commit to user
PERBEDAAN EKSPRESI HUMAN LEUCOCYT ANTIGEN-G (HLA-G)
ANTARA EARLY FETAL DEATH DENGAN KEHAMILAN NORMAL
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Kedokteran Kesehatan
Minat Umum: Ilmu Biomedik
Oleh:
Fajar Irianto
S501008027
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti Program Studi Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret serta untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan di Program Studi Magister Kesehatan
Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul “Perbedaan Ekspresi Human
Leucocyt Antigen-G (HLA-G) antara Early Fetal Death dengan Kehamilan Normal”.
Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Dr. Sri Sulistyowati, dr., Sp.OG(K) sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini.
Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. JB Dalono, dr., Sp.OG (K) sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini.
Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada Dr. Abkar Raden, dr., Sp.OG (K) sebagai koordinator tesis yang telah memberikan dorongan, waktu dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam proses penyelesaian tesis ini.
Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada tim penguji, yang telah berkenan memberikan waktu dan tenaga dalam proses penyelesaian tesis ini.
commit to user
vi
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.Si., sebagai Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr., MM., M.Kes., PAK, sebagai Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR., sebagai Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Basoeki Sutardjo, drg., MMR., sebagai Direktur RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
5. Dr. Supriyadi Hari R, dr., Sp.OG., sebagai Ka. Bag SMF Obgin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
6. Dr. Sri Sulistyowati, dr., Sp.OG (K)., sebagai KPS SMF Obgin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7. A. Laqief, dr., Sp.OG (K)., sebagai SPS SMF Obgin Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Seluruh Staff PPDS I Bagian Obgin Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Prof. Dr. JB Dalono, dr., Sp.OG (K)., Dr. Soetrisno, dr., Sp.OG (K)., Dr. Supriyadi Hari R, dr., Sp.OG., Dr.
Abkar Raden, dr., Sp.OG (K)., Rustam Sunaryo, dr., Sp.OG,
Glondong Suprapto, dr., Sp.OG, Darto, dr., Sp.OG, Dr. Sri
Sulistyowati, dr., Sp.OG (K)., A. Laqief, dr., Sp.OG (K)., Prof. Dr.
KRMT. Tedja D.O, dr., Sp.OG (K)., Tribudi, dr., Sp.OG (K)., Eriana
Melinawati, dr., Sp.OG (K)., Heru Priyanto, dr., Sp.OG (K).,
Wuryatno, dr., Sp.OG., Glondong Suprapto, dr., Sp.OG., Hermawan
U, dr., Sp.OG., Teguh Prakosa, dr., Sp.OG., Wisnu Prabowo, dr.,
Sp.OG., Affi Angelia R, dr., Sp.OG., Muh. Adrianes Bachnas, dr.,
Sp.OG., Eric Edwin, dr., Sp.OG.
9. Semua rekan residen PPDS I Obgin Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang banyak membantu pelaksanaan tesis ini.
10. Ayahanda Ir. Haryono dan ibunda Sugiyanti, yang telah membesarkan
commit to user
vii
sayang, memberikan dorongan, serta mendoakan kelancaran selesainya tesis ini.
11. Ayahanda mertua dr. Is Yulianto, Sp.OG dan ibunda mertua Endang Jati
Rahayu, yang telah banyak membantu, memberikan dorongan, serta mendoakan kelancaran selesainya tesis ini.
12. Istri saya tercinta Arietya Kusuma Sari, yang telah banyak berkorban
selama saya mengikuti pendidikan PPDS I Obgin, tetap mendorong dan memberikan semangat sampai saya dapat menyelesaikan tesis ini.
13. Anak saya Farrel Zaidan Arfalino, yang dapat menerima dan memahami
kesibukan saya dan juga mendorong semangat saya untuk menyelesaikan tugas tesis ini.
14. Semua ibu primigravida yang telah membantu sebagai subjek penelitian
tesis saya ini, yang dengan ikhlas memberikan pengorbanan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
15. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu saya dalam penyelesaian tesis ini.
Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Amin ya Robbal Alamin.
Wassalamualaikum Wr Wb.
commit to user
viii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...……….…... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI TESIS...……… iii
LEMBAR PERNYATAAN... iv
KATA PENGANTAR...……….…... v
DAFTAR ISI……….... viii
DAFTAR GAMBAR………... xi
DAFTAR DIAGRAM………. xii
DAFTAR SINGKATAN………... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
ABSTRAK...……….…... xv
ABSTRACT...………..……... xvi
BAB I PENDAHULUAN……….... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah………... 4
1.3 Tujuan Penelitian………... 4
1.4 Manfaat Penelitian... 4
1.4.1Manfaat Teoritis... 4
1.4.2Manfaat Klinis………... 4
commit to user
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 6
2.1. Tahap Perkembangan Kehamilan ....……... 6
2.2. Sistem Imun dalam Kehamilan...…... 11
2.3 Fetal Death.………..…... 16
2.3.1 Pengertian.………..…... 16
2.3.2 Etiologi.………..…... 17
2.3.3 Klasifikasi.………..…... 19
2.3.4 Diagnosis.………..…... 21
2.4 Ekspresi Human Leukocyte Antigen-G pada early fetal death... 22
2.5.Kerangka Konseptual... 34
2.6.Hipotesis... 34
BAB III METODE PENELITIAN……….... 37
4.1 Jenis dan Rancangan penelitian..………... 37
4.1.2 Rancangan penelitian..………... 37
4.2 Lokasi dan waktu penelitian……….……. 38
4.3 Subyek penelitian……….……….……...… 38
4.3.1.Kriteria Inklusi ………..………... 38
4.3.2. Kriteria Eksklusi……….…... 39
4.4 Besar Sampel………...……… 40
4.5 Variabel penelitian………... 41
4.5.1 Variabel terikat ………...…………. 41
4.5.2 Variabel bebas ………...……….. 41
commit to user
x
4.7 Prosedur penelitian yang dilakukan………...…….. 41
4.8 Alat dan Bahan Penelitian………...………… 42
4.9 Cara Kerja……….………...………… 43
4.10 Analisa data ………...…………. 45
BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN……...…………... 46
BAB V PEMBAHASAN ……….………...……... 51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...………...…………... 60
DAFTAR PUSTAKA………...…………... 62
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Implantasi embrio ... 8
Gambar 2.2 Sistem imun dalam kehamilan...……….... 11
Gambar 2.4.1 HLA-G diekspresi di trofoblas...………..……….... 24
Gambar 2.4.2 Reseptor HLA-G...……….... 25
commit to user
xii
DAFTAR DIAGRAM
Halaman Diagram 4.3. 1 Perbedaan ekspresi Human Leucocyt Antigen-G
(HLA-G) antara fetal death dengan kehamilan
normal………... 39
Diagram 4.3. 2 ROC (Receiver Operating Characteristic) (SPSS 17.0
for Windows) untuk mengetahui nilai kekuatan
diagnostik dari ekspresi HLA-G pada early fetal death
commit to user
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ACTH = Adenocorticotropin Hormon
CMV = Citomegalovirus
CRH = Corticotropin Releasing Hormon
DM = Diabetes Melitus
GM-CSF = Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor
GS = Gestational Sac
HCG = Human Chorionic Gonadotrophin
HLA = Human Leucocyte Antigen
IFN = Interferon
Ig = Imunoglobulin
IL = Interleukin
IUFD = Intra Uterin Fetal Death
LGLs = Large Granullar Lymphocytes
MHC = Major Histocompatibility Complex
NK = Natural Killer
PBMC = Peripheral Blood Mononuclear Cells
PHA = Phytohaem-Agglutinin
PIBF = Progesterone Induced Blocking Factor
TAP = Transportasi Antigen Processing
Th = T helper
TNF = Tumor Nekrosis Factor
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Pernyataan Persetujuan Mengikuti Penelitian... 67
Lampiran 2. Rancangan Anggaran Penelitian...……...…... 68
Lampiran 3. Data Subjek Penelitian Kehamilan Normal...…………..….…. 69
Lampiran 4. Data Subjek Penelitian Early Fetal Death..……….…..….… 71
Lampiran 5. Homogenitas Data Kendali...……….………..….… 73
Lampiran 6. Homogenitas Data Penelitian.……….…….… 75
Lampiran 7. Hasil Uji Karakteristik Data Penelitian.….……….…….… 76
Lampiran 8. Hasil Uji Perbedaan antara Ekspresi Human Leucocyt Antigen-G (HLA-G) Pada Early Fetal Death dan Kehamilan Normal....……….…… 79
Lampiran 9. Analisis ROC (Receiver Operating Characteristic) ….…...….… 81
Lampiran 10. Kelaikan Etik Penelitian……….…..….… 83
commit to user
xv ABSTRAK
Fajar Irianto. NIM. S501008027. Perbedaan Ekspresi Human Leucocyt Antigen-G
(HLA-G) Antara Early Fetal Death dengan Kehamilan Normal.Tesis. Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar belakang: Fetal death merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling umum, yang mempengaruhi lebih dari 30% konsepsi. Salah satu penyebab fetal death adalah kelainan sistem imun, salah satunya ditandai dengan kurangnya kadar HLA-G yang memiliki kemampuan untuk melindungi janin dari penolakan sistem imun ibu. Kadar HLA-G yang berkurang atau tidak diekspresikan, menyebabkan kemampuan sel trofoblas akan berkurang dan dihalangi untuk menginvasi uterus atau dianggap sebagai non self yang memiliki sifat sebagai antigen sehingga memicu terbentuknya antibodi pada ibu. Antibodi ini akan mengikat antigen dan terjadi reaksi imunologis yang merangsang aktifasi
sitokin proinflamasi seperti interleukin dan TNF-α untuk selanjutnya
mengaktifkan sel T dan NK cell yang akan menyerang sel-sel trofoblas itu sendiri
sehingga mengakibatkan fetal death. Pada penelitian ini akan meneliti tentang
perbedaan ekspresi HLA-G pada early fetal death dan kehamilan normal,
sehingga dapat memprediksi kegagalan hasil konsepsi secara dini.
