• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Pemanfaatan Ruang Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Arahan Sanksi Sanksi Administratif Sanksi Perdata Ketentuan Perizinan Ketentuan Insentif dan Disinsentif Sanksi Pidana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengendalian Pemanfaatan Ruang Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Arahan Sanksi Sanksi Administratif Sanksi Perdata Ketentuan Perizinan Ketentuan Insentif dan Disinsentif Sanksi Pidana"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Salah satu fungsi utama Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota adalah

sebagai pedoman untuk pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di

wilayah kota. Selain itu, RTRW Kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi

pembangunan dan administrasi pertanahan (Pasal 26 Undang-Undang No. 26 Tahun

2007).

Berdasarkan Pasal 35 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan

(2)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 2 Sumber: Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Gambar 7.1 Diagram Pengendalian Pemanfaatan Ruang

A. Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona

peruntukkan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi

ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan

ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar

ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis

sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain

yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan.

B. Perizinan adalah ketentuan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang

menurut peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan

pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang,

dan kualitas ruang.

C. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap

pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a) keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan dan sewa

ruang;

b) pembangunan serta pengadaan infrastruktur; Ketentuan Umum

Peraturan Zonasi

Arahan Sanksi

Sanksi Administratif

Sanksi Perdata Ketentuan

Perizinan

Ketentuan Insentif dan Disinsentif

(3)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 3 daerah.

D. Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau

mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a) pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang

dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan

ruang; dan/atau

b) pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala

kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan

disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan,

karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang

dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.

Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai

jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP), sehingga pemanfaat

ruang membayar pajak lebih tinggi.

Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa

subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan

dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam

hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam

mendukung perwujudan rencana tata ruang.

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan

(4)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 4 Ketentuan umum peraturan zonasi merupakan acuan umum untuk menyusun

peraturan zonasi pada Rencana yang lebih rinci (Rencana Detail Tata Ruang Kota dan

Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Kota). Ketentuan umum peraturan

zonasi ini meliputi:

a. ketentuan umum kawasan lindung; dan

b. ketentuan umum kawasan budi daya.

Rencana tata ruang wilayah merupakan kebijakan makro tata ruang wilayah

kota. Selanjutnya rencana umum ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan rencana

rinci tata ruang kota sebagai perangkat oprasioal pelayanan masyarakat. Penjabaran

rencana umum ke dalam rencana yang lebih rinci ini dilakukan dengan memberikan

arahan zonasi pada setiap fungsi kawasan yang akan dikembangkan. Dengan

demikian, arahan zonasi pada setiap fungsi kawasan mengindikasikan kawasan yang

dapat dikembangkan didalamnya. Selanjutnya ketentuan tentang zonasi ini akan diatur

di dalam peraturan zonasi pada rencana detail tata ruang kota.

Arahan pemanfaatan ruang pada setiap zona yang akan dikembangkan pada

setiap fungsi kawasan mengindikasikan arahan kegiatan-kegiatan yang dapat di

kembangkan didalam setiap zona dalam fungsi kawasan, kegiatan-kegiatan yang

dikendalikan perkembangannya, dan kegiatan yang dilarang untuk dikembangkan.

Arahan dan ketentuan umum pemanfaatan ruang pada setiap zona ini

merupakan upaya untuk menjembatani kesenjangan piranti antara rencana umum dan

rencana rinci tata ruang kota. Selain itu, ketentuan umum ini juga sebagai arahan untuk

memberikan perizinan pemanfaatan ruang pada masyarakat seiring dengan aliran

investasi ke dalam kota, sebelum rencana rinci disusun untuk seluruh kawasan kota

sebagai penjabaran rencana umum tata ruang wilayah kota. Ketentuan peraturan zonasi

(5)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 5

KAWASAN ARAHAN

PEMANFAATAN TUJUAN

KETENTUAN UMUM KEGIATAN

KETERANGAN

DIIZINKAN BERSYARAT/DIBATASI DILARANG

A. KAWASAN LINDUNG

1.Kawasan Hutan lindung

Hutan lindung (HL) Mempertahankan fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

 Kegiatan pelestarian kawasan hutan lindung.

 Diizinkan terbatas wisata alam meliputi kegiatan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, rekreasi dan wisata tanpa merubah bentang alam.  Diizinkan terbatas

pengembangan bangunan sarana dan prasarana untuk mendukung fungsi lindung.

 Kegiatan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan terjadinya alih fungsi hutan lindung menjadi kawasan budi daya.

 Kegiatan yang mengakibatkan mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.

 Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.

 Melakukan kegiatan eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan.

2.Kawasan

Mempertahankan fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah.

Kegiatan pelestarian kawasan resapan air.

 Diizinkan terbatas pengembangan bangunan sarana dan prasarana untuk mendukung fungsi lindung.

 Diizinkan terbatas kegiatan pemanfaatan ruang tanpa merubah bentang alam dan mengganggu kawasan resapan air meliputi:

- kegiatan wisata alam;

- kegiatan pendidikan; dan

- penelitian.

 Kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan fisik alami ruang untuk kawasan resapan air.  Penggunaan lahan untuk

(6)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 6 Kawasan

bergambut (KG)

Mengendalikan hidrologi wilayah, yaitu sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut.

Kegiatan pelestarian kawasan bergambut.

 Diizinkan bersyarat kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk asli dan tidak mengurangi fungsi kawasan bergambut.  Diizinkan terbatas

menata dan mengelola kawasan bergambut sebagai bagian dari kesatuan pengelolaan kawasan.

 Diizinkan terbatas kegiatan pemanfaatan meliputi:

- jasa lingkungan;

- wisata alam;

- kegiatan pendidikan; dan

- penelitian.

 Diperbolehkan bersyarat pembangunan infrastruktur kawasan bergambut.

Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan fisik alamiah ruang untuk kawasan gambut.

3.Kawasan Perlindungan Setempat

Sempadan pantai (SP)

a. Melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai.

b. Memberikan perlindungan kepada kawasan di belakangnya terhadap terpaan angin laut dan badai, gelombang laut yang tinggi.

 Kegiatan yang mampu meredam energi gelombang, melindungi atau memperkuat perlindungan kawasan sempadan pantai dari abrasi dan infiltrasi air laut ke dalam tanah.

 Ruang terbuka hijau.  Jalan inspeksi.

 Diizinkan bersyarat dan terbatas kegiatan budi daya tanpa mengurangi kualitas lingkungan fisik alamiah dan fungsi lindung.

 Diizinkan secara terbatas jaringan kabel listrik, kabel telepon, pipa air minum,

Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan fisik alamiah dan fungsi lindung.

(7)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 7 prasarana lalu lintas air,

pemancangan tiang atau pondasi prasarana

Meningkatkan mutu lingkungan hidup, sarana pengaman lingkungan perkotaan, menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan.

 Ruang terbuka hijau.  Jalan inspeksi.

 Diizinkan secara terbatas jaringan kabel listrik, kabel telepon, pipa air minum, prasarana lalu lintas air, pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan, pemasangan papan reklame.

