BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spondilolistesis merupakan pergeseran kedepan korpus vertebra dalam hubungannya dengan sacrum atau kadang hubungan dengan vertebra lainnya. Kelainan terjadi akibat hilangnya kontinuitas pars intervertebralis sehingga menjadi kuran kuat untuk menahan pergeseran tulang belakang. Dikenali 5 jenis utama spondilolistesis, yaitu : displastik (kongenital), isthmic, degeneratif, trauma dan patologis. 1
Gejalanya berupa nyeri pinggang yang semakin hebat bila berdiri, berjalan,atau berlari, dan berkurang bila beristirahat. Biasanya otot biceps femur, semitendinosus, semimembranosus dan grasilis tegang sehingga ekstensi tungkai terbatas. Foto rontgen memberikan gambaran yang jelas menunjukkan kelainan vertebra. Kelainan ini mungkin tidak bergejala sehingga perlu pemeriksaan klinis dan radiologis berkala. Adanya pergeseran yang progresif merupakan indikasi untuk melakukan stabilisasi. Nyeri pinggang yangr ingan biasanya dapat diatasi dengan pemakaian alat penguat lumbosacral. 1
Pada spondilolistesis tipe kongenital, pergeseran mungkin demikian berat sehingga mempersempit panggul dan tidak memungkinkan persalinan per vaginam. 1
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai spondilolistesis yang cukup banyak dijumpai selama mengikuti kepaniteraan klinik Neurologi di RS dr. Marzoeki Mahdi Bogor.
BAB II
Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk beregrak. Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis. Kolumna vertebralis melindungi medulla spinalis, menyangga berat tubuh, dan merupakan sumbu bagi tubuh yang untuk sebagian kaku dan untuk sebagian lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk kepala berputar.2
Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam 5 daerah, tetapi hanya 24 dari jumlah tersebut ( 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thorakalis, dan 5 keempat vertebra coccygea melebur untuk membentuk os coccygis. Korpus vertebra berangsur menjadi lebih besar ke ujung kaudal kolumna vertebralis, dan kemudian berturut-turut menjadi makin kecil ke ujung os coccygis. Perbedaan structural ini berhubungan dengan keadaan bahwa daerah lumbal dan sakral menanggung beban yang lebih besar daripada servikal dan torakal. Lengkung torakal dan sakrokoksigeal mencekung ke arah ventral. Sedangkan servikal dan lumbal mencekung ke arah dorsal. 2
berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin berat. Arcus vertebrae adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pediculus dan lamina arcus vertebra. Pediculus adalah taju pendek yang kokoh dan menghubungkan lengkung pada corpus vertebrae; incisura vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus vertebrae. Incisura vertebralis superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra yang bertetangga membentuk sebuah foramen intervertebalis. Pediculus menjorok kearah dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang yang lebar dan gepeng, yakni lamina arcus vertebra. Arcus vertebra dan permukaan dorsal corpus vertebra membatasi foramen vertebrale. Foramen vertebrale berurutan pada kolumna vertebralis yang utuh membentuk canalis vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak, akar saraf dan pembuluh darah. 2
Tujuh prossesus menonjol dari
arcus vertebra : 2
Prosessus spinosus
menonjol dari tempat persatuan kedua lamina dan bertumpang di
sebelah dorsal pada prosessus spinosus vertebra di bawahanya.
Dua prosessus transversus menonjol kea rah dorso lateral dari tempat persatuan pediculus dan lamina arcus vertebra.
Sendi-sendi kolumna vertebralis terdiri dari sendi korpus vertebralis, sendi-sendi arcus vertebralis, sendi-sendi kraniovertebralis, sendi-sendi kostovertebralis dan sendi-sendi sacro-iliaca. Sendi korpus vertebralis termasuk jenis sendi kondral (simfisis) yang dirancang untuk menangguang beban dan kekuatan. Permukaan vertebra-vertebra berdekatan yang bersendi memperoleh hubungan melalui sebuah discus dan ligamentum. Setiap discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yang terbentuk dari lamel-lamel fibrokartilago yang teratur konsentris mengelilingi nucleus pulposus yang berkonsistensi jeli. Antara vertebra servikalis I (atlas) dan II (axis) tidak terdapat diskus intervertebralis. Ketebalan diskus intervertebralis di berbagai daerah berbeda satu dari yang lain; diskus intervertebralis yan paling tebal terdapat di daerah lumbal dan yang paling tipis di daerah torakal sebelah kranial. 2
Facet join
BAB III
SPONDILOLISTESIS 3.1 Definisi
Kata spondylolisthesis berasal dari bahsa Yunani yang terdiri atas kata “spondylo” yang berarti tulang belakang (vertebra) dan “listhesis” yang berarti bergeser. Maka spondilolistesis adalah suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya kedepan) terhadap korpus vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut dapat terjadi pula pada tingkat vertebra yang lebih tinggi. 3
dianjurkan. Tujuan pembedahan adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan dekompresi elemen saraf jika dibutuhkan.
