• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wajah Kota Jakarta Antara Kebijakan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Wajah Kota Jakarta Antara Kebijakan dan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Wajah Kota Jakarta : Antara Kebijakan dan Masyarakat Apatis

Oleh : Angga Dunia Saputra)

Setiap diantara kita pasti menginginkan sebuah Kota yang nyaman, layaknya tempat tinggal dengan segala kebutuhan yang diinginkan oleh manusia, semua sadar Kota sebagai bagian dari kehidupan. Tolak ukur tercapainya pemenuhan kebutuhan masyarakat merupakan syarat kebijakan pemerintah setempat. Antara kebutuhan dan kebijakan adalah sepadan, artinya bahwa dalam mengambi sebuah kebijakan pembangunan sebuah Kota perlu memperhatikan berbagai macam aspek baik lingkungan, ekonomi dan sosial. Mengingat pembangunan sebuh Kota bukan sesuatu yang statis tapi dinamis, maka pengambilan keputusan harus berlandaskan perhitungan dan integrasi disiplin ilmu tertentu. Semua berdasarkan atas kebutuhan masyarakat, negara dan dunia.

Wajah Kota Jakarta

Jika kita perhatikan tiap Kota di Indonesia memiliki wajah Kota yang unik tergambarkan pada kehidupan masyarakatnya dan bentuk bangunan, misal di Jakarta. Jakarta sebagai pusat Ibu Kota negara, kota dengan hard worker oriented. Setiap orang berlomba-lomba untuk bekerja (apatis) tanpa turut memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan semakin padatnya Kota Jakarta, heterogenitis suku-budaya, bertambahnya lahan terbangun, terbatasnya permukiman, menjulang tinggi bangunan-bangunan vertikal, maka penggunaaan perumahan horizontal sudah tidak layak lagi di Indonesia. Semua ini berakar dari pemikiran yang menganggap bahwa semua dengan mudah didapat di Jakarta tanpa memperhitungkan kemampuan yang dimiliki untuk bertahan hidup di Kota Jakarta.

“kalau di Jakarta dengan memulung saya bisa dapat uang sekitar 2-3 juta perbulan, ini lebih baik dari saya dari pada harus bekerja

mencangkul disawah”.

 Mahasiswa Geografi Universitas Indonesia Angktan 2012

(2)

“semua lahan sawah sudah dijual, sehingga saya memutuskan untuk bekerja di Jakarta, pekerjaan apa pun yang penting dapat makan anak

dan istri”

Pernyataan diatas akan nampak untuk sebagaian orang yang jeli dan berani menayakan secara langsung alasan mereka bekerja dan tinggal di Jakarta, masih ada lagi pernyataan lain yang mungkin tidak tampak (kaum elite atas) di permukaan namun punya andil cukup besar terhadap perubahan wajah Kota Jakarta. Sebuah mental yang jauh dari kata peradaban.

Pengemis yang seharusnya mendapatkan perhatian, namun kenyataanya di kampung halaman memiliki sebidang tanah dan rumah yang cukup mewah. Ini menjadi gambaran bahwa mental warga Indonesia masih rendah, paradigma bahwa dengan mengemis adalah bagian dari pekerjaan.

Saat ini wajah Kota tidak cukup hanya dilihat dari kehidupan bermasyarakat namun dalam bentuk bangunan yang merupakan bagian dari refleksi kebudayaan. Struktur bangunan merupakan gambaran bahwa arsitek memilki nilai seni yang tinggi. Bangunan yang ada di Kota Jakata tidak menggambarakn nilai seni itu. Tapi orientasi bangunan Kota Jakarta saat ini lebih kepada kebutuhan pragmatais semata, bangunan di Kota sebagai alat untuk mensukseskan bisnis tanpa mengindahkan nilai seni dan budaya.

Ciri khas dan identitas sebuah Kota sangat penting mengingat akan menjadi penilaian dan pengingat wisatawan ketika berkunjung. Dalam buku “building happiness” dijelaskan bahwa sebuah struktur Kota merupakan area promosi kepada pengunjung. Kenyamanan dan kebahagian merupakan sebuah standar yang perlu diterapkan dari sebuah bangunan dengan memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan lingkungan. Nilai bangunan tidak hanya dilihat dari hal yang pragmatis saja melainkan nilai seni dan budaya.