 Diizinkan terbatas pendirian bangunan pengelolaan badan air atau pemanfaatan air untuk menunjang fungsi pengelolaan sungai dan taman rekreasi.  Diizinkan bersyarat dan

terbatas kegiatan budi daya tanpa mengurangi kualitas lingkungan fisik alamiah dan fungsi lindung.

 Kegiatan yang diperbolehkan terbatas adalah kegiatan penanaman tanaman produksi.

Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan fungsi dan kualitas air sungai.

(8)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 8 Sekitar danau (SD) Mempertahankan kelestarian

fungsi danau.

 Ruang terbuka hijau .  Kegiatan wisata ecotourism.  Jalan inspeksi.

 Diizinkan secara terbatas jaringan kabel listrik, kabel telepon, pipa air minum, prasarana lalu lintas air, pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan, pemasangan papan reklame.

 Diizinkan terbatas pendirian bangunan pengelolaan badan air atau pemanfaatan air untuk menunjang fungsi pengelolaan sungai dan taman rekreasi.  Diizinkan bersyarat dan

terbatas kegiatan budi daya tanpa mengurangi kualitas lingkungan fisik alamiah dan fungsi lindung.

 Kegiatan yang diperbolehkan terbatas adalah kegiatan penanaman tanaman produksi.

 Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan fungsi dan kualitas air danau,

Kriteria sempadan danau adalah 100 meter dari titik pasang.

Sekitar mata air (SM)

Mempertahankan kelestarian fungsi mata air.

Kegiatan untuk mempertahankan fungsi mata air dan fungsi lindung.

Diizinkan terbatas penggunaan zona lindung untuk pengembangan bangunan sarana dan prasarana untuk

mendukung fungsi lindung.

(9)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 9

a. Menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai tempat untuk berbagai aktivitas.

b. Menciptakan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

c. Mengoptimalkan fungsi ruang terbuka di wilayah perkotaan sebagai aktivitas sosial.

Kegiatan wisata, olahraga, dan terkait evakuasi bencana.

Diizinkan secara terbatas jaringan kabel listrik, kabel telepon, pipa air minum, prasarana lalu lintas air, pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan, pemasangan papan reklame.

 Kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif dan pengurangan luasan RTH.  Penebangan pohon di kawasan

RTH kota tanpa seizin instansi yang berwenang. biota, tipe ekosistem, gejala, dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.

Pelestarian kawasan lindung. Diizinkan terbatas kegiatan:  penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan;  pendidikan dan

peningkatan kesadartahuan konservasi alam.

Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan fisik alamiah dan fungsi lindung.

-

Kawasan taman wisata alam (TW)

Melindungi keaslian alamnya, sehingga tetap menjadi pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Pelestarian kawasan lindung.  Diizinkan terbatas kegiatan:  Diizinkan terbatas dan

bersyarat kegiatan budi daya masyarakat adat.

Semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan perubahan lingkungan fisik alamiah dan fungsi lindung.

(10)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 10 Kawasan Cagar

Budaya (CB)

Mempertahankan dan melestarikan kawasan cagar budaya.

Pembangunan prasarana dan sarana kawasan yang menunjang fungsi kawasan.

 Diizinkan terbatas kegiatan:  Diizinkan terbatas dan

bersyarat kegiatan budi daya masyarakat adat.

 Kegiatan yang menganggu atau merusak kekayaan budaya.  Kegiatan yang mengganggu

kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan sejarah.

 Kawasan rawan banjir (KBJ)

Melindungi kawasan-kawasan sekitarnya dari bencana.

Kegiatan membangun bangunan infrastruktur penanggulangan banjir.

Diizinkan bersyarat dan terbatas kegiatan budi daya.

- -

 Kawasan rawan gempa bumi (KBB)

Melindungi kawasan-kawasan sekitarnya dari bencana.

- Diizinkan bersyarat dan terbatas kegiatan budi daya.

- -

 Kawasan rawan abrasi, gelombang pasang, dan tsunami (KBG)

Melindungi kawasan-kawasan sekitarnya dari bencana.

Kegiatan yang mampu meredam energi gelombang, melindungi atau memperkuat perlindungan kawasan sempadan pantai dari abrasi dan infiltrasi air laut ke dalam tanah.

Diizinkan bersyarat dan terbatas kegiatan budi daya.

Semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan nilai ekologis dan estetika kawasan.

-

 Kawasan rawan bencana tanah longsor (KBL)

Melindungi kawasan-kawasan sekitarnya dari bencana.

- Diizinkan bersyarat dan terbatas meliputi:

- Kegiatan hutan produksi;

- Kegiatan pertanian; dan

- Kegiatan perikanan.

Dilarang kegiatan budi daya dan kegiatan yang dapat mengurangi daya penahan gerakan tanah.

(11)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 11

B. KAWASAN BUDI DAYA

1.Kawasan Peruntukan Perumahan

Kawasan Perumahan Kepadatan Tinggi (R-1)

Menyediakan lahan untuk pengembangan perumahan dengan kepadatan tinggi, yang dapat berasosiasi dengan kegiatan perkotaan.

 Kegiatan hunian berkepadatan tinggi berupa rumah deret, rumah kopel maupun rumah tunggal, dan hunian vertikal.  Diperbolehkan melakukan

kegiatan pengembangan perumahan, perdagangan dan jasa skala lokal, kegiatan pelayanan masyarakat.

Kegiatan campuran rumah-toko, rumah-kantor, perdagangan dan jasa komersil paling tinggi skala lingkungan.

Pelarangan kegiatan industri dan kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi utama kawasan peruntukan perumahan.

 KDB maks :

Menyediakan lahan untuk pengembangan perumahan dengan kepadatan sedang.

 Kegiatan hunian berkepadatan tinggi berupa rumah deret, rumah kopel maupun rumah tunggal, dan hunian vertikal.  Diperbolehkan melakukan

kegiatan pengembangan perumahan, perdagangan dan jasa skala lokal, kegiatan pelayanan masyarakat.

Kegiatan campuran rumah-toko, rumah-kantor, perdagangan dan jasa komersil paling tinggi skala lingkungan.

Pelarangan kegiatan industri dan kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi utama kawasan peruntukan perumahan.

 KDB maks :

Menyediakan lahan untuk pengembangan perumahan dengan kepadatan rendah yang dapat berasosiasi dengan kegiatan pertanian.

 Kegiatan hunian berkepadatan tinggi berupa rumah kopel maupun rumah tunggal, dan hunian vertikal.

 Diperbolehkan melakukan kegiatan pengembangan perumahan, perdagangan dan jasa skala lokal, kegiatan pelayanan masyarakat.

Kegiatan campuran rumah-toko, rumah-kantor, perdagangan dan jasa komersil paling tinggi skala lingkungan.

Pelarangan kegiatan industri dan kegiatan lain yang dapat mengganggu fungsi utama kawasan peruntukan perumahan.

(12)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 12

 Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja, jasa pemerintahan, dan pelayanan masyarakat.  Menyediakan peraturan yang

jelas pada kawasan pemerintahan, meliputi dimensi, intensitas, dan disain.

 Diperuntukan untuk pembangunan bangunan pemerintah, seperti kantor pemerintah propinsi, kantor pemerintah kota, kantor instansi vertikal, kantor polisi, dan lain-lain.

