• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keluarga dengan Anak Adopsi Usia Sekolah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Keluarga dengan Anak Adopsi Usia Sekolah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Keluarga dengan Anak Adopsi Usia Sekolah

Makalah Tugas Akhir Psikologi Keluarga

Christ Billy Aryanto

1006663890

Psikologi Keluarga kelas A

Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia

(2)

Kata Pengantar

Dulu ketika saya duduk di bangku kelas 3 SD, kakak saya pernah menggoda saya dengan mengatakan bahwa saya adalah anak pungut. Ketika saya konfirmasi dengan kedua orang tua saya, orang tua saya bukannya memberitahukan hal yang sebenarnya tetapi malah membenarkan informasi tersebut. Akhirnya saya selama dua tahun percaya bahwa saya bukanlah anak dari kedua orang tua saya dan percaya bahwa saya adalah anak pungut. Meskipun begitu, saat itu saya tetap berpikir bahwa kedua orang tua saya mencintai saya meskipun faktanya saya adalah anak pungut. Tetapi untungnya kedua orang tua saya memberi tahu kebenarannya bahwa saya memang anak kandung sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Adopsi memang telah menjadi pilihan untuk pasangan yang ingin memiliki anak, baik di kalangan artis maupun masyarakat pada umumnya. Makalah ini akan membahas apakah yang dimaksud dengan adopsi dan pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua dengan anak adopsi yang memiliki anak di usia sekolah. Informasi dalam makalah ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut atau sebagai acuan untuk penulisan lebih lanjut.

Makalah ini, yang wawancaranya sudah saya kerjakan jauh-jauh hari tetapi penulisannya tetap baru selesai H-1 dari pengumpulan tugas, semoga saja bisa bermanfaat untuk pembacanya, bisa memperluas informasi mengenai anak adopsi dan keluarga dengan anak sekolah, dan membuka pikiran bahwa teori-teori keluarga ideal yang biasa dibaca di buku tidak selamanya selalu benar. Dunia ternyata tidak seindah teori-teori yang ditulis dalam buku dan saya mulai memahami kata orang-orang tentang “Itu kan teorinya, prakteknya bisa beda”.

Hormat saya

(3)

Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pada jaman sekarang, adopsi sudah menjadi pilihan untuk memiliki anak bagi pasangan suami istri. Terdapat berbagai motif seseorang ingin memiliki anak adopsi, contohnya seperti yang dilansir dalam majalah Parents Indonesia (2013) adalah untuk menolong anak yang kurang beruntung, keinginan kuat untuk memiliki keturunan, kecintaan terhadap anak-anak, atau untuk mengatasi rasa kesepian. Orang tua mengadopsi seorang anak juga pada usia yang beragam, ada yang sejak bayi, ada yang ketika memasuki usia sekolah, bahkan ada yang diadopsi di usia remaja.

Salah satu kasus paling terkenal terkait dengan adopsi adalah pada keluarga pasangan Brad Pitt dan Angelina Jolie yang melakukan international adoption. Diungkapkan oleh Chen (2013) dalam US Magazine bahwa Brad Pitt dan Angelina Jolie memiliki enam orang anak dengan tiga orang anak merupakan hasil adopsi. Pasangan artis ini mengadopsi anak dari Kamboja, Vietnam, dan Ethiopia dan mengadopsi mereka semua di usia yang masih muda. Mereka dapat dikatakan sebagai pasangan yang berhasil mengasuh anak-anak mereka karena satu per satu anak-anak dari Brad Pitt dan Angelina Jolie ini semakin bertumbuh menjadi remaja.

Di Indonesia, belum ditemukan data yang valid terkait dengan jumlah anak adopsi atau data-data mengenai anak adopsi lainnya. Tetapi ditemukan data-data terkait adopsi di negara lain. Di Amerika Serikat, angka adopsi terus meningkat tiap dekade sehingga mencapai puncaknya pada tahun 1970 mencapai 175.000 orang anak adopsi (DeGenova, 2008). Adopsi kebanyakan dilakukan oleh perempuan yang pernah menikah, pada orang kulit putih, orang dengan pendidikan kurang, dan yang memiliki pendapatan tinggi (DeGenova, 2008). Angka adopsi di Amerika Serikat juga sebanarnya tidak terlalu tinggi dan diestimasi sekitar 4% warga amerika merupakan adopsi (Olson & DeFrain, 2006).