Membangun Peradaban Kota

(3)

Peradaban sebuah Kota dapat dilihat kepada dua hal yaitu kehidupan masyarakatnya dan bentuk bangunan. Bentuk bangunan menjadi tolak ukur kehidupan dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat setempat menggambarkan bentuk bangunan yang akan dibuat.

Hingga saat ini Kota Jakarta menjadi basis pergerakan ekonomi Indonesia. Namun, permasalah muncul dengan terbatasnya area permukiman, maka penduduk mulai tinggal di daerah sub urban dengan harga sewa atau beli tanah lebih murah dibandingkan dengan Kota Jakarta. Hal inilah yang menyebabkan lahirnya Kota-Kota disekitar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi dan Cianjur. Dengan semakin padatnya Kota Jakarta, maka daerah sub-urban memainkan peran sebagai kawasan permukiman. Penduduk membutuhkan tidak hanya kebutuhan ekonomi melainkan tempat tinggal yang nyaman dan terbebas dari kebisingan Kota Jakarta, sehingga daerah permukiman dibuat senyaman mungkin, pohon rindang disepanjang jalan area perumahan, penjagaan keamanan 24 jam dan fasilitas pendukung seperti area berolahraga, area beribadah dan sebagainya.

Kota dengan heterogenitas kebutuhan masyarakat dan carut marut dunia politik saat ini tidak bisa dicampur adukan, bahwa prioritas dengan tingkat terburuk lebih kecil harus lebih diprioritaskan. Tidak ada kebijakan yang diputuskan menghasilkan kemulusan. Pasti akan ada evaluasi dari pihak tertentu yang tidak menghendaki. Seorang pengambil kebijakan dalam pembangunan Kota harus memiliki bekal negosisasi dan pendirian yang kuat, bahwa setiap kebijakan akan selalu bergesekan dengan keinginan golongan tertentu.

Disorientasi Kaum Urban

(4)

hanya berlandaskan kepada ucapan orang lain tidak bisa menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang di Jakarta.

Saat ini, Kota membutuhkan sosok pahlawan yang memiliki kekuatan untuk menumbangkan kepentingan golongan dan membangun mental masyarakat. Apa yang dibutuhkan oleh Kota maka sudah seharusnya dijalankan oleh pengambil kebijakan dengan skala perhitungan yang masak dari berbagai saran dan masukkan para ahli dan pakar.

Jakarta saat ini membutuhkan sosok pahlawan yang memiliki aspek wawasan keruangan yang luas. Melihat bahwa didalam sebuah ruang pasti ada pemiliki dan benda-benda didalamnya. Ketika seorang pahlawan masuk kedalam ruang tersebut maka akan ada dua hal yang mungkin akan terjadi penerimaan atau penolakan.

Persoalan bahwa kita diterima merupakan nilai respect yang kita tanam dalam kehidupan bermasyarakat, pahlawan baru perlu akrab tidak hanya kepada masyarakat kelas atas tapi juga kelas bawah, sehingga pengambilan keputusan akan holistik. Lain halnya jika itu adalah penolakan, maka perlu adanya evaluasi. Dilain sisi dalam keadaan gempit dan tertekan, seorang pengambil kebijakan harus berani memutuskan.

Daunku jatuh.

Dahanku rapuh.

Batangku menjelang rubuh.

Teruskan, lanjutkan,

Perjuangan abadi,

Menuju sejahtera.

Membangun, berkesinambungan.

Berwawasan, Lingkungan Hidup.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul penilaian kelas pada pembelajaran bahasa Arab (Studi Kasus pada kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Surakarta Tahun Ajaran 2009/20010)

Artinya, dalam konteks pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran apresiasi sastra Indonesia, guru dapat menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan

Perbandingan hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian sebelumnya tersebut membuktikan bahwa pemeliharaan pada media pemupukan masih tergolong dalam

Kemudian cetik niskala adalah meracun korban atau orang dengan sarana yang tidak kelihatan.Cetik ini hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ilmu Leak yang sudah

Aktor politik atau patron perantara adalah sosok yang memiliki pengaruh di tengah masyarakat nelayan, seperti punggawa, ketua kelompok nelayan, jejaring birokrasi

Berdasarkan permasalahan pada latar belakang, penulis ingin mengetahui seberapa besar Korelasi antara kesejahteraan ini terhadap tanggung jawab guru PAI di Madrasah Aliyah Negeri

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Media Kartu Berpasangan Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak e- Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha

Based on the result and the a formentioned description, it can be concluded that: (1) the use of libraries is influenced by the existence of important features of