• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI TEORI BELAJAR fix Copy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI TEORI BELAJAR fix Copy"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI-TEORI BELAJAR

1. Teori Belajar Gagne

Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian mengenai fase-fase belajar, tipe-tipe kegiatan belajar, dan hirarki belajar. Dalam penelitiannya ia banyak menggunakan materi matematika sebagai medium untuk mengujipenerapan teorinya (Depdiknas, 2005:13).

Gagne dalam Dimyati (2002:10) menyatakan belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.

Menurut Hudojo (1990:13) teori merupakan prinsip umum yang didukung oleh data dengan maksud untuk menjelaskan suatu fenomena. Sedangkan belajar merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadi perubahan tingkah laku yang relatif/ tetap. Dari pengertian teori dan belajar tersebut, secara ringkas dapatlah dikatakan, teori belajar menyatakan hukum-hukum/ prinsip-prinsip umum yang melukiskan yang melukiskan kondisi terjadinya belajar. Dalam teorinya, Gagne mengemukakan delapan fase dalam suatu tindakan belajar (Dahar, 1991:141-143). Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distruktur oleh siswa.

Kedelapan fese yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Fase Motivasi

Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh hadiah. Misalnya, siswa-siswa dapat mengharapkan bahwa informasi akan memenuhi keingintahuan merekatentang suatu pokok bahasan, akan berguna bagi mereka atau dapat menolong mereka untuk memperoleh angka yang lebih baik.

2. Fase Pengenalan

Siswa harus memberi perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kajian instruksional, jika belajar akan terjadi. Misalnya, siswa memperhatikan aspek-aspek yang relevan tentang apa yang dikatakan guru, atau tentang gagasan-gagasan utama dalam buku teks.

3. Fase Perolehan

Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran. Informasi tidak langsung terserap dalam memori ketika disajikan, informasi itu di ubah kedalam bentuk yang bermakna yang dihubungkan dengan materi yang telah ada

(2)

4. Fase Retensi

Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), praktek (practice), elaborasi atau lain-lainnya.

5. Fase Pemanggilan

Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka-panjang. Jadi bagian penting dalam belajar adalah belajar memperoleh hubungan dengan apa yang telah dipelajari, untuk memangil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.

6. Fase Generalisasi

Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks dimana informasi itu dipelajari. Jadi, generalisasiatau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar. Transfer dapat ditolong dengan memintapara siswa untuk menggunakan informasi dalam keadaan baru.

7. Fase Penampilan

Siswa harus memperhatikan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.

8. Fase Umpan Balik

Para siswa memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.

Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne (Dahar, 1991:143-145) menyarankan adanya kejadian-kejadian instruksi yang ditujukan pada guru dalam menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Kejadian-kejadian instruksi itu adalah:

1. Mengaktifkan Motivasi

Langkah pertama dalam pembelajaran adalah memotivasi para siswa untuk belajar. Kerap kali ini dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka dalam isi pelajaran, dan mengemukakan kegunaannya.

2. Memberitahu Tujuan-tujuan Belajar

Kejadian instruksi kedua ini sangat erat kaitannya dengan kejadian instruksi pertama. Sebagiandari mengaktifkan motivasi para siswa ialah dengan memberitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan apa yang akan mereka pelajari. Memberi tahu tujuan belajar juga menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran.

3. Mengarahkan Perhatian

(3)

kalimat.

4. Merangsang Ingatan

Menurut Gagne bagian yang paling kritis dalam proses belajar adalah pemberian kode pada informasi yang berasal darimemori jangka pendek yang disimpan dalam memori jangka panjang. Guru dapat berusaha untuk menolong siswa-siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang itu. Cara menolong ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaanpada siswa, yang

merupakan suatu cara pengulangan.

5. Menyediakan Bimbingan Belajar

Untuk memperlancar masuknya infomasi ke memori jangka panjang, diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru itu dengan pengalaman siswa.

6. Meningkatkan Retensi

Retensi atau bertahannya materi yang di pelajari (jadi tidak terlupakan) dapat diusahakan oleh guru dan siswa itu sendiri dengan cara sering mengulangi pelajaran itu. Cara lain adalah dengan memberi banyak contoh, menggunakan tabel-tabel, menggunakan diagram-diagram dan gambar-gambar.

7. Melancarkan Transfer Belajar

Tujuan transfer belajar adalah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan.