3.2 Epidemiologi
Spondilolistesis mengenai 5-6 % populasi pria, dan 2-3 % wanita. Karena gejala yang diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada bagian belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan dan ketegangan otot betis. Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi kongenital dalam terjadinya spondilolistesis dengan prevalensi sekitar 69 % pada anggota keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya insidensi spina bifida sacralis.3
Kira-kira 82 % kasus isthmic spondilolistesis terjadi di L5-S1. 11,3 % terjadi di L4-L5. Kelainan kongenital seperti spina bifida occulta berkaitan dengan munculnya isthmic spondilolistesis. 3
Degenarative spondilolistesis terjadi lebih sering seiring bertambahnya usia. Vertebra L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding lokasi lainnya. Sakralisasi L5 sering terlihat pada degenerative spondilolistesis L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali lebih sering pada wanita dibanding pria, dan sering pada usia lebih dari 40 tahun.
Spondilolistesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering pada wanita dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe ini biasanya terjadi sekitar 14-21 % dari semua kasus spondilolistesis.
3.3 Etiologi dan Klasifikasi
Etiologi spondylolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada spondilolistesis tipe 1 dan 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/ tekanan konsentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut. Terdapat 5 tipe utama spondilolistesis :4
a. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat kelainan kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5. 4
vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis. Tipe II dibagi dalam tiga subkategori :
Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolistesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur rekuren yang disebabkan oleh hiperekstensi. Juga disebut dengan stress fraktur pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap intak, akan tetapi meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru. 4
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III, spondilolistesis degenerative pergeseran vertebra tidak melebihi 30 %.
d. Tipe IV, spondilolistesis traumatic, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/ facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis.
e. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.
3.4 Patofisiologi
Sekitar 5-6 % pria dan 2-3 % wanita mengalami spondilolistesis. Pertama sekali tampak pada individu yang terlibat aktif dengan aktifitas fisik yang berat seperti angkat besi, senam dan sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria. Meskipun beberapa anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami spondilolistesis, sangat jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan spondilolistesis. Spondilolistesis sering terjadi pada anak usia 7-10 tahun.
Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa sehari-hari mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja dan dewasa. Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-masing mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik, isthmic, degenerative, traumatic dan patologik. Spondilolistesis displastik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi lumbosacral joints dengan permukaan sendi yang kecil dan inkompeten. Spondilolistesis displastik sangat jarang terjadi, akan tetapi cenderung berkembang secara progresif, dan sering berhubungan dengan deficit neurologis berat. Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosessus transversus cenderung berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.
Spondilolistesis isthmic (juga sering disebut spondilolistesis spondilolitik) merupakan kondisi yang paling sering dijjumpai dengan angka prevalensi 5-7 %. Fredericson et al menunjukkan bahwa defek spondilolistesis biasanya didapatkan pada usia 6-16 tahun, dan pergeseran tersebut sering lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi, jarang berkembang progresif, meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara progresifitas pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia pertengahan. Telah dianggap bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmic tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Secara kasar 90 % pergeseran isthmus merupakan pergeseran tingkat rendah (low grade : kurang dari 50 % yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10 % bersifat high grade (lebih dari 50 % yang mengalami pergeseran).
Sistem grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai adalah system grading Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran. Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya pada foto rontgen lateral. Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total :
Grade 1 adalah 0-25 % Grade 2 adalah 25-50 % Grade 3 adalah 50-75 % Grade 4 adalah 75-100 %
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi spondilolistesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars interartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis.
Pada Tipe degenerative, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degenerative atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis. Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut. Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5 biasanya terkena akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertrofi ligament atau permukaan sendi.
patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari metastasis atau penyakit metabolic tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal, remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran (slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberculosis tulang, Giant cell Tumor dan metastasis tumor. 4
3.5 Gambaran Klinis
Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa low back pain yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat pergeseran dan mengenai system sensoris, motoric dan perubahan reflex akibat dari pergeseran serabut saraf. Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa :5
Terbatasnya pergerakan tulang belakang
Tidak dapat memfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
Hiperkifosis lumbosacral junction Kesulitan berjalan
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis)
pembesaran foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang timbul. 5
3.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.