Kegiatan perdagangan dan jasa juga dapat

dikembangkan pada kawasan ini, tetapi bersifat terbatas dan bersyarat.

 Pelarangan pengembangan kegiatan untuk jenis bangunan dengan fungsi hotel dan bioskop.

 Pelarangan kegiatan industri besar dan menengah dan kegiatan lain yang dapat mengganggu kegiatan jasa baik berbentuk tunggal maupun deret (PJ)

 Menyediakan lahan untuk menampung tenaga kerja, pertokoan, jasa, dan pelayanan masyarakat.  Menyediakan peraturan yang

jelas pada kawasan perdagangan dan jasa, meliputi: dimensi, intensitas, dan disain.

 Penggunaan untuk perdagangan (eceran, penyewaan), dan jasa komersial (jasa perjalanan, jasa hiburan/entertainment, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa

telekomunikasi dan informasi, jasa keuangan, jasa penginapan dan jasa pelayanan bisnis.  Bisnis dan profesional,

penggunaan yang berhubungan dengan mata pencaharian melalui usaha komersial atau jasa perdagangan atau melalui keahlian yang membutuhkan pendidikan atau pelatihan khusus.

Bengkel kendaraan niaga, penggunaan dengan kegiatan memperbaiki dan memelihara komponen atau badan truk besar,

kendaraan angkutan massal, peralatan besar, atau peralatan pertanian.

Pelarangan kegiatan industri dan kegiatan lain yang dapat mengganggu kegiatan perdagangan dan jasa.

(13)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 13 4.Kawasan

Peruntukan Industri

Kawasan industri (I) Menciptakan kawasan industri yang dapat mendukung kegiatan wisata dan kesejahteraan perekonomian warga.

Pengembangan industri kecil. Diizinkan terbatas dan bersyarat industri skala menengah dan bersifat polutif.

Kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif yang cukup besar bagi fisik alamiah dan kegiatan, serta lingkungannya. keindahan alam, budaya dan sejarah di kawasan peruntukan pariwisata

 Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan.  Perlindungan terhadap situs

peninggalan sejarah dan budaya.

 Kegiatan hunian baik hunian tunggal maupun hunian bersama.  Zonasi kawasan

pariwisata terdiri atas:

- zona usaha jasa pariwisata difungsikan untuk jasa biro perjalanan wisata, jasa agen perjalanan wisata, jasa pramuwisata dan jasa informasi pariwisata;

- zona objek dan daya tarik wisata difungsikan untuk objek dan daya tarik wisata alam, objek dan daya tarik wisata budaya, dan objek serta daya tarik wisata minat khusus; dan

 Kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif yang cukup besar bagi fisik alamiah dan kegiatan pariwisata.

(14)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 14 dan minum, angkutan

wisata, dan kawasan pariwisata.  Pembatasan pendirian

bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata.

 Penyediaan prasarana dan sarana minimal meliputi telekomunikasi, listrik, air bersih, drainase, pembuangan limbah dan

persampahan, WC umum, parkir, lapangan terbuka, pusat

perbelanjaan skala lokal, sarana peribadatan dan sarana kesehatan, persewaan kendaraan, loket tiket, tempat penukaran uang dan kegiatan pendukung pariwisata lainnya.  Memiliki akses yang

terintegrasi dengan sarana dan prasarana transportasi lokal maupun regional.

6.Ruang Terbuka Non Hijau

Kawasan ruang terbuka non hijau (RTNH)

 Menjaga ketersediaan ruang terbuka dengan perkerasan sebagai tempat untuk berbagai aktivitas.  Menciptakan keseimbangan

Kawasan terbuka non hijau yang meliputi:

parkir; taman bermain; buffer/penyangga, dan

Diizinkan bersyarat dan terbatas kegiatan sektor informal.

-  KDB maks:

(15)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 15 antara lingkungan alam dan

lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

 Mengoptimalkan fungsi ruang terbuka di wilayah perkotaan sebagai aktivitas sosial.

koridor pada kawasan perdagangan dan jasa, perkantoran serta perumahan.

 KDH maks:

 Menyediakan lahan untuk pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan yang jumlah dan kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan jumlah penduduk berdasarkan standar kebutuhan minimum sarana umum.

 Mempertahankan fasilitas yang terbangun serta meningkatkan kualitas sesuai dengan standar kebutuhan ruang.

Kegiatan yang menyediakan fasilitas pelayanan pendidikan tinggi.

Diizinkan secara terbatas jasa pelayanan pendidikan.

Kegiatan yang menimbulkan dampak dampak negatif yang cukup besar bagi kegiatan di lingkungan fasilitas sosial

KDB maks: 60% untuk kesehatan (FS-2)

Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam pelayanan kesehatan

Penggunaan lahan yang berhubungan pelayanan kesehatan dengan dilengkapi sarana pengolahan air limbah dan sampah B3 rumah sakit.

 Perdagangan dan jasa yang mendukung fungsi kawasan kesehatan, perkantoran, perdagangan, jasa kesehatan, jasa telekomunikasi dan informasi dan jasa penginapan.  Diizinkan terbatas dan

bersyarat kegiatan sektor informal.

Bengkel kendaraan niaga, penggunaan dengan kegiatan memperbaiki dan memelihara komponen atau badan truk besar, kendaraan angkutan massal, peralatan besar, atau peralatan pertanian

(16)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 16  Kegiatan hunian baik

hunian tunggal maupun hunian bersama.

 Menyediakan lahan untuk pembangunan dan pengembangan sarana peribadatan yang jumlah dan kapasitasnya disesuaikan dengan kebutuhan jumlah penduduk berdasarkan standar kebutuhan minimum sarana umum.

 Mempertahankan fasilitas yang terbangun serta meningkatkan kualitas sesuai dengan standar kebutuhan ruang.

Kegiatan yang menyediakan fasilitas pelayanan peribadatan.

Diizinkan secara terbatas kegiatan perdagangan dan jasa.

Kegiatan yang menimbulkan dampak dampak negatif yang cukup besar bagi kegiatan di lingkungan fasilitas sosial.

KDB maks: 60%

Menyediakan ruang bagi evakuasi bencana sebagai melting point.

Diizinkan sebagai ruang evakuasi bencana.

Menyediakan ruang bagi kegiatan tertentu yang karena sifatnya mempunyai kekhususan di luar ketentuan yang ditetapkan pada zona dasar lainnya, yang memerlukan penanganan operasional, desain, dan spesfikasi yang khusus.

Kegiatan pemanfaatan ruang yang dapat digunakan untuk mendukung fungsi kawasan pertahanan dan keamanan.

Diizinkan bersyarat kegiatan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan.

Kegiatan yang dapat mengganggu fungsi kawasan pertahanan dan keamanan.

(17)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 17

Mengendalikan ruang untuk pertambangan.

Kegiatan perkotaan lainnya untuk alih fungsi kawasan peruntukan pertambangan sesuai dengan daya dukung kawasan.

Pertambangan rakyat milik hak ulayat.

Pengembangan pertambangan bukan rakyat milik hak ulayat.

-

Meyediakan ruang untuk mengakomodasi kegiatan perikanan.