8. Mengeluarkan Penampilan dan Memberikan Umpan Balik

(4)

2. TEORI BELAJAR MENGAJAR MENURUT JEROME S. BRUNER A. Biografi J. S. Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

B. Proses Belajar Mengajar Menurut Jerome S. Bruner

Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak. Berhubungan dengan hal itu, antara lain:

1. Perkembangan intelektual anak

Menurut penelitian J. Piaget, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga taraf.

1. Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, masa pra sekolah, jadi tidak berkenaan dengan anak sekolah. Pada taraf ini ia belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif pribadinya dengan realitas dunia luar. Karena itu ia belum dapat memahami dasar matematikan dan fisika yang fundamental, bahwa suatu jumlah tidak berunah bila bentuknya berubah. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas.

2. Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam menghadapi suatu masalah ia tidak perlu memecahkannya dengan percobaan dan perbuatan yang nyata; ia telah dapat melakukannya dalam pikirannya. Namun pada taraf operai kongkrit ini ia hanya dapat memecahkan masalah yang langsung dihadapinya secara nyata. Ia belum mampu memecahkan masalah yang tidak dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya.

(5)

2. Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar

Menurut Bruner, dalam prosses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu:

1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi)

Dalam tahap ini, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.

2. Tahap transformasi (tahap pengubahan materi)

Dalam tahap ini, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.

3. Tahap evaluasi

Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi.

3. Kurikulum spiral

J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya.

Contoh himpunan tiga buah mangga. Untuk menanamkan pengertian 3 diberikan 3 contoh himpunan mangga. Tiga mangga sama dengan 3 mangga.

B. Alat-Alat Mengajar

Jerome Bruner membagi alat instruksional dalam 4 macam menurut fungsinya.

1. alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”. Yaitu menyajikan bahan-bahan kepada murid-murid yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah. Ini dapat dilakukan melalui film, TV, rekaman suara dll. 2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala,

misalnya model molekul atau alat pernafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga program yang memberikan langkah-langkah untuk memahami suatu prinsip atau struktur pokok.

(6)

4. Alat automatisasi seperti “teaching machine” atau pelajaran berprograma, yang menyajikan suatu masalah dalam urutan yang teratur dan memberi ballikan atau feedback tentang responds murid.

C. Aplikasi Teori Bruner Dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan? 3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri.

Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?

4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. (Anita W,1995 dalam Paulina panen, 2003 3.16)

Berikut ini disajikan contoh penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar.

1. Pembelajaran menemukan rumus luas daerah persegi panjang

Untuk tahap contoh berikan bangun persegi dengan berbagai ukuran, sedangkan bukan contohnya berikan bentuk-bentuk bangun datar lainnya seperti, persegipanjang, jajar genjang, trapesium, segitiga, segi lima, segi enam, lingkaran.

a. Tahap Enaktif.

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.

Untuk gambar a ukurannya: Panjang = 20 satuan , Lebar = 1 satuan

b ukurannya: Panjang = 10 satuan , Lebar = 2 satuan

c ukurannya: Panjang = 5 satuan , Lebar = 4 satuan

(7)

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

c. Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.

Siswa diminta untuk mngeneralisasikan untuk menenukan rumus luas daerah persegi panjang. Jika simbolis ukuran panjang p, ukuran lebarnya l , dan luas daerah persegi panjang L maka jawaban yang diharapkan L = p x l satuan

Jadi luas persegi panjang adalah ukuran panjang dikali dengan ukuran lebar.

Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:

1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. 2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.

3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. 4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan

intuisinya.Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya. 5. Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekoah dasar dapat dilakukan dengan

metode penemuan.

4.

TEORI BELAJAR AUSUBEL

Psikologi pendidikan yang diterapkan oleh Ausubel adalah bekerja untuk mencari hukum belajar yang bermakna, berikut ini konsep belajar bermakna David Ausubel.

Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah siswa berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.

(8)

prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya.

Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya. Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

Dua syarat untuk materi yang dipelajari di asimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dipunyai sebelumnya.

a. Materi yang secara potensial bermakna dan dipilih oleh guru dan harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengetahuan masa lalu peserta didik.

b. Diberikan dalam situasi belajar yang bermakna, faktor motivasional memegang peranan penting dalam hal ini, sebab peserta didik tidak akan mengasimilasikan materi baru tersebut apabila mereka tidak mempunyai keinginan dan pengetahuan bagaimana melakukannya. Sehingga hal ini perlu diatur oleh guru, agar materi tidak dipelajari secara hafalan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.

