• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saudaraku, Inilah Keutamaan Puasa Ramadhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Saudaraku, Inilah Keutamaan Puasa Ramadhan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Saudaraku, Inilah Keutamaan Puasa Ramadhan

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan pengikutnya, dan

segenap para sahabatnya. Amma ba’du.

Pada pembahasan kali ini, kita akan mengkaji bersama mengenai keutamaan Ramadhan dan puasa di dalamnya. Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk

berpuasa dan pada bulan ini pula Al-Qur’an diturunkan. Sebagaimana

Allah ta’ala berfirman,

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di

dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al

Baqarah [2] : 185)

Ibnu Katsir rahimahullahtatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan,”

(Dalam ayat ini) Allah ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari

bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih

sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana

pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada

(2)

Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Muslim)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Pintu-pintu surga dibuka pada

bulan ini karena banyaknya amal saleh dikerjakan sekaligus untuk memotivasi umat islam untuk melakukan kebaikan. Pintu-pintu neraka ditutup karena sedikitnya maksiat yang dilakukan oleh orang yang beriman. Setan-setan diikat

kemudian dibelenggu, tidak dibiarkan lepas seperti di bulan selain Ramadhan.”

(Majalis Syahri Ramadhan, hal. 4, Wazarotul Suunil Islamiyyah)

Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan

yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah -yaitu 10 hari terakhir

di bulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.

Allah ta’ala berfirman,

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr [97] : 1-3)

Dan Allah ta’ala juga berfirman,

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3)

Ibnu Abbas, Qotadah dan Mujahid mengatakan bahwa malam yang diberkahi

tersebut adalah malam lailatul qadar. (Lihat Ruhul Ma’ani, 18/423, Syihabuddin Al

(3)

Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Doa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

,

Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar sebagaimana dalamMujma’ul Zawaid dan Al

Haytsami mengatakan periwayatnya tsiqoh/terpercaya. LihatJami’ul Ahadits,

Imam Suyuthi)

Keutamaan Puasa 1. Puasa adalah Perisai

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.”

(HR. Ahmad dan Baihaqi, dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalamShohihul Jami’)

2. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pahala yang Tak Terhingga 3. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Dua Kebahagiaan

4. Bau Mulut Orang yang Bepuasa Lebih Harum di Hadapan Allah daripada Bau Misik/Kasturi

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

: ، ، . ، ،

، ، .

، ،

“Allah berfirman,’Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa

tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah berkata kotor, jangan pula berteriak-teriak. Jika ada seseorang yang mencaci dan mengajak berkelahi

(4)

berada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan

bukanya dan ketika bertemu Allah mereka bergembira karena puasanya’. “ (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Puasa akan Memberikan Syafaat bagi Orang yang Menjalankannya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

.

. “Puasa dan Al-Qur’an itu akan memberikan syafaat kepada seorang hamba pada

hari kiamat nanti. Puasa akan berkata,’Wahai Tuhanku, saya telah menahannya

dari makan dan nafsu syahwat, karenanya perkenankan aku untuk memberikan

syafaat kepadanya’. Dan Al-Qur’an pula berkata,’Saya telah melarangnya dari tidur pada malam hari, karenanya perkenankan aku untuk memberi syafaat

kepadanya.’Beliau bersabda,‘Maka syafaat keduanya diperkenankan.’” (HR. Ahmad, Hakim, Thabrani, periwayatnya shahih sebagaimana dikatakan oleh Al Haytsami dalam Mujma’ul Zawaid)

6. Orang yang Berpuasa akan Mendapatkan Pengampunan Dosa

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuberkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda,

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”.(HR. Bukhari dan Muslim)

7. Bagi Orang yang Berpuasa akan Disediakan Ar Rayyan

Sahl bin Sa’dradhiyallahu ‘anhuberkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda,

(5)

“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka.

Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang -orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada se-orang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup

dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut”. (HR. Bukhari dan Muslim)

(6)

Pelajaran Berharga di Bulan Ramadhan

Allah ta’ala menciptakan hambanya dengan tujuan agar hanya beribadah

pada-Nya semata dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun. Allahta’ala berfirman dalam kitabnya yang mulia:

Tidaklah aku ciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka

menyembah-Ku” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Allah ta’ala menjadikan dunia ini sebagai tempat ujian dan cobaan untuk mengetahui siapa yang paling baik amalannya. Allah ta’ala berfirman:

, ثم :

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalannya.”

Kemudian Dia berfirman: “Dan Dia adalah Maha Perkasa lagi Maha

Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2)

Orang-orang yang diuji untuk diketahui siapakah yang paling baik amalannya akan

mendapatkan balasan dengan amal tersebut sehingga Allah ta’alamenutup ayat

tersebut dengan nama-Nya Al Ghofur (Maha Pengampun), sedangkan bagi

orang-orang yang tidak mampu menghadapi ujian dan cobaan di dunia maka dia berhak mendapatkan hukuman dari-Nya sehingga Dia menutup pula ayat tersebut dengan Namanya Al Aziz (Maha Perkasa). Yang Demikian itu sebagaimana firman Allah ta’ala:

,

“Kabarkanlah kepada hamba Ku bahwa sesungguhnya Aku adalah Maha

(7)

Keindahan Bulan Ramadhan

Sebagaimana Allah telah memuliakan sebagian manusia lebih dari yang lainnya,

sebagian tempat dari tempat lainnya, Allah ta’ala juga telah memuliakan dan

memberkahi bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Bulan ini merupakan even akhirat di mana pada bulan ini hamba-hambaNya yang saleh akan saling berlomba-lomba untuk meraih akhirat, mendapatkan kemenangan dan mencari cara untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat-dekatnya.

