• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelompok Umur Penderita TB Paru di beber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kelompok Umur Penderita TB Paru di beber"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEPATUHAN BEROBAT PADA PENDERITA TB PARU YANG DIDAMPINGI PMO DAN TIDAK DIDAMPINGI PMO DI WILAYAH PUSKESMAS

KABUPATEN BOYOLALI

Wiwik Natalya, Khairil Anwar1

Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit kronis yang dapat

menyebabkan kematian dan banyak menyerang kelompok umur produktif

dan kelompok ekonomi lemah. Di Indonesia penyakit ini merupakan

penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan.

Di Kabupaten Boyolali penyakit TB Paru setiap tahunnya terjadi

peningkatan, untuk menanggukangi hal tersebut digunakan strategi DOTS,

tetapi ternyata dari 26 Puskesmas yang ada hanya 5 Puskesmas yang bias

menjalankan PMO, sedang yang selebihnya tidak terdapat PMO.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat

kepatuhan berobat pada penderita TB Paru yang didampingi PMO dan tidak

didampingi PMO di Wilayah Puskesmas Kabupaten Boyolali.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi Explanatory dengan

menggunakan metode survey melalui pendekatan Cross Sectional. Sampel

penelitian diambil dengan dua cara, yaitu untuk sampel puskesmas diambil

dengan cara Cluster Random Sampling dan sampel penderita diambil secara

keseluruhan atau total populasi dari masing-masing wilayah puskesmas

(2)

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kepatuhan

berobat antara penderita TB Paru yang didampingi PMO dan yang tidak

didampingi PMO.

Untuk meningkatkan kepatuhan berobat pada penderita TB Paru sebaiknya

PMO diambil dari keluarga penderita atau kader dari mantan penderita yang

sudah sembuh yang sebelumnya sudah diberi penyuluhan atau pelatihan

oleh petugas puskesmas.

(3)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WHO memperkirakan tredapat sepertiga penduduk dunia

yang terinfeksi TB Paru, setiap tahun 4 juta penderita baru dengan

BTA positif dan 4 juta lagi dengan BTA negatif. Prevalensi

penderita TB Paru dunia saat ini 20 juta orang dan terdapat 3 juta

penderita yang meninggal setiap tahunnya.

Hasil SKRT ( Survei Kesehatan Rumah Tangga ) tahun 1995

menunjukkan bahwa TB Paru merupakan penyakit kematian

nomor tiga setelah penyakit Kardiovaskuler dan penyakit saluran

pernafasan. Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan cara

penemuan penderita secara dini, diikuti dengan pengobatanyang

tepat, memberikan khemotherapi Obat Anti Tuberkulosis ( OAT ).

Untuk mencapai kesembuhan yang diharapkan diperlukan

keteraturan pemakaian obat dan jangka waktu yang panjang.

Pada terapi jangka panjang ( 12 – 18 bulan ) pengobatan

penderita TB Paru yang dulu pernah dilakukan di Indonesia,

kegagalan terapi dapat mencapai 50 %, hal ini disebabkan karena

kepatuhan penderita yang buruk akibat lamanya pengobatan. Untuk

hal tersebut telah ditetapkan kebijakan operasional antara lain

peningkatan mutu pelayanan dan pengguanaan obat yang rasional

untuk memutuska mata rantai penularan serta mencegah meluasnya

resistensi kuman Tuberculosis di masyarakat dengan cara

(4)

PMO ) serta beberapa strategi yang diterapkan antara lain

pembentukan Kelompok Puskesmas Pelaksana ( KPP ) yang terdiri

dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis ( PRM ) dan di kelilingi oleh

3 – 4 Puskesmas Satelit.

Di Kabupaten Boyolali penderita TB Paru setiap tahunnya

terjadi peningkatan penemuan penderita, seperti pada tahun 1996

terdapat BTA postif 273 penderita, tahun 1997 sebanyak 289 dan

tahun 1998 sebanyak 304 penderitan ( Laporan Tahunan Program

P2M Kabupaten Boyolali ).

Hasil cakupan kegiatan program TB Paru di Kabupaten

Boyolali pada tahun 1998 / 1999 dari 4.541 spesimen terdapat

BTA positif lebarnaya 287 ( 35,51% ) dengan angka kesembuhan

63%, putus berobat 16%, dab berobat tetapi tidak teratur 21%. Hal

ini dikarenakan kepatuhan penderita dalam berobat masih kurang.