Tujuan penelitian: Tujuan penelitian ini adalah membuktikan terdapatnya
perbedaan ekspresi HLA-G antara early fetal death dengan kehamilan normal.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dokter Moewardi Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian obervasional analitik
dengan pendekatan cross sectional study. Variabel independen: Ekspresi HLA-G
pada fetal death dan kehamilan normal, variabel dependen early fetal death,
kehamilan normal. Jumlah sampel 32 subjek, terdiri dari 16 sampel early fetal
death, dan 16 sampel kehamilan normal.Teknik pengambilan sampel Purposive
Random Sampling. Analisis data menggunakan menggunakan uji t independent
dengan menggunakan SPSS versi 17.00 for Windows.
Hasil Penelitian: Dari hasil penelitian di dapatkan rerata ekspresi HLA-G
pada kelompok early fetal death sebesar 30,65 ± 8,24, sedangkan rerata ekspresi
HLA-G pada kelompok kehamilan normal sebesar 44,29 ± 14,48, dengan titik
potong 36,11. Uji statistik pada penelitian ini menggunakan uji t independent
dengan tingkat keyakinan 95%, di dapatkan nilai p=0,003 (p< 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ekspresi HLA-G pada Fetal Death dan
kehamilan normal yang signifikan secara statistik.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan ekspresi HLA-G pada early fetal death
dan kehamilan normal yang signifikan secara statistik.
commit to user
xvi ABSTRACT
Fajar Irianto. NIM. S501008027. Difference of Expression Between Human
Leucocyt Antigen-G (HLA-G) on Early Fetal Death with Normal Pregnancy.
Thesis. Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.
Background: Fetal death is one of the most common obstetric complications, affecting more than 30% of its conception. One of the causes of fetal death is an abnormality of the immune system, one of which was marked by the lack of HLA-G levels who have the ability to protect the fetus from the mother's immune system rejection. When the levels of HLA-G is reduced or not expressed, it cause the cell's ability to be reduced and hindered trofoblas to invade the uterus or considered non self that has properties as an antigen that triggered the formation of antibodies in the mother. These antibodies will bind to antigens and immunological reactions occur that stimulates activation proinflamation
cytokine such as interleukin and TNF- α to further activate T cells and NK cell
which will attack the cells trofoblas itself resulting in fetal death. This study will
prooved the differences of expression HLA-G in normal pregnancy and early fetal
death, so that it can predict early pregnancy failure.
Objective: The objectives of research to prove the differences expression of
HLA-G between early fetal death with normal pregnancies.
Method: The research was taken place at Doctor Moewardi Hospital Surakarta. This research was used analytic obervasional with cross sectional study approach. Independent variables: HLA-G expression on normal pregnancy and
early fetal death, dependent variable, early fetal death and normal pregnancy. The
number of sample 32 subjects, consisting of 16 samples early fetal death, and 16
samples of normal pregnancy. The sampling technique used was Purposive Random Sampling. The data analysed with t independent test using SPSS for Windows version 17.00.
Result: The average expression of HLA-G in the early fetal death was 30,65 ± 8,24, whereas the mean expression of HLA-G in normal pregnancy group at 44.29 ± 14.48, with cut off point 36.11. Statistical tests in this study using an independent t test with 95% confidence level, in get p-value = 0.003 (p <0.05), it
can be concluded that there are differences in the expression of HLA-G on early
fetal death and normal pregnancy which statistically significant. Conclusion:
There are differences in the expression of HLA-G on early fetal death and
normal pregnancy which statistically significant.
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Fetal death merupakan salah satu komplikasi obstetrik yang paling
umum, yang mempengaruhi lebih dari 30% konsepsi. Sebagian besar kasus
terjadi di awal masa kehamilan, dikarenakan adanya permasalahan pada
implantasi dan mungkin tidak begitu jelas secara klinis. Meski demikian,
12–15% konsepsi menghasilkan kematian janin yang dapat diidentifikasi
secara klinis. Sebagian besar dari kasus ini adalah keguguran pada trimester
pertama, dan kurang dari 5% kehamilan mengalami kematian janin setelah
usia kehamilan 10 minggu. Angka kelahiran mati relatif stabil selama 20
tahun terakhir, mencapai sekitar 6,4 dari 1.000 kelahiran di Amerika Serikat
pada tahun 2002. Kehilangan janin semacam ini bersifat sangat emosional,
khususnya bagi keluarga dan dokter, dan secara relatif tidak banyak yang
diketahui mengenai kematian janin pada trimester kedua dan ketiga (Silver,
2007).
Dewasa ini banyak penelitian yang mengembangkan tentang
penyebab kegagalan kehamilan dini ditinjau dari kelainan sistem imunologi,
khususnya pada proses implantasi embrionya. Implantasi yang berhasil pada
manusia tergantung pada sistem pengenalan imun terhadap embrio sejak
commit to user
2
Human Leucocyte Antigen ( HLA)-G, suatu HLA kelas I non klasik,
yang berperan penting untuk mengatur sekresi sitokin sebagai pengonrol
invasi trofoblas dan mengatur toleransi imun secara lokal. HLA-G secara
dominan di ekspresikan di trofoblas ekstra vili pada plasenta dan pada
pembentukan sistem hematopoetik berasal dari ekstraembrionik yolk sak.
HLA-G dapat melindungi trofoblas dari intoleransi imun maternal-fetal dan
memungkinkan sel trofoblas untuk menginvasi uterus. Trofoblas adalah
satu-satunya sel konseptus yang berkontak langsung dengan jaringan atau
darah maternal yang akan membentuk sirkulasi uteroplasental. Invasi dan
migrasi trofoblas mungkin dikontrol oleh komponen dari trofoblas itu
sendiri dan maternal microenvironment, melalui interaksi molekuler dan
seluler (Kristy, 2004).
Pada manusia, adanya defek pada penghubung antara janin dan ibu
dalam hal ini trofoblas berkaitan dengan berbagai macam komplikasi
kehamilan seperti preeklamsia, pertumbuhan janin terhambat dan kegagalan
hasil konsepsi (blighted ovum, abortus berulang dan Intra Uterine Fetal
Death) (Sulistyowati, 2009).
Salah satu penyebab fetal death adalah kelainan sistem imun dimana
kurangnya antibodi yang bekerja untuk melindungi janin dari sistem imun
ibu, yang akan mengenali genetik ayah sebagai benda asing bagi tubuh
sehingga ketika sperma menembus ovum, akan dianggap sebagai benda
asing, selain itu sperma dan ovum akan mengekspresikan antigen
commit to user
3
peran dalam toleransi imun semialogenik fetus oleh ibu. HLA-G yang cukup
pada trofoblas menyebabkan tidak terjadinya respon imunologis ibu. Pada
desidua terdapat Large Granullar Lymphocytes (LGLs) salah satunya yaitu
Natural Killer Cell (NK Cell) yang berfungsi menghancurkan sel target
yang tidak cukup mengekspresikan HLA-G (Fanchin, 2007).