(9)

Empat tipe belajar menurut Ausubel, yaitu:

1. Belajar dengan penemuan yang bermakna, yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau siswa menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.

2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.

3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna, materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.

4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna, yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudia pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan yang ia miliki.

Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan agar pembelajaran bermakna, diperlukan 2 hal yakni pilihan materi yang bermakna sesuai tingkat pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa dan situasi belajar yang bermakna yang dipengaruhi oleh motivasi.

Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan (discovery learning) lebih bermakna daripada kegiatan belajar penerimaan (reception learning). Sehingga dengan ceramahpun, asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistematis, akan dihasilkan belajar yang baik.

5. Teori Belajar Eggen

(10)

sebaya.”. Kooperatif adalah suatu gambaran kerjasama antara individu yang satu dengan lainnya dalam suatu ikatan tertentu. Ikatan–ikatan tersebut yang menyebabkan antara satu dengan yang lainnya merasa berada dalam satu tempat dengan tujuan–tujuan yang secara bersama–sama diharapkan oleh setiap orang yang berada dalam ikatan itu.

Pemikiran tersebut hanya merupakan suatu gambaran sederhana apa yang tersirat tentang kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial, dan hubungan antara manusia. Belajar secara kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif konstruktivis dan teori belajar social.

Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar. b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah

c. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda

d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

Secara umum, pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mencipatakan ikatan yang kuat antar siswa, membangun kecerdasan sosial dan emosional, sehingga pada akhirnya siswa bisa berinteraksi terhadap lingkungannya dengan segala kemampuan dan potensi diri yang berkembang dengan baik. Secara garis besar, tujuan tersebut bisa dicapai apabila memenuhi indikator sebagai berikut:

a. Kemandirian yang positif

(11)

b. Peningkatan interaksi

Pada saat guru menekankan kemandirian yang positif, selayaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling mengenal, tolong menolong, saling bantu, saling mendukung, memberi semangat dan saling memberi pujian atas usahanya dalam belajar. Aktivitas kognitif dan dinamika kelompok terjadi pada saat siswa diikutsertakan untuk belajar mengenal satu sama lain. Termasuk dalam hal ini menjelaskan bagaimana memecahkan masalah, mendiskusikan konsep yang akan dikerjakan, menjelaskan pada teman sekelas dan menghubungkan dengan pelajaran yang terakhir dipelajari.

c. Pertanggungjawaban individu

Tujuan kelompok dalam pembelajaran kooperatif adalah agar masing-masing anggota menjadi lebih kuat pengetahuannya. Siswa belajar bersama sehingga setelah itu mereka dapat melakukan yang lebih baik sebagai individu. Untuk memastikan bahwa masing-masing anggota lebih kuat, siswa harus membuat pertanggungjawaban secara individu terhadap tugas yang menjadi bagiannya dalam bekerja. Pertanggungjawaban individu akan terlaksana jika perbuatan masing-masing individu dinilai dan hasilnya diberitahukan pada individu dan kelompok.

Dalam proses belajar mengajar, para siswa perlu dilatih untuk bekerja sama dengan rekan-rekan sebayanya. Ada kegiatan belajar tertentu yang akan lebih berhasil jika dikerjakan secara bersama-sama, misalnya dalam kerja kelompok, daripada jika dikerjakan sendirian oleh masing-masing siswa. Latihan kerja sama sangatlah penting dalam proses pembentukan kepribadian anak. Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amatlah penting untuk dimiliki siswa dalam rangka memahami konsep-konsep yang sulit, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.

Para ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa-siswa mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret dan dikerjakan secara bersama-sama. Dalam ranah pengembangan kepribadian dan konsep diri siswa, konselor di sekolah dapat menerapkan pembelajaran kooperatif dalam konseling melalui teknik sebagai berikut:

(12)

Dalam bimbingan kelompok sebaiknya dibentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih kurang terdiri dari 4-5 orang. Murid-murid yang telah tergabung dalam kelompok-kelompok kecil itu mendiskusikan bersama sebagai permasalahan termasuk didalamnya permasalahan belajar.