Untuk mengatasi hal ini, Dinas Kabupaten Boyolali

melakukan upaya pendekatan dengan strategi DOTS ( Directly

Obsevered Treatment Short course ) yang mulai digalakkan pada

tahun 1998. DOTS ini mulai direkomendasikan oleh WHO pada

tahun 1995 / 1996 sebagai strategi dalam pemberantasan TB Paru

menjadi meningkat, sehingga kasus TB Paru menjadi

menurun.yang menjadi kendala pada kenyataannya dari 26

Puskesmas yang ada di Boyolali, hanya 19,2% yang ada PMO dan

(5)

Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis melakukan

penelitian dengan judul perbedaan tingkat kepatuhan berobat pada

penderita TB Paru yan didampingi PMO dan tidak didampingi

PMO di Wilayah Puskesmas Kabupaten Boyolali.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat kepatuhan berobat pada

penderita TB Paru yang didampingi PMO dan tidak didampingi

PMO di wilayah Puskesmas Kabupaten Boyolali

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan berobat pada penderita

TB Paru yang didampingi PMO di wilayah Puskesmas

Kabupaten Boyolali.

2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kepatuhan berobat pada

penderita TB Paru yang di dampingi PMO di wilayah

Puskesmas Kabupaten Boyolali

D. Manfaat Penelitian

Hasil peneliyian ini dapat dipergunakan sebagai masukan kepada

Dinas Kesehatan pada program pemberantasan penyakit TB Paru

(6)

E. Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan tingkat kepatuhan berobat pada TB paru yang

didampingi PMO dan tidak didampingi PMO di wilayah

Puskesmas Kabupaten Boyolali .

II. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan studi explanatory , metode yang

digunakan adalah metode survey dengan pendekatan Study Cross

Sectional, yaitu penelitian non ekperimental dimana pengumpulan

data variabel dependen maupun independen dilakukan

bersama-sama.

B. Populasi dan Sampel

Masih dalam pengobatan di wilayah Puskesmas Kabupaten

Boyolali, mulai bulan April sampai dengan bulan November 1999.

Dari 26 Puskesmas dalam Kabupaten Boyolali dipilih

dengan cara cluster random sampling yang dikelompokan menjadi

2 bagian, yaitu Puskesmas dengan PMO dan Puskesmas tanpa

PMO . Masing-masing kelompok dipilih dua puskesmas secara

random. Sedangkan untuk sampel penderita TB Paru diambil

secara total populasi atau keseluruhan penderita yang ada di

(7)

C. PROSEDUR PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui empat tahap :

1. Survey awal, yaitu untuk mengamati permasalahan

kepatuhan berobat pada penderita TB Paru yang

didampingi PMO DI WILAYAH Puskesmas Kabupaten

Boyolali .

2. Pengumpulan data sekunder di Puskesmas dan Dinas

Kesehatan Boyolali .

3. Uji coba kuesioner untuk penderita TB Paru dan PMO .

4. Penyebaran kuisioner .

D. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Data yang telah di kumpulkan dan hasil kuesioner Diana;isa

dengan cara ;

1. Analisa diskriptif, yaitu menjelaskan hasil pengolahan data

dalam bentuk tabel dan narasi .

2. Analisa data untuk mengetahui perbedaan kepatuhan

berobat penderita TB Paru dengan PMO dan tanpa PMO,

menggunakan Uji Chi-square (Uji Kai Kuadrat) yaitu untuk

menguji signifikansi perbedaan antara dua variabel yang

(8)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan pemilihan sampel Puskesmas dengan

cara Cluster Random Smpling, diperoleh dua Puskesmas dengan

penderita TB Paru disertai PMO, yaitu Puskesmas Simo dan

Puskesmas Nogosari, dan dua Puskesmas yang menderita TB Paru

yang tidak disertai PMO yaitu Puskesmas Mojosongo dan

Puskesmas Boyolali II .

Jumlas sampel sebanyak 72 penderita TB Paru dengan

perincian : Puskesmas Simo 23 penderita, Puskesmas Nogosari 12

penderita, Puskesmas Mojosongo 21 penderita dan Puskesmas

Boyolali II 16 penderita . Adapun hasil penelitian didapatkan hasil

(9)