Mereka berpuasa di siang hari, shalat tarawih di malam hari, dan memperbanyak

membaca al-Qur’an. Mereka melakukan berbagai macam ketaatan dan menjauhi

maksiat karena mengharapkan pahala yang besar dan berbagai keutamaan di bulan ini.

Ketika Allah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berpuasa Ramadhan,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan motivasi kepada

umatnya setelah puasa Ramadhan untuk mengerjakan puasa 6 hari di bulan Syawal agar mendapatkan pahala yang sangat besar yaitu seperti puasa sepanjang masa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang sahih:

ثم

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan berpusa

enam hari di bulan Syawal maka dia seperti berpuasa sepanjang masa.” (HR. Muslim)

Keutamaan yang lain dari bulan ini, Allah telah memberikan kemudahan bagi hambanya untuk memperoleh jalan-jalan yang dapat mengangkat derajat

seseorang dan meleburkan dosa-dosanya. Bulan Ramadhan adalah bulan

diturunkannya Al Qur’an, dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya setan sebagaimana yang Allah terangkan dalam hadits qudsi:

ث لي

“Setiap amalan anak Adam baginya sepuluh kebaikan yang semisal dengannya kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa itu untukku dan aku yang akan

(8)

Apabila telah berlalu bulan Ramadhan dan bulan Syawal maka seorang hamba

akan memasuki pula bulan haji. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:

ج لم ع . ( همير )

“Barang siapa berhaji dan dia tidak berbuat keji dan fasik maka dia kembali ke

tempat asalnya seperti bayi yang baru dilahirkan.”(HR Bukhari dan Muslim)

لم ج بر لم . (

همير )

Umrah ke umrah berikutnya adalah penebus dosa di antara waktu keduanya

dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Pelajaran Berharga Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah even yang penuh berkah di antara even-even akhirat. Umat islam selalu menanti-nantikan bulan ini setiap harinya. Maka beruntunglah orang-orang yang berjumpa dengan Allah dengan membawa amal saleh dan diterima amalannya. Alangkah meruginya orang-orang yang menemui bulan ini tanpa amal saleh, bersikap lalai, menyibukkan diri dengan keridaan setan dan memperturuti hawa nafsunya yang jelek wal ‘iyadzubillah

Sebagian pelajaran yang bisa dipetik oleh seorang muslim yang berpuasa dan banyak melakukan ketaatan pada hari-hari yang penuh berkah ini antara lain:

1. Balasan kejelekan adalah kejelekan sesudahnya, dengan demikian

sesungguhnya seorang muslim yang ingin mendapatkan kebaikan bagi dirinya, jika menyukai perjumpaan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah, menyibukkan dengan ketaatan pada-Nya, bersyukur terhadap segala kenikmatannya yang nampak maupun tersembunyi maka dia akan mantap untuk beramal saleh, tergerak hatinya untuk menyukai negeri akhirat yang tidak bermanfaat di negeri akhirat harta benda, anak-anak kecuali yang

datang menghadap Allah dengan hati yang salim (bersih). Maka benarlah,

(9)

yang mengharuskannya untuk berbuat ketaatan dan menjauhi larangannya. Sesungguhnya Allah itu terus disembah hingga datang kematian sebagaimana firman-Nya,

Sembahlah Rabb kalian hingga datang hari yang pasti (Kematian).” (QS. Al -Hijr: 99)

“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah pada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan

muslim.” (QS. Ali Imran: 132)

Maka tidak selayaknya bagi seorang muslim yang telah merasakan nikmatnya bulan Ramadhan untuk menukar kelezatan tersebut dengan pahitnya maksiat pada Allah baik di bulan Ramadhan maupun di bulan-bulan lainnya. Bukanlah seorang muslim yang baik jika dia menukar kebaikannya di bulan Ramadhan dengan kemaksiatan di bulan lainnya. Allah ta’ala akan selalu dekat dengan orang-orang yang bertakwa sepanjang zaman. Dia selalu disembah oleh hamba-Nya baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Dia selalu hidup dan tidak pernah mati. Amal-amal manusia di siang hari selalu terangkat pada-Nya sebelum datang malam hari dan amal-amal yang dikerjakan pada malam hari akan terangkat pada-Nya sebelum datang siang hari. Allah tidak akan berbuat zalim sedikit pun. Dia berfirman:

“Jika kamu berbuat baik maka akan dilipatgandakan pahalanya dan akan

mendapatkan pahala yang besar di sisi-Nya.”(HR. An-Nisa: 40)

2. Puasa adalah jalan yang mengantarkan seorang hamba kepada Rabbnya.

Tidak ada yang mengetahui hakikat pahalanya yang begitu besar kecuali

Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi:

(10)

“Setiap amalan anak Adam dibalas dengan kebaikan sepuluh kali lipatnya kecuali puasa, maka puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya, dia menahan syahwatnya dan menahan makan dan minum karena

aku.” (HR. Muslim)

Mungkin saja ada orang yang mengaku berpuasa padahal ketika tidak dilihat orang maka dia makan dan minum. Orang seperti ini tidak merasa diawasi Allah. Dia hanya mendapatkan pujian dari manusia. Adapun orang yang takut pada Allah jika rusak puasnya dia takut sebagaimana takut apabila rusak shalat, zakat, haji, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Allah telah mewajibkan puasa sebagaimana Allah telah mewajibkan shalat. Shalat adalah rukun islam yang paling agung setelah syahadat. Shalat diwajibkan

ketika Nabi Mi’raj ke atas langit. Oleh karena itu jika rusaknya puasa adalah

perkara yang sangat besar baginya maka rasa khawatir akan rusaknya shalat akan terasa lebih besar urusannya. Inilah salah satu faedah yang bisa diambil seorang muslim di bulan Ramadhan.

