kekuatan dan

keberdayaan diri sehingga dapat mengaktualisasikan diri secara optimal.

2. Buruh Usia Produktif

Buruh usia produktif yang dimaksudkan dalam konteks penelitian ini merupakan individu

dan atau kelompok masyarakat yang bekerja pada perusahaan pada level menengah ke bawah

dalam bidang industri sebagai pegawai yang dilihat dari usia sekitar 20-45 tahun, dengan latar

belakang pendidikan, sosial dan ekonomi yang tidak memadai berdasarkan kriteria kelayakan

kebutuhan hidup.

3. Pasca Pemutusan Hubungan Kerja

Pasca pemutusan hubungan kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kondisi

(23)

dengan perusahaan dan pada saat ini tidak sedang bekerja (menganggur). Kondisi seperti ini,

dalam perspektif PLS dikategorikan sebagai kelompok masyarakat yang tidak berdaya, artinya

kelompok masyarakat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan beberapa

aspek yang mendasarinya seperti kehilangan pekerjaan, tidak ada penghasilan, keterampilan

hidup yang tidak memadai, lapangan kerja yang sempit, dan modal usaha maupun modal kerja

yang tidak ada.

4. Pelatihan Keterampilan Berbasis Potensi Diri dan Lingkungan Sosial Ekonomi

Pelatihan keterampilan berbasis pada potensi diri dan lingkungan sosial ekonomi yang

dimaksudkan dalam konteks penelitian ini adalah satu model, pola dan strategi kegiatan

pelatihan keterampilan secara terstruktur dan sistematis yang ditujukan memberikan bekal

pengetahuan, keterampilan bagi anggota masyarakat dewasa khususnya yang terkena PHK

dengan senantiasa memperhatikan kebutuhan belajar, minat pekerjaan dan modal kemampuan

yang dimiliki secara psikologis dan sosiologis. Potensi diri dimaksudkan bahwa mereka yang

terkena PHK sebenarnya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik

dengan memperhatikan lingkungan sosial ekonomi masyarakat dimana mereka bertempat

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Berdasarkan fokus masalah, tujuan, subjek penelitian, dan karakteristik data maka

pendekatan yang tepat untuk memperoleh data potensi sumber daya manusia (buruh pasca PHK)

penelitian ini adalah studi kasus (Case Study) yang bagian dari metode penelitian kualitatif.

Pilihan pendekatan tersebut didasarkan pula atas alasan bahwa penelitian bermaksud

mendeskripsikan pengembangan model ketrampilan SDM berbasis potensi lingkungan sosial

ekonomi yaitu studi untuk pemberdayaan buruh usia produktif pasca pemutusan hubungan kerja

di kabupaten Bogor. Mengingat sifat data dan fokus penelitian ini, maka digunakan desain

penelitian kualitatif.

Perencanaan penelitian kualitatif menurut Guba (1984) adalah skema atau program

penelitian yang berisi out line tentang apa yang harus dilakukan si peneliti, mulai dari

pertanyaan dalam mengeksplorasi data sampai pada analisis data finalnya. Sedangkan

strukturnya lebih spesifik, yang memuat skema, paradigma-paradigma variabel operasional, dan

melihat keterkaitan beberapa domain sehingga membangun suatu skema struktural sebagai

tujuan penelitian. Dalam memperoleh data dilakukan eksplorasi, yaitu menelusuri secara cermat

berbagai dokumen yang terkait dengan fokus penelitian, wawancara yang bersifat luas dan

mendalam, dan pengamatan mengenai pengembangan SDM buruh usia produktif di kabupaten

Bogor.

Untuk menarik kesimpulan dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis SWOT secara

cermat dan akurat dengan mengkaji kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan atau hambatan.

Kekuatan adalah kemampuan internal sebuah organisasi yang memajukan tujuan organisasi

(25)

adalah kebalikannya; mereka membatasi penyelesaian tujuan organisasi. Peluang adalah

keadaan, kejadian atau situasi eksternal yang menawarkan perubahan organisasi untuk mencapai

atau melampaui tujuannya. Tantangan atau hambatan adalah situasi eksternal yang mungkin

secara potensial menciptakan masalah, kerusakan organisasi, atau membahayakan kemampuan

untuk mencapai tujuannya.