 Aktivitas pendukung perikanan.  Pengembangan sarana dan

prasarana pengembangan perikanan dan pembenihan.

Kegiatan perikanan skala besar, menggunakan lahan yang luas, atau teknologi intensif harus memiliki kajian Amdal.

Dilarang segala aktivitas budi daya yang akan mengganggu kualitas air untuk pengembangan perikanan.

 Menyediakan lahan untuk mengakomodasi keberadaan kawasan pertanian lahan pangan, perkebunan, dan peternakan.

 Meningkatkan mutu lingkungan hidup, sarana pengaman lingkungan perkotaan, menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan.  Mendukung ketahanan

pangan.

 Penggunaan untuk kegiatan pertanian.

 Penggunaan rekreasi aktif dan fasilitas rekreasi untuk umum.  Penanganan limbah pertanian

tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang terlarut dalam air drainase).

 Penanganan limbah pertanian peternakan (limbah kotoran).  kawasan pertanian dengan

irigasi teknis tidak boleh dialihfungsikan.

 Pengembangan prasarana pengairan.

Penggunaan pendukung kegiatan pertanian.

 Penggunaan yang dapat memicu terjadinya

pengembangan bangunan yang mengurangi luas ruang kawasan pertanian kota

 Pelarangan kegiatan lain yang mengganggu fungsi lahan pertanian; dan

 Pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana kota.

Menyediakan lahan untuk hutan produksi.

 Pengembangan usaha hasil hutan kayu, pengembangan jasa lingkungan, pemanfaatan kawasan, dan pemanfaatan

Pemanfaatan kawasan hutan produksi untuk memiliki kajian studi Analisis Mengenai Dampak

 Penggunaan hutan produksi yang mengurangi luasan dan mengganggu fungsi hutan produksi.

(18)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 18

produksi hasil hutan bukan kayu.

 Kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi.

Lingkungan (Amdal) yang dilengkapi dengan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).

 Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan dalam kawasan hutan produksi.

16. Kawasan peruntukan sektor informal

Peningkatan kawasan bagi sektor informal (SI)

Penataan kawasan bagi sektor informal pada sore dan malam hari (bukan pemanfaatan ruang secara utuh)

Pemanfaatan ruang untuk sektor informal ditempatkan pada tempat tertentu yang tersebar pada kawasan-kawasan yang ditetapkan.

Pengaturan waktu operasional sektor informal.

Sektor informal dilarang menggunakan badan jalan, jalur pedestrian, dan saluran drainase.

-

(19)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 19 Perizinan merupakan instrumen kedua dalam mengendalikan pemanfaatan

ruang yang penggunaannya adalah bersama-sama dengan peraturan zonasi. Dalam

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa izin

yang dimaksud sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang adalah izin

pemanfaatan ruang, yaitu izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat 32). Izin

dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban

pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan

Rencana Tata Ruang (RTRW Kota atau RDTR Kota/Kawasan). Pemanfaatan ruang

yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun

yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau

sanksi pidana denda. Izin pemanfaatan ruang tersebut diatur dan diterbitkan oleh

Pemerintah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Dalam melaksanakan suatu kegiatan pembangunan berupa kegiatan fisik di

suatu persil tertentu, selain izin pemanfaatan ruang diperlukan pula izin terkait

bangunan atau yang dikenal dengan IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Izin ini diperlukan

agar bangunan tersebut memenuhi standar kesehatan dan keamanan. Konsepsi

perizinan selengkapnya adalah seperti dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 7.2 Diagram Konsepsi Perizinan

Kegiatan Usaha

Kegiatan Khusus

Persyaratan Lingkungan

Pemanfaatan Ruang

Pengolahan Lahan

Konstruksi Bangunan

Perizinan Kegiatan Perizinan Khusus

Perizinan Lingkungan

Perizinan Pemanfaatan

Ruang

Perizinan Lahan

(20)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 20 Prinsip penerapan izin adalah:

a. kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya dilarang kecuali

dengan izin;

b. setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon izin dari pemerintah setempat

yang akan memeriksa kesesuaiannya dengan rencana, serta standar administrasi

legal;

c. kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan pada dasarnya dilarang kecuali

dengan izin; dan

d. setiap kegiatan dan pembangunan harus memohon izin dari pemerintah setempat

yang akan memeriksa kesesuaiannya dengan rencana, serta standar administrasi

legal.

Tujuan penerapan izin adalah:

a. melindungi kepentingan umum (public interest);

b. menghindari eksternalitas negatif; dan

c. menjamin pembangunan sesuai dengan rencana, serta standar dan kualitas

minimum yang ditetapkan.

Kewenangan perizinan adalah:

a. sebagian besar izin menjadi kewenangan daerah;

b. pelaksanaan kegiatan dan pembangunan wajib memiliki izin;

c. pemberi izin wajib mengawasi dan menertibkan penyimpangan pelaksanaannya; dan

d. penerima izin wajib melaksanakan ketentuan dalam perizinan.

7.2.2 JENIS-JENIS PERIZINAN

A. Izin Kegiatan (Sektoral)

Persetujuan pengembangan aktivitas/sarana/prasarana yang menyatakan

bahwa aktivitas budi daya yang akan mendominasi kawasan memang sesuai atau

masih dibutuhkan atau merupakan bidang yang terbuka di wilayah tempat kawasan itu

terletak. Izin ini diterbitkan instansi pembina/pengelola sektor terkait dengan kegiatan

dominannya. Tingkatan instansi ditetapkan sesuai aturan di departemen/lembaga

(21)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 21 Persetujuan pendahuluan yang dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis

permohonan izin Lokasi. Bagi perusahaan PMDN/PMA, Surat Persetujuan

Penanaman Modal (SPPM) untuk PMDN dari Kepala BKPM atau surat

pemberitahuan persetujuan Presiden untuk PMA, digunakan sebagai Izin Prinsip.

b. Izin Tetap

Merupakan persetujuan akhir setelah Izin Lokasi diperoleh, persetujuan final

tentang pengembangan kegiatan budi daya, lokasi kawasan yang dimohon bagi

pengembangan aktivitas tersebut juga telah sesuai dan malah tingkat perolehan

tanahnya telah memperoleh kemajuan berarti. Selain itu, kelayakan

pengembangan kegiatan dari segi lingkungan hidup harus telah diketahui melalui

hasil studi AMDAL. Dengan diperoleh Izin Tetap bagi kawasan budi daya,

selanjutnya tiap jenis usaha rinci yang akan mengisi kawasan secara individual

perlu memperoleh Izin Usaha sesuai karakteristik tiap kegiatan usaha rinci. SIPD

(Surat Izin Penambangan Daerah) dan SIPA (Surat Izin Pengambilan Air) dapat

dikelompokkan dalam kategori Izin Usaha selain yang sudah dikenal (SIUP,

SIUPP, dan lain-lain).