HLA-G bersifat monomorfik dan memiliki kemampuan menghambat
aktifitas NK cell dan LGL desidua, melawan trofoblas sehingga HLA-G
berfungsi untuk melindungi trofoblas dari pengaruh imun maternal atau
serangan sitotoksik (Wohl, 2000). Ekspresi HLA-G yang cukup pada
trofoblas diperlukan agar trofoblas menginvasi desidua dan sistem vaskuler
maternal dengan baik sehingga terjadi peningkatan perfusi uterin yang
dibutuhkan selama kehamilan. Namun apabila HLA-G berkurang atau tidak
diekspresikan, kemampuan sel trofoblas akan berkurang dan dihalangi untuk
menginvasi uterus atau dianggap sebagai non self yang memiliki sifat
sebagai antigen sehingga memicu terbentuknya antibodi pada ibu. Antibodi
ini akan mengikat antigen dan terjadi reaksi imunologis yang merangsang
aktifasi sitokin proinflamasi seperti interleukin dan Tumor Necrosis Factor
–α (TNF- α) dan mengaktifkan sel T dan NK cell yang akan menyerang sel
-sel trofoblas itu sendiri sehingga mengakibatkan fetal death (Cecati, 2011).
Pada penelitian ini akan meneliti tentang perbedaan ekspresi HLA-G
pada early fetal death dan kehamilan normal, sehingga dapat memprediksi
commit to user
4 1.2.Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan ekspresi HLA-G antara early fetal death
dengan kehamilan normal?
1.3.Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengevaluasi makna perbedaan ekspresi HLA-G antara early fetal
death dengan kehamilan normal.
1.3.2. Tujuan Khusus
Menganalisa adanya perbedaan ekspresi HLA-G antara early fetal
death dengan kehamilan normal.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Adanya perbedaan ekspresi HLA-G antara early fetal death dan
kehamilan normal dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut untuk
menentukan ekspresi HLA-G pada proses kegagalan hasil konsepsi dini.
1.4.2. Manfaat Klinis
Merupakan upaya bagi kemajuan diagnosis early fetal death antara
lain dengan adanya prediktif marker sehingga mengetahui ekspresi
HLA-G yang dapat dijadikan sebagai salah satu dasar untuk melihat adanya
kegagalan hasil konsepsi dini, sehingga dapat memberi masukan dalam
menurunkan angka morbiditas ibu dan dapat dilakukan manajemen
commit to user
5
1.4.3. Manfaat di Bidang Kedokteran Keluarga
Dengan mengetahui tingkat ekspresi HLA-G lebih dini pada kasus
early fetal death maka diharapkan mampu memberi edukasi atau
commit to user
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tahap Perkembangan Kehamilan
Tiga tahap perkembangan selama kehamilan pada manusia adalah
pre-embrionik, embrionik dan fetus. Setelah sperma diejakulasi ke dalam
vagina, berjalan menuju cervix, masuk kedalam uterus, dan selanjutnya
kedalam tuba falopi. Hanya 1 % sperma yang mengendap di vagina masuk
ke servix. Pergerakan Sperma dari serviks ke tuba uterina terutama terjadi
melalui dorongan dirinya sendiri serta prostaglandin yang berada di semen
meningkatkan kontraksi otot polos dari uterus sehingga membantu
transportasi dari sperma. Perjalanan dari serviks ke oviduk memerlukan
waktu minimal 2 sampai 7 jam, dan setelah mencapai istmus, sperma
menjadi kurang gesit dan berhenti bermigrasi. Saat ovulasi sperma kembali
gesit dan menuju ampula tuba. Segera sebelum ovulasi, fimbriae tuba
uterina menyapu permukaan ovarium, dan tuba ini sendiri mulai
berkontraksi secara ritmis sehingga oosit terbawa kedalam tuba oleh
gerakan menyapu fimbriae ini dan gerakan silia di lapisan epitel (Sadler,
2006).
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan
spermatozoa. Hanya satu spermatozoa yang mempunyai kapasitasi untuk
membuahi. Pada spermatozoa ditemukan peningkatan konsentrasi DNA di
commit to user
7
karena melepaskan hialuronidase. Spermatozoa harus melewati korona
radiata dan zona pelusida yaitu dua lapisan yang mencegah ovum
mengalami fertilisasi lebih dari satu spermatozoa.
Dalam beberapa jam setelah pembuahan mulailah terjadi pembelahan
zigot. Dan dalam 3 hari setelah fertilisasi menjadi suatu massa dari 12-16 sel
yang disebut morula menjadi embrio. Pada stadium ini hasil konsepsi
diteruskan ke pars ismika dan pars interstisialis tuba dan terus disalurkan ke
arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba
dan kontraksi tuba. Selanjutnya pada hari keempat mencapai stadium
blastula, disebut blastokista suatu bentuk yang dibagian luarnya adalah
trofoblas dan dibagian dalamnya disebut massa inner cell. Massa inner cell
ini yang akan berkembang menjadi janin dan trofoblas akan menjadi
plasenta. Pada manusia defek pada penghubung antara janin dan ibu
berkaitan dengan berbagai macam komplikasi kehamilan seperti
commit to user
8
Gambar 2.1. Implantasi embrio (Errol, 2001)
Enam hari setelah fertilisasi dimulai fase implantasi blastokista ke
dalam endometrium. Implantasi pada manusia meliputi 3 fase, yaitu fase I
adalah awal blastocys pada dinding uterus, disebut aposisi, masih belum
stabil. Mikrofili pada permukaan apikal sinsiotrofoblas saling berhubungan
dengan mikroprotusi dari permukaan apikal epitelium uteri, disebut sebagai
pinopodes. Aposisi terjadi umumnya pada dinding fundus posterior uteri.
Fase II stable adhesion ditandai adanya peningkatan interaksi fisik diantara
blastocyst dan epithelium uteri. Fase III adalah invasi dan sinsiotrofoblas
melakukan penetrasi ke dalam ephitelium. Dengan demikian, blastocyst dan
commit to user
9
Pada hari kesepuluh sesudah konsepsi, blastocyst terbenam seluruhnya
kedalam endometrium. Nidasi diatur oleh suatu proses yang kompleks
antara trofoblas dan endometrium. Di satu sisi trofoblas mempunyai
kemampuan invasif yang kuat, di sisi lain endometrium mengontrol invasi
trofoblas dengan mensekresikan faktor-faktor yang aktif setempat yakni
inhibitor cytokines dan protease. Dalam tingkat nidasi trofoblas
menghasilkan hormon human chorionic gonadotropin. Produksi HCG
meningkat sampai kurang lebih hari ke 60 kehamilan. Fungsi HCG
mempengaruhi korpus luteum untuk terus tumbuh dan menghasilkan
progesteron sampai plasenta dapat membuat cukup progesteron (Sadler
2006).
Sementara itu epithelium uterus terus tumbuh menutupi sel implantasi,
dan sitotrofoblas mononuclear menyebar keluar dari lapisan trofoblas.
Akhirnya sitotrofoblas menginvasi seluruh endometrium dan sepertiga
bagian dari miometrium (disebut sebagai proses invasi interstitial), seperti
juga pada vaskuler miometrium (disebut sebagai invasi endovaskuler).
Proses akhir pembentukan sirkulasi uteroplasentasi, berakibat trofoblas
kontak langsung dengan darah maternal. Sekali implantasi dimulai, suatu
interval pendek dari stable adhesion akan diikuti oleh suatu periode panjang
ketika trofoblas menginvasi uterus (Norwitz et al, 2001).
Seperti halnya sistem biologis yang lain dengan stable adhesion akan
segera diikuti invasi, seperti ekstravasasi lekosit dan sel tumor. Perubahan
commit to user
10
Invasi sitotrofoblas menimbulkan suatu penurunan ekspresi dari reseptor
adhesi khusus cytotrofoblas stem cells dan suatu peningkatan ekspresi
reseptor adhesi khusus sel vaskuler. Di samping memungkinkan
sitotrofoblas di sepanjang vaskuler maternal untuk melakukan penyamaran
(masquerade) sebagai sel vaskuler, reseptor ini juga memperbaiki
kemampuan sel trofoblas untuk menginvasi uterus (Clark et al, 2010).
Periode embrionik dimulai sejak dua minggu setelah fertilisasi sampai
dengan minggu kedelapan setelah fertilisasi. Periode ini disebut juga
periode organogenesis adalah waktu ketika masing-masing dari ketiga
lapisan germinativum, ektoderm, mesoderm dan endoderm menghasilkan
sejumlah jaringan dan organ spesifik. Pada akhir masa mudigah ini
sistem-sistem organ utama telah terbentuk sehingga pada akhir bulan kedua
gambaran utama bagian-bagian eksternal tubuh sudah dapat dikenali.