3. Sesungguhnya di antara yang menjadi sebab kelapangan dan kegembiraan

hati yang baik adalah menjadikan masjid sebagai tempat ibadah dan shalat di bulan Ramadhan. Ini adalah kelapangan dan kebahagiaan yang sangat agung bagi orang yang selalu mengerjakannya. Masjid-masjid Allah akan semakin diramaikan oleh orang-orang yang hendak mengerjakan shalat. Jika kebaikan ini terus berlanjut setelah Ramadhan usai, maka akan menjadikan seorang hamba sebagai bagian dari tujuh golongan yang kelak akan mendapatkan naungan dari Allah yang tidak ada naungan pada saat itu kecuali naungan dari Allah. Hal ini dikarenakan dia telah menjadi seorang hamba yang hatinya selalu terpaut dengan masjid sebagaimana yang di kabarkan Rasulullah dalam hadits sahih.

4. kewajiban menahan makan, minum dan segala yang membatalkannya hanya

terjadi saat berpuasa di bualan Ramadhan. Adapun menahan diri dari yang haram terus berlaku sepanjang masa. Seorang muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan adalah yang berpuasa menahan diri dari perkara yang halal

maupun yang haram. Shaum secara bahasa berati menahan diri dari

sesuatu. Adapun secara syar’i,shaum adalah menahan diri dari makan dan

(11)

sebagaimana makna secara bahasa juga dikaitkan dengan makna secara syar’i maka keduanya saling melengkapi. Berdasarkan makna secara bahasa maka termasuk larangan selama puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang haram baik yang dilakukan oleh mata, lisan, telinga, tangan, kaki dan kemaluan.

Allah telah berjanji untuk memberikan pahala bagi orang-orang yang bersyukur atas segala nikmat-Nya dan mengamalkan perintah-perintahNya. Allah pun telah berjanji untuk mengazab orang-orang yang tidak menjaga perintah dan larangan-Nya, menuruti keridaan setan dan meninggalkan keridaan Allah. Setiap perbuatan

yang kita lakukan di dunia akan ditanyai kelak di hari kiamat. Allah ta’ala

berfirman:

ع

“Janganlah kalian mengikuti perkara yang kalian tidak memiliki ilmu tentangnya.

Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan ucapanmu akan dimintai

pertanggungjawaban (kelak di akhirat)” (QS. Al-Isra: 36)

“Tangan-tangan mereka akan berbicara kepada kami dan kaki-kaki mereka akan

bersaksi atas apa yang telah mereka perbuat (semasa di dunia)” (QS. Yasin: 65)

, ,

لم ي

Dan Allah juga berfirman, “Pada hari dikumpulkannya musuh-musuh Allah di

neraka dalam keadaan berkelompok-kelompok. hingga datang sebagai saksi atas mereka yaitu pendengaran mereka, penglihatan mereka, kulit-kulit mereka terhadap apa yang dilakukan (selama di dunia) dan mereka berkata kepada kulit mereka mengapa kalian bersaksi atas kami?maka mereka menjawab Allah telah membuat kami bisa berbicara sebagaimana dia bisa membuat bicara segala sesuatu dan dia menciptakan kalian pertama kali dan kepada-Nya lah kalian

(12)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Muadz bin jabal

radhiyallahu ‘anhu setelah dia memerintahkannya untuk menjaga lisannya. Maka Muadz bertanya:

“ بي ، الله لم ؟ : “ ث ، : ” تر .

“Wahai Nabi Allah apakah kita akan diazab karena apa yang telah kita

ucapkan? Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ibumu kehilangan

dirimu wahai Muadz. Bukankah seseorang diseret atas wajahnya atau di atas

batang hidungnya karena ucapan lisannya?”(HR. Tirmidzi)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لي ض ”.

“Barangsiapa yang menjamin padaku bahwa dia mampu menjaga antara dua

tulang rahangnya (lisan) dan di antara dua kakinya (kemaluan) maka aku jamin ia

masuk surga.” (HR. Bukhari)

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam juga bersabda:

لله لآ ير

“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

لم لم

(13)

لم تي تي تي ض ي ثم ”

“Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat

dengan amalan shalat, puasa dan zakat dalam keadaan dahulunya mencaci orang lain, memfitnah orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, memukul orang lain. Maka diambil kebaikannya untuk diberikan kepada orang yang telah ia zalimi tersebut. Apabila telah habis kebaikannya sementara urusannya belum selesai maka kejelekan orang yang dizalimi akan

diberikan padanya kemudian ia dicampakkan ke dalam neraka.”(HR. Muslim)

“ لم ”

“surga itu dihiasi dengan perkara-perkara yang di benci sedangkan neraka dihiasi dengan hal-hal yang disukai.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, sungguh Allah telah mewajibkan kepada hamba-Nya untuk berpuasa (menahan) lisannya, kemaluannya, pendengarannya, penglihatan,

tangan dan kakinya dari perbuatan haram dan inilah pengertian shiyam (puasa)

secara bahasa. Puasa yang seperti ini tidak hanya khusus di bulan Ramadhan saja tetapi untuk seterusnya sampai datang kematian dalam ketaatan pada Allah sehingga menang dengan keridaan Allah dan selamat dari kemurkaan Allah. Maka jika seorang muslim telah mengetahui bahwa Allah telah mengharamkan sesuatu yang halal ketika bulan Ramadhan dan mengharamkan perkara-perkara yang pada asalnya memang haram untuk selamanya maka pelajaran yang bisa dipetik bahwasanya seseorang tidak akan begitu saja membatasi dari yang haram ketika bulan Ramadhan saja akan tetapi dia akan melakukannya terus hingga akhir hayatnya karena takut terhadap hukuman Allah bagi orang-orang yang menyelisihi perintah dan larangan-Nya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan firman Allah ta’ala

dalam sebuah hadits qudsi bahwasanya orang yang berpuasa akan mendapatkan

(14)

dan yang lebih besar dari itu ia akan mendapatkan balasan yang paling agung dan sempurna yaitu perjumpaan dengan Allah kelak di surga.