B. Izin Pertanahan

a. Izin Lokasi

Merupakan persetujuan lokasi bagi pengembangan

aktivitas/sarana/prasarana yang menyatakan kawasan yang dimohon pihak

pelaksana pembangunan atau pemohon sesuai untuk dimanfaatkan bagi

aktivitas dominan yang telah memperoleh Izin Prinsip. Izin Lokasi akan

dipakai sebagai dasar dalam melaksanakan perolehan tanah melalui

pengadaan tertentu dan dasar bagi pengurusan hak atas tanah. Acuan dari

Izin Lokasi ini antara lain adalah:

 sesuaian lokasi bagi pembukaan/pengembangan aktivitas dilihat dari

RTRW Kota, dan keadaaan pemanfaatan ruang eksisting.

 bagi lokasi di kawasan tertentu, suatu kajian khusus mengenai dampak

lingkungan pengembangan aktivitas budi daya dominan terhadap kualitas

ruang yang ada, hendaknya menjadi pertimbangan dini. Persyaratan

(22)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 22 b. Hak Atas Tanah

Walaupun sebenarnya bukan merupakan perizinan, namun dapat dianggap

sebagai persetujuan kepada pihak pelaksana pembangunan untuk

mengembangkan kegiatan budi daya di atas lahan yang telah diperoleh

sesuai dengan sifat kegiatan budi daya dominan yang akan dikembangkan.

Pada tingkat kawasan, hak yang diberikan umumnya bersifat kolektif

(misalnya dikenal HGB). Tergantung sifat aktivitas budi dayanya, hak

kepemilikan individual dapat dikembangkan dari hak kolektif.

C. Izin Perencanaan dan Bangunan

a. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah

Izin perencanaan dan/atau rekomendasi perencanaan bagi penggunaan

tanah yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),

Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan/atau Rencana Teknik Ruang Kota

(RTRK).

b. Izin Mendirikan Bangunan

Setiap aktivitas budi daya (bangunan) harus memperoleh IMB jika akan

dibangun. Perhatian utama diarahkan pada kelayakan struktur bangunan

melalui penelaahan Rancangan Rekayasa Bangunan; Rencana Tapak di tiap

Blok Peruntukkan (terutama bangunan berskala besar, megastruktur); atau

rancangan arsitektur di tiap persil). Selain persyaratan teknis bangunan

sebagaimana diatur Pedoman Teknis Menteri PU, Surat Izin Mendirikan

Bangunan juga akan memuat ketentuan persyaratan teknis persil dan

lingkungan sekitar, misalnya garis sempadan (jalan dan bangunan), KDB,

KLB, KDH.

D. Izin Lingkungan

Izin Lingkungan pada dasarnya merupakan persetujuan yang menyatakan

aktivitas budi daya rinci yang terdapat dalam kawasan layak dari segi lingkungan hidup.

(23)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 23 Izin HO/Undang-Undang Gangguan, terutama untuk kegiatan usaha yang tidak

mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup (bukan obyek AMDAL).

Izin ini diterbitkan Walikota melalui Sekda.

b. Persetujuan RKL dan RPL

Persetujuan RKL dan RPL, untuk kawasan yang sifat kegiatan budi daya rinci

yang berada di dalamnya secara sendiri maupun bersama-sama berdampak

penting terhadap lingkungan hidup. Acuan yang digunakan adalah dokumen

AMDAL yang pada bagian akhirnya menjelaskan RKL (Rencana Pengelolaan

Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemanfaatan Lingkungan), pada tingkatan

kegiatan budi daya rinci (jika dibutuhkan) dan pada tingkat kawasan. Persetujuan

RKL dan RPL diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, dan Menteri terkait atau

Walikota tergantung karakteristik kawasan yang dimohon setelah melalui komisi

AMDAL terkait.

c. perizinan khusus meliputi pengambilan air tanah.

E. Izin Lalu Lintas

Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur

yang telah memenuhi kriteria minimal dan akan menimbulkan gangguan keamanan,

keselamatan, ketertiban, serta kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan melakukan

Analisis Dampak Lalu Lintas. Hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah satu

persyaratan pengembang atau pembangun untuk memperoleh:

 izin lokasi;

 izin mendirikan bangunan; atau

 izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan gedung.

Hasil analisis dampak lalu lintas harus mendapat persetujuan dari:

 menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan

(24)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 24 Secara umum prosedur perizinan di Kota Jayapura dapat dilihat pada Gambar

7.3. Pengajuan permohonan izin disampaikan kepada Kantor Pertanahan bersama

dengan dokumen kelengkapannya. Kantor Pertanahan akan memeriksa kelengkapan

dokumen admnistrasi yang merupakan salah satu syarat permohonan perizinan.

Kemudian bersama dnegan pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Bappeda melakukan

penilaian lapangan. Selanjutnya Kantor Pertanahan, Dinas PU, dan Bappeda

melakukan koordinasi untuk memberikan rekomendasi kepada Walikota untuk

mengeluarkan izin yang dimaksud. Pada saat koordinasi, diperlukan masukan dari

pihak-pihak atau instansi lain yang berkompeten. Hal ini untuk mengetahui pandangan

instansi terkait dengan kegiatan yang akan dimohonkan izin tersebut. Jadi, pendapat

instansi ini hanya bersifat masukan dan pandangan umum, tetapi instansi-instansi

tersebut tidak berwenang dalam proses perizinan.

Agar RTRW Kota Jayapura yang telah dilengkapi dengan peraturan zonasi dapat

terlaksana, maka penerapan perizinan tersebut diatas dapat dilakukan melalui

(25)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 25

(26)
(27)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 27 Pengawasan merupakan upaya-upaya untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan

ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Obyek

pengawasannya adalah perubahan pemanfaatan ruang (kegiatan pembangunan fisik)

yang terjadi, baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan rencana beserta

besaran-besaran perubahannya.

a. Pelaporan

Merupakan upaya memberikan informasi secara obyektif mengenai pemanfaatan

ruang baik yang sesuai maupun tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Obyek

pelaporan adalah perubahan pemanfaatan ruang dalam persil/kawasaan dan tata

ruang wilayah blok peruntukan. Perubahan pemanfaatan ruang tingkat persil

meliputi perubahan fungsi kegiatan dan perubahan teknis bangunan yang ada di

dalam persil. Akumulasi perubahan persil merupakan perubahan blok peruntukan,

sedangkan perubahan peruntukan merupakan perubahan kawasan dan seterusnya

menjadi perubahan wilayah yang lebih luas. Hasil dari proses pelaporan ini berupa

tipologi penyimpangan pemanfaatan ruang, yaitu:

 besaran penyimpangan (luasan, panjang, lebar);

 bentuk dan jenis penyimpangan (fungsi, intensitas, atau teknis); dan  arah penyimpangan atau pergeseran pemanfaatan ruang.

b. Pemantauan

Merupakan upaya mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat

perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan rencana

tata ruang. Perubahan kualitas tata ruang disebabkan oleh semua pelaku

pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat). Pengamatan lapangan

dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah daerah dengan melibatkan

instansi kelurahan dan kecamatan. Pemantauan dilakukan dengan cara

pemeriksaaan yang melibatkan pelaku pelanggaran (dengan memeriksa lebih jauh

dokumen perizinan yang dimilikinya). Tahapan pelaksanaan pemantauan adalah

sebagai berikut:

a) Penyidikan lapangan, dilakukan setelah tahap kegiatan pelaporan yang

kemudian diperoleh indikasi penyimpangan pemanfaaatan ruang persil (baik

lokasi maupun tipologi penyimpangannya). Kemudian dibentuk tim penyidik

(28)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 28 dengan yang ada pada penguasa lahan atau bangunan untuk dilihat dan

diketahui penyebab pelanggaran.