Ektoderm sebagai lapisan terluar akan berkembang menjadi bentuk kulit,
sistem saraf, rambut, kuku. Mesoderm sebagai lapisan tengah akan
berkembang menjadi tulang, otot dan sistem sirkulasi. Dan terakhir
endoderm, lapisan terdalam akan membentuk kelenjar, saluran kencing dan
saluran pencernaan. Periode fetus dimulai sejak mulainya minggu
kesembilan setelah fertilisasi dan berlanjut sampai dengan lahir. Dan produk
kehamilan pada masa ini disebut fetus. Selama periode ini terjadi terus
commit to user
11
2.2. Sistem Imun dalam Kehamilan
Sistem imun adalah suatu organisasi yang terdiri atas sel-sel dan
molekul-molekul yang memiliki peranan khusus dalam menciptakan suatu
sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi atau benda asing. Terdapat dua
jenis respon imun yang berbeda secara fundamental, yaitu (1) respon yang
bersifat innate (alami/ nonspesifik), yang berarti bahwa respon imun
tersebut akan selalu sama seberapa pun seringnya antigen tersebut masuk
kedalam tubuh; dan (2) respon yang bersifat adaptif (didapat/ spesifik), yang
berarti bahwa akan terjadi perubahan respon imun menjadi lebih adekuat
seiring dengan semakin seringnya antigen tersebut masuk kedalam tubuh
(Sarwono, 2008).
commit to user
12
Respon imun yang bersifat innate biasanya akan menggunakan (1)
sel yang bersifat fagositik seperti neutrofil, monosit, dan makrofag; (2)
sel-sel yang akan menghasilkan mediator-mediator inflamasi seperti basofil, sel-sel
mast, dan eosinofil; dan (3) sel Natural Killer (NK). Selain itu, sistem
respon innate juga memiliki molekul-molekul, seperti komplemen, protein
fase akut, dan sitokin. Sementara itu, respon adaptif akan terlihat dengan
adanya proliferasi sel-sel limfosit T dan B. Sel limfosit B akan
menghasilkan antibodi, sementara sel limfosit T akan membunuh patogen
intraselular dengan cara mengaktifkan makrofag atau membunuh secara
langsung sel-sel yang terinfeksi oleh virus (Venstra, 2003).
Sistem imun dalam tubuh manusia akan bereaksi apabila mampu
mengenali kuman ataupun benda asing yang masuk kedalam tubuh. Sistem
imun akan mampu mengenali apabila kuman atau benda asing tersebut dapat
menempati (dikenali) reseptor-reseptor yang ada pada sel-sel imun innate
ataupun adaptif. Molekul-molekul yang dapat dikenali oleh
reseptor-reseptor sel-sel imun disebut sebagai antigen. Antigen tersebut juga sangat
bervariasi, mulai dari yang hanya memiliki struktur kimia yang sederhana
hingga yang memiliki struktur kimia yang kompleks. Lokasi tempat
berikatan reseptor dengan molekul-molekul tersebut ukurannya sangat
terbatas. Oleh karena itu, pada molekul-molekul dengan struktur yang
kompleks hanya mengenali sebagian kecil dari bagian struktur yang
commit to user
13
struktur yang kompleks akan memiliki epitop yang bervariasi (mosaik)
(Chodoury, 2000).
Mikroorganisme yang ditemukan sehari-hari oleh seorang manusia
yang sehat umumnya tidak akan menimbulkan gejala penyakit sama sekali,
karena umumnya akan berhasil dikenali dan dihancurkan oleh respon imun
innate dalam hitungan menit atau jam. Untuk dapat bekerja dengan efektif
reseptor imun innate harus mampu mendeteksi antigen-antigen yang bersifat
asing (non-self). Namun, berbeda dengan reseptor yang ada pada respon
imun adaptif, maka dalam respon imun innate reseptor-reseptor yang ada
relatif lebih terbatas dan konstan dari generasi ke generasi. Meski demikian
sistem imun innate tetap mampu mengenali mikroorganisme walaupun
tingkat mutasi yang terjadi pada mikroorganisme tersebut cukup tinggi
kejadiannya. Hal ini disebabkan oleh (1) reseptor-reseptor tersebut hanya
akan mengenali pola-pola molekul tertentu yang dimiliki oleh sebagian
besar mikroorganisme; (2) pola-pola molekul tersebut harus merupakan
suatu produk yang akan mempengaruhi patogenitas serta survival dari
mikroorganisme tersebut, sehingga akan selalu dikonservasi dan jarang
mengalami mutasi; (3) struktur-struktur yang akan dikenali tersebut harus
berbeda dengan self antigen; (4) molekul-molekul yang dikenali tersebut
harus merupakan pertanda dari patogenisitas (Pathogen Associated
Molecular Patterns = PAMPs). Meski demikian, reseptor-reseptor imun
innate akan kesulitan apabila patogen tersebut berkembang biak didalam sel
commit to user
14
virus. Namun, karena sistem imun kita bersifat redundancy yang berarti
mekanisme yang satu akan selalu dilapis oleh mekanisme yang lain, maka
infeksi virus tersebut tetap dapat dikenali oleh sistem imun innate dengan
cara mengenali perubahan yang terjadi pada membran sel yang terinfeksi
atau mendeteksi terjadinya perubahan pada petanda self antigen, yaitu
Human Leukocyte Antigen (HLA) (Kwak Kim, 2009).
Apabila mikroorganisme tersebut mampu untuk mengatasi hadangan
dari sistem imun innate, maka akan dihadapi oleh sistem oleh sistem imun
adaptif. Mikroorganisme beserta produk-produknya yang berada di
ekstraseluler akan dikenali oleh reseptor-reseptor yang ada pada sel limfosit
B, dalam hal ini adalah antibodi. Sementara untuk mikroorganisme yang ada
yang berada di intrasel. Produk-produknya akan dikenali oleh
reseptor-reseptor dari limfosit T (T cell receptor = TCR). TCR akan mengenali
fragmen-fragmen peptida yang berasal dari mikroorganisme intrasel dan
dipresentasikan oleh HLA pada permukaan sel atau sel-sel khusus yang
disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC) seperti sel dendritik,
makrofag, dan limfosit B (Tripathi, 2007).
Untuk menjamin agar sistem imun adaptif hanya bereaksi pada
mikroorganisme atau benda asing yang berbahaya saja sistem imun
membuat sistem pengendali diantaranya adalah pengawasan terhadap sel T,
yaitu hanya sel T yang tidak bereaksi terhadap self antigen yang dapat
masuk kedalam sistem sirkulasi perifer melalui mekanisme seleksi sel T di
commit to user
15
yang dipresentasikan oleh APC, hanya dengan kehadiran molekul
konstimulator sajalah maka sel T akan bereaksi. Molekul kostimulator
tersebut akan terpicu apabila reseptor pada sistem imun innate teraktivasi
(Choudhury, 2000).
Selama sepuluh abad terakhir, telah banyak dilakukan usaha untuk
menjelaskan mengapa tandur janin semialogenik dapat bertahan hidup.
Salah satu penjelasan paling awal didasarkan pada teori imaturitas antigenik
mudigah-janin. Tetapi hal ini ditolak oleh Billingham yang memperlihatkan
bahwa antigen-antigen transplantasi (HLA) sudah ditemukan pada masa
mudigah paling dini. Trofoblas adalah satu-satunya sel konseptus yang
berkontak langsung dengan jaringan atau darah ibu dan jaringan ini secara
genetis identik dengan jaringan janin. Penjelasan lain didasarkan pada
berkurangnya responivitas imunologis wanita hamil. Namun tidak terdapat
bukti untuk hal ini selain hanya sebagai suatu faktor pendukung. Pada
penjelasan ketiga, uterus (desidua) diperkirakan sebagai suatu jaringan yang
memiliki keistimewaan imunologis. Hal ini jelas akan menyingkirkan
adanya catatan-catatan kasus kehamilan ektopik lanjut. Jelaslah, imunitas
transplantasi dapat terpicu dan diekspresikan di uterus seperti halnya di
jaringan lain. Dengan demikian, penerimaan dan kelangsungan hidup
konseptus haruslah dikaitkan dengan sifat imunologis trofoblas yang unik,
commit to user
16 2.3. Fetal Death
2.3.1. Pengertian
Menurut WHO (World Health Organization) definisi fetal death
adalah kematian dari produk kehamilan didalam rahim sebelum terjadinya
ekspulsi lengkap atau terjadinya tindakan kuretase dari ibu hamil, tidak
memperhitungkan durasi kehamilan dan bukan suatu kehamilan yang
diterminasi secara induksi. Kematian terbukti dengan adanya fakta bahwa
setelah ekspulsi atau kuretase, fetus tidak bernafas atau menunjukkan
tanda-tanda lain kehidupan seperti detak jantung, pulsasi dari tali pusat, atau
pergerakan dari otot volunter. Detak jantung dibedakan dari kontraksi
jantung sementara dan pernafasan dibedakan dari usaha pernafasan yang
cepat atau terengah-engah (WHO, 2003).
