• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Moral Cerita Wayang Bambang Kumalasekti Karya Ibnu Marwah dalam Majalah Jaya Baya Edisi Maret-Mei 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Moral Cerita Wayang Bambang Kumalasekti Karya Ibnu Marwah dalam Majalah Jaya Baya Edisi Maret-Mei 2013"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 18

Kajian Moral Cerita Wayang

Bambang Kumalasekti

Karya Ibnu Marwah

dalam Majalah Jaya Baya Edisi Maret-Mei 2013

Oleh: Eko Sulistiyanto

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

ekosulistiyanto446@yahoo.com

Abstrak: penelitian ini bertujuan: (1) untuk mendeskripsikan unsur intrinsik cerita wayang, (2) untuk mendeskripsikan moralitas tokoh baik dan buruk, dan (3) untuk mendeskripsikan relevansi nilai moral dengan kehidupan sekarang. Jenis penelitian ini deskriptif kualitatif. Sumber data menggunakan cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah dalam majalah Jaya Baya edisi Maret-Mei 2013, data penelitian berupa kutipan. Instrumen penelitian adalah peneliti itu sendiri, buku pencatat, bolpoint, serta buku yang relevan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik pustaka dan catat. Teknik analisis data menggunakan “content analysis”. Penyajian hasil analisis menggunakan metode informal. Hasil penelitian menunjukkan: (1) unsur intrinsik: tema cerita adalah perebutan tahta kerajaan Ngastina. Tokoh utama adalah Bambang Kumalasekti, tokoh tambahannya: Prabu Suyudana, Patih Sangkuni, Begawan Drona, Prabu Salya, Gajah Antipura, Begawan Parasara, Prabu Rengganisura,Kyai Lurah Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Prabu Tejalelana, Prabu Hangganasura, dan Kukila Antatwulan. Tokoh Protagonis: Bambang Kumalasekti, Kyai Lurah Semar, dan Prabu Salya. Tokoh Antagonis: Prabu Suyudana, Patih Sangkuni, dan Prabu Tejalelana. Latar tempat, waktu, dan situasi. Menggunakan plot campuran. Sudut pandang orang ketiga “ia atau mereka”. (2) moralitas tokoh yaitu: (a) moral baik: bijaksana, suka bermusyawarah, suka memberi nasehat, membela kebenaran, berdoa dengan sungguh-sungguh, cinta keadilan, suka menolong, dan rasa belas kasih. (b) moral buruk: suka merebut hak orang lain, suka memfitnah, dan suka memaksa. (c) relevansi nilai moral pada kehidupan sekarang yaitu: sabar, sikap hormat pada orang tua, sikap cinta keadilan, nasehat orang tua kepada anaknya, nasehat abdi kepada rajanya, sikap bijaksana memutuskan masalah, sikap tolong menolong, rasa belas kasih, ingat kepada Tuhan, memiliki keyakinan dalam beragama.

Kata Kunci: nilai moral, cerita wayang, Bambang Kumalasekti

Pendahuluan

Karya sastra merupakan sumber kearifan bangsa, inspirasi bangsa, serta sebagai sumber kekayaan rohani bangsa. Karya sastra diciptakan bukan semata-mata hanya merupakan ide kreatif pengarang saja, tetapi juga sebagai media pengarang untuk memberi gambaran tentang kehidupan nyata kepada pembaca. Oleh karena itu, karya sastra diciptakan pengarang dengan tujuan tidak hanya untuk dinikmati saja, tetapi juga dapat digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan moral

(2)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 19

pengarang kepada pembaca. Dari hal tersebutlah kemudian pembaca dapat mengambil nilai-nilai yang baik dan buruk untuk dirinya.

Teeuw (1984: 23) menambahkan bahwa kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran –tra biasanya menunjukkan alat sarana. Jadi, sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran.

