• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan jumlah bak budidaya cacing sutra (tubificidae) dengan memanfaatkan limbah budidaya ikan lele (clarias sp) sistem intensif terhadap kualitas air ikan lele dan produksi cacing sutra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbandingan jumlah bak budidaya cacing sutra (tubificidae) dengan memanfaatkan limbah budidaya ikan lele (clarias sp) sistem intensif terhadap kualitas air ikan lele dan produksi cacing sutra"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

8

Perbandingan jumlah bak budidaya cacing sutra (

tubificidae

) dengan

memanfaatkan limbah budidaya ikan lele (

clarias

sp) sistem intensif terhadap

kualitas air ikan lele dan produksi cacing sutra

The comparison of cultivation of tubs silk worms (tubificidae) by utilizing waste

cultivation of catfish (clarias sp) intensive systems on the quality of water catfish

and production of silk worms

Eddy Supriyono

1

, Dedi Pardiansyah

1,2*

, Diana Sriwisuda Putri

1

, Daniel Djokosetianto

1

1Laboratorium lingkungan, Akuakultur Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor

Jl. Agatis, Kampus IPB Dramaga Bogor, Telp. 0251-8628755,

2Program Studi Budidaya Perairan, Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu, .Jl. Jendral Sudirman Np. 185

Kota Bengkulu.Telp. 0736-344918, *Email korespondensi :dedi.pardiansyah@yahoo.co.id

Abstract. This objective of the research was to compare the number of blood worm production using catfish cultivation waste, while the water from catfish cultivation flowed to blood worm cultivation with recirculate system. This research were used 3 treatments and 2 replications, the treatment was 2, 4 and 6 containers of blood worm. The results showed that the highest water quality and biomass was 6 containers treatment with 1.4 kg m-2 weight gain.

Keywords: Catfish; silk worm; waste intensive farming.

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbandingan jumlah bak budidaya cacing sutra dengan memanfaatkan limbah budidaya lele sistem intensif terhadap kualitas air ikan lele dan produksi cacing sutra, dimana air dari media budidaya ikan dialirkan ke media pemeliharaan cacing sutra dengan sistem resirkulasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 2 ulangan, perlakuan yaitu Pemanfaatan 2 bak, 4 bak dan 6 bak cacing sutra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbaikan kualitas air budidaya lele dan produksi bobot biomassa tertinggi pada perlakuan 6 bak dengan pertumbuhan berat sebesar 1,4 Kg m-2.

Kata kunci: ikan lele; cacing sutra; limbah lele.

Pendahuluan

Budidaya sistem intensif menerapkan kepadatan yang tinggi, penambahan aerasi dan penggunaan pakan buatan dalam jumlah yang besar, tingginya penggunaan pakan buatan pada budidaya secara intensif akan mengakibatkan semakin tinggi pula akumulasi limbah N dalam media budidaya yang dapat mengganggu pertumbuhan ikan (Avnimelech, 1999). Limbah budidaya secara intensif berasal dari akumulasi residu organik yang berasal dari pakan yang tidak dimanfaatkan, ekskresi amoniak, feses, dan partikel-partikel pakan (Avnimelechet et al., 1995).

Produksi ikan lele secara nasional menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, sebagai gambaran antara tahun 2007 sampai 2011 kenaikan produksi berkisar 39,03% sampai 39,50% (KKP, 2012) dan ditargetkan produksi ikan lele secara nasional pada tahun 2014 akan terus meningkat. Untuk memenuhi target tersebut maka teknologi pembenihan khususnya pakan alami bagi larva perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Salah satu pakan alami yang sangat popular bagi larva atau benih ikan lele adalah cacing sutra, sebagai ilustrasi untuk menghasilkan 200.000-250.000 ekor benih ikan lele memerlukan 2 liter cacing sutra setiap hari. Oleh karena itu kebutuhan cacing sutera pada pembenihan lele juga meningkat seiring bertambahnya umur benih lele (Adlan, 2014).

Cacing sutra memiliki kandungan nutrien yang cukup tinggi yaitu protein (57%), lemak (13,3%), serat kasar (2,04%), kadar abu(3,6%) (Bintaryanto dan Taufikurohmah, 2013), oleh karena itu cacing sutra sangat baik untuk benih ikan (Priyadi et al., 2010). Marian dan Pandian (1989) menyatakan bahwa cacing sutra dapat tumbuh dengan baik pada perairan yang memiliki kandungan bahan-bahan organik tinggi dan dapat beradaptasi pada perairan dengan oksigen terlarut rendah.