(4)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang penulis angkat adalah “Bagaimanakah kehidupan seorang keluarga yang memiliki anak adopsi berusia sekolah?”. Secara khusus, penulis ingin mengetahui bagaimana kehidupan dalam keluarga yang penulis wawancarai untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dinamika keluarga dengan anak adopsi berusia sekolah.

1.3. Sistematika Penulisan

Makalah ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut

1. Pendahuluan membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, dan sistematika penulisan masalah

2. Tinjauan pustaka membahas konsep dan istilah yang ditemui terkait dengan adopsi dan membahas tugas perkembangan orang tua, anak, dan keluarga pada keluarga dengan anak usia sekolah

3. Pembahasan membahas mengenai gambaran kasus dari hasil wawancara penulis dan analisis terhadap kasus tersebut

(5)

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Adopsi

Adopsi adalah kegiatan di mana orang tua secara sengaja mengambil anak dari orangtua lain sebagai anaknya sendiri, bisa disebabkan karena orangtua kandung telah memutuskan untuk tidak lagi mengasuh anak tersebut atau anak-anak tersebut telah menjadi yatim piatu (Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2007). Adopsi dibedakan atas beberapa tipe berdasarkan tata cara adopsi, komunikasi antara orang tua biologis dan orang tua adopsi, serta proses komunikasi dengan keluarga biologis. Berdasarkan tata cara adopsi, Williams, Sawyer, dan Wahlstrom (2007) membedakan menjadi dua tipe:

1. Public adoption merupakan tipe adopsi yang diatur melalui suatu agen berlisensi yang kemudian menempatkan anak di keluarga adopsi. Kelebihan tipe adopsi ini adalah terdapat penjelasan yang jelas mengenai hak-hak yang sah serta terdapat konseling baik bagi keluarga biologis ataupun keluarga adopsi. Akan tetapi, kekurangan tipe adopsi ini adalah membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya, selain itu juga terdapat persyaratan yang berbeda-beda pada tiap agensi bagi keluarga yang ingin mengadopsi anak.

2. Private adoption (independent adoption) merupakan adopsi yang diatur langsung antara orang tua biologis dengan orang tua adopsi. Kelebihan tipe adopsi ini adalah kedua belah pihak, baik keluarga biologis maupun keluarga adopsi, dapat lebih mempunyai kontrol serta dapat menjalankan proses adopsi dengan lebih cepat. Akan tetapi, kekurangannya adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk adopsi dapat jauh lebih mahal serta dapat terjadi kemungkinan adanya eksploitasi anak.

Berdasarkan komunikasi yang terjalin antara orang tua biologis dan orang tua adopsi, Williams, Sawyer, dan Wahlstrom (2007) membedakannya menjadi tiga macam adopsi yaitu

1. Closed adoption: Orang tua biologis dan orang tua adopsi saling tidak mengetahui identitas masing-masing dan tidak terjadi adanya komunikasi antara kedua belah pihak 2. Semi open adoption: Orang tua biologis dan orang tua adopsi saling bertukar informasi,

(6)

3. Open adoption: dimana orang tua biologis dan orang tua adopsi memiliki interaksi yang lebih aktif, seperti adanya pertemuan sebelum anak adopsi lahir ataupun komunikasi yang terus terjalin setelah anak adopsi lahir (Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2007).

Berdasarkan proses komunikasi yang terjadi dengan keluarga biologis, Olson dan DeFrain (2006) membedakan menjadi tiga yaitu:

1. Tipe keluarga confidential: Hampir sama dengan tipe keluarga closed adoption dari William, Sawyer, dan Wahlstrom (2007), dimana tidak terdapat terdapat informasi yang dibagikan dari orang tua biologis dan orang tua adopsi. Sama sekali tidak terjalin komunikasi antar pihak, sehingga masing-masing pihak tidak mengetahui identitas pihak lainnya.

2. Tipe keluarga mediated: Merupakan keluaga yang menjalin komunikasi, akan tetapi melalui pihak ketiga. Dalam hal ini yang menjadi pihak ketiga ialah agen adopsi.

3. Tipe keluarga fully disclosed: Merupakan keluarga adopsi yang menjalin proses komunikasi dengan orang tua biologis dari anak yang akan diadopsi. Proses komunikasi terjadi secara terbuka dan melibatkan kontak langsung. Hal ini berarti keluarga adopsi telah mengenali dan pernah bertemu dengan orang tua biologis.