Sebuah karya sastra baik cerpen, novel, naskah, dan cerita wayang terbentuk dari kesatuan unsur intrinsik yang membentuknya. Santosa dan Wahyuningtyas (2011: 2) berpendapat bahwa unsur pembentuk fiksi yang utama meliputi tema, tokoh, alur (plot), latar (setting), dan sudut pandang. Hubungan antara tema cerita, alur, latar, tokoh dan penokohan maupun sudut pandang bersifat timbal balik, saling menentukan dan melengkapi sehingga membentuk kesatuan yang utuh dalam sebuah karya sastra.

Ginanjar (2012: 58) mengatakan bahwa karya sastra memiliki fungsi moralitas, artinya karya sastra yang baik biasanya selalu mengandung nilai-nilai moral yang tinggi. Dengan begitu pembaca akan tahu bagaimana moral yang baik dan buruk bagi dirinya. Selanjutnya, Ginanjar menyatakan (2012: 60) bahwa nilai moral dalam karya sastra biasanya bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika dan budi pekerti.

Moralitas dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang tentang kehidupan nyata yang diamatinya. Pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun dalam pergaulan, hal itulah yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah menawarkan pesan-pesan moral yang berkaitan dengan sifat luhur manusia seperti; sifat sabar, saling tolong menolong, suka bermusyawarah, suka menasehati dan lain sebagainya. Pesan-pesan moral tersebut digambarkan melalui sikap dan tingkah laku para tokoh yang ada dalam cerita wayang tersebut, sehingga dapat membentuk pribadi pembaca menjadi lebih baik. Peneliti berharap kajian ini dapat digunakan sebagai salah satu usaha perbaikan terhadap keadaan moral yang terjadi di masyarakat sekarang ini.

(3)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 20

Rustamadji Ibnu Marwah lahir, dewasa, tua di Kedunggalar, Ngawi Jawa Timur, salah satu hasil karyanya yaitu cerita wayang Bambang Kumalasekti. Peneliti lebih tertarik memilih cerita wayang Bambang Kumalasekti daripada cerita wayang Gandamana Sayembara karya Ki Suratno Guno Wiharjo dan Wahyu Cakraningrat karya Wawan Susetya, karena cerita wayang Bambang Kumalasekti memiliki kelebihan tersendiri dalam penyajiannya dibandingkan dengan cerita wayang Gandamana Sayembara dan Wahyu Cakraningrat. Cerita wayang Bambang Kumalasekti disajikan secara menarik oleh Ibnu Marwah dalam majalah Jayabaya yang terbit setiap satu minggu sekali dan jalan ceritanya terbagi menjadi sepuluh edisi, yaitu mulai dari bulan Maret sampai bulan Mei tahun 2013. Hal tersebut yang membuat cerita wayang Bambang Kumalasekti menjadi bervariasi, karena tokoh-tokoh dalam cerita sangat banyak dan cara pengisahannya juga sangat menyeluruh. Jika dibandingkan dengan cerita wayang Gandamana Sayembara dan Wahyu Cakiraningrat yang disajikan dalam bentuk buku kumpulan cerita wayang, cerita wayang Bambang Kumalasekti lebih menarik, karena dalam cerita wayang Gandamana Sayembara dan juga Wahyu Cakraningrat jalan ceritanya hanya secara garis besar saja, tokoh-tokohnya juga hanya sedikit berbeda dengan cerita wayang Bambang Kumalasekti yang tokoh-tokohnya banyak dan jalan ceritanya juga diceritakan secara menyeluruh. Selain alasan tersebut, alasan mendasar yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah sebagai bahan penelitian, yaitu karena peneliti sudah mendapatkan izin secara langsung dari Bapak Ibnu Marwah untuk mengkaji karyanya yang berjudul Bambang Kumalasekti tersebut.