Bagi para pengambil keputusan dalam organisasi, analisis SWOT menyediakan informasi

yang dapat menyiapkan dasar pengambilan keputusan dan tindakan yang —apabila diterapkan

secara efektif— akan memungkinkan perusahaan mencapai tujuannya. Analisis SWOT

memungkinkan sebuah organisasi mengeksploitasi peluang-peluag masa depan ketika melawan

tantangan dan persoalan-persoalan, dan juga melakukan penemuan strategik pada kompetensi

dan kekuatan khusus. Keseluruhan proses manajemen strategik, secara konseptual menjadi

analisis SWOT karena ia memberi kesan sebuah perubahan lainnya di dalam misi, tujuan,

kebijakan dan strategi organisasi.

Untuk mendapatkan model pengembangan ketrampilan peneliti menggunakan pendekatan

penelitian dan pengembangan (R & D) dengan pendekatan kualitatif. Mendasarkan pada

prosedur penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Borg and Gall (1989), maka

langkah penentuan model dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah kegiatan sebagai

berikut: (1) tahap pendahuluan, meneliti dan mengumpulkan informasi dengan eksplorasi,

observasi lapangan melakukan analisis dan kajian teoretis dan empiris untuk menemukan model

yang sesuai dengan masalah penelitian berkenaan dengan program

penanggulangan pengangguran dan ketenagakerjaan yang telah dan sedang

(26)

pembangunan dan berkenaan dengan kondisi para buruh pasca pemutusan hubungan kerja dari

aspek sosial psikologis dan ekonomi, serta kajian teoretis tentang pola pemberdayaan

masyarakat, pelatihan keterampilan sebagai satuan dari pendidikan luar sekolah (PLS); (2)

perumusan model konseptual yang ditawarkan sebagai salah satu pola pemberdayaan bagi para

buruh usia produktif pasca pemutusan hubungan kerja (PHK) berdasarkan pada potensi diri

dalam bentuk model pelatihan keterampilan yang dibutuhkan untuk bekerja kembali sebagai

mata pencaharian secara mandiri; (3) mengembangkan model konseptual hasil penelitian ini

untuk divalidasikan melalui ujicoba di lapangan; (4) melakukan ujicoba terbatas terhadap model

konseptual tersebut kepada beberapa subjek penelitian yang diambil secara purposif yang akan

ditentukan di lapangan. (melakukan wawancara, pengamatan, angket untuk memperoleh data

kondisi psikologis dan sosiologis subjek) sebagai bahan untuk membangun dan penyempurnaan

model; (5) merevisi model konseptual tersebut berdasarkan analisis dari ujicoba yang dilakukan;

(6) melakukan uji coba lapangan hasil revisi dengan melakukan implementasi model pelatihan

keterampilan berbasis potensi diri terhadap subjek penelitian secara kontinu; (7) melakukan

revisi produk model berdasarkan ujicoba lapangan; (8) melakukan ujicoba lapangan dari

penyempurnaan model konseptual selanjutnya dianalisis secara kualitatif. (Bogdan dan Biklen,

1986; Moleong, 1988; Miles dan Huberman, 1992); (9) melakukan revisi akhir terhadap model

dan (10) penulisan laporan akhir.

B. Strategi Penelitian

Strategi penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sebagaimana telah ditegaskan

sebelumnya, merujuk pada pendekatan kualitatif. Penelaahan substansi permasalah

dilakukan untuk mengarahkan dan mendeskripsikan karakteristik populasi yang unik sehingga

(27)

pendekatan yang bermaksud memahami dan memaknai nilai-nilai alamiah dari kasus yang dikaji,

kemudian mendeskripsikan keadaan itu secara apa adanya. Atas dasar itu, disusunlah

konsep-konsep pengembangan keterampilan pemberdayaan buruh usia produktif pasca PHK pada studi

yang dilakukan, yaitu model pengembangan keterampilan SDM buruh usia produktif pasca

pemutusan hubungan kerja di kabupaten Bogor..

Strategi penelitian, secara spesifik identik dengan perencanaan yang menurut Guba

(1984) berintikan metode-metode yang digunakan untuk mengurai atau menganalisis data dari

penelitian itu. Strategi berkenaan dengan bagaimana penelitian itu dilakukan dan bagaimana

masalah-masalah itu dijawab dengan prosedur yang ada. Walaupun pada hakikatnya desain

penelitian kualitatif bersifat emergent (tidak dapat dimantapkan pada taraf permulaan dan baru

mendapat bentuk yang lebih jelas secara bertahap sepanjang penelitian itu dijalankan), namun

untuk kepentingan penulisan atau pengajuan suatu proposal, desain penelitian harus dibuat

(Licoln dan Guba, 1984 hal. 221-249). Karena proposal desain penelitian ini akan menjadi

panduan sebagai pemberi arah apa saja yang harus dialakukan, dimana penelitian itu dilakukan,

dan akan kemana penelitian ini di arahkan, meskipun dalam perjalanannya akan dilakukan

penyesuaian.

Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian, sebaiknya peneliti memahami terlebih

dahulu pandangan dasar (axioma) desain kualitatif yakni :

1. Desain tidak terinci, fleksibel, timbul (emergent) serta berkembang sambil jalan antara lain

mengenai tujuan, subjek, sampel dan sumber data.

(28)

3. Tidak mengemukakan hipotesis sebelumnya; hipotesis lahir sewaktu penelitian dilakukan;

hipotesis hanya berupa “hunches”, petunjuk yang bersifat sementara dan dapat berubah,

hipotesis hanya berupa pertanyaan yang mengarahkan pengumpulan data.

4. Hasil penelitian terbuka dan tidak diketahui sebelumnya karena jumlah variabel tidak

terbatas.

5. Langkah-langkah tidak dapat dipastikan sebelumnya serta hasil penelitian tidak dapat

diketahui atau diramalkan sebelumnya.

6. Analisis data dilakukan sejak awal bersamaan dengan pengumpulan data walaupun analisis

akan lebih banyak pada tahap-tahap kemudian.

Mengacu pada prinsip-prinsip penelitian kualitatif tersebut, maka dalam penelitian ini

strategi yang digunakan peneliti adalah :

1. Orientasi teoritik dengan pendekatan fenomenologis yang dibahas pada tinjauan teoretik,

kajian empirik, dan kajian penelitian yang relevan.

2. Teknik pengumpulan data tiga tahap yaitu tahap orientasi lapangan, eksplorasi

pengumpulan data, dan penelitian terfokus pada permasalahan penelitian.

3. Wawancara komprehensif atau wawancara mendalam dengan key informan.

4. Observasi peranserta di lokasi penelitian oleh peneliti.

(29)

Data penelitian yang dieksplorasi tersebut oleh peneliti dianalisis dengan menggunakan

analisis SWOT dan untuk merumuskan model yang ditawarkan peneliti menggunakan analisis

pengembangan model.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

Sampel dalam penelitian ini ialah pilihan peneliti terhadap aspek apa, peristiwa apa, dan

siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu karena itu pemilihan sampel dilakukan

terus-menerus sepanjang penelitian. Prosedur sampling bersifat purposif, yakni tergantung pada

tujuan dan fokus penelitian. Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal atau objektif, akan

tetapi subjektif dalam arti peneliti tidak menggunakan test, angket atau eksperimen. Instrumen

dengan sendirinya tidak berdasarkan defenisi operasional, yang dilakukan ialah menyeleksi

aspek-aspek yang khas, berulangkali terjadi, berupa pola atau tema, dan tema itu senantiasa

diselidiki lebih lanjut dengan cara yang lebih halus dan mendalam, sehingga dapat diambil

makna sesungguhnya.

Tema itu akan merupakan petunjuk ke arah pembentukan suatu teori. Analisis data

bersifat terbuka, open-ended, induktif. Dikatakan terbuka karena teknik sampling-nya purpossive

(bertujuan). Jadi sampel dalam penelitian ini antara lain adalah Pimpinan Perusahaan

sebelumnya tempat para buruh yang di PHK itu bekerja dan para buruh yang di PHK yang

telah ditetapkan sebagai key informan, semua ke informan ini adalah penduduk kabupaten

Bogor.

Perlu ditegaskan bahwa lokasi penelitian ini di wilayah Kabupaten Bogor dengan

key informan penelitian adalah para buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan

(30)

yang terkena pemutusan hubungan kerja pada perusahanan industri di wilayah kabupaten

Bogor. Subjek penelitian tidak ditentukan secara jumlah karena dalam penelitian ini yang

diutamakan adalah kebermaknaan informasi yang diberikan oleh subjek bagi penelitian ini. Oleh

karena itu, subjek penelitian ditentukan jumlahnya di lapangan secara purposif (purposive

sampling).