(2)

9

Pasokan cacing sutra saat ini masih mengandalkan hasil tangkapan di alam sehingga tidak dapat dipastikan kualitas dan kuatitasnya karena sangat tergantung pada musim serta dikhawatirkan dapat menjadi agen pembawa penyakit dan bahan pencemar lainnya. Santoso dan Hernayanti (2004) melaporkan bahwa ada hubungan yang kuat antara kandungan logam berat di perairan dengan kadar logam berat dalam tubuh cacing sutra. Hal ini menunjukkan bahwa caing sutra yang diperoleh dari alam berpotensi membawa zat pencemar berbahaya dan selanjutnya akan terakumulasi pada ikan. Penelitian tentang budidaya cacing sutra di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa peneliti namun sampai saat ini belum diperoleh hasil yang maksimal untuk sampai taraf komersial karena produktivitasnya masih rendah atau dibawah 2,5 kg/m2(Findy, 2011) (Febriyani, 2012; Pardiansyah, 2014), sedangkan produksi

secara alami dapat mencapai 2,5 kg/m2. Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengetahui efisiensi

perbandingan jumlah bak budidaya cacing sutra dengan memanfaatkan limbah budidaya ikan lele sistem intensif terhadap kualitas lingkungan budidaya lele dan pertumbuhan cacing sutra.

Bahan dan Metode

Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Variabel bebas adalah perbedaan jumlah bak budidaya cacing, sedangkan variabel terikat adalah nilai kualitas air media pemeliharaan dan produksi cacing sutra. Pengamatan kualitas air di wadah budidaya lele dilakukan setiap 10 hari sekali, pengukuran dilakukan dengan prosedur sesuai APHA (2005). Parameter kualitas air yang diukur adalah; Suhu diukur dengan thermometer air raksa, Dissolved Oxigen (DO) diukur dengan menggunakan DO meter, pH diukur dengan menggunakan pH-meter, Total Solid Suspended (TSS), Volatile Suspended Solid (VSS), Amoniak, Total Ammonia Nitrogen (TAN), Nitrit dan Nitrat.

Unit percobaannya adalah bak plastik berukuran 0,5 m x 1 m sebanyak 9 unit dan masing-masing perlakuan dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diuji adalah:

Perlakuan A = Penggunaan 2 bak budidaya cacing sutra Perlakuan B = Penggunaan 4 bak budidaya cacing sutra Perlakuan C = Penggunaan 6 bak budidaya cacing sutra

Budidaya ikan lele

Budidaya ikan dilakukan pada bak plastik berukuran 2 m x 1m x 0,6 m dengan volume 800 L. Padat tebar 100 ekor/m2 dengan rata-rata biomass ± 5 g/ekor. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali berdasarkan

pada biomassa dengan jumlah ransum harian 3 % dari bobot ikan. Pakan yang digunakan adalah pakan komersil dengan kandungan protein 30-32%.

Budidaya cacing sutra

Budidaya cacing sutra dilakukan dengan menggunakan wadah berupa bak plastik dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 50 cm, dengan kedalaman 15 cm. Lapisan dasar wadah diberi lumpur kolam sedalam 3 cm dengan ketinggian air 2 cm. Cacing sutra diperoleh dari para pengumpul, kemudian bibit dibersihkan dan ditimbang sesuai dengan perlakuan sebelum ditebar secara merata ke media budidaya. Padat tebar yang digunakan adalah 2 mg/cm2.

Alian air yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem resirkulasi dengan debit air 0,05 l/detik. Air yang berasal dari wadah budidaya lele dialirkan ke wadah budidaya cacing dan kemudian kembali lagi kedalam wadah budidaya lele. Sampling dilakukan setiap 10 hari sekali dengan cara memasukkan pipa paralon berdiameter 3 cm ke dalam substrat sampai ke dasar wadah pada bagian inlet, tengah, dan outlet wadah. Cacing dipisahkan dari subtrat dengan cara mengambil sedikit demi sedikit substrat kemudian ditaruh pada kaca arlogi untuk mempermudah mengambil cacing yang berada di substrat tersebut.Cacing yang diperoleh dihitung, kemudian dibilas dengan air yang telah disiapkan, setelah semua cacing diambil kemudian di keringkan dengan tisu dan ditimbang.