Cerita wayang Bambang Kumalasekti yang diterbitkan dalam majalah Jayabaya edisi bulan Maret sampai bulan Mei tahun 2013 ini merupakan karangan asli dari Ibnu Marwah, bukan hasil dari pengembangan dari cerita wayang yang sudah ada sebelumnya. Cerita wayang Bambang Kumalasekti mengisahkan tentang prahara yang terjadi di Negara Ngastina. Awal ceritanya dimulai saat Prabu Suyudana berada di dalam istana bersama denga Patih Sangkuni, Begawan Drona dan juga Prabu Salya. Prabu Suyudana merasa cemas apabila nanti akan dilengserkan oleh keadaan. Tiba-tiba datanglah Gajah Antipura yang memperingatkan Prabu Suyudana agar segera

(4)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 21

turun tahtah, karena yang berhak atas tahta kerajaan Ngastina bukan Prabu Suyudana. Setelah kedatangan Gajah Antipura, datanglah seorang tamu yang bernama Prabu Rengganisura yang meminta Prabu Suyudana untuk menyerahkan tahta kerajaan Ngastina kepadanya. Akhirnya terjadi perang antara Prabu Suyudana dengan Prabu Rengganisura yang kemudian dimenangkan oleh Prabu Rengganisura.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam (Ismawati, 2011: 10) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Sumber data penelitian ini adalah cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah dalam majalah Jaya Baya edisi Maret-Mei 2013, data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan dari cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah dalam majalah Jaya Baya edisi Maret-Mei 2103. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka dan teknik catat. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2013: 203).

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, buku pencatat, bolpoint, serta buku-buku relevan yang dapat mendukung sebagai bahan acuan. Teknik keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Menurut Sugiyono (2010: 373) triangulasi sumber berarti mengecek data yang telah diperoleh dari berbagai sumber untuk menguji kredibilitas data. Teknik analisi data menggunakan “:content analysis” atau analisis isi. Penyajian hasil analisis menggunakan metode informal. Menurut Sudaryanto (1993: 145) metode penyajian informal adalah penjabaran hasil penelitian dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang bersifat teknis. Teknik informal yang dimaksud dalam penelitian ini yakni dengan memaparkan kata-kata biasa tanpa menggunakan rumus atau simbol.

(5)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 22

1. Unsur intrinsik dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah dalam majalah Jaya Baya edisi Maret-Mei 2013

Unsur intrinsik dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti meliputi: tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, dan sudut pandang.

a. Tema yang terdapat dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti adalah perebutan tahta kerajaan Ngastina. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

“Kaping telune, tekaku ing papan iki, kaya sing tak ucapne ing ngarep aku butuh dadi ratu lan butuh mukti, mula aku kepengin Mukti lan Kuwasa ing Negara Ngastina kene, nggenteni kalenggahane andika minangka Prabu”. (Jayabaya edisi 2)

Terjemahan:

“Yang ketiga, kedatanganku ketempat ini, seperti yang saya ucapkan tadi, saya ingin menjadi raja dan hidup senang, maka saya ingin hidup senang dan berkuasa di Negara Ngastina ini, menggantikan kedudukan anda sebagai raja”.

Dari data kutipan di atas tampak bahwa Prabu Rengganisura berbicara kepada Prabu Suyudana untuk meminta agar Prabu Suyudana mau menyerahkan tahta kerajaan Ngastina kepada Prabu Rengganisura dan menggantikan Prabu Suyudana sebagai raja di Negara Ngastina.

b. Tokoh dan penokohan

1) Tokoh utama dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti adalah Bambang Kumalasekti. Hal tersebut sesuai dengan data kutipan berikut.

“Ora perlu dak baleni wangsulanku, aku ora bisa!” wangsulane Bambang Kumalasekti tatag”. (Jayabaya edisi 6)

Terjemahan:

“Tidak perlu saya ulangi jawabanku, saya tidak bisa!” jawabannya Bambang Kumalasekti tanpa rasa takut”.

Dari data kutipan di atas dapat di ketahui bahwa Bambang Kumalasekti memiliki sikap teguh terhadap pendiriannya. Hal tersebut digambarkan melalui penolakan Bambang Kumalasekti terhadap permintaan Prabu Tejalelana. Selai dari pada itu tokoh Bambang Kumalasekti merupakan tokoh yang sering dibicarakan di dalam cerita.