Tingkat kelahiran mati berkurang secara substansial sejak tahun
1950-an (20 per 1000 kelahir1950-an) hingga tahun 1980-1950-an deng1950-an ad1950-anya
peningkatan kualitas perawatan untuk kondisi seperti diabetes, aloimunisasi
sel darah merah, dan preeklampsia. Namun demikian, angka kelahiran mati
relatif stabil selama 20 tahun terakhir, mencapai sekitar 6,4 dari 1.000
kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 2002. Di sisi lain, kematian bayi
berkurang lebih dari 30% dalam 20 tahun terakhir. Di Amerika Serikat pada
tahun 2001, tercatat sebanyak 26.373 kematian janin dibandingkan dengan
27.568 kematian bayi. Dengan demikian, kematian janin saat ini
bertanggung jawab terhadap 50% dari seluruh kematian perinatal.
commit to user
17
cukup besar pada angka kematian janin. Pada tahun 2001, wanita
Afrika-Amerika menderita angka kelahiran mati 12,1 per 1000 kelahiran
dibandingkan dengan 5,5 per 1000 kelahiran untuk wanita kulit putih
(Silver, 2007).
2.3.2. Etiologi
Etiologi dari fetal death tidak diketahui sebanyak 25-65% dari seluruh
kasus. Pada kasus-kasus dimana dengan jelas terindentifikasi, penyebab
fetal death dibedakan menurut fetal, maternal dan patologi plasenta.
Sebanyak 64,9% disebabkan oleh patologi plasenta (Korteweg, 2009). Meta
analisis dari penelitian dengan jumlah populasi 96 orang menunjukkan
obesitas pada maternal sebagai peringkat tertinggi untuk faktor risiko yang
dapat dimodifikasi untuk stillbirth. Usia maternal > 35 tahun dan wanita
perokok juga dilaporkan signifikan. Diabetes pregestasional serta
preeklampsia juga memegang kontribusi utama pada stillbirth (Flenady,
2011).
Etiologi fetal death berdasarkan maternal, fetal dan plasenta (Lindsey,
2011):
a. Maternal
1. Postdate
2. Diabetes tidak terkontrol
3. Sistemik Lupus eritomatous
4. Sindrom Anti posfolipid
commit to user
18
6. Hipertensi
7. Hemoglobinopathy
8. Usia ibu tua (>35 tahun)
9. Rh disease
10. Ruptur uterina
11. Trauma
12. Inherited thrombophilias
b. Fetal
1. Janin kembar
2. IUGR (Intra Uterine Growth resctriction)
3. Abnormalitas congenital
4. Abnormalitas genetika
5. Infeksi (ie, parvovirus B19, CMV, Listeria)
6. Hydrops
c. Placenta
1. Cord accident
2. Solusio plasenta
3. Ketuban pecah dini
4. Vasa previa
5. Fetomaternal hemorrhage
6. Insufisiensi plasenta
Faktor risiko (mempunyai nilai prediksi lemah) (Lindsey, 2011):
commit to user
19
b. Usia ibu tua (>35 tahun)
c. Riwayat fetal death
d. Riwayat infertil
e. Riwayat anak kecil masa kehamilan
f.Obesitas
g. Usia suami tua
2.3.3. Klasifikasi
Seringkali sulit untuk menentukan sebab yang “pasti” dari kematian
janin. Pertama, banyak faktor risiko terkait kematian janin dalam
studi-studi epidemiologi yang ditemukan pada wanita normal dengan kehamilan
yang tidak memiliki komplikasi. Kedua, sebagian besar studi mengenai
kematian janin tidak mencakup kontrol, sehingga menimbulkan kesulitan
dalam memastikan adanya peran potensial abnormalitas terhadap kelahiran
mati. Sebagai contoh, trombofilia yang bersifat heritable kerap hadir pada
wanita yang melahirkan bayi dalam keadaan hidup. Berdasarkan kasus
tersebut, uji trombofilia yang positif dalam kasus kematian janin, terutama
tanpa bukti adanya insufisiensi plasenta, tidak membuktikan adanya
kausalitas. Ketiga, sejumlah kondisi dapat terjadi secara simultan. Jika
misalkan janin yang lahir mati dengan trisomi 13 memiliki bukti adanya
infeksi streptokokus kelompok B, maka kematian janin tersebut
disebabkan oleh infeksi atau aneuploidy janin. Terkadang kematian janin
dapat disebabkan oleh interaksi atau efek tambahan dari dua atau lebih
commit to user
20
ekstensif, nyaris tidak mungkin untuk memastikan penyebab kematian
janin. Kehilangan yang tidak dapat dijelaskan seperti ini cukup umum
ditemui, terutama untuk kelahiran mati pada trimester ketiga (Neilson,
2007).
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengkategorikan penyebab
dari kematian janin rata-rata lebih dari 20 minggu usia kehamilan
menggunakan sistem klasifikasi. Belum ada satupun yang dapat diterima
secara universal, dan kesemuanya memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing. Kesimpangsiuran lebih lanjut muncul dari penggunaan
definisi kematian janin yang berbeda-beda antarsistem, dan penyertaan
kematian neonatal dalam beberapa (tetapi tidak semua) skema klasifikasi.
Skema klasifikasi yang populer meliputi klasifikasi klinikopatologis
Aberdeen dan skema klasifikasi Wigglesworth yang mungkin paling
umum digunakan saat ini. Baru-baru ini, Gardosi dan koleganya
mengembangkan sistem baru yang mengurangi proporsi kelahiran mati
yang tidak dapat dijelaskan secara substansial dibandingkan dengan skema
klasifikasi tradisional. Akan tetapi, sistem ini menggunakan proporsi yang
sangat besar (43%) dari kematian karena restriksi pertumbuhan janin (fetal
growth restriction), yang mungkin lebih merupakan keterkaitan
(association) dibandingkan sebab (cause) dari kematian janin (lihat di
bawah ini). Saat ini terdapat dialog yang sedang berlangsung di antara para
peneliti di seluruh penjuru dunia untuk menciptakan persetujuan mengenai
commit to user
21
janin dan penelitian terhadap penyebabnya serta pencegahan kematian
janin.
Penting untuk membedakan antara kondisi memang sudah jelas dan
pasti menyebabkan kematian janin dan kondisi-kondisi lain yang berkaitan
dengan kondisi tersebut. Kondisi-kondisi lain ini terdapat dalam banyak
kasus kelahiran hidup dan tidak selalu menyebabkan kematian janin yang
tidak dapat dihindari. Pembedaan ini tidak hanya secara akademis; tetapi
juga memiliki implikasi penting untuk praktek klinis dan konseling pada
pasangan yang mengalami kematian janin.
Fetal death menurut WHO diklasifikasikan sebagai early,
intermediate, dan late fetal death, berdasarkan umur kehamilan. Fetal death
pada umur kehamilan 28 minggu atau lebih diklasifikasikan kedalam late
fetal death. Intermediate fetal death adalah fetal death yang terjadi lebih
dari usia kehamilan 20 minggu dan kurang dari usia kehamilan 28 minggu.
Sedangkan early fetal death diklasifikasikan fetal death yang terjadi
kurang dari 20 minggu usia kehamilan, walaupun beberapa kalangan
memakaii batasan umur kehamilan 24 minggu (WHO 2003).
2.3.4. Diagnosis
Kematian janin dapat berhubungan dengan terhentinya pergerakan
janin yang dirasakan sebelumnya atau berkurangnya gejala-gejala yang
berhubungan dengan kehamilan seperti mual. Dalam beberapa kasus,
wanita akan mengalami perdarahan, kram, atau persalinan. Meski
commit to user
22
perdarahan atau kontraksi, dan kematian janin dapat mendahului
gejala-gejala klinis pada waktu yang bervariasi dan seringkali berkepanjangan.