1. Gambaran Klinis
Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umunya nyeri yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang belakang merupakan ciri yang spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakir atau kondisi lainnya.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Radiologis
3.7
Penatalaksanaan
Terapi pada spondilolistesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu operative dan non operative. Pemilihan terapi pada pasien tergantung dari usia pasien, tipe subluksasi dan gejala yang dialami oleh pasien. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan nyeri yang dirasakan pasien dan memperkuat serta stabilisasi vertebra. Prinsip terapi pada spondilolistesis adalah apabila spondilolistesis yang ringan tanpa gejala, tidak diperlukan terapi tertentu. Apabila muncul gejala yang masih ringan, terapinya biasanya diberikan latihan agar tidak terjadi kekakuan vertebra dan penggunaan brace untuk stabilisasi vertebra. Namun, jika gejala yang timbul berat dan lebih penting lagi apabila sampai mengganggu aktivitas pasien, maka operasi menjadi pilihan terbaik. 6
Terapi konservatif terdiri dari istirahat (rest), penyangga eksternal ke bagian vertebra yang terkena defek, terapi medikamentosa dan fisioterapi. Penyangga eksternal biasanya menggunakan brace.
Modifikasi gaya hidup
Sangatlah penting untuk mengedukasi pasien dengan spondilolistesis mengenai kondisi mereka dan bagaimana untuk meminimalisasi gejala yang dialami serta mencegah terjadinya progresi dari subluksasi tersebut. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
Mengurangi atau tidak melakukan aktifitas yang menyebabkan nyeri
Bed rest selama episode nyeri akut
Menjaga berat badan agar tidak overweight Membatasi gerakan lumbar
Penyangga eksternal (bracing)
Brace merupakan hal yang penting dalam terapi konservatif. Tujuan penggunaan brace adalah untuk stabilisasi vertebra, mencegah terjadinya progresifitas dari subluksasi yang telah terjadi. Dalam beberapa kasus brace juga terbukti mengurangi nyeri dan spasme otot. Terapi medikamentosa
Medikasi diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, proses inflamasi dan spasme otot. Analgesik digunakan untuk mengurangi nyeri, muscle relaxants digunakan untuk mengurangi spasme otot serta NSAID atau steroid untuk mengurangi proses inflamasi.
Fisioterapi
Fisioterapi menggunakan variasi modalitas seperti ultrasound, stimulasi elektrik, pemijatan dan termal terapi untuk membantu mengurangi spasme otot. Latihan stabilitas vertebra juga bisa dilakukan untuk membantu meningkatkan fleksibilitas. Perlu diingat bahwa latihan ini apabila dilakukan pada fase akut dapat semakin merusak bagian yang sedang mengalami inflamasi.
Ultrasound
mendatangkan keuntungan bagi pasien dengan spondilolistesis yang telah menyebabkan iritasi pada jaringan disekitarnya. Terapi termal hangat
Terapi termal hangat berguna untuk meningkatkan sirkulasi dan merilekskan jaringan otot sekitar.
Transcutaneous electrical nerve stimulation membantu menghilangkan nyeri. Biasanya digunakan terutama untuk nyeri yang teradiasi.
Tanda neurologis - radikulopaty (yang tidak berespon dengan terapi konservatif).
Klaudikasio neurogenik.
Pergeseran berat ( High grade slip >50 %)
Pergeseran tipe I dan tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan kurang berespon dengan terapi konservatif. Spondilolistesis traumatic.
Spondilolistesis iatrogenic.
Listesis tipe III (degenerative) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat. Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait).
3.8 Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan penanganan dengan pembedahanuntuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%), kebocoran LCS (2-10 %), kegagalan melakukan fusi (5-25 %), infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1-5 %). Pada pasien yang perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat fusi ialah (>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau kongenital yang lebih progresif. Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui perkembangan pasien ini. 6
3.9 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Sistem Muskuloskeletal. In : Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta : EGC; 2005. p. 835.
2. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates : Jakarta; 2002.
3. Spondylolisthesis. Available at :
http://my.clevelandclinic.org/disorders/back_pain/hic_spondylolisthesis.aspx.
Accessed on November, 23rd 2013.
4. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. Williams & Wilkins : USA; 1999.
5. Vokshoor A, Keenan MAE. Spondylolisthesis, Spondylolysis, and Spondylosis. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview. Accessed on November, 23rd 2013.
6. Spondylolisthesis. Available at :
http://www.spine-health.com/video/spondylolisthesis-symptoms-and-causes-video. Accessed on