1. Karakteristik Penderita a. Umur

Tabel 1

Kelompok Umur Penderita TB Paru di beberapa Puskesmas

KLP. Umur

Dilihat dari kelompok umur, ternyata penderita terbanyak

berusia 55-64 tahun dan berusia 25-34 tahun, serta

kelompok usia paling sedikit menderita TB adalah usia >

(10)

b. Pengetahuan

Tabel 2

Pengatuan Penderita Tentang Penyakit TB Paru

PENGETAHUAN

Dari data tersebut di atas diketahui bahwa pengetahuan

penderita tentang penyakitnya masih kurang, dari

sejumlah penderita yang benar-benar tau tentang

penyakitya hanya 13,9% yang tahu sebagian 50% dan

(11)

c. Kategori Pengobatan Tabel 3

Penggolongan Penderita Berdasarkan Kategori Pengobatan

Di lihat dari kategori pengobatannya, terbanyak adalah

penderita dengan pengobatan kategori I (65,3%), kemudian

(12)

2. Kategori PMO

a. Pengetahuan Tentang TB Paru Tabel 4

Pengetahuan PMO tentang penyakit TB Paru

Puskesmas Baik % Sedang % Kurang % Jumlah

Simo Nogosari

18 14

78.3 33.3

5 7

21.7 58.3

- 1

- 4.5

23 12

JUMLAH 22 62.2 12 34.2 1 2.[9 35

Pengetahuan PMO tentang penyakit TB Paru sudah cukub

baik, yaitu PMO yang tahu tentang penyakit TB Paru sejumlah

62,9%, yang tahu sebagian 34,2% dan yang tidak tahu sama

(13)

b. Hubungan dengan Penderita Tabel 5

Status Hubungan PMO dengan Penderita TB Paru

Puskesmas

Hubungan dengan penderita Petugas

kesehatan

Kader Keluarga Masyarakat

abslt % abslt % abslt % abslt %

masih ada hubungan keluarga dengan TB Paru (80%) dan yang

20% adalah kader PMO yang sudah di bina .

3. Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru

(14)

Tabel 6

Tingkat kepatuhan berobat penderita TB paru

Berdasarkan fase interaktif

Puskesmas Fase intensif Jumlah

patuh Patuh tidak

penuh

Tidak patuh

absld % absl

d

% absld % absld %

Ada PMO

Simo 21 91,3 2 8,7 - - 23 100

Nogosari 8 66,7 3 25 1 8,3 12 100

Jumlah 29 82,9 3 25 1 2,9 35 100

Tanpa

Pmo

Mojosongo 6 12 12 57,1 3 14,3 21 100

Boyolali 4 8 8 50 4 25 16 100

Jumlah 10 20 20 54,1 7 18,9 37 100

Uji Chi Square

Status PMO Status kepatuhan

patuh % Patuh

tidak

% Tidak

Patuh

(15)

penuh

Ada PMO 29 82,9 5 14,2 1 2,9 35 100

Tidak Ada

PMO

10 27 20 54,1 7 18,9 37 100

Total 39 54,2 25 34,7 8 11,1 71 100

X² hitung + 20,9 X² tabel untuk d.b.2 (pada α : 0,01) =9,21

X² hitung > X² tabel , jadi Ho di tolak

Kesimpulan : ada perbedaan kepatuhan berobat penderita yang didampingi PMO dan tidak didampingi PMO.

Tabel 7

Kepatuhan berobat

Penderita TB Paru berdasarkan fase intermintten

Puskesmas Fase intensif Jumlah

(16)

penuh

absld % absl

d

% absld % absld %

Ada PMO

Simo 22 100 - - - - 22 100

Nogosari 5 71,4 2 28,6 - - 7 100

Jumlah 27 93,1 2 6,9 - - 29 100

Tanpa

Pmo

Mojosongo 8 53,3 7 46,7 - - 15 100

Boyolali 5 45,5 6 54,5 - - 11 100

Jumlah 13 50 13 50 - - 26 100

Uji Chi Square

Status PMO Status kepatuhan

patuh % Patuh

tidak

penuh

% Tidak

Patuh

% Total %

Ada PMO 27 93,1 2 6,9 - - 29 100

Tidak Ada

PMO

13 50 13 50 - - 26 100

(17)

X² hitung + 11 X² tabel untuk d.b.2 (pada α : 0,01) =6,64

X² hitung > X² tabel , jadi Ho di tolak

Kesimpulan : ada perbedaan kepatuhan berobat penderita yang didampingi PMO dan tidak didampingi PMO.

b. Kepatuhan Berobat Menurut Kategori Pengobatan

Tabel 8

Kepatuhan berobat pada kategori I

Puskesmas Fase intensif Jumlah

Patuh Patuh tidak

penuh

Tidak patuh

absld % absl

d

% absld % absld %

Ada PMO

Simo 19 90,5 2 9,5 - - 21 100

Nogosari 4 57,1 2 28,6 1 14,3 7 100

Jumlah 23 82,1 4 14,3 1 3,6 28 100

Tanpa

Pmo

Mojosongo 3 30 5 50 2 20 10 100

Boyolali 2 22,2 5 55,6 2 22,2 9 100

(18)

Dari uji square di dapatkan :

X² hitung = 13,4

X²tabel d,b,2. Pada α : 0,01 = 9,21

X² hitung > X2 tabel

Kesimpulan : ada perbedaan kepatuhan berobat penderita TB paru yang didampingi PMO dengan penderita yang tidak didampingi PMO.