2. Peer Konseling

Melalui peer konseling, hubungan sosial dan kecerdasan emosional siswa meningkat dan menjadi lebih baik. Dalam hal ini siswa bisa saling bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan.

3. Organisasi murid dan kegiatan bersama

Kegiatan bersama merupakan teknik bimbingan yang baik, karena dengan melakukan kegiatan bersama mendorong anak saling membantu sehingga relasi sosial positif dapat dikembangkan dengan baik. Organisasi siswa dapat membantu dalam proses pembentukan anak, baik secara pribadi maupun secara sebagai anggota masyarakat.

4. Sosiodrama

Sosiodrama adalah suatu cara dalam bimbingan yang memberikan kesempatan pada murid-murid untuk mendramatisasikan sikap, tingkah laku atau penghayatan seseorang. Maka dari itu sosiadrama dipergunakan dalam pemecahan-pemecahan masalah.

TEORI BELAJAR PIAGET

(13)

Perkembangan skemata berlangsung secara terus menerus melalui adaptasi dengan lingkunganya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak. Semakin baik kualitas skema ini, maka semakin baik pula pola penalaran dan tingkat intelegensi anak tersebut, kondisi ini disebut dengan equilibrium, namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan dengan pola penaralan maka akan mengalami disequilibrium.

Menurut Piaget, intelegensi terdiri dari tiga aspek yaitu:

1. Struktur (structure)

Terbentuk dari hubungan fungsional anak antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak dalam berinteraksi dengan lingkungan, kemudian tindakan tersebut menuju pada perkembangan operasi-operasi dan selanjutnya menuju perkembangan struktur atau skemata. Diperolehnya skemata berarti telah terjadi perubahan dalam perkembangan intelektual anak.

2. Isi (content)

Isi disebut juga dengan content, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi.

3. Fungsi (function)

Fungsi adalah cara yang digunakan organisme dalam mencapai kemajuan intelektual. Menurut piaget perkembangan intelektual anak terdiri dari dua fungsi yaitu

a. Organisasi, yaitu kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan.

b. Adaptasi, yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.

Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara yaitu:Pertama asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya dengan menggunakan struktur kognitifnya. Kedua Akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/proses perubahan respons individu terhadap stimulus lingkungan.

2.1.1 Tahap-Tahap Perkembangan

(14)

1. Tahap sensori motor (0-2 tahun)

Merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba obyek-obyek. Anak belum mempunyai kesadaran adanya konsep obyek tetap. Jika obyek hilang anak tidak akan mencarinya. Pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra).

2. Tahap pra operasi (2-7 tahun)

Tahap pra operasi terbagi atas dua yaitu pertama pemikiran prakonseptual (sekitar usia 2-4 tahun),ciri anak pada tahap ini adalah anak mulai membentuk konsep sederhana, anak mulai mampu mengklasifikasi benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya. Kedua periode pemikiran intuitif (sekitar usia 4-7 tahun). Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Operasi yang digunakan adalah tindakan-tindakan kognitif, misalnya mengklasifikasikan sekelompok objek, menata letak benda-benda menurut urutan tertentu. Pada tahap ini anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis. Pengalaman anak pada tahap ini hanya sampai pada tahap operasional belum memahami konsep kekekalan dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan.

3. Tahap operasi konkrit (7-11 tahun)

Pada tahap ini umumnya anak sudah berada di Sekolah Dasar, sehingga semistanya guru sudah mengetahui benar kondisi anak pada tahap ini. Guru-guru harus mengetahui apa yang telah dimiliki anak pada tahap ini dan kemampuan apa yang belum dimilikinya.

Pada tahap ini anak telah memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit serta sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika. Misalnya anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematika. Akan tetapi anak belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak (tak berwujud).

Piaget mengidentifikasi adanya enam jenis konsep kekalan yang berkembang selama anak berada pada tahap operasi konkrit, yaitu:

(15)

e) Kekekalan berat (9-10 tahun) f) Kekekalan Volum (11-12 tahun)

4. Tahap operasi formal (usia 11 keatas)

Periode operasi formal ini disebut juga periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual.