Barangsiapa yang menjaga lisannya, kemaluannya, tangannya, pendengaran, penglihatan dan seluruh anggota badannya dari yang diharamkan Allah hingga ajal menjemputnya maka ia berhak mendapatkan surga yang penuh kenikmatan dan berjumpa dengan Rabbnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan balasan bagi seorang mukmin ketika menjelang wafat, malaikat maut akan datang dengan wajah bersinar bagai matahari. Malaikat tersebut membawa kafan dan minyak wangi

dari surga. Kemudian malaikat maut berkata: wahai jiwa yang baik keluarlah

menuju ampunan dan keridaan Allah. Maka keluarlah ruh orang mukmin tersebut

dengan lembut seperti tetesan air dari wadah air”.

Maka inilah perlombaan yang baik, yaitu orang-orang yang terdepan dalam semangat untuk meraih kebahagiaan hatinya dan berusaha untuk membebaskan dirinya dari hal-hal yang dapat merusak dan membinasakan. Untuk itu dokter hati

yaitu nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi petunjuk kepada

seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau tentang hari kiamat maka yang paling penting baginya untuk mempersiapkan diri dengan amal saleh. Beliau

menjawab:”apa yang telah engkau persiapkan dalam menghadapi hari kiamat?”.

Pertanyaan ini adalah penjelasan bahwa kehidupan dunia adalah persiapan untuk

menghadapi kehidupan akhirat. Allah ta’ala berfirman

لي

“Berbekallah!! Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, bertakwalah padaku wahai orang-orang yang berpikir.” (QS. Al-Baqarah: 197)

(15)

Ramadhan adalah bulan kebaikan dan barakah. Allah memberkahinya dengan keutamaan yang banyak sebagaimana dalam penjelasan berikut ini:

1. Bulan Al Qur’an

Allah menurunkan kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia, obat bagi kaum mukminin, pembimbing ke jalan yang lurus dan menjelaskan jalan petunjuk. Al Qur’an diturunkan pada malam lailatul Qadr, suatu malam di bulan Ramadhan.

Allah ta’ala berfirman:

بر

“Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu

bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Ketahuilah wahai saudaraku -mudah-mudahan Allah memberkatimu-

sesungguhnya status bulan Ramadhan adalah sebagai bulan yang diturunkan

padanya al-Qur’an. Firman Allah yang artinya, “Barangsiapa di antara kamu hadir

(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada

bulan itu”. Memberi isyarat penjelasan sebab dipilihnya Ramadhan adalah karena

(16)

2. Syaitan Dibelenggu, Pintu-Pintu Neraka Ditutup dan Pintu-Pintu Surga Dibuka Pada bulan ini kejelekan menjadi sedikit, karena dibelenggunya jin-jin jahat dengan rantai. Mereka tidak bisa leluasa merusak manusia sebagaimana leluasanya di bulan yang lain. Hal ini dikarenakan pada saat itu kaum muslimin

sibuk dengan puasa hingga hancurlah syahwat dan juga karena bacaan al-Qur’an

dan ibadah-ibadah yang membersihkan jiwa. Allah ta’ala berfirman:

“Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang

sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al Baqarah: 183)

Dengan demikian, ditutupnya pintu-pintu jahanam dan dibukanya pintu-pintu surga karena pada bulan itu amal saleh banyak dilakukan dan ucapan-ucapan yang baik tersebar di mana-mana.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

، ير

“Jika datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka dan dibelenggulah syaitan.” (HR. Muslim)

Semuanya itu sudah terjadi sejak awal bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

، ، ، : ي ير ، ي

، الله

“Jika telah datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para setan dan jin-jin yang jahat, ditutup pintu -pintu neraka, tidak ada satu pintupun yang dibuka, dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada satu pintupun yang tertutup, berseru seorang penyeru: wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah, wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah. Dan bagi Allah membebaskan sejumlah orang dari

(17)

3. Malam Qadar

Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam ini lebih baik dari seribu bulan seperti tertera

dalam al-Qur’an surat al-Qadr: 1-5

Malam Qadr terjadi pada akhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah, dia berkata Rasulullah beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau

bersabda: “Carilah malam Qadr di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan

Ramadhan.”

Rasulullah bersabda: “Barangsiapa berdiri shalat pada malam Qadr dengan penuh

keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosa yang

telah lalu.”

Saudaraku semoga Allah memberkahimu dan memberi taufik kepadamu untuk menaati-Nya, engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Qadr dan keutamaannya, maka bangunlah untuk menegakkan shalat pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi istri, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam

apabila masuk pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan beliau mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,

بي الله يج يج ير

“Adalah Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersungguh-sungguh beribadah

apabila telah masuk sepuluh terakhir yang tidak pernah beliau lakukan pada

(18)

Agar Kita Turut Merasakan Indahnya Ramadhan

م لله ه ةلاص لاس ىل ملا ،ه م

Tamu agung itu sebentar lagi akan tiba, sudah siapkah kita untuk menyambutnya? Bisa jadi inilah Ramadhan terakhir kita sebelum menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Betapa banyak orang-orang yang pada tahun kemarin masih berpuasa bersama kita, melakukan shalat tarawih dan idul fitri di samping kita, namun ternyata sudah mendahului kita dan sekarang mereka telah berbaring di

‘peristirahatan umum’ ditemani hewan-hewan tanah. Kapankah datang giliran

kita?