Tabel 9

Kepatuhan berobat pada kategori II

Puskesmas Fase intensif Jumlah

Patuh Patuh tidak

penuh

Tidak patuh

absld % absl

d

% absld % absld %

Ada PMO

Simo 1 100 - - - - 1 100

Nogosari 1 50 1 50 - - 2 100

Jumlah 2 66,7 1 33,3 - - 3 100

Tanpa

Pmo

Mojosongo 2 40 2 40 1 20 5 100

(19)

Jumlah 4 90 3 33,3 2 45 9 100

Pada kategori II ada perbedaan kepatuhan berobat antara penderita yang

didampingiPMO dan tanpa didampingi PMO. Pada penderita yang didampingi

PMO presentase lebih besar (66,7 %) sedangkan enderita yang tidak didampigi

PMO presentase lebih kecil (44,5 %) . disamping itu terdapat penderita drop out

Tabel 10

Kepatuhan beroba pada kategiri III

Puskesmas Fase intensif Jumlah

Patuh Patuh tidak

penuh

Tidak patuh

absld % absl

d

% absld % absld %

Ada PMO

Simo 1 100 - - - - 1 100

Nogosari 3 100 - - - - 3 100

Jumlah 4 100 - - - - 4 100

Tanpa

Pmo

Mojosongo 3 50 3 50 - - 6 100

Boyolali 2 66,7 - - 1 33,3 3 100

(20)

Pada kategoei III ternyata banyak penderita yang lebih patuh dibandingkan

dengan penderita yang tidak patuh , walaupun tetap ada perbedaan presentase

kepatuhan berobat pada penderita yang didampngi PMO dan penderita yang tidak

didampingi PMO

B. Pembahasan

Dilihat dari karakteristik penderita TB paru diwilyah

puskesmas simo ,nogosari , mojosongo, dan boyolali II , sebagian

sedang berusia antara 25 – 64 tahun atau tidak termasuk dalam usia

produktif ditemukan , hal ini bias dikatakan bahwa penderita TB

paru lebih banyak menyerang pada usia produktif , sesuai pendapat

prihatini dalam makalah yang berjudul epidemiologi penyakit TB

parumasalah dunia.

Penderita TB paru dari hasil penelitian sebagian besar

termasuk dalam pengobatan kategori I terutama diwilayah simo ,

karena diwilayah tersebut secara rutin dilakukan pengambilan

terhadap penderita yang diduga penderita TB paru untuk dilakukan

pemeriksaan BTA dipuskesmas tersebut, sedangkan di kategori III

lebih banyak terdapat di derah mojosongo. Penemuan penderita

untuk kategori III ini dengan cara penderita dengan spasme BTA

nya negative ,maka disuruh periksa ronten dirumah sakit terdekat.

Kemudian jika hasilnya positif TB paru maka dilakukan

(21)

Pengobatan dengan kategori II terbesar diwilayah boyolali

II (25%). Penderita yang termasuk kategori II biasanya

dikarenakan drop out dari rumah sakit atau dari pelayanan

kesehatan lain.

Dari hasil survey terhadap penderita TB paru diperoleh

hasil adanya perbedaan yang nyata dari kepatuhan berobat

penderita yang didampingi PMO dan ang tidak didampingi PMO.

Penderita yang didampingi PMO terdapat 82,9 % patuh pada fase

intensif 93% patuh pada fase intermitten, penderita yang lalai

berobat atau setengah patuh rata – rata terjadi pada fase intensif

(14,2%), dengan alas an kadang – kadang timbul rasa bosan saat

minum obat dan pasien merasa sudah sembuh , sebagaimana

pendapat parasasmita yang mengatakan bahwa pada pengobatan

1-2 gejala TB paru akan berkurang atau ahkan hilang sehinga pasien

seolah – olah sembuh. Hal inilah yang menyebabkan pasien tidak

patuh bahkan menghentikan pengobatan nya biasanya penderita

yang tidak teratur minum obat pada fase intensif maka pada fase

intermitten lebih tidak teratur lagi dalam minum obat . tetapi

kenyataan nya penderita yang masih dalam fase intermitten lebih

patuh dibandingkan pada fase intensitf , hal Ini dikarenakan

penderita tidak lagi jenuh minum obat karena hanya # kali

seminggu dalam minum obatnya.