b) Pembahasan dan perumusan terbukti tidaknya secara teknis administrasif

penyimpangan atau pelanggaran yang telah diindikasikan sebelumnya dengan

mengklasifikasikan bentuk-bentuk pelanggaran, akibat pelanggaran dan

penanggungjawab pelanggaran pemanfaatan ruang.

c) Laporan dan pemberitahuan, dari rumusan penyimpangan dan pelanggaran

tersebut dapat disusun laporan dan pemberitahuan kepada berbagai pihak

yang berkepentingan yang terdiri atas:

 Laporan hasil pemantauan diserahkan kepada kepala daerah untuk

dievaluasi dan dibahas untuk merumuskan bentuk-bentuk penertiban;  Laporan hasil pemantauan diserahkan kepada instansi terkait untuk

mempersiapkan kegiatan evaluasi terhadap pelanggaran dan

penyimpangan pemanfaatan ruang untuk mendukung penetapan

penertiban yang perlu diambil; dan

 Pemberitahuan hasil pemantauan kepada pelaku pelanggaran untuk

mempersiapkan pertanggungjawaban pelanggaran pemanfaaatan ruang

yang telah dilakukan.

7.3

KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF

Ketentuan insentif dan disinsentif berlaku untuk semua wilayah Kota Jayapura

dengan prinsip dasar adalah sebagai alat untuk mewujudkan Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota yang sudah disepakati. Pendekatan ketentuan ini, selain mengacu pada

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dapat juga

memanfaatkan kearifan lokal dalam penguasaan lahan yang sudah diterapkan secara

tradisional (turun temurun) oleh masyarakat adat setempat.

Bagi lahan yang sudah dimiliki secara sah oleh

perorangan/kelompok/perusahaan, bila tidak diusahakan dalam waktu tertentu,

misalnya 5 (lima) tahun, maka tahun keenam dikenakan pajak progresif. Artinya PBB

(29)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 29 pemerintah daerah memberikan keringan pajak bagi yang bersangkutan. Secara lebih

detail dan teknis bentuk-bentuk insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan bisa dilihat

pada sub-bab berikut.

7.3.1 KONSEP INSENTIF DAN DISINSENTIF

Di dalam mekanisme insentif dan disinsentif ini terkandung suatu pengaturan

dan pengendalian pembangunan kota yang bersifat akomodatif terhadap setiap

perubahan yang menunjang pembangunan dan perkembangan kota. Akomodatif

terhadap usaha pembangunan oleh masyarakat kota dilakukan dengan tetap

berdasarkan kepada pertimbangan bahwa pergeseran tatanan ruang yang terjadi tidak

menyebabkan dampak yang merugikan bagi pembangunan kota.

Pelaksanaan mekanisme insentif dan disinsentif ini pada hakekatnya tidak boleh

mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara, karena masyarakat memiliki

martabat dan hak yang sama untuk memperoleh dan mempertahankan hidupnya.

Perangkat insentif dan disinsentif adalah pengaturan yang bertujuan

memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata

ruang. Apabila dengan pengaturan akan diwujudkan insentif dalam rangka

pengembangan pemanfaatan ruang, maka melalui pengaturan itu dapat diberikan

kemudahan tertentu, seperti:

di bidang ekonomi melalui tata cara pemberian kompensasi, imbalan, dan tata cara penyelenggaraan sewa ruang dan urun saham; atau

di bidang fisik melalui pembangunan serta pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, listrik, air minum, telepon, dan sebagainya untuk melayani

pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata ruang.

Dilain pihak, seluruh jenis perangkat disinsentif dalam pemanfaatan ruang

adalah selalu ditujukan untuk mempersulit munculnya pemanfaatan ruang yang tidak

sesuai atau tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang ada. Contoh penerapan

disinsentif misalnya adalah:

pengenaan pajak atau retribusi tinggi; atau

(30)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 30

dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dikembangkan kebijakan insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala

Daerah (Walikota);

kebijakan insentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang seiring dengan tujuan rencana tata

ruang;

kebijakan insentif dilaksanakan antara lain melalui penetapan kebijakan di bidang ekonomi, fisik dan pelayanan umum;

kebijakan disinsentif pemanfaatan ruang bertujuan untuk membatasi pertumbuhan atau mencegah kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana

tata ruang;

kebijakan disinsentif dilaksanakan antara lain melalui penolakan pemberian perizinan pembangunan, pembatasan pengadaan sarana dan prasarana;

dalam pelaksanaan kebijakan insentif dan disinsentif tidak mengurangi dan menghapus hak-hak penduduk sebagai warga negara dan tetap menghormati

hak-hak masyarakat yang melekat pada ruang;

penetapan kebijakan dilakukan Gubernur (tingkat provinsi) berupa kebijakan umum kriteria kawasan yang perlu diberi insentif dan disinsentif; dan

penetapan kebijakan yang dilakukan Walikota berupa kebijakan teknis kawasan yang perlu diberi insentif dan disinsentif dengan berpedoman pada

kebijakan umum yang ditetapkan oleh Gubernur.

7.3.2 DEFINISI INSENTIF DAN DISINSENTIF

Pengertian dari perangkat insentif (Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang) adalah “perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang”. Sementara itu,

disinsentif didefinisikan sebagai “perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang”.

Dari definisi yang khusus didasarkan pada aspek peraturan perundangan di

Indonesia tersebut, terlihat bahwa garis batas antara insentif dengan disinsentif adalah

kecocokan/kesesuaian suatu pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang

(31)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 31 tersebut, karena secara prinsipil terdapat perangkat-perangkat di luar dari perangkat

ekonomi (pajak, retribusi, subsidi, atau pengenaan tarif pemakaian/user charge) dan perangkat fisik (pengadaan dan/atau pemilikan langsung oleh pemerintah atas ruang

tertentu, pelayanan umum, dan prasarana umum), yaitu perangkat politik dan/atau

hukum/perundang-undangan/regulasi.

Dengan demikian dalam konteks ini yang disebut dengan perangkat insentif dan

disinsentif adalah perangkat-perangkat atau instrumen-instrumen ekonomi/keuangan,

fisik, politik, regulasi/kebijakan, yang dapat mendorong atau menghambat pemanfaatan

ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang.

7.3.3 JENIS INSENTIF DAN DISINSENTIF

Jenis perangkat/mekanisme insentif berupa:

a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan dan sewa ruang;

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

c. kemudahan prosedur perizinan; dan

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Perangkat/mekanisme disinsentif berupa:

a. pengenaan pajak yang tinggi disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan

untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan

b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Untuk lebih jelasnya perangkat-perangkat insentif dan disinsentif tersebut satu

persatu akan diuraikan pada bagian di bawah ini.