Dalam dua buah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kondisi dua golongan yang saling bertolak belakang kondisi mereka dalam berpuasa dan melewati bulan Ramadhan:

Golongan pertama digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam

sabdanya:

م ص ض م م إ س ت غه م ق ت مه

“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan

mengharapkan pahala, maka akan dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Golongan kedua digambarkan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

ئ ص هظ مهم ص ع ج شط

“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga.” (HR.

Ibnu Majah), al-Hakim dan dia menshahihkannya. Al-Albani berkata: “Hasan

Shahih.”

(19)

Bulan Ramadhan merupakan momentum agung dari ladang-ladang yang sarat dengan keistimewaan, satu masa yang menjadi media kompetisi bagi para pelaku kebaikan dan orang-orang mulia.

Oleh sebab itu, para ulama telah menggariskan beberapa kiat dalam menyong-song musim-musim limpahan kebaikan semacam ini, supaya kita turut merasakan nikmatnya bulan suci ini. Di antara kiat-kiat tersebut (Agar Ramadhan Kita Bermakna Indah, nasihat yang disampaikan oleh Syaikh kami Dr. Ibrahim bin ‘Amir

ar-Ruhaili pada malam Jum’at 27 Sya’ban 1423 H di Masjid Dzun Nurain Madinah.

Plus penjelasan-penjelasan lain dari penyusun):

Kiat Pertama: Bertawakal kepada Allah Ta’ala

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Dalam menyambut kedatangan

musim-musim ibadah, seorang hamba sangat membutuhkan bimbingan, bantuan dan taufik dari Allah ta’ala. Cara meraih itu semua adalah dengan bertawakal kepada-Nya.”

Oleh karena itu, salah satu teladan dari ulama salaf -sebagaimana yang dikisahkan

Mu’alla bin al-Fadhl- bahwa mereka berdoa kepada Allah dan memohon

pada-Nya sejak enam bulan sebelum Ramadhan tiba agar dapat menjumpai bulan mulia ini dan memudahkan mereka untuk beribadah di dalamnya. Sikap ini merupakan salah satu perwujudan tawakal kepada Allah.

Ibnu Taimiyah menambahkan, bahwa seseorang yang ingin melakukan suatu amalan, dia berkepentingan dengan beberapa hal yang bersangkutan dengan sebelum beramal, ketika beramal dan setelah beramal:

a. Adapun perkara yang dibutuhkan sebelum beramal adalah menunjukkan sikap tawakal kepada Allah dan semata-mata berharap kepada-Nya agar menolong dan meluruskan amalannya. Ibnul Qayyim memaparkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa salah satu indikasi taufik Allah kepada hamba-Nya adalah pertolongan-Nya kepada hamba-Nya. Sebaliknya, salah satu ciri kenistaan seorang hamba adalah kebergantungannya kepada kemampuan diri sendiri.

(20)

ibadah dengan sempurna, melainkan semata dengan taufik dari Allah. Selanjutnya kita juga harus berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan dan supaya Allah membantu kita dalam beramal di dalamnya. Ini semua merupakan amalan yang paling agung yang dapat mendatangkan taufik Allah dalam menjalani bulan Ramadhan.

Kita amat perlu untuk senantiasa memohon pertolongan Allah ketika akan

beramal karena kita adalah manusia yang disifati oleh Allah ta’ala sebagai

makhluk yang lemah:

قل خ س لإ ض

“Danmanusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. An-Nisa: 28)

Jika kita bertawakal kepada Allah dan memohon kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi taufik-Nya pada kita.

b. Di saat mengerjakan amalan ibadah, poin yang perlu diperhatikan seorang

hamba adalah: ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa

sallam. Dua hal inilah yang merupakan dua syarat diterimanya suatu amalan di sisi Allah. Banyak ayat dan hadits yang menegaskan hal ini. Di antaranya: Firman Allah ta’ala,

م م لا إ الله ص ل خمه

“Padahal mereka tidaklah diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada

Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ملم لام س ه ل م ه ف

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari

kami maka amalan itu akan tertolak.” (HR. Muslim)

c. Usai beramal, seorang hamba membutuhkan untuk memperbanyak istigfar atas kurang sempurnanya ia dalam beramal, dan juga butuh untuk memperbanyak hamdalah (pujian) kepada Allah Yang telah memberinya taufik sehingga bisa beramal. Apabila seorang hamba bisa mengombinasikan antara hamdalah dan

(21)

Hal ini perlu diperhatikan betul-betul, karena setan senantiasa mengintai manusia sampai detik akhir setelah selesai amal sekalipun! Makhluk ini mulai

menghias-hiasi amalannya sambil membisikkan, “Hai fulan, kau telah berbuat begini dan

begitu… Kau telah berpuasa Ramadhan… Kau telah shalat malam di bulan suci… Kau telah menunaikan amalan ini dan itu dengan sempurna…”

Dan terus menghias-hiasinya terhadap seluruh amalan yang telah dilakukan sehingga tumbuhlah rasa ‘ujub (sombong dan takjub kepada diri sendiri) yang menghantarkannya ke dalam lembah kehinaan. Juga akan berakibat terkikisnya rasa rendah diri dan rasa tunduk kepada Allah ta’ala.

Seharusnya kita tidak terjebak dalam perangkap ‘ujub; pasalnya, orang yang merasa silau dengan dirinya sendiri (bisa begini dan begitu) serta silau dengan amalannya berarti dia telah menunjukkan kenistaan, kehinaan dan kekurangan diri serta amalannya.