Jika keluarga fully disclosed dibandingkan dengan keluarga confidential, maka berdasarkan penelitian, keluarga fully disclosed cenderung menunjukkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi terhadap adopsi, lebih empati terhadap anak yang diadopsi dan orang tua biologisnya, memiliki perasaan positif yang lebih kuat dan permanen terhadap anak adopsinya, serta lebih rendah timbulnya ketakutan terhadap orang tua biologis yang akan meminta reclaim

terhadap anaknya kembali (Grotevant, 2003 dalam Olson & DeFrain, 2006)

2.2 Keluarga dengan Anak Usia Sekolah

Keluarga yang memiliki anak usia sekolah memiliki tugas perkembangan masing-masing baik tugas perkembangan anak usia sekolah, orang tua dengan anak sekolah, dan keluarga dengan anak sekolah (Duvall, 1977). Tugas perkembangan anak usia sekolah adalah

(7)

○ Memperluas kemampuannya untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain, baik teman sebaya maupun orang dewasa

○ Belajar untuk mengendalikan perasaannya

○ Mempelajari peran gendernya baik sekarang maupun di masa depan ○ Mencari tahu bahwa dirinya adalah orang yang berharga

○ Mengembangkan hati nurani dengan kontral moral dalam diri

Anak-anak usia sekolah mendeskripsikan orang tua yang sempurna sebagai orang tua yang penuh kasih di rumah, selalu terjaga, selalu bisa diajak bermain, murah hati, tidak mudah marah, berpikiran terbuka, dan mudah memaafkan (Duvall, 1977). Adapun tugas perkembangan orang tua dengan anak usia sekolah adalah:

○ Menyediakan kebutuhan yang anaknya butuhkan untuk berkembang ○ Menikmati hidup dengan anaknya

○ Mendorong perkembangan anaknya

Baik orang tua maupun anak juga harus bekerja sama untuk memenuhi tugas perkembangan keluarganya, yaitu

○ Menyediakan aktivitas untuk anak dan privasi untuk orang tua ○ Menjaga finansial keluarga

○ Bersosialisasi lebih lanjut dengan anggota keluarga ○ Meningkatkan komunikasi dengan keluarga

○ Membangun hubungan dengan kehidupan di luar keluarga ○ Mengembangkan moral dan memabangun moral keluarga

Orang tua memiliki pola asuh tertentu untuk mengasuh anaknya. Baumrind (1971, 1996, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) mengidentifikasi gaya pola asuh orang tua dan mendeskripsikan tingkah laku yang biasa muncul pada anak yang diasuk dengan pola asuh tertentu. Terdapat tiga gaya pola asuh orang tua, yaitu

Authoritarian parenting: Pola asuh yang menekankan kontrol dan disiplin yang tidak boleh dipertanyakan. Orang tua yang authoritarian mencoba untuk membuat anak patuh pada standar yang sudah ada dan menghukum anak dengan sewenang-wenang dan memaksa bila anak tidak patuh. Anak menjadi tidak dekat dan kurang hangat dengan orang tuanya, dan anak juga cenderung tidak senang, suka menyediri, dan penuh curiga.

(8)

sendiri. Orang tua akan hangat, tidak mengontrol, dan tidak banyak menuntut sehingga anak cenderung menjadi tidak dewasa dan kurang bisa mengontrol diri dan kurang mengeksplor diri.

(9)

Bab III

Pembahasan

Gambaran Kasus

Penulis melakukan wawancara dengan dua orang, yaitu ibu NN dan ibu XX. Ibu NN adalah ibu berusia 54 tahun yang memiliki seorang anak adopsi yang sekarang berusia 8 tahun. Ibu XX adalah teman terdekat dan ipar dari ibu NN dan banyak mengetahui kehidupan dalam keluarga ibu NN, sehingga dapat dikatakan ibu XX adalah significant other dari ibu NN. Penulis mewawancarai ibu NN dan ibu XX secara terpisah dan di waktu dan tempat yang berbeda agar tidak terjadi bias jawaban dari masing-masing interviewee.

Ibu NN memutuskan untuk mengadopsi anak karena ibu NN tidak dikaruniai anak sejak menikah sampai dengan usianya yang sudah tidak muda lagi. Ibu NN melihat bahwa suaminya sangat dekat dengan anak-anak tetangga dan mengamati bahwa suaminya menyukai anak-anak. Ibu NN dan suaminya kemudian mendiskusikannya hingga akhirnya memutuskan untuk mengadopsi anak. Ternyata kebetulan adiknya juga mau mengadopsi anak sehingga mereka berdua bersama-sama mencari informasi untuk mengadopsi anak.