Pemanfaatan bahan organik oleh cacing sutra

Pemanfaatan bahan organik oleh cacing sutra dilihat dari nilai VSS (Volatile Suspended Solid) pada bagian

inlet dan outlet pada bak budidaya cacing sutra, persentase pemanfaatan diukur beradasrkan selisih nilai inlet dan outlet

terhadap nilai inlet pada bak budidaya cacing sutra. Bobot biomasa dihitung dengan cara mencari selisih antar berat biomasa akhir dikurangi dengan berat biomassa awal.

(3)

10 Analisa data

Penambahan bobot biomasa dan pemanfaatan bahan organik oleh cacing sutra yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan One way analysis of variance (uji sidik ragam satu arah) dengan selang kepercayaan 95%. Untuk melihat perbedaan perlakuan maka dilanjutkan dengan menggunakan uji lanjut Duncan. Sedangkan Kualitas air dianalisa secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Kualitas air media budidaya lele

Hasil pengukuran TAN, Nitrit, Nitrat dan Amonia pada setiap perlakuan yang diukur selama penelitian masih dalam kisaran yang optimal untuk budidaya ikan lele sistem intensif. Pengukuran kualitasair dilakukan pada pagi hari dan sore hari untuk parameter DO, pH dan suhu, sedangkan TAN, Nitrit, Nitrat dan ammonia diukur setiap 10 hari sekali. Adapun hasil pengamatan kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1.

Nilai kualitas air ikan lele berupa TAN, Nitrit, Nitran, Amonia, suhu, DO dan pH juga masih dalam kisaran yang optimal untuk pertumbuhan. Ikan lele masih dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan dengan nilai pH air berkisar 6,5-7,11; suhu air berkisar 27,73-29,63 °C; amonia 0,0001-0,0256 mg/l; Nitrit 0,01-0,46 mg/l; Nitrat 0,16-1,65 mg/l; TAN 0,02-3,65 mg/l dan DO 2,61-6,92 mg/l (Gunadi, 2012). Kualitas air dengan nilai pH air berkisar 6,1-7,7; suhu air berkisar 27-30 °C; amonia 0-0,023mg/l; Nitrit 0,003-0,726 mg/l; Nitrat 0,128-0,860 mg/l; TAN 0-0,81 mg/l dan DO 2,24-8,14 mg/l baik untuk pertumbuhan ikan lele (Rohmana, 2009). Sedangkan nilai nitrat dan nitrit yang baik untuk lingkungan budidaya adalah nitrat 0-400 mg L-1 dan nitrit < 1 mg L-1 (Ebeling et al., 2006).

Hasil dari pengukuran TSS diperoleh bahwa nilai TSS pada perlakuan 2 bak dab 4 bak semakin meningkat pada hari ke-30 hingga akhir pemeliharaan.pada perlakuan 6 bak nilai TSS cendrung stabil dari awal hingga akhir penelitian. Hasil pengukuran TSS (Total Suspended Solid) pada media pemeliharaan ikan lele dilakukan setiap sepuluh hari dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil dari pengukuran VSS pada media pemeliharaan ikan lele dilakukan setiap sepuluh hari dapat dilihat pada Gambar 2. Nilai VSS yang diperoleh selama masa pemeliharaan menunjukkan nilai konsentrasi fluktuatif dan cendrung stabil hingga akhir pemeliharaan. Pada Gambar 2 terllihat dari nilai VSS pada perlakuan 4 bak dan 6 bak dimana kenaikan terus stabil hingga akhir penelitian. Hal ini karena cacing sutra mampu memanfaatkan bahan organik dengan baik. VSS (bakteri) dan fitoplankton merupakan sumberpakan bagi organisme lain, terutama golongan filter feeder (Gunadi, 2012). Pada budidaya systemintensif yang tidak memanfaatkan organisme filter feeder biomassa mikroba (bakteri dan alga) akan terus meningkat (Azhar, 2013; Gunadi, 2012). Nilai TSS dan VSS pada sistem intensif akan terus meningkat hingga akhir penelitian (Azhar, 2013).