Kemampuan Anak-anak pada periode ini yang perlu diperhatikan guru adalah:

a) Anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbul atau gagasan dalam cara berpikirnya

b) Anak sudah mampu dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan benda-benad empiris.

c) Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang berada dalam periode operasi konkrit.

d) Anak sudah mampu menggunakan hubungan-hubungan di antara objek-objek apabila ternyata manipulasi objek-objek tidak memungkinkan.

e) Anak telah mampu melihat hubungan-hubungan abstrak dann menggunakan proposisi-proposisi logic-formal termasuk aksioma dan defenisi-defenisi verbal.

f) Anak mampu berpikir kombinatorial, artinya bila anak dihadapkan kepada suatu masalah, ia dapat mengisolasi factor-faktor tersendiri atau kombinasikan factor-faktor itu sehingga menuju penyelesaian tadi.

Menurut Piaget, tahap-tahap berpikir itu adalah pasti dan spontan namun umur kronologis yang diberikan itu adalah fleksibel, terutama selama masa transisi dari periode yang satu ke periode berikutnya. Umur kronologis itu dapat saling tindih tergantung individunya. Piaget berpendapat, tidak ada gunanya bila kita memaksa anak untuk cepat berpindah ke periode berikutnya.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

(16)

1. Kedewasaan atau kematangan

Proses perkembangan sistem saraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif.

2. Pengalaman fisik

Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dari benda-benda. Contoh, bila seorang anak menjatuhkan benda dan menemukan benda itu pecah, atau bila anak menempatkan benda dalam air kemudian anak melihat benda tersebut terapung, maka anak telah terlibat dalam proses abstraksi. Proses inilah yang disebut dengan pengalaman fisik. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak, sebab observasi benda-benda serta sifat benda-benda-benda-benda menolong timbulnya pikiran yang lebih kompleks.

3. Pengalaman logika-matematik

Interaksi dengan lingkungan dengan cara mengamati benda-benda disekililingnya atau mengkonstruksi hubungan-hubungan antara objek-objek

Contoh. Anak yang sedang menghitung kelereng, kemudian anak tersebut menemukan kelerengnya berjumlah sepuluh buah. Dalam proses ini anak tidak menemukan sifat dari kelereng melainkan kontuksi dari pikiran anak tersebut.

4. Transmisi sosial

Interaksi dan kerja sama anak dengan orang lain atau dengan lingkungnya. Hal ini amat penting bagi perkembangan mental anak. Perkembangan mental anak diperoleh melalui pengaruh bahasa, intruksi formal, dan membaca.

5. Penyetimbangan (Equilibrium

Proses adanya kehilangan stabilitas di dalam struktur mental sebagai akibat pengalaman dan informasi baru dan kembali setimbang melalui proses asimilasi dan akomodasi. Sebagai hasil dari equilibrium, struktur mental berkembang dan menjadi matang.

2.1.3 Sikus Belajar

Prinsip belajar piaget adalah kontruktivis yaitu pengajaran efektif yang menghendaki guru agar mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjeks pengajaran. Pengajaran kemudian dikembangkan dari gagasan yang telah ada, melalui langkah-langkah intermediet dan berakhir degan gagasan yang telah mengalami modifikasi.

(17)

a. Fase deskriptif

(18)

b. Fase Empiris Deduktif

Yaitu, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi), tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab-sebab yang mungkin tentang terjadinya pola itu. Hal ini membutuhkan penggunaaan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru ini (pengenalan konsep). Konsep-konsep itu dapat diperkenalkan oleh para siswa, guru atau keduanya. Dengan bimbingan guru para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk melihat apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan ajek dengan data dan fenomena lain yang dikenal (aplikasi-konsep). Dengan kata lain, pengamatan-pengamatan dilakukan secara deskriptif, tetapi bentuk siklus ini menghendaki lebih jauh, yaitu mengemukakan sebab dan menguji sebab itu. Oleh karena itu diberi nama empiris-induktif

c. Fase Hipotesis-Deduktif

Yaitu dimulai dengan pernyataan berupa suatu pertanyaan sebab. Para siswa diminta untuk merumuskan jawaban-jawaban (hipotesis-hipotesis) yang mungkin terhadap pertanyaan itu. Selanjutnya para siswa diminta untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotetsis-hipotesis ini, dan merencanakan serta melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hipotesis-hipotesis (eksplorasi).

