ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA
MENURUT BANK DUNIA
POSTED ON JUNI 14, 2013 BY SAMSULJRS99
7
Jumlah orang miskin di Negeri ini yang tak kunjung berkurang secara signifikan membuat negara ini terlihat seperti negara yang tidak berkembang apa lagi dilihat dari media
telkomunikasi di internet kemiskinan di indonesia ini pada tahun 2013 di perhitungkan tidak mengalami pernuruna karena hanya mengalami penurunan 0,7 persen yang bahkan di anggap tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Menurut salah seorang sumber yang telah di wawancarai oleh seorang media mengatakan “Ternyata pertumbuhan ekonomi satu persen tidak berdampak pada sekian ratus orang yang tidak lagi berstatus miskin.”
Merujuk data pemerintah, orang miskin adalah mereka dengan
pengeluaran Rp 7.000 per hari per orang untuk nasional dan Rp 10 ribu untuk Jakarta. Namun, ekonom Hendri Saparini menilai ukuran kemiskinan itu tidak rasional.
Berdasarkan ukuran kemiskinan itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah orang miskin di Indonesia hanya 31 juta orang. Sedangkan data dari Bank Dunia dengan ukuran kemiskinan pengeluaran US$ 2 per hari, jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 59 persen atau setengah dari penduduk Indonesia. sebenarnya garis kemiskinan internasional
dinyatakan dalam suatu mata uang tunggal atau yang di sebut common currency, yakni dollar Amerika Serikat. Dollar AS dipilih sebagai acuan karena mata uang ini dapat diterima di hampir semua negara.
Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari. Artinya, yang dianggap miskin di dunia ini,di negara manapun individu tersebut berada adalah yang memiliki
pengeluaran kurang dari 1,25 dollar AS per hari.
besar garis kemiskinan tersebut ditentukan dengan menggunakan metode penghitungan yang sama, yakni metode biaya pemenuhan kebutuhan dasar .
Untuk menghitung garis kemiskinan internasional, Bank Dunia
mengkonversi garis kemiskinan 75 negara tersebut—yang dinyatakan dalam mata uang masing-masing negara ke dollar AS. Selanjutnya,
dengan menggunakan teknik statistik tertentu atau analisis regresi, para peneliti Bank Dunia menemukan bahwa rata-rata garis kemiskinan untuk 15 negara termiskin (less-developed countries ) adalah sebesar 38 dollar AS per kapita per bulan atau sekitar 1,25 dollar AS per kapita per hari. Berdasarkan temuan ini, Bank Dunia kemudian menetapkan bahwa garis kemiskinan internasional sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari.
Karena merupakan rata-rata garis kemiskinan dari 15 negara termiskin dari 75 negara yang diikutkan dalam penghitungan, garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari boleh dibilang hanya mengukur kemiskinan dari perspektif negara-negara miskin. Karena itu,Bank Dunia juga menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar 2 dollar AS per kapita per hari yang merupakan median (nilai tengah) dari garis
kemiskinan seluruh negara berkembang (developing countries).
Garis kemiskinan sebesar 1,25 dollar AS per kapita per hari merupakan revisi atau penyempurnaan terhadap garis kemiskinan internasional yang digunakan Bank Dunia sebelumnya, yakni sebesar 1,08 dollar AS per kapita per hari. Garis kemiskinan sebesar 1,08 dollar AS merupakan hasil revisi terhadap garis kemiskinan sebelumnya: 1 dollar AS per kapita per hari.