Ibu NN kemudian mendapatkan informasi dari adiknya bahwa ada seorang keluarga yang ingin anaknya diadopsi. Keluarga tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu dan sudah memiliki enam orang anak pada saat itu. Ibu tersebut sedang hamil tua ketika ibu NN bertemu dengan keluarga tersebut. Ayah dan Ibu dari keluarga tersebut merasa sudah tidak sanggup menambah jumlah anggota keluarga sehingga memutuskan untuk memberikan anak yang sedang dikandung oleh ibu tersebut kepada keluarga lain. Akhirnya pada hari ibu dari keluarga tersebut melahirkan, anak tersebut langsung diserahkan kepada ibu NN dan setelah itu ibu NN tidak pernah berhubungan lagi dengan keluarga tersebut.

(10)

berdasarkan wawancara dengan ibu XX ini adalah hal yang dikhawatirkannya karena ibu XX merasa suatu saat nanti anak tersebut akan paham dan pasti bertanya dengan ibunya. Tetapi ibu NN tetap bersikeras untuk tidak memberitahunya meskipun ibu XX sudah mengingatkannya.

Kehadiran anak tersebut membahagiakan ibu NN dan suaminya, mereka berdua sama-sama menyayangi anaknya. Tetapi ibu NN merasa bahwa kebahagiaan keluarga kecil tersebut tidak bertahan lama. Ketika ibu NN dan suaminya sama-sama sibuk dengan pekerjaannya, akhirnya ibu NN memutuskan untuk memperkerjakan seorang pengasuh ketika anaknya berusia sekitar dua tahun. Ternyata pengasuh tersebut memberikan pengaruh yang buruk kepada anak tersebut. Pengasuh yang mengasuh anak ibu NN kasar, suka menyombongkan diri, sering mengeluarkan kata-kata kasar, selalu mau menang sendiri, dan bahkan suka melawan majikannya sendiri. Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan ibu XX kepada penulis bahwa ternyata pengasuh ibu NN tersebut memang tidak disukai oleh keluarga besar. Tetapi ibu NN tetap mempertahankan pengasuh tersebut karena sulitnya mencari pengasuh.

Pada saat usia ibu NN 52 tahun dan anaknya berusia 6 tahun, ibu NN melihat tingkah laku anaknya yang menjadi serupa dengan pengasuhnya. Anaknya menjadi suka membentak ibunya, menjambak ibunya, dan suka bermain kasar dengan teman-temannya. Permintaan apapun yang diminta oleh anak dari ibu NN harus dituruti dan dia akan menangis menjerit-jerit lalu memukul-mukul bila tidak dituruti. Bila anak tersebut tidak mendapatkan permintaannya dari ibu NN, maka dia akan lari kepada ayahnya dan memang biasanya akan diberikan oleh ayahnya. Ibu NN sudah beberapa kali mengingatkan suaminya untuk tegas dengan anaknya, tetapi suaminya tidak mendengarkannya.

Akhirnya, ibu NN memutuskan untuk pensiun dan memecat pengasuh dari anaknya tersebut. Tetapi ibu NN merasa bahwa apa yang dilakukannya sebenarnya sudah terlambat, karena anaknya sudah terlanjur menjadi anak yang nakal dan tidak taat peraturan. Ibu NN akhirnya banyak mengeluh mengenai anaknya dan suaminya yang cenderung tidak peduli dan pasif kepada ibu XX. Ibu NN merasa bahwa tidak adanya kerjasama antara dirinya dengan suaminya untuk mengasuh anak mereka berdua. Meskipun memang anak tersebut adalah anak adopsi, tetapi dari awal ibu NN dan suaminya sudah sepakat untuk mengasuh anak tersebut namun ternyata tidak berjalan baik seiring berjalannya waktu.

(11)

sebagai pengamat keluarga ibu NN. Ibu XX merasa bahwa pengasuh ibu NN yang banyak mengubah dinamika dalam keluarga ibu NN. Ibu NN dan suami sama-sama berasal dari Jawa yang berwatak lembut dan sopan tutur katanya, dan itu tidak muncul pada anaknya yang banyak diasuh oleh pengasuhnya. Ibu XX juga melihat bahwa suami ibu NN tidak banyak melakukan apa-apa dalam mengasuh anaknya dan hampir semuanya yang mengurusnya adalah ibu NN. Ibu NN berusaha untuk tegas dengan anaknya, tetapi anaknya tidak mau mendengar ibu NN dan banyak berlari kepada ayahnya yang kemungkinan besar akan menuruti permintaannya. Ibu XX memiliki kekesalan juga dengan anak dari ibu NN karena tidak bisa diatur dan sangat cengeng. Ibu XX melihat bahwa karena ketidakkonsistenan peraturan dalam keluarga, maka anak dari ibu NN ini menjadi anak yang bertingkah laku sewenang-wenang.