Tabel 1. Kisaran parameter kualitas air ikan lele berupa DO, pH, Suhu TAN, Nitrit, Nitrat dan Amonia Perlakuan

Kualitas air DO

(mg/l) pH Suhu (0C)

TAN

(mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Amonia (mg/l)

2 Bak 4,7-7,1 7,2-7,8 27-28,3 1,4-2,0 0,71-0,82 0,2-0,73 0,02-0,11

4 Bak 4,8-6,7 7,3-7,8 27,1-28,3 1,7-2,6 0,37-0,52 0,2-0,42 0,02-0,07

(4)

11

Gambar 1. Total Suspended Solid (TSS) pada air media pemeliharaan ikan lele

Gambar 2. Volatile Suspended Solid (VSS)pada media pemeliharaan ikan lele

Pemanfaatan bahan organik oleh cacing sutra dan hasil produksi

Hasil dari pengukuran bobot biomasa pada media pemeliharaan cacing sutra yang dilakukan setiap sepuluh hari dapat dilihat pada Gambar 3. Terdapat selisih nilai VSS pada air masuk dan keluar di setiap perlakuan dan ulangan (Tabel 2), ini menandakan adanya pemanfaatan bahan organik oleh cacing sutra. Selisih nilai VSS ini adalah bahan organik yang dimanfaatkan oleh cacing sutra dan sebagian lagi mengendap pada sedimen sehingga nilai VSS sedimen pada perlakuan meningkat. Jika dipersentasekan maka nilai pemanfaatn VSS dapat dilihat pada Tabel 3 yang memperlihatkan adanya pemanfaatan bahan organik olah cacing sutra terbaik pada perlakuan 6 bak, diikuti oleh perlakuan 4 bakdan terendah pada perlakuan 2 bak. Ketersediaan bahan organik dalam air media pemeliharaan ikan lele sangat mempengaruhi pertumbuhan cacing sutra (Febrianti, 2004; Findy, 2011; Bintaryanto dan Taufikurohmah, 2013).), bahan organik ini berasal dari limbah pakan yang diberikan untuk ikan lele.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa tiadak ada perbedaan yang nyata terhadap pertumbuhan bobot biomassa cacing sutra antar perlakuan (Gambar 3). Bobot biomassa cacing sutra turun pada hari ke-10 dan mulai naik sejak hari ke-20 hingga hari ke-50. Gambar 3 memperlihatkan adanya peningkatan biomassa cacing sutra pada setiap perlakuan, dikarenakan adanya penambahan jumlah individu baru. Adanya kelahiran individu baru pada saat puncak populasi mengakibatkan peningkatan jumlah individu dan bobot biomassa (Shafrudin et al., 2005). Pertumbuhan terjadi karena media manpu mencukupi kebutuhan makan cacing sutra (Pursetyo, 2011).

Tabel 2. Pengukuran nilai VSS pada bagian Inlet dan Outlet

Perlakuan Saluran air 0 10 Nilai VSS hari ke -20 30 40

2 bak InOut 164,706167,143 108,571125,954 138,444101,200 115,000122,989 223,529233,491

(5)

12

Out 132,432 120,077 87,5560 104,839 140,485

6 bak InOut 121,189111,686 68,293069,1290 58,235087,5000 69,620077,8710 71,341069,1290 Tabel 3. Pemanfaatan VSS oleh cacing sutra

Perlakuan 0 Pemanfaatan VSS oleh cacing sutra (%) hari

ke-10 20 30 40

2 bak 17.970 a 17.338 a 15.179 a 16.710 a 13.738 a

4 bak 20.216 ab 21.843 ab 21.817ab 20.840 ab 21.874 ab

6 bak 35.919 b 33.224 b 35.155 b 36.418 b 35.929 b

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf superscript yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji beda nyata terkecil).

Gambar 3. Pertumbuhan Berat cacing sutra

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa penggunaan limbah lele sistem intensif oleh cacing sutra akan lebih baik untuk perbaikan kualitas air ikan lele dan pertumbuhan cacing sutra dengan memanfaatkan 6 bak pemeliharaan cacing sutra.

Daftar Pustaka

Adlan, M.A. 2014. Pertumbuhan biomassa cacing sutra (tubifex sp.) pada media kombinasi pupuk kotoran ayam dan ampas tahu [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

APHA (American Public Health Association). 2005. Standard methods for examination of water and wastewater. 14thed. APHA. Washington DC: APHA. AWWA (American Water Works Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation).

Avnimelech, Y., N. Mozes, S. Diab. 1995. Rates of organic carbon and nitrogen degradation in intensive fish ponds. Aquaculture, 134:211-216.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/nitrogen ratioasacontrolelementin aquaculture system. Aquaculture,176:227-235. Azhar, M.H. 2013. Peranan sumber karbon eksternal yang berbeda dalam pembentukan biflok dan pengaruhnya

terhadap kualitas air serta produksi pada sistem budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) [Tesis]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Bintaryanto, B.W., T. Taufikurohmah. 2013. Pemanfaatan campuran limbah padat (Sludge) pabrik kertas dan kompos sebagai media budidaya cacing sutra (Tubifex sp). UNESA Journal of Chemistry 2(1). 1-8.