Hati-hati dengan tipu daya setan yang telah bersumpah:

م ف ت غ ق ه كط ص ق ت س م . ث ه تلآ م ه م ه ل خ ه م هل ئ مش

“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (para manusia) dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.” (QS. Al-A’raf: 16-17)

Kiat Kedua: Bertaubat Sebelum Ramadhan Tiba

Banyak sekali dalil yang memerintahkan seorang hamba untuk bertaubat, di antaranya: firman Allah ta’ala:

(22)

Kita diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun di

antara kita yang terbebas dari dosa-dosa. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam

mengingatkan,

ل ى ء طخ خ ئ طخ ت

“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang

berdosa adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Salim Al Hilal)

Dosa hanya akan mengasingkan seorang hamba dari taufik Allah, sehingga dia tidak kuasa untuk beramal saleh, ini semua hanya merupakan sebagian kecil dari

segudang dampak buruk dosa dan maksiat (lihat Dampak-Dampak dari

Maksiat dalam kitab Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’ karya Ibnul Qayyim, danAdz-Dzunub

Wa Qubhu Aatsaariha ‘Ala Al-Afrad Wa Asy-Syu’ub karya Muhammad bin Ahmad

Sayyid Ahmad hal: 42-48).

Apabila ternyata hamba mau bertaubat kepada Allah ta’ala, maka prahara itu akan sirna dan Allah akan menganugerahi taufik kepadanya kembali.

Taubat nasuha atau taubat yang sebenar-benarnya hakikatnya adalah: bertaubat kepada Allah dari seluruh jenis dosa. Imam Nawawi menjabarkan: Taubat yang sempurna adalah taubat yang memenuhi empat syarat:

1. Meninggalkan maksiat.

2. Menyesali kemaksiatan yang telah ia perbuat.

3. Bertekad bulat untuk tidak mengulangi maksiat itu selama-lamanya.

4. Seandainya maksiat itu berkaitan dengan hak orang lain, maka dia harus

mengembalikan hak itu kepadanya, atau memohon maaf darinya

(Lihat: Riyaadhush Shaalihiin, karya Imam an-Nawawi hal: 37-38)

(23)

Ini merupakan suatu bentuk kejahilan. Seharusnya, tekad bulat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa dan berlepas diri dari maksiat, harus tetap menyala baik di dalam Ramadhan maupun di bulan-bulan sesudahnya.

Kiat Ketiga: Membentengi Puasa Kita dari Faktor-Faktor yang Mengurangi Keutuhan Pahalanya

Sisi lain yang harus mendapatkan porsi perhatian spesial, bagaimana kita berusaha membentengi puasa kita dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya. Seperti menggunjing dan berdusta. Dua penyakit ini berkategori bahaya tinggi, dan sedikit sekali orang yang selamat dari ancamannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:

م ع ل ق ز لم ه س ل فلله ج ف ع هم طه ش

“Barang siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatannya, maka niscaya Allah tidak akan membutuhkan penahanan dirinya dari makanan dan

minuman (tidak membutuhkan puasanya).” (HR. Bukhari)

Jabir bin Abdullah menyampaikan petuahnya:

إ مص ص ل فك مس ك ص ك س م ع ى ج , ك ل ق س كم ص, لا ل ج ت كم ص ك ط فء س

“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram dan janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama.”

(Lathaa’if al-Ma’arif, karya Ibnu Rajab al-Hambali, hal: 292)

(24)

Umar bin Abdul ‘Aziz pernah ditanya tentang arti takwa, “Takwa adalah

menjalankan kewajiban dan meninggalkan perbuatan haram”, jawab beliau. Para

ulama menegaskan, “Inilah ketakwaan yang sejati. Adapun mencampur adukkan

antara ketaatan dan kemaksiatan, maka ini tidak masuk dalam bingkai takwa, meski dibarengi dengan amalan-amalan sunnah.”

Oleh sebab itu para ulama merasa heran terhadap sosok yang menahan diri (berpuasa) dari hal-hal yang mubah, tapi masih tetap gemar terhadap dosa. Ibnu Rajab al-Hambali bertutur, “Kewajiban orang yang berpuasa adalah menahan diri

dari hal-hal mubah dan hal-hal yang terlarang. Mengekang diri dari makanan,

minuman dan jima’ (hubungan suami istri), ini sebenarnya hanya sekedar

menahan diri dari hal-hal mubah yang diperbolehkan. Sementara itu ada hal-hal terlarang yang tidak boleh kita langgar baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Di bulan suci ini tentunya larangan tersebut menjadi lebih tegas. Maka sungguh sangat mengherankan kondisi orang yang berpuasa (menahan diri) dari hal-hal yang pada dasarnya diperbolehkan seperti makan dan minum, kemudian dia tidak berpuasa (menahan diri) dan tidak berpaling dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di sepanjang zaman seperti ghibah, mengadu domba, mencaci, mencela, mengumpat dan lain-lain. Semua ini merontokkan ganjaran puasa.”

Kiat Keempat: Memprioritaskan Amalan yang Wajib

Hendaknya orang yang berpuasa itu memprioritaskan amalan yang wajib. Karena

amalan yang paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah amalan-amalan yang wajib.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam suatu hadits qudsi, bahwa Allah ta’ala berfirman:

م ق ت إ ء ش إ مم ض ت ف ه ل

(25)

Di antara aktivitas yang paling wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan adalah: mendirikan shalat berjamaah lima waktu di masjid (bagi kaum pria), berusaha sekuat tenaga untuk tidak ketinggalan takbiratul ihram. Telah diuraikan dalam sebuah hadits:

م ىل ص ل ه م ف مج ك ة ت ى ت ه تء : ةء م ةء مق

“Barang siapa yang shalat karena Allah selama empat puluh hari dengan berjama’ah dan selalu mendapatkan takbiratul ihram imam, akan dituliskan baginya dua ‘jaminan surat kebebasan’ bebas dari api neraka dan dari nifaq.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Seandainya kita termasuk orang-orang yang amalan sunnahnya tidak banyak pada bulan puasa, maka setidaknya kita berusaha untuk memelihara shalat lima waktu dengan baik, dikerjakan secara berjamaah di masjid, serta berusaha sesegera mungkin berangkat ke masjid sebelum tiba waktunya. Sesungguhnya menjaga amalan-amalan yang wajib di bulan Ramadhan adalah suatu bentuk ibadah dan taqarrub yang paling agung kepada Allah.