D. Langkah dan Prosedur Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian kualitatif, dapat ditempuh prosedur

atau tahapan-tahapan: (1) pra lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan (3) analisis intensif

(Bodgan, 1972; Moleong, 1990); atau (1) inversi; (2) temuan; (3) penafsiran, dan (4) eksplain

(Biklen dan Miller, 1986); atau (1) orientasi lapangan; (2) orientasi; dan (3) member check

(Subino, 1998). Bodgan dan Biklen (1982) menyatakan bahwa “penelitian pada situasi tertentu

perspektif peneliti sendiri”. Atas dasar prosedur atau tahapan yang dikemukakan oleh para ahli

penelitian kualitatif itu, maka prosedur atau langkah-langkah penelitian yang dilakukan oleh

peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pra Lapangan

Pra lapangan ini dilakukan dengan: (1) studi penjajagan ke arah fokus permasalahan

penelitian yang dilakukan antara awal September sampai akhir Desember 2003; (2) studi

kepustakaan untuk menemukan teori dasar penelitian dilakukan bersamaan dengan

pengumpulan data dilapangan dari Mei - Desember 2003; (3) menyusun kerangka konseptual

pengembangan bersamaan dengan analisis data; (4) menyusun kerangka pokok acuan

(31)

proposal penelitian Februari – Maret 2003; dan (5) mengurus perizinan untuk melaksanakan

penelitian Maret - April 2001

2. Orientasi Lapangan

Peneliti melakukan orientasi lapangan dengan langkah-langkah yakni: (1) pada bulan

September 2003 peneliti mengadakan kordinasi dengan pihak-pihak yang berwenang dengan

pelaksanaan penelitian; (2) sejak Nopember 2003 peneliti secara intensif mengumpulkan data

awal melalui studi observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk dijadikan data dasar (base

data) dalam merumuskan strategi pengembangan program dan penentuan lokasi yang dilakukan

sampai Februari 2004; (3) pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2003 peneliti melakukan

penentuan lokasi penelitian yang dalam hal ini dilakukan melalui pertemuan dengan key

informat dan pejabat yang berwenang pada lokasi penelitian baik pada tingkat pemerintah

kabupaten Bogor dan industri tempat para buruh itu bekerja sebelum di PHK serta para buruh itu

sendiri sebagai tempat perolehan data penelitian.

3. Penyusunan Program Kerja Penelitian

Penyusunan program kerja penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah: (1)

mengidentifikasikan masalah lingkungan internal dan eksternal buruh yang di PHK yang

dilaksanakan melalui survai lapangan pada lokasi penelitian dengan cara observasi,

wawancara, dan studi dokumentasi untuk mendapatkan gambaran umum dan khusus

penelitian. Hasil identifikasi masalah ini kemudian digunakan untuk analisis SWOT bagi

pengembangan model yang ditawarkan; (2) rumusan pengembangan program sebagai hasil

(32)

pengembangan ketrampilan SDM yang mengacu pada hasil penelitian di lapangan maupun

kajian teoritik sebagai landasan model yang dapat dikembangkan; (3) dilanjutkan dengan

sosialisasi program hasil penelitian dilakukan dalam rangka memperkenalkan kepada paara

buruh sebagai key informan penelitian ini agar dapat diterima dan didukung; dan (4) merekrut

dan melatih tenaga pelaksana program pengembangan keterampilan SDM dari masyarakat yang

memenuhi syarat yang ditetapkan serta mempersiapkan lokasi pengembangan program.

4. Implementasi Penelitian Lapangan

Implementasi penelitian ini dilapangan adalah: (1) tindakan yang dilakukan oleh para

pelaksana sesuai dengan bidang tugas masing-masing sebagai tanggung jawab dan

kewenangannya; (2) menginterpretasikan, menganalisis, dan memprediksi data dan informasi

yang telah diperoleh; (3) sementara penelitian ini berjalan, penulisan laporan juga telah

berlangsung. Oleh karena itu, penulis berupaya untuk selalu melengkapi dan memperbaharui

data (check dan recheck), serta mengadakan trianggulasi dan member check hingga penelitian

berakhir; dan (4) supervisi, bimbingan, dan intervensi, berupa koordinasi secara intensif

terhadap para pelaksana dengan cara bimbingan, pembinaan, dan penyempurnaan pelaksanaan

program

5. Evaluasi Dampak

Evaluasi dampak merupakan bagian dari kegiatan akhir penelitian lapangan yang penulis

lakukan melalui observasi partisipasi dan wawancara untuk mengetahui sejauh mana proses

program pengembangan SDM sebagai model manajemen strategik dapat dikembangkan.