(6)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 23

2) Tokoh tambahan dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti, meliputi: Prabu Suyudana, Patih Sangkuni, Begawan Drona, Prabu Salya, Gajah Antipura, Begawan Parasara, Prabu Rengganisura, Prabu Karna, Arya Rengganipati, Begawan Sapuangin, Kyai Lurah Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Prabu Tejalelana, Dewi Tejawati, Prabu Kresna, Prabu Wrekodara,, Prabu Baladewa, Prabu Hangganasura, dan Kukila Antatwulan. Berikut salah satu data kutipan yang menggambarkan tokoh Patih Sangkuni.

“Petangan kula rikala semanten pranyata mleset, punika mboten awit saking klintuning petang, nanging namung inggih awit saking juligipun para Pandhawa”. (Jayabaya edisi 1)

Terjemahan:

“Perkiraan saya ketika itu ternyata salah, tetapi tidak dari sangat salahnya perkiraan, namun ya dari pintarnya Pandhawa berbuat licik”.

Dari data kutipan di atas dapat diketahui bahwa Patih Sangkuni merupakan salah satu tokoh tambahan yang ada dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti. Patih Sangkuni dalam cerita memiliki sifat yang suka memfitnah Pandhawa.

3) Tokoh protagonis yang terdapat dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti meliputi: Bambang Kumalasekti, Kyai Lurah Semar, Prabu Salya, dan Prabu Kresna. Berikut contoh data kutipan yang menggambarkan salah satu tokoh yang memiliki sifat sesuai dengan harapan-harapan pembaca.

“Sepisan maneh tak tuturi thole, aku lan kowe kabeh iki mung saderma nindakne darma minangka pamong, ngukir lelabuhan marang bebrayan minangka sarana manembah marang Hyang Agung”. (Jayabaya edisi 5)

Terjemahan:

“Sekali lagi saya nasehati ya nak, aku dan kamu semua ini hanya sebatas melakukan kewajiban sebagai pengasuh, mengukir kebaikan kepada sesama sebagai sarana menyembah kepada Yang Maha Besar”.

Dari data kutipan dapat diketahui bahwa Kyai Lurah Semar merupakan salah satu tokoh yang memiliki sifat sesuai dengan harapan pembaca. Hal

(7)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 24

tersebut tampat ketika Kyai Lurah Semar suka memberikan nasehat kepada anak-anaknya.

4) Tokoh antagonisnya meliputi: Prabu Duryudana, Patih Sangkuni, dan Prabu Tejalelana. Berikut data kutipan yang menerangkan tentang tokoh yang bertentangan dengan tokoh protagonis.

“Petangan kula rikala semanten pranyata mleset, punika mboten awit saking klintuning petang, nanging namung inggih awit saking juligipun para Pandhawa”. (Jayabaya edisi 1)

Terjemahan:

“Perkiraan saya ketika itu ternyata salah, tetapi tidak dari sangat salahnya perkiraan, namun ya dari pintarnya Pandhawa berbuat licik”. Dari data kutipan di atas dapat diketahui bahwa Patih Sangkuni merupakan salah satu tokoh tambahan yang ada dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti. Patih Sangkuni dalam cerita memiliki sifat yang suka memfitnah Pandhawa.

c. Alur

Alur yang terdapat dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti adalah plot campuran, yakni peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat tidak teratur dan gabungan antara plot lurus dengan plot sorot balik.

Berikut contoh kutipan plot lurus dalam cerita.

“Miwiti lakuning carita, nalika semana ing pasawekan agung nagara Ngastina Sang Prabu Duryudana lagya kahadhep para sentana myang nayaka kang tinindhihan Rekyana Patih Sangkuni”. (Jayabaya edisi 1) Terjemahan:

“Awal jalannya cerita, ketika itu di dalam istana Negara NgastinaSang Prabu Suyudana sedang berdiri di depan para saudara dan mentri yang dipimpin oleh Rekyana Patih Sangkuni”.