(26)

Kiat Kelima: Berusaha untuk Mendapatkan Lailatul Qadar

Setiap muslim di bulan berkah ini berusaha untuk bisa meraih lailatul qadar.

Dialah malam diturunkannya Al-Qur’an (QS. Al-Qadar: 1, dan QS. Ad-Dukhan: 3),

dialah malam turunnya para malaikat dengan membawa rahmat (QS. Al-Qadar: 4), dialah malam yang berbarakah (QS. Ad-Dukhan: 3), dialah malam yang lebih utama daripada ibadah seribu bulan! (83 tahun plus 4 bulan) (QS. Al-Qadar: 3). Barang siapa yang beribadah pada malam ini dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni oleh-Nya (HR. Bukhari dan Muslim).

Mendengar segunung keutamaan yang dimiliki malam mulia ini, seyogyanya seorang muslim memanfaatkan kesempatan emas ini untuk meraihnya.

Di malam ke berapakah lailatul qadar akan jatuh?

Malam lailatul qadar akan jatuh pada malam-malam sepuluh akhir bulan

Ramadhan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:

ت ل ق ف ش خ م ض م

“Carilah lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tepatnya pada malam-malam yang ganjil di antara malam-malam yang sepuluh tersebut, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ت ل ق ف ت م ش خ م ض م

“Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan

(27)

Tapi di malam manakah di antara malam-malam yang ganjil? Apakah di malam 21, malam 23, malam 25, malam 27 atau malam 29? Pernah di suatu tahun pada

zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lailatul qadar jatuh pada malam 21,

sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri bahwa di pagi hari

tanggal 21 Ramadhan tahun itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إ ل ق

“Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qadar (malam tadi).” (HR.Bukhari dan Muslim)

Pernah pula di suatu tahun lailatul qadar jatuh pada malam 27. Ubai bin Ka’ab berkata:

الله إ همل ث مل ل ل ت م ل س الله ىل ص الله ه ل ل س هم ق ل ع س ش

“Demi Allah aku mengetahuinya (lailatul qadar), perkiraan saya yang paling kuat

dia jatuh pada malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

memerintahkan kami untuk bangun malam di dalamnya, yaitu malam dua puluh

tujuh.” (HR. Muslim)

Pada tahun yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan

para sahabatnya untuk mencari lailatul qadar pada tujuh malam terakhir dari bulan Ramadhan:

م ف ه ت م ت ل ف فع س خ

“Barang siapa yang ingin mencarinya (lailatul qadar) hendaklah ia mencarinya

pada tujuh malam terakhir (dari bulan Ramadhan).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cara memadukan antara hadits-hadits tersebut di atas: dengan mengatakan bahwa lailatul qadar setiap tahunnya selalu berpindah-pindah dari satu malam yang ganjil ke malam ganjil lainnya, akan tetapi tidak keluar dari sepuluh malam

terakhir dari bulan Ramadhan (Lihat Fathul Baari karya Ibnu Hajar, dan Asy-Syarh

(28)

Di antara hikmah dirahasiakannya waktu lailatul qadar adalah:

1. Agar amal ibadah kita lebih banyak. Sebab dengan dirahasiakannya kapan

waktu lailatul qadar, kita akan terus memperbanyak shalat, dzikir, doa dan

membaca Al-Qur’an di sepanjang malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan

terutama malam yang ganjil.

2. Sebagai ujian dari Allah ta’ala, untuk mengetahui siapa di antara para

hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam mencari lailatul qadar dan

siapa yang bermalas-malasan serta meremehkannya (Majaalisu Syahri

Ramadhaan, karya Syaikh al-’Utsaimin hal: 163)

Maka seharusnya kita berusaha maksimal pada sepuluh hari itu; menyibukkan diri dengan beramal dan beribadah di seluruh malam-malam itu agar kita bisa menggapai pahala yang agung itu. Mungkin saja ada orang yang tidak berusaha mencari lailatul qadar melainkan pada satu malam tertentu saja dalam setiap Ramadhan dengan asumsi bahwa lailatul qadar jatuh pada tanggal ini atau itu, walaupun dia berpuasa Ramadhan selama 40 tahun, barangkali dia tidak akan pernah sama sekali mendapatkan momen emas itu. Selanjutnya penyesalan saja yang ada…

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan teladan:

( ىل ص الله ه ل ل س إلخ ش ش ه زئ م هل ظق هل ) ق ت مه ل

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika memasuki sepuluh (terakhir Ramadhan) beliau mengencangkan ‘ikat pinggangnya’, menghidupkan malamnya dan

membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kiat Keenam: Jadikan Ramadhan Sebagai Madrasah untuk Melatih Diri Beramal Saleh, yang Terus Dibudayakan Setelah Berlalunya Bulan Suci Ini

(29)

Allah ta’ala memerintahkan:

ك ىت ك تأ ق

“Dan sembahlah Rabbmu sampai ajal datang kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99)

Tatkala al-Hasan al-Bashri membaca ayat ini beliau menjelaskan,

إالله ل ج لم مؤم لا ج م

“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan batas akhir bagi amal seorang Mukmin

melainkan ajalnya.”