Studi Pustaka tentang: Konsep pemberdayaan masyarakat, Pelatihan

Keterampilan sebagai satuan PLS

Temuan lapangan (empiris) tiga pelatihan keterampilan bagi

(33)

Gambar 3.1 : Alur langkah dan Prosedur Pelaksanaan Uji Coba Pelatihan

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, wawancara dan

analisis dokumen terhadap laporan program pelaksanaan penanggulangan pengangguran selama

ini. Observasi dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan pada tahap studi pendahuluan,

maupun pada tahap implementasi model di lapangan. Wawancara dilakukan secara terbuka

terhadap subjek penelitian yang ditentukan secara purposif.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : (1) studi

dokumentasi; (2) observasi; dan (3) wawancara. Studi dokumentasi digunakan untuk menjaring

data di dalam dokumen-dokumen tertulis yang menunjukkan adanya

hubungan dengan masalah pengembangan ketrampilan SDM buruh yang di PHK. Observasi,

digunakan selama penelitian berlangsung untuk mencermati beragam fenomena sejak tahap studi

orientasi suasana lingkungan penelitian, implementasi, sampai evaluasi hasil.

Penyusunan Model konseptual pelatihan keterampilan untuk pemberdayaan buruh usia produktif pasca PHK berbasis potensi diri, dalam konteks: (a) tujuan, (b)

materi, (c) metode pendekatan dan (d) pelaksanaan pelatihan keterampilan

Verifikasi model (vadisasi ahli dan ujicoba terbatas)

Uji Coba Model

(34)

Teknik wawancara digunakan untuk mewawancarai sejumlah key informant yang

dianggap sebagai tokoh kunci dalam penelitian, yaitu pejabat pemerintah kabupaten Bogor,

pimpinan perusahaan tempat para buruh sebelumnya bekerja, dan para buruh yang terkena

PHK di kabupaten Bogor. Mereka ini dipandang secara langsung maupun tidak langsung ada

kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan ketrampilan SDM di kabupaten Bogor,

sehingga layak menjadi key informant.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai instrumen utama yaitu

peneliti sendiri. Instrumen manusia dalam penelitian kualitatif dipandang lebih cermat dengan

ciri-ciri sebagai berikut: (1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala

stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi

penulis; (2) manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan

dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu

keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan

pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang

diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan

data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk

memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia

sebagai instrumen, respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian (Nasution, 1992;

55-56).

Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai instrumen utama dalam menjaring data dan

informasi dengan menggunakan teknik observasi, studi dokumentasi, dan wawancara. Selain itu,

(35)

pendidikan yang diadaptasi dari Makmun (1998). Khusus untuk pengumpulan data dalam

pelaksanaan penelitian pengembangan model pengembangan keterampilan SDM, digunakan

observasi partisipan, dan wawancara tidak terstruktur. Observasi partisipan dilakukan terutama

pada saat studi pendahuluan (eksplorasi) dan selama proses uji coba pengembangan model

keterampilan SDM berlangsung. Yang diobservasi adalah mekanisme kerja yang telah ditetapkan

dalam prosedur sistem implementasi. Untuk memperoleh data etik dilakukan wawancara tidak

terstruktur tetapi mendalam yang dilakukan pada sumber data, yaitu para pelaksana yang

terlibat langsung dalam kebijakan kabupaten Bogor yaitu para pejabat struktural yaitu sekretariat

daerah, dinas tenaga kerja, dan dinas pendidikan.

Analisis terhadap data penelitian dilakukan sepanjang penelitian dilaksanakan dan

berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap Studi Pendahuluan, analisis dilakukan terhadap

program kegiatan penanggulangan pengangguran yang telah dan sedang dilaksanakan melalui

teknik analis SWOT mendasarkan pada indikator yang telah ditetapkan. Selain itu, hasil

observasi dan wawancara akan dibuatkan dalam catatan lapangan untuk selanjutnya dianalisis

dengan mendasarkan model dari Bogdan dan Biklen (1992:153) dan Miles dan Huberman (1985:

20) melalui langkah membuat catatan lapangan, membuat kode, mereduksi data,

mengorganisasikan, memilah-milah

data kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola-pola, mengungkap dimensi esensial

dari temuan penelitian dan membuat deskripsi hasil penelitian.

Model analisis data kualitatif dari Miles dan Huberman (1992: 16) yang mengemukakan

langkah analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang dilakukan secara simultan,

yakni; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi diterapkan bagi

(36)

memfokuskan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data mentah

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Pada penelitian ini, reduksi data

dilakukan sejak peneliti memasuki wilayah penelitian sampai dengan akhir penelitian.

Model analisis data penelitian kualitatif dapat terlihat dalam gambar model interaktif di

bawah ini:

Gambar 3.2 : Langkah Analisis Data Kualitatif : Model Interaktif (diadaptasi dari Miles dan Huberman, 1992 : 20)

Pada saat pengumpulan data berlangsung senantiasa dilakukan pula reduksi data yakni

melalui langkah pembuatan ringkasan, membuat kode, menelusuri tema, dan lain-lain.