Ebeling, J.M., M.B. Timmons, J.J. Bisogni. 2006. Engineering analysis of stoichiometry of photoautotrophic. Autotrophic and heterotrophic removal of amoniak-nitrogen in aquaculture systems. Aquaculture,

(6)

13

257:346-358.

Febrianti, D. 2004. Pengaruh pemupukan harian dengan kotoran ayam terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa cacing sutera (Limnodrilus) [Skipsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Febriyani, M. 2012. Budidaya cacing oligochaeta pada sistem terbuka [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Findy, S. 2011. Pengaruh tingkat pemberian kotoran sapi terhadap pertumbuhan biomassa cacing sutra (Tubificidae). IPB. Bogor.

Gunadi, B. 2012. Minimalisasi limbah nitrogen dalam budidaya ikan lele (clarias gariepinus) dengan system akuakultur berbasis jenjang rantai makanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2012. Statistik kelautan dan perikanan. Jakarta (ID). 302 hal.

Marian, M.P., T.J. Pandian. 1989. Culture and harvesting technique for Tubifex tubifex. Aquaculture, 42:303-315. Pardiansyah, D. 2014. Pemanfaatan limbah budidaya lele (Clarias sp) sistem bioflok untuk budidaya cacing sutra

(Tubificidae). [Tesis]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Priyadi, A., E. Kusrini, T. Megawati. 2010. Perlakuan berbagai jenis pakan alami untuk meningkatkan pertumbuhan dan sintasan larva ikan upside down catfish (Synodontis nigiventris). Balai Riset Budidaya Ikan Hias. Depok Jakarta.

Pursetyo. 2011. Pengaruh pemupukan ulang kotoran ayam kering terhadap populasi cacing sutra (Tubifex sp). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Surabaya, 3(2):117-182.

Rohmana, D. 2009. Konversi limbah budidaya ikan lele (clarias sp) menjadi biomassa bakteri heterotrof untuk perbaikan kualitas air dan makanan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). [Tesis]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Santoso, S., Hernayanti. 2004. Cacing sutra sebagai bio monitor pencemaran logam berat kadmium dan seng dalam leachate TPA sampah Gunung Tugel Purwokerto. Program Studi Biologi. ITS. Surabaya.

Shafrudin, D., W. Efianti, Widanarni. 2005. Pemanfaatan ulang limbah organik dari substrak tubifex sp di alam. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2):97-102.

Gambar

Tabel 1. Kisaran parameter kualitas air ikan lele berupa DO, pH, Suhu TAN, Nitrit, Nitrat dan Amonia  Perlakuan
Gambar 1. Total Suspended Solid (TSS) pada air media pemeliharaan ikan lele
Gambar 3. Pertumbuhan Berat cacing sutra

Referensi

Dokumen terkait

membentak keduanya menyangkut apapun yang mereka lakukan, apalagi melakukan yang lebih buruk dari membentak dan ucapkanlah kepada keduanya dalam setiap percakapannya perkataan

Pada metode individual bearing tanah lempung dan tanah pasir kenaikan kapasitas yang paling besar terjadi pada saat jumlah helix pada tiang helical ditambah yang semula

Agar hormon dalam kerjanya tidak salah sasaran, pada sel atau organ target mempunyai protein khusus yang berfungsi untuk mengenali hormon tersebut yaitu reseptor.. mempunyai

Dalam penelitian ini proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati data rekam medik pasien. Tahap pertama untuk mengambil sampel dilakukan adalah pemilihan sampel dari

Data hasil analisis kebutuhan yakni kebutuhan pembelajaran permainan bola voli mini di SDN 142594 Sipolu-polu sebagai buku pegangan diperoleh skor 3 (75%), kebutuhan buku

Peran Ibu Rumah Tangga dalam keluarga adalah mendidik, memelihara, mengasuh, mengayomi. Ibu bukan saja menjadi tempat bernaung yang harus dihormati dan menjadi

Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak

Usahatani sayuran dilokasi penelitian yang merupakan titik impas tertinggi dibanding usaha tani sayuran lainnya yakni pada usaha tani bawang merah, titik impas