Dari data kutipan di atas dapat diketahui bahwa dalam cerita itu di awal cerita mengganakan plot lurus, ketika dalam cerita sedang menggambarkan keadaan dalam intana kerajaan Ngastina.

(8)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 25

d. Latar

Latar yang terdapat dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti adalah latar tempat yang meliputi: di dalam istana, di luar istana, di tempat duduk wakil raja, di perbatasan sebelah utara kerajaan Ngastina, di hutan Kaniyasa, di Negara Ngendraprastha, di gunung Saptaharga, di alun-alun. Selanjutnya latar waktunya meliputi: saat ini, sejak zaman, hari ini, siang dan malam, kemudian latar situasinya meliputi: perasaan bingung, penasaran, terkejut, rasa emosi, menangis sedih dan rasa bahagia. Berikut contoh data kutipan yang menerangkan tentang latar tempat.

“Miwiti lakuning carita,nalika semana ing pasawekan agung nagara Ngastina”. (Jayabaya edisi 1)

Terjemahan:

“Awal jalannya cerita, ketika itu di dalam istana Negara Ngastina”.

Dari data kutipan di atas dapat diketahui bahwa latar tempat dalam cerita sedang dimulai dari keadaan di dalam Negara kerajaan Ngastina.

e. Pusat pengisahan atau sudut pandang

Pusat pengisahan atau sudut pandang yang terdapat dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti adalah orang ketiga, karena pengarang sebagai pencerita terbatas, yaitu, pengarang mengacu semua tokoh dalam bentuk orang ketiga (ia atau mereka).

2. Moralitas tokoh baik dan buruk yang ada dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah

a. Moralitas tokoh baik

Tokoh-tokoh baik dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti meliputi: Bambang Kumalasekti, Begawan Drona, Prabu Salya, Gajah Antipura, Begawan Parasara, Prabu Rengganisura, Begawan Sapuangin, Kyai Lurah Semar, Gareng, Petruk, Bagong, Prabu Kresna, Prabu Hangganasura, Kukila Antatwulan. Moralitas baik dari tokoh-tokoh tersebut meliputi: bijaksana, suka bermusyawarah, suka memberi nasehat, membela kebenaran, berdoa dengan bersungguh-sungguh, cinta keadilan, suka bertanya, suka menolong, dan rasa

(9)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 26

belas kasih. Contoh: moralitas tokoh baik Bambang Kumalasekti yang ada dalam cerita yaitu tentang sikap bijaksana dalam memutuskan masalah. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

“Makaten sinuwun, pamrayogi kula, Prabu Duryudana tetepa jumeneng Nata ing Ngastina lan nglenggahi dhampar keprabon ingkang kula lenggahi punika”.

Terjemahan:

“Jadi begini kanjeng, pendapat saya, Prabu Duryudana tetaplah menjadi raja di Ngastina dan menduduki tahta kerajaan yang saya duduki ini”.

Dari data kutipan di atas tampak bahwa Bambang Kumalasekti memberikan pendapat bijaksana kepada semua yang hadir di dalam istana kerajaan Ngastina, tentang Prabu Duryudana yang tetap menjadi raja di kerajaan Ngastina yang diduduki oleh Bambang Kumalasekti.

b. Moralitas tokoh buruk

Moralitas tokoh buruk meliputi: suka merebut hak orang lain, suka memfitnah, dan suka memaksa.

Contoh: moralitas tokoh buruk Patih Sangkuni yang menggambarkan tentang orang yang suka memfitnah. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.