1. Perizinan Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT)

Bagi warga masyarakat dan instansi-instansi yang akan memanfaatkan lahan,

misalnya untuk kawasan perumahan, industri perdagangan, pariwisata, dan

lain-lain, terlebih dahulu harus memperoleh izin penunjukan dan penggunaan lahan (site plan). Istilah yang dipergunakan untuk perizinan ini berbeda-beda antar daerah yang satu dengan daerah lain.

Kewajiban untuk memperoleh izin ini dimaksudkan agar Pemerintah Daerah dapat

(32)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 32 Untuk memperolah izin penunjukan penggunaan lahan tersebut, masyarakat perlu

membayar sejumlah uang retribusi yang besarnya bervariasi antara kawasan yang

satu dengan kawasan lainnya. Variasi besaran ini dapat dilakukan sesuai dengan

nilai pajak atas lahan yang berlaku maupun arahan sifat pola lingkungan yang

sesuai dengan arahan pengembangan kota. Adapun instansi yang memberikan

pelayanan berkaitan dengan pemberian izin adalah Dinas Pekerjaan Umum Bidang

Penataan dan Pemanfaatan Ruang.

2. Perizinan Lokasi

Izin lokasi merupakan salah-satu alat pengendalian pemanfaatan lahan agar sesuai

dengan tata guna tanah. Perizinan ini dilayani oleh Kantor Badan Pertanahan

(BPN). Diharapkan dengan penerapan perizinan lokasi ini arah penataan dan

pengembangan kota dapat diarahkan sesuai dengan rencana tata ruang yang ada.

3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

IMB merupakan salah satu persyaratan yang perlu dipenuhi untuk pendirian suatu

bangunan. IMB dapat diberikan oleh Dinas Pekerjaan Umum apabila bangunan

yang akan didirikan memenuhi persyaratan teknis dan administratif.

Persyaratan teknis bangunan tersebut antara lain bahwa bangunan tersebut:

 tidak mengganggu ketertiban umum dan memenuhi persyaratan teknis

planologis;

 tidak mengganggu kelestarian lingkungan dan sesuai persyaratan arsitektur

yang baik;

 aman bagi jiwa manusia, dilengkapi dengan peralatan keamanan, konstruksinya

kuat/sesuai persyaratan, dan sebagainya;

 fungsional, dilengkapi dengan peralatan bangunan yang memungkinkan

bangunan tersebut dapat berfungsi dengan baik, misalnya dapat dilihat dari

bentuk dan jumlah ruangan, instalasi listrik, air, dan lain-lain; dan

 tidak melanggar garis sempadan jalan, garis sempadan bangunan (GSB),

koefisien dasar bangunan (KDB), dan koefisien lantai bangunan (KLB).

Di samping aspek tertib bangunan, IMB diharapkan pula menjadi alat kendali bagi

laju pertumbuhan fisik kota, pencegahan terhadap bahaya kerusakan dan

(33)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 33 terhindar dari berbagai ancaman bahaya.

4. Sertifikat Tanah

Sasaran yang diharapkan dari kegiatan pensertifikatan tanah adalah terwujudnya

kepastian hak kepemilikan/penguasaan atas tanah sebagai bagian dari kepastian

hukum, mengingat tanah merupakan komoditas yang sangat peka dari aspek

sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Pelayanan pemberian sertifikat tanah

dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan (BPN). Prosedur untuk memperoleh

sertifikat tanah pada dasarnya relatif sederhana, antara lain berupa:

 Akta jual beli;

 Surat pengantar/rekomendasi dari Lurah dan Distrik; dan  Pengecekan/pengukuran lahan oleh Kantor BPN.

5. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak ini timbul karena perundang-undangan yang selama ini menjadi dasar

pemungutan pajak atas tanah dan atau bangunan di Indonesia disusun pada

zaman kolonial yang tidak sesuai lagi tuntutan pembangunan yang terus meningkat.

Selain itu, karena peraturan tersebut mengatur pungutan yang jumlahnya terlalu

banyak sehingga membingungkan masyarakat.

Pengenaan PBB yang termasuk jenis kekayaan tetap diusahakan agar memenuhi

aspek keadilan. Hal ini dituangkan dalam kebijaksanan pemberian pengurangan

pajak, sehingga pembayaran PBB terutang benar-benar sesuai dengan kondisi

obyektif dan riil yang dihadapi wajib pajak terutama wajib pajak yang tidak mampu.

6. Pajak Khusus (Betterment Tax/Valorization Charge)

Pajak khusus merupakan pungutan yang dikenakan terhadap pemilik tanah yang

mendapatkan keuntungan secara langsung karena adanya prasarana umum yang

dibangun di sekitar lokasi tersebut. Ada beberapa mekanisme lain yang mirip

dengan pungutan ini, misalnya sumbangan lahan (land-donation) dan pengadaan tanah lebih untuk dijual. Sumbangan lahan dapat diberikan oleh pemilik tanah untuk

dijadikan lokasi pembangunan prasarana perkotaan seperti jalan, saluran drainase,

pasar, dan lain-lain. Sedangkan pengadaan tanah yang berlebih dari yang

diperlukan untuk pembangunan prasarana dapat dilakukan oleh Pemerintah (Pusat

(34)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 34

7. Biaya Dampak Pembangunan (Development Impact Fees)

Secara teori biaya dampak pembangunan dapat didefinisikan sebagai pungutan

yang dibebankan oleh Pemerintah Kota kepada developer pengelola kawasan sebagai prasyarat untuk memperoleh izin atau menambah sumber penerimaan bagi

pembiayaan penyediaan prasarana dan sarana umum. Kawasan tersebut antara

lain berupa kawasan perumahan, kawasan perdagangan, dan kawasan pariwisata.

Pungutan ini biasa dikenakan pada saat pengembang (developer) mengajukan permohonan izin untuk kegiatan pembangunan atau sebelum kegiatan

pembangunan dilakukan secara fisik, sehingga lebih merupakan pungutan yang

bersifat di muka.

Dilihat dari aspek hukum, pungutan ini lebih tepat dinamakan “user fees” (retribusi)

daripada “taxes” (pajak). Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan oleh developer

digunakan untuk penyediaan fasilitas dan pelayanan publik, sehingga dengan

demikian pihak developer akan menerima pelayanan, misalnya izin membangun dari pemerintah.

Biaya dampak pembangunan ini diperlukan karena adanya pembangunan yang

berakibat pada adanya pertumbuhan dan perubahan. Adanya pertumbuhan dan

perubahan pada kenyataannya tidak hanya menimbulkan dampak positif tapi juga

menimbulkan beban baru, khususnya bagi Pemerintah Kota selaku agen

pembangunan. Dalam hal ini, masyarakat yang berarti pula Pemerintah Kota harus

dapat menyediakan tambahan dana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Secara teoritis biaya dampak pembangunan ini memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

 Sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lingkungan fisik, yaitu

prasarana dan sarana umum;

(35)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 35 Pengenaan insentif dan disinsentif berdampak pada masalah pemilikan

perseorangan dan kepentingan umum, bahkan akan menyebabkan adanya pembatasan

terhadap kepemilikan tersebut. Pada dasarnya ada 4 asas yang dapat dijadikan

landasan untuk penerapan pengenaan insentif dan disinsentif tersebut, yaitu:

1) Penetapan Penguasaan dan Pemilikan Hak Atas Lahan

Penetapan status hak atas lahan (tanah) di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

Agraria, yang menyatakan bahwa Negara mempunyai hak untuk menguasai

bumi, air dan ruang angkasa. Di dalam hal ini sebenarnya sudah terkandung

juga pengertian hak untuk membangun (development right).