Diagnosis yang jelas dapat dicapai dengan ultrasonografi real-time yang
dapat mengkonfirmasi adanya janin dan tidak terdapatnya denyut jantung
pada janin. Jika pengguna USG yang bersangkutan belum berpengalaman,
diagnosis sebaiknya dikonfirmasi oleh otoritas lain yang memiliki keahlian
yang dibutuhkan (Robert Silver, 2007).
2.4. Ekspresi Human Leukocyte Antigen-G (HLA-G) pada early fetal death
Hampir 50 tahun yang lalu, Sir Peter Medawar menyatakan bahwa
solusi terhadap teka-teki alograf janin mungkin dapat dijelaskan oleh adanya
suatu netralitas imunologis. Bahkan Witebsky dan Reich telah menemukan
bahwa trofoblas manusia tidak memiliki antigen-antigen golongan darah.
Kemudian, banyak periset memfokuskan diri pada penentuan ekspresi
antigen-antigen kompleks histokompabilitas mayor (major histocompability
complex, MHC) di trofoblas. Antigen leukosit manusia (Human Leukocyte
antigen, HLA), berdasarkan kesepakatan internasional, adalah analog
kompleks histokompabilitas mayor pada manusia (Rizzo, 2011).
Antigen MHC kelas II tidak ditemukan di trofoblas pada semua tahap
gestasi (Veenstra, 2003). Pada mencit, sebelum implantasi blastokista,
antigen MHC kelas I di trofektoderm diekspresikan dengan kadar rendah,
tetapi antigen-antigen ini lenyap pada saat implantasi, dan tidak akan
muncul kembali hingga kemudian di plasenta matang pada subpopulasi
commit to user
23
trofoblas terhadap endometrium atau desidua dan arteri spiralis ibu suatu
mekanisme yang memungkinkan namun kemudian membatasi invasi
trofoblas. Mereka menyarankan bahwa sistem semacam itu melibatkan
limfosit granular besar (Large Granular Lymphocyte, LGL) uterus dan
ekspresi unik gen HLA kelas I monomerik spesifik (atau ketiadaannya) di
trofoblas (Hunt et al, 2000).
Gen-gen HLA adalah produk dari lokus-lokus genetik MHC yang
terletak di lengan pendek kromosom 6. Terdapat 17 gen HLA kelas I, yang
terdiri dari tiga gen klasik. Tiga gen klasik tersebut- A, B,
HLA-C - mengkode antigen transplantasi mayor kelas I(a). Tiga gen kelas I(b)
lainnya, yang disebut HLA-E, HLA-F, HLA-G juga mengkode antigen
HLA kelas I. Sekuens DNA sisanya tampaknya merupakan pseudogen atau
fragmen gen parsial (Favier, 2007).
Keberadaan antigen kelas I di sitotrofoblas dapat dijelaskan oleh
ekspresi sebuah gen tunggal untuk HLA-G. Karena HLA-G bersifat
monomerik (atau hampir menyerupai demikian), antigen ini dianggap
sebagai bagian dari ‘diri’ (self) sehingga seyogyanya tidak memicu respon
imunologis oleh sel-sel imun ibu terhadap trofoblas janin yang
mengekspresikan HLA-G. Ekspresi gen ini mungkin dirangsang oleh
hipoksia. Untuk menjelaskan ekspresi HLA-G, kita perlu memahami sifat
populasi limfosit yang tidak lazim pada desidua manusia (Kilburn dkk,
commit to user
[image:40.595.136.524.133.486.2]24
Gambar 2.4.1. HLA-G diekspresi di trofoblas (Favier, 2007)
Selama kehamilan, sistem imun ibu selalu mengadakan kontak
langsung dengan sel dan jaringan janin yang bersifat semi alogenik. Oleh
karena itu, harus terdapat berbagai mekanisme untuk memodulasi dan
mengurangi respon sistem imun maternal terhadap stimulus di atas. HLA-G
menghambat lisis sel yang diinduksi oleh sel T dan sel NK melalui interaksi
langsung dengan reseptor ILT2, ILT4, KIR2DL4 sehingga sel trofoblas
yang invasif akan mengekspresikan HLA-Ib pada permukaan selnya dan
akhirnya tidak mengalami lisis yang dipicu oleh sel NK. Kuatnya ekspresi
HLA-G pada sel trofoblas sangat invasif jika digabungkan dengan ekspresi
HLA-E dan HLA-F dalam palsenta akan menghambat terjadinya komplikasi
commit to user
25
HLA-G memiliki kode protein yang hampir monomorfik, yang
berlawanan dengan HLA kelas Ia dan II yang sangat polimorfik. Pada
HLA-G, polimorfisme terdapat pada regio pengatur pada ujung 5’ (5’ URR) dan
regio 3’ yang tidak mengalami transkripsi (3’ UTR). Lima belas alel telah
ditetapkan oleh komite nomenklatur WHO untuk berbagai faktor yang
terdapat pada sistem HLA. Namun demikian, hanya lima protein HLA-G
dengan substitusi asam amino sederhana yang dijelaskan dalam literatur.
Dua di antaranya adalah produk substitusi pada exon 2 (yaitu alel G*0101
dan G*0103), satu pada exon 3 (alel G*1040X), dan satu lagi pada exon 4
(alel G*0106) (Moreau, 2008).
commit to user
26
Limfosit granular besar diperkirakan adalah sel limfoid, berasal dari
sumsum tulang, dan merupakan turunan sel natural killer (NK). Sel-sel ini
terdapat dalam jumlah besar hanya pada fase midluteal siklus- pada waktu
diharapkan terjadinya implantasi. LGL ini memiliki fenotipe tertentu yang
ditandai oleh tingginya konsentrasi CD56 atau neural cell adhesion
molecule di permukaannya (Johnson dkk, 1999; Hunt, 2000).
Menjelang akhir fase luteal pada siklus ovulatorik nonfertil, inti sel
LGL mulai mengalami disintegrasi. Apabila terjadi implantasi blastokista,
sel-sel ini akan menetap di desidua selama minggu-minggu pertama
kehamilan. Namun pada kehamilan aterm, LGL yang ada di desidua relatif
sedikit. Diperkirakan bahwa LGL terlibat dalam pengendalian invasi
trofoblas. Sel-sel ini mengekspresikan sejumlah besar granulocyte
macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF), yang mengisyaratkan
bahwa LGL pada desidua trimester pertama berada dalam keadaan aktif,
GM-CSF berfungsi terutama bukan untuk mendorong replikasi trofoblas
tetapi lebih untuk mencegah apoptosis trofoblas. Menurut teori itu, LGL dan
bukan limfosit T-lah yang terutama bertanggung jawab atas ketahanan
imunologik di desidua (Hunt 2005).
HLA-G diekspresikan hanya pada manusia. Bahkan antigen HLA-G
hanya ditemukan pada sitotrofoblas ekstravilus di desidua basalis dan korion
leave. HLA-G tidak terdapat di trofoblas vilus, baik di sinsitium maupun
sitotrofoblas. HLA-G diekspresikan di sitotrofoblas yang berhubungan
commit to user
27
suatu bentuk iso utama yang larut, HLA-G2 (Hunt dkk, 2000).
Dihipotesiskan bahwa HLA-G secara imunologis bersifat permisif terhadap
ketidakcocokan antigen antara ibu dan janinnya (Bouteiller dkk, 2007).
Bahkan Goldman-Wohl dkk (2000) memberikan bukti adanya ekspresi
abnormal HLA-G di trofoblas ekstravilus pada wanita dengan preeklampsia.
Janin merupakan semiallogenic graft karena dihasilkan dari kontribusi
ibu dan ayah. Meskipun aloantigen fetal yang dikode oleh gen ayah dapat
memprovokasi respon maternal sehingga janin dapat ditolak, namun hal ini
tidak terjadi dan keadaan ini dikenal dengan istilah immunological paradox
of pregnancy. Keajaiban ini merupakan tantangan dalam bidang imunologi.
Toleransi ibu terhadap janin dapat diterangkan dengan teori reaksi alogenik
yang bersifat bipolar, yaitu merusak dan reaksi penguat. Efek merusak
seperi reaksi penolakan ditemui misalnya pada transplantasi. Dihasilkan zat
antibodi yang bersifat sitotoksik dan merusak target antigenik. Efek penguat
(enhancing effect) bekerja dengan cara memberi respon humoral yang dapat
mengimbangi reaksi penolakan dan menimbulkan efek positif pada target
antigenik. Reaksi fasilitasi ini pada kehamilan lebih dominan daripada
reaksi merusak (Roussev, 2007).