Reduksi data pada penelitian ini merupakan langkah analisis untuk upaya

memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi proses penarikan

kesimpulan. Kegiatan mereduksi data pada penelitian ini diupayakan melalui langkah

memilih dan memilah data pokok dan data pelengkap yang sesuai atau bertentangan dengan

fokus penelitian.

Data yang telah dipilah ini selanjutnya disajikan dalam deskripsi penyajian data berupa

teks naratif, tabel, matrik, bagan dan lain-lain yang kemudian diselaraskan untuk melihat

keterkaitannya antara data penelitian yang terkumpul dengan fenomena yang ada dan terkait

Penyajian data

Reduksi

data Penarikan kesimpulan Pengumpulan

(37)

dengan fokus penelitian. Dari langkah ini dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan. Dengan

demikian proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan berulang-ulang, berlanjut dan terus

menerus selama penelitian berlangsung. Tingkat kepercayaan hasil penelitian kualitatif menurut

Lincoln dan Guba (1985: 301-321) dapat dilihat dari empat kriteria, yakni; credibility,

dependability, confirmability dan transferability. Prinsip dan kriteria ini diterapkan pula untuk

melihat tingkat kepercayaan hasil penelitian ini.

Kredibilitas penelitian akan terkait dengan tingkat kepercayaan orang lain terhadap hasil

penelitian yang dilakukan, sehingga tertarik untuk menanggapi dan menghargai penelitian yang

dilaksanakan. Pada penelitian ini dilakukan langkah kegiatan antara lain: proses pelaksanaan

penelitian di lapangan dengan melakukan studi dokumentasi, wawancara sekaligus observasi

dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama serta dilakukan proses pengamatan yang kontinu.

Pada proses penelitian ini dilakukan pula kegiatan triangulasi melalui kegiatan

membandingkan penemuan dan penafsiran terhadap data penelitian dengan penemuan hasil

penelitian lain sejenis. Proses analisis data penelitian, senantiasa dilakukan konsultasi dan

diskusi dengan

promotor, dengan konsisten mengacu pada fokus masalah penelitian untuk menghindari bias.

Kemudian dari hasil diskusi tersebut dilakukan proses penyuntingan segenap temuan penelitian

dari lapangan secara kontinu, melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran

terhadap data penelitian berdasarkan rujukan yang kuat secara empiris dari hasil penelitian lain

sejenis, serta melakukan pengujian terhadap penemuan dan penafsiran temuan penelitian

dengan subjek penelitian dan dengan sumber asal yang memberikan informasi dalam penelitian

(38)

konfirmasi tentang tingkat kebenaran dan kepercayaan proses dan hasil penelitian ini diupayakan

tidak manipulatif dalam makna mengungkapkan yang sesungguhnya.

Kriteria dependabilitas dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diandalkan (reabilitas).

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan langkah kegiatan penelitian dengan tetap

mempertahankan secara konsisten teknik pengumpulan data, dan konsistensi penggunaan

konsep, proposisi dan teori selama penelitian dilaksanakan termasuk pada tahap proses

penafsiran dan penarikan kesimpulan.

Kriteria konfirmabilitas dari hasil penelitian ini merupakan upaya meningkatkan keyakinan

akan data penelitian yang diperoleh. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan diskusi dengan teman

sejawat tentang temuan dan draft hasil penelitian. Disamping itu, melakukan audit trial ke

berbagai pihak termasuk kepada promotor, melakukan kerja secara sistematis dan melakukan

pemeriksaaan secara teliti setiap langkah penelitian.

Kriteria transferabilitas dari hasil penelitian ini dilihat dari apakah hasil penelitian ini

dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Oleh

karena itu, pada penelitian ini dilakukan langkah penyesuaian karakteristik agar sama atau

setidaknya mirip dengan situasi penelitian serta penyesuaian asumsi-asumsi yang digunakan.

Validitas eksternal dalam penelitian ini tidak akan terukur dalam bentuk perhitungan statistika,

melainkan dalam bentuk deskripsi sesuai dengan konteks waktu. Oleh karena itu, validitas

eksternal dalam penelitian ini sangat tergantung pada identifikasi dan deskripsi dari aspek-aspek

yang dominan dari suatu fenomena untuk dibandingkan dengan penelitian lain yang

sejenis (Fraenkel dan Wallen, 1993: 399-403).

F. Pemeriksaan Kesahihan Data

(39)

Menurut Nasution, (1996) credibility dan transferability (validitas) secara umum

mempersyaratkan agar apa yang terjadi dalam penelitian sesuai dengan apa yang terjadi secara

nyata di lapangan. Seperti halnya penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif juga harus

memenuhi syarat-syarat validitas yaitu validitas internal dan eksternal. Validitas internal

menyangkut kesesuaian konsep peneliti dengan konsep yang ada pada para responden.