Sedangkan penderita yang tidak didampingi PMO

(22)

out) pada fase intensif, dan pada fase intermitten terdapat

50% yang setengah patuh,. Kegagalan pengobatan ini

karena kurangnya pengawasan dari petugas kesehatan

maupun dari keluarga pada saat pasien minum obat.

Ketidakpatuhan berobat pada fase intensif dikarenakan

pasien merasa bosan dan mual pada saat minum obat dan

setiap harinya, ada juga yang member alas an bahwa

dirinya sudah merasa sembuh.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Karakteristik penderita diliht dari kelompok umur sebagian

besar Penderita TB Paru di wilayah Puskesmas Simo,

Nogosari, Mojosongo dan Boyolali II tergolong usia

produktif yaitu usia antara 16 – 64 tahun. Sebagian besar

rata-rata pendidikan dan pengetahuan penderita terhadap

penyakit TB Paru mesih kurang.

2. Karakteristik PMO dilihat dari hubungan nya dengan

penderita sebagian besar adalah keluarga dan rata-rata

mempunyai pengetahuan yang cukup aik tentang penyakit

TB Paru. Sangat sedikit PMO yang tidak memahami

pengetahuan tentang Penyakit TB Paru.

3. Ada perbedaan kepatuhan tingkat berobat pada penderits

TB Paru yang didampigi PMO dan yang tidak didampingi

(23)

4. Kabupaten Boyolali. Pada penderita yang didampingi PMO

tingkat kepatuhannya lebih tinggi disbanding dengan

penderita yang tidak didampingi PMO.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan kepatuahan penderita sebaiknya setiap

puskesmas melaksanakan strategi DOTS yang disertai

PMO, agar dapat membantu pengawasan pada saat minum

obat sehingga dapat mengurangi terjadinya lalai berobat

atau drop out.

2. Agar pelaksanaan PMO lebih efektif, sebaiknya PMO

diambilkan dari salah satu anggota keluarga penderita

sehingga lebih mudah mengawasi penderita pada saat

menelan obatnya

3. Sebaiknya dilakukan penyuluhan atau pelatihan singkat

terhadap PMO sehingga dapat meningkatkan pengetahuan

tentang penyakit TB Paru, terutama cara pencegahan,

(24)

DAFTAR PUSTAKA

WHO.1993. Tb global emergency. The Magazine of the United health

organization, July – Agustus 1993.

Depkes RI, 1999. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Ditjen

Pemberantasan Penyakit Menular dan penyehatan lingkungan

pemukiman

Cuneo, W.D. and Snider, D.E.1989. Enhancing Patient Compliancewith

Tuberculosis Theraphy. Clinics in Chest Medicine, 3,375-378.

Profil Kesehatan Boyolali, 1998

Mangun negoro,H. dan Jaelani,P. 1985. Penanganan Kasus-kasus

Kegagalan Pengobatan Tuberkulosis. Jakarta : FKUI

Prihartini, S. 1995. Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Masalah Dunia.

Naskah lengkap komperensi Kerja Nasional VII Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia 6-7 juli 1995, Bandung – Indonesia

Partasasmita, I. 1986. Lalai Berobat dan Putus Berobat Pada Penderita TB paru.

Naskah lengkap simposium bebrapa Masalah Pengelolaan Rasional Tuberkulosis

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya, untuk mendapatkan gambaran seberapa besar pengaruh Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Pengaruhnya Terhadap Akhlak Sosial Siswa

dalam hal ini adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang. Penanganan persampahan yang baik dan berwawasan lingkungan merupakan. tugas dari Pemerintahan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan sistem pengendalian intern berdasarkan lima unsur pengendalian

[r]

Hal ini sesuai dengan jurnal (Ramadani, 2016) yang menyatakan bahwa tingginya dosis yang diberikan kepada serangga sasaran, menyebabkan kemungkinan kontak antara

[r]

Untuk membuat Modul ini penulis membuat struktur navigasi dan storyboard dengan menggunakan Macromedia Flash MX 2004 serta komponen-komponen lainnya yang mendukung proses

Tenaga kependidikan pada satuan pendidikan kedinasan terdiri atas tenaga penunjang akademik dan pengelolaan satuan pendidikan. Tenaga penunjang akademik pada pendidikan kedinasan