2.1.4 Implikasi Teori Belajar Piaget

Penerapan teori perkembangan kognitif Piaget di kelas adalah:

a) Guru harus mengerti cara berpikir anak, bukan sebaliknya anak yang beradaptasi dengan guru. b)Agar pembelajaran yang berpusat pada anak berlangsung efektif, guru tidak meninggalkan

anak-anak belajar sendiri, tetapi mereka memberi tugas khusus yang dirancang untuk membimbing para siswa menemukan dan menyelesaikan masalah sendiri. Metode yang baik digunakan adalah dengan menemukan (discovery).

c) Tidak menghukum siswa jika menjawab pertanyaan yang salah.

d)Menekankan kepada para siswa agar mau menciptakan pertanyaa-pertanyaan dari permasalahan yang ada serta pemecahan permasalahannya.

(19)

f) Membimbing siswa dalam menemukakan dan menyelesaikan masalahnya sendiri. g) Menghindari istilah-istilah teknis.

h) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak karena Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.

i) Menganjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri. j) Memilih pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

k) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. l) Memberi peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

m) Didalam kelas, anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan teman-temannya.

Teori Belajar Vygotsky

Nama lengkapnya adalah Lev Semyonovich Vygotsky. Ia dilahirkan di salah satu kota Tsarist, Russia, tepatnya pada pada 17 November 1896, dan berkuturunan Yahudi. Ia tertarik pada psikologi saat berusia 28 tahun.

Seseorang yang belajar dipahami sebagai seseorang yang membentuk pengertian/pengetahuan secara aktif dan terus-menerus. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang

belum dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam “zone of proximal

(20)

Vygotsky banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.

Aliran psikologi yang dipegang oleh Vygotsky lebih mengacu pada kontruktivisme karena ia lebih menekankan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Dalam analisisnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga ditentukan

oleh lingkungan sosial secara aktif. Oleh karenanya, konsep teori

perkembangan kognitif Vygotsky berkutat pada tiga hal:

1. Hukum Genetik tentang Perkembangan (Genetic Law of Development)

Setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua aturan, yaitu tataran sosial lingkungannya dan tataran psikologis yang ada pada dirinya.

2. Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development)

Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan

(21)

development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.

3. Mediasi

Mediator yang diperankan lewat tanda maupun lambang adalah kunci utama memahami proses-proses sosial dan psikologis. Makanya, jika dikaji lebih mendalam teori perkembangan kognitif Vygotsky akan ditemukan dua jenis mediasi, yaitu metakognitif dan mediasi kognitif. Media metakognitif

adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self

regulation (pengaturan diri) yang mencakup self planning, self monitoring, self checking, dan self evaluation. Media ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi. Sedangkan media kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan pengetahuan tertentu. Sehingga media ini dapat berhubungan dengan

konsep spontan (yang mungkin salah) dan konsep ilmiah (yang lebih

terjamin kebenarannya).

Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam pengembangan intelektual atau kognitif anak. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Secara singkat, teori perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi sosial dengan budaya mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya membuat seorang anak mengalami kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi intinya Vygotsky memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektik antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan.

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Analisis BI pada Fasilkom Unsri menggunakan business intelligence roadmap meliputi fase justification , planning , dan business analysis mengusulkan solusi BI

Model kinetika adsorpsi Lagergren orde satu-semu fenol oleh karbon aktif dari sekam padi pada konsentrasi 100 ppm dengan nilai parameter-parameter yang digunakan

Masyarakat Bugis yang menganut sistim bilateral memungkinkan seseorang untuk berubah status dalam waktu singkat akibat ikatan kekeluargaan istri atau suaminya. Hal ini

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini. Penulisan Proposal

akan distimulasi sehingga terjadiya keterbukaaan wawasan dan menguasai kecakapan keterampilan dasar yang mereka butuhkan dalam budidaya jamur tiram. Dan tahapan ketiga,

MenPANRB No 4 Tahun 2016 tentang Pengintegrasian Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik secara Nasional bagi Pemerintah Daerah ke dalam Aplikasi LAPOR!-SP4N;..

Berdasarkan surat dari Majelis Sinode tanggal 5 April 2021 nomor surat 11442/IV-21/MS. XX perihal bantuan bencana alam di wilayah NTT, NTB dan Timor Leste. Maka terhitung tanggal

Sesuai dengan judul yang peneliti ambil dalam penelitian ini, maka penelitian ini hanya terfokus pada makna dari konsep islamisasi ilmu Ismail Raji al- Faruqi yang