Enhancing non-complement-fixing-antibodies dan sel-sel supresor
membantu acceptance embrio dengan mencegah lisis sel yang dimediasi
komplemen dan mengblokade reaksi alogenik, baik dengan menutupi
aloantigen maupun melalui fungsi idiotype antibody network. Apabila
commit to user
28
oleh tubuh ibu. Teori bahwa reaksi fasilitasi melebihi reaksi penolakan ini
telah diikuti oleh sejumlah besar peneliti yang memfokuskan diri pada
mekanisme yang memediasi respon spesifik tersebut.
Veenstra (2003) mengemukakan teori imunotropik, dimana
perkembangan normal plasenta disebabkan oleh pengaruh sitokin-sitokin
seperti GM-CSF, TGF-β, dan IL-3, kehamilan terjadi perubahan ekuilibrium
Th1/Th2 sehingga sitokin Th2 (IL-4, IL-5, dan IL-10) menjadi predominan
terhadap sitokin tipe Th1 (IL-2 dan IFN-), dan membantu embrio yang
sedang berkembang dengan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi plasenta
serta mencegah reaksi sitotoksik anti trofoblas.
Pentingnya peranan sitokin dalam simbiosis maternal-fetal telah
dilaporkan selama tahun-tahun berikutnya. Meskipun demikian, stimulus
antigenik trofoblastik, yaitu sel-sel maternal yang terstimulasi untuk
dimulainya enhancing respone, dan faktor-faktor pasti yang memodulasi
pergeseran Th2 masih belum jelas. Beberapa penelitian telah menyelidiki
signifikansi molekul-molekul beberapa sistem antigenik, yang diekspresikan
pada trofoblas (MHC, antigen-antigen eritrosit, protein regulasi komplemen,
reseptor-reseptor Rc, berbagai isoenzim, molekul adhesi, protein R80k, dan
sebagainya), namun tidak ada antigenisitas spesifik yang terbukti. Meski
demikian, molekul-molekul trofoblastik spesifik dan berbagai protein yang
dihasilkan oleh trofoblas tampaknya memodulasi pola sitokin ke arah
ekspresi sitokin-sitokin Th2. Hsp, pregnancy-specific β1-glycoprotein, dan
commit to user
29
endometrial untuk menghasilkan IL-10, yang membantu pergeseran Th-2.
Sel-sel desidua kemungkinan juga menghasilkan sitokin-sitokin Th2 dengan
kadar tinggi setelah berinteraksi dengan molekul DE1d trofoblastik yang
menyajikan antigen glikolipid pada populasi sel-sel spesifik yang
mengandung reseptor sel T dan sel NK. Selain itu, ikatan LIF yang
diproduksi oleh sel-sel desidua terhadap reseptornya (LIF-R) pada
sinsitiotrofoblas kemungkinan membantu pertumbuhan dan differensiasi
plasenta serta pergeseran Th-2. Pada akhirnya, HCG yang dihasilkan oleh
trofoblas menginduksi produksi progesteron oleh korpus luteum. Melalui
suatu protein imunoregulator yang dikenal sebagai progesterone-induced
blocking factor (PIBF) progesterone kemungkinan menginduksi
dihasilkannya IL-2 oleh limfosit sehingga meningkatkan respon Th2
(Boutellier, 2007).
Konsep pergeseran Th2 sebagai konsep tunggal dalam pemeliharaan
kehamilan harus dipandang sebagai penyederhanaan mekanisme-mekanisme
pembantu kehamilan yang dimediasi sitokin pada antarmuka fetomaternal.
Hal lain yang tidak dapat diabaikan adalah pada tahap-tahap pertama
kehamilan, IFN-, sebuah sitokin Th1, turut berkontribusi terhadap
perkembangan vaskuler dan remodelling arteria spiralis uterina yang
diperlukan untuk implantasi dan keberhasilan gestasi. Selain itu, harus
diingat pula bahwa jaringan sitokin pada antarmuka fetomaternal sangatlah
kompleks dan embrio telah digambarkan sebagai ‘bathing in the sea of
commit to user
30
produksi sitokin Th2, Th1, dan sitokin-sitokin lainnya (IL-2, IL-15, IL-18),
kemokin, dan growth factors yang mengendalikan differensiasi dan aktivasi
sel imun secara lokal. Sebuah sitokin yang mengendalikan pergeseran
kearah respon Th1 (IL-12) koeksis dengan sitokin lainnya yang membantu
respon Th-2 (IL-10) dan hal ini kemungkinan diatur oleh faktor-faktor
regulasi primer yang bersifat kompetitif. Peran regulasi dan kompetitif ini
dimainkan oleh hormon-hormon seperti (hCG, progesteron, dan relaxin),
yang sekresinya diinduksi oleh sitokin pada saat bersamaan ketika
hormon-hormon tersebut mengendalikan sekresi sitokin. Sebagai contohnya,
sitokin-sitokin tipe Th2 menginduksi sekresi hCG oleh trofoblas, yang akan
menstimulasi korpus luteum untuk menghasilkan progesterone.
Progesterone meningkatkan produksi sitokin-sitokin Th2 yang berkompetisi
dengan relaxin (yang juga diproduksi oleh korpus luteum dan meningkatkan
produksi sitokin- sitokin Th 1 (LeMaoult, 2005).
Walaupun sitokin-sitokin Th-2 merupakan ciri khas respon imun
dalam kehamilan normal, pergeseran Th-2 hanyalah bagian dari respon
imun yang khusus. Berbagai mekanisme yang berbeda bekerja secara lokal
atau dari tempat lain untuk menjamin toleransi sistem imun maternal
terhadap tandur semialogenik tersebut. Oleh sebab itu, toleransi dimodulasi
oleh efek kumulatif dari faktor-faktor preimplantasi, molekul-molekul yang
diekspresikan pada trofoblas, serta sel-sel imun desidual. Perubahan yang
terjadi pada faktor-faktor metabolik, hormon, dan sitokin ketika ovulasi,
commit to user
31
genitalia maternal dan menyiapkan uterus untuk implantasi blastokista.
Molekul-molekul trofoblastik dapat dikenali oleh sel-sel imun maternal
secara spesifik sebagai aloantigen atau dapat bertindak sebagai
molekul-molekul penyaji antigen, ataupun memiliki fungsi
imunosupresif/imunomodulator. Sel-sel imun desidual dapat meregulasi
respon imun melalui produksi sitokin dan growth factors serta pengenalan
molekul-molekul trofoblastik spesifik, supresi reaksi-reaksi sitotoksik dan
kontrol trophoblast invention dan toksisitas sel NK (Hviid, 2006).
Terdapat beberapa mekanisme imunosupresif spesifik dan mekanisme
penghambat sitotoksisitas yang berkontribusi terhadap toleransi fetal yang
telah dikemukakan. Sperma dapat mempromosi imunosupresi lokal melalui
prostaglandin,sedangkan TGF-β yang terkandung dalam plasma seminalis
kemungkinan memegang peranan penting dalam menyediakan sinyal-sinyal
antigenik dan lingkungan yang diperlukan untuk produksi GM-CSF oleh
epitel uterus dan dimulainya respon imun yang sesuai terhadap konseptus
apabila terjadi kehamilan. Sistem imun bawaan maternal merupakan sistem
pertama yang berinteraksi dengan embrio dan bereaksi secara aktif terhadap
embrio dengan menimbulkan respon inflamasi , yang kemungkinan
membantu kondisi untuk toleransi. Makrofag desidual meskipun memiliki
kecenderungan untuk teraktivasi dengan menghasilkan sitokin-sitokin
antiinflamasi, kemungkinan memiliki aktivitas imunosupresif dan
kemampuan untuk menyajikan antigen (antigen presenting capacity).
commit to user
32
indoleamin 2,3 deoksigenase (IDO), yakni enzim katabolisme triptofan.
IDO yang diekspresikan oleh sel-sel trofoblas kemungkinan mengkatabolisir
triptofan dalam sel imun plasenta (sel T maternal) dan mencegah
sel-sel tersebut untuk mengaktivasi respon imun antifetal. Mekanisme apoptosis
juga kemungkinan turut berperan dalam proteksi embrio. Salah satu
contohnya adalah molekul CD95 (FasL) (ligan CD95(fas)) pada sel-sel
trofoblas, yang memproteksi embrio melalui induksi apoptosis limfosit T
CD95+ . Modulasi imunitas plasenta lokal selama kehamilan diperankan
oleh HLA-G, yang distribusinya terbatas pada plasenta. Diduga bahwa
HLA-G adalah molekul imunosupresif yang menginduksi apoptosis limfosit
T sitotoksik teraktivasi (CTL) dan men-downregulate proliferasi sel-sel
T-helper. Selain itu, molekul-molekul HLA-G solubel kemungkinan
menghambat reseptor padaCTL dan mencegah kerjanya pada sel-sel target
yang mengekspresikan aloantigen paternal (Norwitz, 2001).