“boten namung dugi samanten kajulikanipun para Pandhawa, lumantar para mbok bakul para Pandhawa nyebar wara-wara dhateng kawula

ing Ngastina, ingkang ngabaraken bilih Ngamarta punika papan ingkah

gemah ripah mila kathah para kawula Ngastina ingkang kapincut pawarta ngayawara kasebat”. (Jayabaya edisi 1)

Terjemahan:

“Tidak hanya sampai di situ kelicikan para Pandhawa, melalui para pedagang para Pandhawa menyebar pengumuman kepada rakyat Ngastina, yang mengabarkan bahwa Ngamarta itu tempat yang subur dan makmur maka banyak rakyat Ngastina yang tertarik terhadap pengumuman yang mengada-ngada”.

Dari data kutipan di atas tampak bahwa Patih Sangkuni mencoba memfitnah Pandhawa di hadapan Prabu Suyudana, tentang kelicikan para Pandhawa yang mengabarkan bahwa Negara Ngamarta sangat subur dan

(10)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 27

makmur, maka banyak rakyat Ngastina yang tertarik kepada pengumuman yang mengada-ngada tersebut.

3. Relevansi nilai moral dengan kehidupan sekarang

Nilai Moral yang terdapat dalam cerita wayang Bambang Kumalasekti karya Ibnu Marwah, kemudian direlevansikan dengan kehidupan zaman sekarang yang meliputi; rasa sabar, sikap hormat anak kepada orang tua, sikap cinta keadilan, nasehat orang tua kepada anaknya, nasehat abdi kepada rajanya, sikap bijaksana dalam memutuskan masalah, sikap saling tolong-menolong, rasa belas kasih, sikap buruk seorang raja yang merebut hak orang lain, ingat kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta, dan memiliki keyakinan dalam beragama. Contoh: relevansi nilai moral tokoh Bambang Kumalasekti yang ada dalam cerita yaitu tentang sikap bijaksana dalam memutuskan masalah. Hal ini tampak pada kutipan berikut.

“Makaten sinuwun, pamrayogi kula, Prabu Duryudana tetepa jumeneng Nata ing Ngastina lan nglenggahi dhampar keprabon ingkang kula lenggahi punika”.

Terjemahan:

“Jadi begini kanjeng, pendapat saya, Prabu Duryudana tetaplah menjadi raja di Ngastina dan menduduki tahta kerajaan yang saya duduki ini”.

Dari data kutipan di atas tampak bahwa Bambang Kumalasekti memberikan pendapat bijaksana dalam memutuskan masalah agar semua yang hadir di dalam istana kerajaan Ngastina dapat menerima keputusan akhir. Keputusan tersebut tentang Prabu Duryudana untuk tetap menjadi raja di kerajaan Ngastina yang diduduki oleh Bambang Kumalasekti. Relevansi dengan kehidupan sekarang tentang sikap bijaksana dalam memutuskan masalah, yaitu bahwa dalam semua permasalahan akan lebih baik jika dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan pihak-pihak yang bersangkutan agar pengambilan keputusan tepat dan dapat diterima oleh semua pihak.

(11)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 28

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: (a) unsur intrinsik meliputi: tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, dan sudut pandang. (b) moral baik meliputi: sikap bijaksana, suka bermusyawarah, suka memberi nasehat, membela kebenaran, berdoa dengan bersungguh-sungguh, cinta keadilan, suka bertanya, suka menolong, dan rasa belas kasih. (c) moral buruk meliputi: suka merebut hak orang lain, suka memfitnah, dan suka memaksa. (d) relevansi nilai moral dengan kehidupan sekarang meliputi; rasa sabar, sikap hormat anak kepada orang tua, sikap cinta keadilan, nasehat orang tua kepada anaknya, nasehat abdi kepada rajanya, sikap bijaksana dalam memutuskan masalah, sikap saling tolong-menolong, rasa belas kasih, sikap buruk seorang raja yang merebut hak orang lain, ingat kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta, dan memiliki keyakinan dalam beragama.

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2010 (Edisi Revisi). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta.

Santosa, Heru Wijaya dan Sri Wahyuningtyas. 2011. Sastra Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana Univercity Press.

Referensi

Dokumen terkait