Ibu NN berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan anaknya tanpa memanjakannya, namun suami ibu NN tetap saja menuruti apapun keinginan dari anaknya. Ibu XX sebagai pengamat dari luar melihat bahwa sebenarnya semua kebutuhan dari anak ibu NN terpenuhi dengan baik, seperti pendidikan, kesehatan, kebutuhan dasar dan kebutuhan-kebutuhan lain. Sayangnya anak tersebut tidak cepat puas sehingga selalu mau lebih terus menerus dan cenderung serakah. Ibu NN sebenarnya khawatir dengan perkembangan anaknya baik secara fisik maupun emosional. Secara fisik, anak dari ibu NN obesitas karena seluruh keinginannya untuk makan selalu dituruti dan akan marah bila tidak dituruti. Secara emosional, ibu NN khawatir kalau ketika dewasa nanti dia tetap menjadi anak yang manja dan tidak bisa masuk ke dalam pergaulan karena sikapnya.

Ibu NN dan suaminya memang memperlakukan anaknya seperti anak kandungnya sendiri dan tidak pernah menganggap sebagai anak adopsi dari awal. Tetapi memang diakui oleh ibu NN bahwa pola asuhnya dan suaminya memang perlu diperbaiki, namun ibu NN bingung apa yang harus dilakukannya agar anaknya bisa berkembang sesuai dengan anak-anak seusianya. Ibu XX juga berpendapat bahwa bila saja ibu NN dan suaminya bisa bekerja sama dengan baik, maka keluarga tersebut dapat kembali bahagia dan bisa mengasuh serta mendidik anaknya dengan baik.

Analisa

(12)

tipe private adoption. Adopsi ini dilakukan antara pihak keluarga adopsi dan pihak keluarga biologis secara langsung dan memang diatur oleh kedua belah pihak. Sehingga akhirnya bisa mencapai keputusan untuk ibu biologis langsung memberikan anaknya kepada ibu adopsi.

Berdasarkan komunikasi yang terjalin antara orang tua biologis dan orang tua adopsi, adopsi yang terjadi adalah semi open adoption. Sebelum anak tersebut lahir, pihak orang tua biologis maupun pihak orang tua adopsi saling bertukar informasi dan membuat kesepakatan-kesepakatan. Setelah anak tersebut lahir dan diberikan kepada orang tua adopsi, mereka tidak mengalami komunikasi lebih lanjut dan orang tua keluarga biologis tidak pernah lagi mengunjungi anaknya.

Berdasarkan komunikasi yang terjadi dengan keluarga biologis, maka kasus ini tergolong dalam tipe keluarga confidential tetapi tidak dapat dikatakan sepenuhnya confidential. Informasi mengenai anak yang akan diadopsi dari ibu biologis tetap didapatkan, tetapi komunikasi setelah anak diasuh oleh keluarga adopsi tidak terjalin antara keluarga biologis dengan keluarga adopsi. Tidak seperti tipe keluarga confidential yang diungkapkan Olson dan DeFrain (2006) dimana tidak terdapat terdapat informasi yang dibagikan dari orang tua biologis dan orang tua adopsi. Sama sekali tidak terjalin komunikasi antar pihak, sehingga masing-masing pihak tidak mengetahui identitas pihak lainnya.

Bila ditinjau keluarga tersebut dari sisi perkembangan keluarganya, maka dapat dianalisa berdasarkan tugas perkembangannya masing-masing. Berdasarkan tugas perkembangan anaknya terdapat tiga tugas perkembangan yang anak belum berhasil lakukan, yaitu menjadi anggota keluarga yang aktif dan kooperatif, belajar untuk mengendalikan perasaannya, dan mengembangkan hati nurani dengan kontrol moral dalam diri. Sang anak masih belum bisa bekerjasama dengan orang tuanya dan hanya ingin dituruti keinginan dirinya. Anak juga belum bisa mengendalikan perasaannya tampak dari dirinya yang suka memukul dan menjambak ibunya serta cengeng. Pengembangan hati nurani juga masih sangat kurang sehingga membuat dirinya menjadi anak yang kasar dan hal ini dipengaruhi juga karena dirinya lebih lama diasuh oleh pengasuh.