Yang di lakukan pihak Bank Dunia untuk mengentaskan Kemiskinan di Indonesia
Tim Kemiskinan Bank Dunia menyediakan analisis pasar tenaga kerja di Indonesia dalam rangka mendukung reformasi dan program yang akan memberikan
kesempatan yang lebih baik kepada masyarakat miskin untuk mencari pekerjaan yang baik. Saat ini perdebatan mengenai kebijakan dan program pasar tenaga kerja sering tidak didasarkan pada bukti empiris. Untuk mendukung dialog yang produktif antara pemerintah, pekerja dan pengusaha, Tim Kemiskinan menyiapkan laporan menyeluruh mengenai pasar tenaga kerja di Indonesia. Indonesia Jobs Report, didasarkan pada data empiris terbaru, mencakup empat bidang luas:
Meneliti tren pasar tenaga kerja. Melihat perkembangan pasar tenaga kerja Indonesia yang membantu untuk lebih memahami situasi tenaga kerja saat ini. Selama dua dekade terakhir, Indonesia mengalami guncangan dan penyesuaian ekonomi besar, mengalami transformasi politik radikal, dan mengubah kebijakan tenaga kerja nasional. Indonesia memasuki masa ‘pertumbuhan penganggur’ selama 1999-2003, di mana pertumbuhan ekonomi tidak disertai dengan perluasan kesempatan kerja. Analisis dalam laporan berupaya untuk mengungkap penyebab
pertumbuhan penganggur dan mengeksplorasi bagaimana sebagian besar pekerja berupaya mencari pekerjaan di sektor informal.
pekerjaan yang “lebih baik” dengan menetapkan sistem untuk upah minimum yang moderat yang, antara 1999 dan 2003, meningkat dengan cepat. Namun, pada saat yang sama, hukum secara signifikan
memperketat peraturan perekrutan dan pemberhentian dengan
membatasi penggunaan kontrak sementara dan meningkatkan tingkat pesangon. Sejak itu, biaya PHK di Indonesia terus menjadi yang tertinggi di kawasan ini. Hal ini telah memicu kontroversi mengenai sejauh mana peraturan ini menghambat pemberi kerja melakukan perekrutan staf, dan apakah kekakuan dalam pasar tenaga kerja memperlambat laju
penciptaan lapangan kerja di sektor formal dan nonpertanian. Laporan ini mengamati efek upah minimum terhadap tren ketenagakerjaan, dan bagaimana peraturan perekrutan dan pemberhentian memengaruhi tren penciptaan lapangan kerja dan perlindungan karyawan.
Memperlengkap pekerja dengan keterampilan. Dengan peningkatan investasi publik selama tiga dekade, tenaga kerja Indonesia lebih
berpendidikan dari sebelumnya. Namun, Indonesia terus tertinggal di belakang tetangga regional kita. Banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan dalam melanjutkan peningkatan tingkat pendidikan angkatan kerja secara keseluruhan. Departemen Pendidikan Nasional telah
berusaha untuk meningkatkan keterampilan kerja dengan
mempromosikan pendidikan menengah kejuruan sehingga 70 persen dari semua siswa terdaftar di pendidikan kejuruan pada tahun 2015. Namun, penelitian oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa walaupun pendidikan menengah kejuruan lebih mahal, pendidikan ini tidak memberikan keunggulan nyata bagi para lulusan di dunia kerja. Pekerja yang miskin dan rentan kurang memiliki akses ke sistem pendidikan formal. Jobs Laporan mengamati bagaimana pelatihan nonformal dapat membantu pekerja rentan agar lebih berhasil di pasar tenaga kerja.
Melindungi pekerja rentan dari guncangan pekerjaan dan
upah. Saat terjadi kemerosotan ekonomi, pekerja yang memiliki risiko kehilangan pekerjaan mereka hanya memiliki sedikit jaring pengaman yang dapat mereka gunakan. Meskipun Indonesia berhasil mengatasi penurunan ekonomi global baru-baru ini, banyak pertanyaan yang telah diajukan mengenai kesiapan pemerintah untuk melindungi pekerja yang diberhentikan yang bergantung pada pendapatan stabil untuk mendukung keluarga mereka. Jobs Report mengamati bagaimana kebijakan dan
program, seperti pekerjaan umum, dapat digunakan sebagai jaring