Pemerintah mempunyai kewenangan yang cukup untuk melakukan pengaturan

dan penyelenggaraan pemanfaatan lahan tersebut, akan tetapi hal ini kurang di

sadari sepenuhnya oleh masyarakat.

2) Police Power

Kewenangan Police Power adalah kewenangan yang dipunyai pemerintah untuk

melakukan “pengaturan, pengawasan, dan pengendalian” pembangunan di atas

lahan maupun kegiatan-kegiatan manusia yang menghuninya. Kewenangan ini

harus dilakukan dengan alasan yang bertujuan untuk memberikan keuntungan

kepada masyarakat luas, yaitu memberikan perlindungan dan menunjang terjaminnya kesehatan masyarakat, keamanan, moral dan kesejahteraan masyarakat. Penerapan police powerini dianggap sebagai salah satu ”limitation on private property” karena itu pembenaran alasan untuk kepentingan dan kesejahteraan umum menjadi sangat penting dan sangat mendasar (Richardson, R.U, 1949).

Pemerintah Amerika Serikat menggunakan Planning dan Zoning sebagai alat untuk menerapkan police power, sedangkan Pemerintah Britania Raya menggunakan Structure Plan dan Local Plan disertai dengan penetapan

(36)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 36 terjadi dapat dikenakan development charge.

3) Eminet Domain

Apabila masyarakat menghendaki, dan dengan alasan untuk kepentingan umum,

pemanfaatan lahan yang telah ada dapat dilakukan tindakan pengambilalihan atau pencabutan hak atas tanah. Tindakan ini dilakukan Pemerintah sesuai dengan batas kewenangannya, dengan syarat substantif (masuk akal dan diterima oleh masyarakat atas dasar kepentingan umum dan mendapat ganti-rugi yang layak) dan syarat prosedural (mendapat perlakuan hukum yang sama dan adil).

Instrumen ini menyebabkan penggusuran dan pemindahan penduduk yang

menyebabkan keresahan bagi masyarakat, terutama karena ketidaksesuaian

dalam pemenuhan syarat substantif tersebut (alasan kepentingan umum yang

tidak jelas, dan besar ganti rugi yang tidak menguntungkan masyarakat), dan

perlakuan syarat prosedural yang timpang dan tidak adil, karena itu instrumen ini

seringkali dihindari.

4) Pajak dan Retribusi

Pajak dan retribusi yang dikenakan harus dilandasi kewenangan hukum yang

jelas (berdasarkan peraturan daerah atau Undang-Undang) dan merupakan

beban atau pungutan yang dimaksudkan untuk kepentingan umum dan

dilaksanakan secara adil tanpa diskriminasi. Pengenaan untuk pengendalian

pemanfaatan lahan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kegiatan

pembangunan yang tidak dikehendaki. Pajak dan retribusi bukan semata-mata

untuk meningkatkan pendapatan daerah, tetapi hendaknya juga memperhatikan

aspek pemerataan dan pemanfaatannya sebagi perangkat pengelolaan dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

Salah satu contoh adalah pajak lahan kosong (vacant land tax). Lahan perkotaan yang dibiarkan kosong atau terlantar tidak dimanfaatkan/ dibangun dikenakan

pajak yang lebih tinggi daripada lahan yang dimanfaatkan secara efisien.

Maksud pengenaan pajak ini adalah untuk melakukan insentif agar lahan kosong

(37)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 37 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilaksanakan di Indonesia sebenarnya

sudah mengatur pengenaan pajak secara progresif. Dengan menentukan indeks penentuan pajak yang tepat, PBB dapat dijadikan insentif ataupun disinsentif

pengarahan pemanfatan lahan atau pembangunan ke arah yang dikehendaki.

7.4

ARAHAN SANKSI

Bentuk-bentuk arahan sanksi yang berkenaan dengan penertiban, antara lain:

(a) Sanksi administratif, dapat berupa tindakan peringatan tertulis, penghentian

sementara kegiatan, penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi,

pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi

ruang dan denda administratif;

(b) Sanksi perdata, dapat berupa tuntutan ganti kerugian secara perdata bagi orang

yang dirugikan akibat tindak pidana; dan

(c) Sanksi pidana, dapat berupa penjara, denda, Pemberhentian secara tidak hormat

dari jabatannya, Pencabutan izin usaha dan Pencabutan status badan hukum.

Undang Undang No. 26 Tahun 2007 pada Bab XI telah mengisyaratkan ketentuan

pidana terhadap segala bentuk pelanggaran pemanfaatan ruang. Ketentuan pidana ini

tidak hanya dikenakan pada satu pihak saja tetapi kedua belah pihak, yaitu pihak

penerima izin (investor) dan pihak yang memberikan izin (pemerintah).

Ketentuan pidana tersebut terbagi atas:

1) Tidak mentaati rencana pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan

 Mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima

ratus juta rupiah).

 Mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda

paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

 Mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

(38)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 38  Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling

banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 Mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

 Mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda

paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

 Mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara

paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

3) Tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan

ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda

paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

4) Tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan

perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).

5) Pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan

rencana tata ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Arahan sanksi sebagaimana dimaksud diatas merupakan acuan dalam

pengenaan sanksi terhadap:

1) pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola

ruang wilayah yang telah ditetapkan;

2) pelanggaran ketentuan arahan peratuan zonasi;

3) pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan

rencana tata ruang;

4) pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan

(39)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 39 6) pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh

peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau

7) pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak

benar.

Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai

dengan rencana tata ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Selain sanksi

pidana, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak

(40)

Bab VII Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota

| VII - 40

7.2 KETENTUAN PERIZINAN ... 19

7.3 KETENTUAN INSENTIF DAN DISINSENTIF ... 28

7.3.1 KONSEP INSENTIF DAN DISINSENTIF... 29

7.3.2 DEFINISI INSENTIF DAN DISINSENTIF ... 30

7.3.3 JENIS INSENTIF DAN DISINSENTIF ... 31

7.3.4 PENGENAAN INSENTIF DAN DISINSENTIF ... 35

7.4 ARAHAN SANKSI ... 37

Gambar 7.1 Diagram Pengendalian Pemanfaatan Ruang ... 2

Gambar 7.2 Diagram Konsepsi Perizinan ... 19

Gambar 7.3 Mekanisme Prosedur Perizinan Pemanfaatan Ruang ... 25

Gambar 7.4 Mekanisme Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Kota ... 26

Gambar

Gambar 7.1 Diagram Pengendalian Pemanfaatan Ruang
TABEL VII.1
Gambar 7.2 Diagram Konsepsi Perizinan
Gambar 7.3 Mekanisme Prosedur Perizinan Pemanfaatan Ruang
+3

Referensi

Dokumen terkait