Berbeda dengan kehamilan normal, pada abortus terjadi predominasi
respon tipe Th-1 atau berkurangnya produksi sitokin-sitokin Th-2. Sebagai
respon terhadap adanya konseptus atau antigen lainnya, limfosit desidua
akan mengeluarkan sitokin Th-1 proinflamasi seperti IL-2, IFN-α, dan TNF
α, yang memiliki efek merugikan terhadap perkembangan embrio.
Penolakan fetus terjadi melalui proses inflamasi yang diinduksi reaksi
imunitas (hipersensitivitas tipe lambat yang mengakibatkan infiltrasi
limfosit pada trofoblas), degradasi jaringan (reaksi sitotoksik yang
commit to user
33
yang diproduksi oleh subpopulasi sel limfosit B spesifik), serta koagulasi
(upregulasi protrombinase fgl2 yang mengakibatkan vaskulitis sehingga
mempengaruhi suplai darah maternal terhadap embrio). Selain respon tipe
Th1 mekanisme lain yang diduga berperan sebagai respon terhadap
kehamilan normal telah dijumpai pula pada abortus (yaitu gangguan
katabolisme triptofan dan berkurangnya apoptosis) (Hunt, 2006).
Mekanisme spesifik mengenai penyebab penolakan fetus masih belum
dapat dijelaskan secara pasti, karena tidak ada mekanisme spesifik tunggal
yang diketahui penting untuk mempertahankan keberhasilan suatu
kehamilan. Diduga bahwa gangguan pada satu atau lebih mekanisme yang
menyebabkan toleransi pada kehamilan normal dapat terjadi pada keadaan
stress dan mengakibatkan reaksi penolakan fetus tersebut.
Gangguan-gangguan yang terjadi meliputi: a) tidak adanya faktor proimplantasi
imunosupresif pada traktus genitalis wanita, b) tidak adanya supresi spesifik
imunodependen pada lokasi pertemuan fetomaternal, c) ekspresi yang tidak
sesuai atau gangguan pengenalan molekul-molekul imunoregulator dan
trophoblastik oleh sel-sel desidua, termasuk gangguan pada NK
allorecognition system. Semua gangguan-gangguan tersebut, baik secara
sendiri-sendiri atau gabungan beberapa diantaranya, akan mengganggu
keseimbangan toleransi maternal terhadap embrio dan selanjutnya
mengakibatkan ‘penolakan’ dari sistem imun ibu, yang pada akhirnya
commit to user
[image:50.595.100.526.114.778.2]34 2.5. Kerangka Konseptual
Gambar 2.5 Kerangka konsep
Konsepsi (semialograft)
Implantasi
Trofoblas HCG
Korpus luteum
PIBF Progesteron
Limfosit T
HLA-G N/ ↑ HLA-G ↓
Receptor KIR2DL4 ILT2/ILT4
T regulator
NK cell ↓, CSF, LIF,
TNF β2, IL-3, IL-4,
IL-10, IL-13
NK cell ↑,
TNF-α, IFN-,
TGF β, IL-2
Hamil normal Fetal death
TH2 ↑,CTL ↓ TH1 ↑, CTL ↑
Keterangan
commit to user
35 2.5.1 Keterangan Kerangka Konsep
Konseptus merupakan jaringan semialograft (membawa antigen ayah)
dapat diterima atau ditolak oleh ibu. Trofoblas secara genetik identik dengan
jaringan janin. Trofoblas sudah dapat menghasilkan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin) yang fungsinya untuk memproteksi korpus luteum
agar tidak mati. Korpus luteum menghasilkan progesteron. Progesteron
menghasilkan PIBF (Progesteron Induced Blocking Factors) di limfosit
yang menekan proliferasi limfosit yang dipacu mitogen, aktivasi sel-sel NK,
dan produksi TNF oleh sel-sel NK. PIBF sangat berperan menghasilkan
limfosit T (dihasilkan oleh sumsum tulang) diaktivasi dalam thymus
menjadi T regulator yang bisa berubah menjadi Th1 atau Th2 (Fisher,
2005).
Pada ekstravillous sitotrofoblas dihasilkan HLA-G. Yang apabila
kadarnya cukup atau meningkat akan berikatan dengan reseptor KIR2DL4,
ILT-2, dan ILT-4 sehingga meningkatkan produksi sitokin Th2 dan
menurunkan Th1 dan respon CTL (allocytotoxic T Lymphocyte). Dilain
pihak apabila kadar HLA-G kurang akan meningkatkan produksi Th1 dan
CTL. Th2 yang meningkat akan menekan aktivasi sel-sel NK, keluarnya
sitokin-sitokin yang menjaga pertumbuhan trofoblas yaitu IL-3, IL-4, IL-10,
IL-13 serta CSF (Colony Stimulating Factor) dan LIF (Leukimia Inhibiting
Factor). Apabila ekspresi HLA-G terjaga baik selama kehamilan maka
kehamilan dapat berkembang normal (Tripathi, 2007). Th1 yang meningkat
commit to user
36
yang bersifat merusak bagi trofoblas yaitu TNF-α, IFN-, TGF-β, dan IL-2.
Keadaan ini akan menyebabkan fetal death (Hunt, 2006).
2.6. Hipotesis
Terdapat perbedaan ekspresi HLA-G pada early fetal death dengan
commit to user
37 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini secara obervasional analitik dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah penelitian potong lintang (cross sectional study) dan
pendekatan uji klinis pada penderita early fetal death dan kehamilan normal.
[image:53.595.95.496.252.688.2]3.2 Rancangan Penelitian
Gambar 4.1 : Rancangan Penelitian
Maching: Tinggi badan, berat badan, umur, sistole, diastole, gula darah
sewaktu, SGOT, SGPT, Ureum, Hb, dan protein total. Populasi
Kriteria Inklusi
Kehamilan Normal
Dilakukan uji statistik perbedaan ekspresi HLA-G
dengan uji t independent
Kriteria Eksklusi
Early Fetal Death
Ekspresi HLA-G
Sampel
Kesimpulan
commit to user
38 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Sampling dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr.
Moewardi Surakarta sejak bulan November 2011 s/d Desember 2011.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi FK UNS Surakarta
pada bulan November 2011 s/d Desember 2011.
3.4. Subjek Penelitian.
Subjek pada penelitian ini adalah penderita early fetal death yang
menjalani dilatasi dan kuretase dan kehamilan normal, yang melahirkan
baik pervaginam di kamar bersalin RS Dr Moewardi Surakarta selama
bulan November 2011-Desember2011.
3.4.1. Kriteria Inklusi
Kriteria untuk fetal death pada adalah:
1. Usia kehamilan ≥ 10 minggu sampai dengan usia kehamilan < 20
minggu.
2. Usia ibu 16-35 tahun.
3. Primigravida
4. Tidak menderita penyakit kronis seperti penyakit jantung,
penyakit ginjal, diabetes mellitus dan penyakit hati.
5. Belum pernah mendapatkan terapi.
6. Bersedia menandatangani lembar informed consent.
Sedangkan kriteria untuk kehamilan normal pada primigravida
adalah:
commit to user
39
2. Umur kehamilan aterm, janin tunggal, hidup, intrauterin,
memanjang, presentasi kepala, tidak ditemukan komplikasi
selama persalinan, janin dalam keadaan baik.
3. Tidak menderita hipertensi kronis, ketuban pecah dini, penyakit
jantung, penyakit ginjal, penyakit diabetes mellitus, serta penyakit
hati.
4. Bersedia menandatangani lembar informed consent.
3.4.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria ekslusi pada subjek penelitian antara lain:
1. Tidak bersedia menjadi subjek penelitian
2. Menderita hipertensi kronis
3. Ketuban pecah dini
4. Menderita penyakit jantung
5. Menderita penyakit ginjal
6. Penyakit diabetes mellitus
7. Menderita penyakit hati
Kelompok kasus adalah penderita early fetal death sedangkan
kelompok kontrol adalah kehamilan normal. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara pengambilan jaringan plasenta, sebanyak 16 sampel
jaringan penderita early fetal death dan 16 sampel jaringan plasenta
kehamilan normal kemudian dilakukan pengecatan dengan teknik
immunohistokimia stai