Pokok utama dalam validitas internal kualitatif ada pada penelitinya, yaitu seberapa jauh

kesesuaian konsep yang ada pada penelitian ini dengan konsep para responden sebagai sumber

data. Istilah validitas internal dalam penelitian kualitatif disebut dengan credibility, yaitu

menyangkut kredibilitas dan keabsahan hasil penelitiannya. Dalam hal ini peneliti meminta key

informatt untuk meneliti kembali informasi yang diberikannya, apakah sudah sesuai dengan

informasi atau data yang dimaksud.

Sedangkan validitas eksternal menyangkut sejauh mana hasil penelitian tersebut dapat

diterapkan oleh orang lain. Hal ini hampir sama dengan penelitian kuantitatif yang validitas

eksternalnya adalah sejauh mana generalisasi dan teori sebagai temuannya dapat diterapkan

atau ditransfer pada situasi lain. Oleh karena menyangkut kemampuan hasilnya diterapkan oleh

orang lain, istilah validitas eksternal dalam penelitian kualitatif disebut applicability, fittingness,

atau transferability.

2. Dependabilitas dan Auditabilitas

Nasution, (1996) mengemukakan bahwa dependability dan auditability (reliabilitas)

dalam arti dapat diulangi oleh peneliti lain dengan metode dan situasi yang sama, tidak

mungkin terjadi dalam penelitian kualitatif. Karena situasi dalam penelitian kualitatif adalah

natural, maka tidak mungkin direkonstruksi kembali oleh orang lain dalam waktu yang lain.

(40)

kualitatif, adalah bahwa cara melaporkan hasil penelitian oleh peneliti bersifat ideosyncartic dan

individualistik sehingga selalu berbeda dari peneliti ke peneliti atau tidak mungkin dapat

disamakan meskipun dalam kasus yang sama.

Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas dipengaruhi oleh: (1) status dan kedudukan

peneliti di kalangan anggota kelompok yang diselidiki dan hubungan pribadinya dengan

partisipan; (2) pilihan dari informan; (3) situasi dan kondisi sosial yang mempengaruhi informasi

yang diberikan; (4) defenisi konsep; dan (5) metode pengumpulan dan analisis data penelitian.

Pendapat ini tampak bahwa reliabilitas penelitian kualitatif lebih menyangkut kepada reliabilitas

internal dari peneliti itu sendiri, menyangkut dependability dan auditability. Mempertinggi

reliabilitas internal dapat dilakukan melalui: (1) uraian deskriptif yang konkret dari data yang

dieksplorasi; (2) membentuk tim peneliti (penelitinya lebih dari seorang), dilakukan khususnya

untuk mengumpulkan dokumen yang diperlukan; (3) menggunakan partisipan lokal sebagai

asisten penulis; (4) meminta pendapat atau pertimbangan peneliti lain untuk mempertajam

keabsahan data; dan (5) pencatatan data atau informasi dengan alat mekanik.

3. Konfirmabilitas

Nasution (1996), mengemukakan confirmability (objektivitas) menyangkut sejauh mana

hasil penelitian dapat berlaku sama tidak tergantung pada pengamat atau penelitinya. Hal ini

memang susah diciptakan dalam penelitian kualitatif, tetapi bukan tidak mungkin. Subjektivitas

sebagai lawan dari objektivitas memang harus dihindari dalam penelitian kualitatif. Hasil

penelitian kualitatif dianggap objektif apabila dibenarkan atau dikonfirmasi oleh peneliti lain.

Oleh karena itu istilah objektivitas dalam penelitian kualitatif ini sering disebut confirmability.

Berdasarkan uraian di atas, penulisan laporan penelitian kualitatif dapat disebut memenuhi

(41)

diterapkan oleh orang lain (aplikabilitasnya tinggi), serta mempunyai audibilitas dan

konfirmabilitas yang tinggi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penelitian ini penulis

membedakan secara tegas antara fakta dengan opini. Hal itu dilakukan dengan menghindari

keinginan yang tidak ada kaitannya dengan data, yaitu dengan mengungkapkan informasi apa

adanya. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan mempunyai nilai ilmiah atau memenuhi

syarat ilmiah.