(13)

cenderung berlebih pada kebutuhan fisik anaknya. Dalam hal menikmati hidup dengan anaknya, pada awalnya memang keluarga tersebut menikmati hidup dengan anaknya. Tetapi karena terlalu banyak intervensi oleh pengasuhnya yang ternyata banyak mengubah anaknya, mereka menjadi sulit menikmati hidup karena perubahan dinamika keluarga yang terjadi karena anaknya yang bertingkah laku kasar, ayah yang cenderung pasif, dan ibu yang tampak berjuang sendiri mengurus anaknya. Pada hasil wawancara ini, tidak bisa dikatakan bahwa orang tua sudah mendorong perkembangan anaknya karena tidak begitu tampak bentuk dorongan yang orang tua berikan pada anaknya.

Tugas perkembangan keluarga tersebut yang tampak belum terlaksana dengan baik adalah meningkatkan komunikasi dengan keluarga, dan mengembangkan moral dan membangun moral keluarga. Komunikasi dalam keluarga tersebut dapat dikatakan belum berjalan dengan baik karena komunikasi baik antara suami-istri maupun dengan anaknya belum terjalin dengan harmonis. Anak tidak mau mendengar kata-kata ibunya, ibunya tidak banyak bekerjasama dengan suami, dan ayah tampak pasif dan tidak banyak melakukan apa-apa dalam keluarga. Moral dalam keluarga juga masih kurang tampak dari perilaku anaknya yang bertingkah laku sewenang-wenang.

(14)

Bab IV

Kesimpulan

Anak dari ibu NN ini meskipun merupakan anak adopsi tetapi keluarga ibu NN memperlakukan dirinya layaknya anak kandung. Tipe-tipe adopsi yang dilakukan tidak banyak memengaruhi secara signifikan tugas perkembangan dan pola asuh orang tua terhadap anaknya. Secara garis besar, tugas perkembangan dan pola asuh yang keluarga ibu NN ini lakukan sama seperti yang dilakukan oleh keluarga dengan anak kandung. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor pola pikir keluarga ibu NN yang mengasuh anak adopsi tersebut layaknya anak kandung dan memang dianggap benar-benar seperti anak kandungnya sendiri bahkan sampai tidak mau diberitahukan fakta bahwa anak tersebut adalah anak adopsi.

(15)

Daftar Pustaka

Chen, J. (May, 2013). Maddox jolie-pitt, 11, angelina jolie and brad pitt's oldest son, looks all grown up: picture. US Magazine. Diunggah dari http://www.usmagazine.com/celebrity- news/news/maddox-jolie-pitt-11-angelina-jolie-and-brad-pitts-oldest-son-looks-all-grown-up-picture-2013113#ixzz2UbuzW0bm

DeGenova, M. K. (2008). Intimate relationship, marriages, and families (7th ed.). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Duvall, E. M. (1977). Marriage and family development (4th ed.). USA: J. B. Lippincott Company

Olson, D. H. L. & DeFrain, J. D. (2006). Marriages and families: Intimacy, diversity, and strengths (5th ed.). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (11th ed.). New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Parents Indonesia (2013). Berniat mengadopsi anak?. Parents Indonesia. Diunggah dari http://www.parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=solution&id=207 Williams, B. K., Sawyer, S. C., & Wahlstrom, C. M. (2006). Marriages, families, & intimater

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dampak dari adanya klinik wirausaha yang dibentuk di UPBJJ-UT Bogor terhadap kualitas karya ilmiah dan pertumbuhan semangat

Diutamakan memiliki pengalaman dan prestasi mengikuti kompetisi contact center level nasional (misal:The Best Contact Center oleh ICCA) atau level internasional (misal: Top Ranking

Johtopäätökset syntyivät pohtimalla miten tulokset vastasivat tutkimuksen tutkimuskysymyksiin, millaiset ovat nuorten aikuisten kannabiksen käytön motiivit ja millaisia

Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah merupakan keputusan mahasiswa untuk memilih Universitas Singaperbangsa Karawang sebagai tempat kuliah

Pembelajaran menulis puisi adalah salah satu kompetensi dasar menulis sastra yang harus dikuasai oleh siswa kelas VIII SMP, karena dengan memiliki kemampuan menulis

Untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh latihan kekuatan otot perut terhadap peningkatan kemampuan dasar heading dalam permainan sepak bola

Penelitian dilakukan untuk mencari jenis, bentuk, dan penyebab kesalahan penggunaan struktur frasa subordinatif pewatas-inti bahasa Mandarin pada kalimat pembelajar yang

[r]