G. Analisis dan Penafsiran Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan upaya mencari dan menata secara

sistematik transkrip/catatan hasil observasi, wawancara, dan bahan-bahan lainnya untuk

meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan mengkajinya sebagai temuan

bagi orang lain (Bodgan & Biklen, 1982, Mujahir, 1992: 183). Proses analisis dan penafsiran

data merupakan kegiatan yang terjalin secara terpadu, sebagaimana yang dikemukakan oleh

Moleong (1990; 1998) bahwa analisis data telah dimulai sejak di lapangan. Pada saat itu sudah

ada penghalusan kategori dengan kawasannya, dan sudah ada upaya dalam rangka penyusunan

hipotesis, yaitu teorinya sendiri. Analisis data itu terintegrasi secara terpadu dengan penafsiran

data.

Miles dan Hubermen (1992: 137-138) mengemukakan salah satu kata kunci dalam

analisis data kualitatif adalah penyajian, yaitu suatu format ruang yang menyajikakan informasi

secara sistematik pada penggunaannya. Format tersebut dapat berwujud teks naratif, tabel

ringkasan (matrik, bagan, daftar cek) atau gambar. Sedangkan Bodgan dan Biklen (1982)

mengemukakan beberapa saran dalam menganalisis data penelitian kualitatif, antara lain : (1)

(42)

the type of study you want to complish; (3) develop analityc question; (4) plan data collection

session in light of what you find in previous observation; (5) write memo to yourself about what

you are learning.

Sejalan dengan itu, Nasution (1988) menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah

proses menyusun data (menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori) agar dapat

ditafsirkan. Oleh karena data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bervariasi tergantung pada

fokus permasalahan, kemungkinan peneliti mencari sendiri jenis analisis data yang cocok dengan

sifat penelitian yang dilakukan, termasuk kategori sebagai penelitian kualitatif, maka data dan

informasi yang telah dikumpulkan, diolah dan disajikan secara induktif dengan penafsiran

secara deskriptif dan dianalisis lebih lanjut.

Setelah data seluruhnya terkumpul dan dipandang wajar, selanjutnya dilakukan persiapan

analisis mengacu pada model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman

(1994) menyajikan sebuah model interaktif siklus analisis data kualitatif yang terdiri atas

empat langkah, yaitu: data verifying, dengan siklus data collection, data reduction, data display,

dan conclution berbentuk gambar maupun verifikasi. Siklus analisis data seperti dikemukakan di

atas menjelaskan bahwa setelah data terkumpul, selanjutnya data disajikan dan direduksi,

kemudian disimpulkan dan/atau diverifikasi.

Sesuai model analisis data kualitatif tersebut, langkah-langkah analisis data yang dilakukan

adalah sebagai berikut: (1) setelah data terkumpul, penulis mengadakan reduksi data dengan

jalan merangkum laporan lapangan, mencatat hal-hal pokok yang relevan dengan fokus

penelitian; (2) menyusun secara sistematik berdasarkan kategori dan klasifikasi tertentu; (3)

membuat display data dalam bentuk tabel ataupun gambar sehingga hubungan antara data yang

Gambar

Tabel                                                                                                         Halaman
Gambar                                                                                                        Halaman
Tabel 1.1 Jumlah Kelompok Industri dan Tenaga kerja yang Tertampung di Kabupaten Bogor
tabel 2.1 menunjukkan bahwa sebanyak 1.369.428 orang merupakan angkatan kerja, yang terdiri
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja SMU tentang gangguan haid pada siswi SMK Keperawatan Kharisma Gowa Raya..

Berdasarkan data di atas maka, penulis merasa tertarik untuk membuat Karya tulis ilmiah dengan judul “ Manajemen Asuhan Kebidanan Antenatal care pada Ny ‘J’ Gestasi 32 Minggu 4

Namun demikian pernyataan tersebut di atas ada juga sedikit benarnya [tidak banyak], yakni pada waktu Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar sudah berhasil dilaksanakan [sekarang

02 yang berjudul Deforestasi dan Degradasi Lahan DAS Citanduy, mencoba untuk melihat tekanan penduduk pada level kecamatan terhadap sumberdaya hutan, kemudian melihat

[r]

dan Dukuhwaru dengan sampel kasus ibu bersalin yang mengalami komplikasi sebanyak 30 subjek dan sampel kontrol yaitu ibu bersalin yang tidak mengalami komplikasi

keabsahan kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi/kabupaten/kota yang menandatangani dokumen persyaratan dengan berpedoman pada kepengurusan Partai Politik tingkat

Dari hasil penelitian telah didapatkan data tinggi muka air tanah dan data unsur hara makro untuk daerah penelitian, keadaan lahan duku di kabupaten Muaro Jambi merupakan tanaman