Maka jangan sampai amal ibadah kita turut berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan. Kebiasaan kita untuk berpuasa, shalat lima waktu berjamaah di

masjid, shalat malam, memperbanyak membaca Al-Qur’an, doa dan zikir, rajin

menghadiri majelis taklim dan gemar bersedekah di bulan Ramadhan, mari terus kita budayakan di luar Ramadhan.

ل س الله ىل ص الله ه ل ل س ج س , ج م ف ض م

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan sekali di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ulama salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah di bulan Ramadhan, namun jika bulan suci itu berlalu mereka pun meninggalkan ibadah-ibadah tersebut? Dia pun menjawab:

سئ ق لا ف الله لا إ ف ض م

“Alangkah buruknya tingkah mereka, mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan Ramadhan!”

(30)

Puasa untuk Meraih Takwa

Sungguh, di bulan Ramadhan banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik. Pelajaran tersebut sulit didapati titik ujungnya. Pelajaran yang bisa kita ambil yang paling besar adalah pelajaran takwa. Bahkan setiap amalan yang ada di bulan Ramadhan bertujuan untuk meraih takwa.

Ketahuilah bahwa takwa adalah sebaik-baiknya bekal. Takwa adalah sebaik-baik pakaian yang dikenakan seorang muslim. Takwa inilah yang jadi wasiat orang terdahulu dan belakangan. Takwa itulah jalan keluar ketika seseorang berada dalam kesulitan. Takwa itulah sebab mendapatkan pertolongan ketika mati. Takwa itulah jalan menuju ketenangan.

Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Intinya, takwa adalah wasiat Allah

pada seluruh makhluk-Nya. Takwa pun menjadi wasiat Rasul -shallallahu ‘alaihi

wa sallam- kepada umatnya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengutus pasukan, beliau pun menasehati mereka untuk bertakwa. Itu semua bertujuan

supaya dengan takwa manusia meraih kebaikan.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1:

404). dan mengharap rahmat Allah. Takwa juga adalah engkau meninggalkan maksiat

yang Allah haramkan atas petunjuk dari-Nya dan atas dasar takut pada-Nya.”

(Lihat Majmu’atul Fatawakarya Ibnu Taimiyah, 7: 163 dan Jaami’ul ‘Ulum wal

Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 400).

(31)

‘Aun bin ‘Abdillah berkata,

“Takwa yang sebenarnya adalah jika seseorang ingin tahu sesuatu yang tidak ia ketahui hingga ia pun akhirnya jadi tahu.”

Ma’ruf Al Karkhi berkata, dari Bakr bin Khunais, ia berkata,

فيك

“Bagaimana seseorang bisa dikatakan bertakwa sedangkan ia tidak mengetahui

apa yang mesti dijauhi?”

“Jika engkau tidak baik dalam takwa, maka pasti engkau akan terjerumus dalam

memakan riba. Kalau engkau tidak hati-hati dalam takwa, maka pasti engkau akan

memandang seorang wanita lantas pandanganmu tidak kau tundukkan.”

(Lihat Jaami’ ‘Ulum wal Hikam, 1: 402).

Ramadhan pun disebut oleh para ulama dengan bulan takwa. Sifat takwa inilah

yang nanti akan diraih dari amalan puasa. Allah Ta’ala berfirman,

اَي

Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’dirahimahullah menyebutkan,

“AllahTa’alamenyebutkan dalam ayat di atas mengenai hikmah disyari’atkan

puasa yaitu agar kita bertakwa. Karena dalam puasa, kita mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

(32)

dan semacamnya. Padahal jiwa begitu terdorong untuk menikmatinya. Namun semua itu ditinggalkan karena ingin mendekatkan diri pada Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Inilah yang disebut takwa.

Begitu pula orang yang berpuasa melatih dirinya untuk semakin dekat pada Allah. Ia mengekang hawa nafsunya padahal ia bisa saja menikmati berbagai macam kenikmatan. Ia tinggalkan itu semua karena ia tahu bahwa Allah selalu mengawasinya.

Begitu pula puasa semakin mengekang jalannya setan dalam saluran darah. Karena setan itu merasuki manusia pada saluran darahnya. Ketika puasa, saluran setan tersebut menyempit. Maksiatnya pun akhirnya berkurang.

Orang yang berpuasa pun semakin giat melakukan ketaatan, itulah umumnya yang terjadi. Ketaatan itu termasuk takwa.

Begitu pula ketika puasa, orang yang kaya akan merasakan lapar sebagaimana yang dirasakan fakir miskin. Ini pun bagian dari takwa.” Demikian perkataan

(33)

Puasa Karena Iman dan Mengharap Pahala

Jika seseorang menjalankan puasa dengan benar, yaitu yang didasari iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.

Puasa Karena Iman dan Mengharap Pahala Dari Abu Hurairah, ia berkata,

ْْنَم َْماَص َْناَضَم َر ا ناَميِإ

ا باَسِتْحا َو َْرِفُغ

ُْهَل اَم َْمَّدَقَت ْْنِم ِْهِبْنَذ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

Yang dimaksud berpuasa atas dasar iman yaitu berpuasa karena meyakini akan kewajiban puasa. Sedangkan yang dimaksud ihtisab adalah mengharap pahala

dari Allah Ta’ala. (LihatFathul Bari, 4: 115).

Al Khottobi berkata, “Yang dimaksudihtisab adalah terkait niat yaitu berpuasa

dengan niat untuk mengharap balasan baik dari Allah. Jika seseorang berniat demikian, ia tidak akan merasa berat dan tidak akan merasa lama ketika menjalani puasa.” (Idem)

Hadits yang kita kaji di atas menunjukkan itulah orang yang berpuasa dengan benar. Benarnya puasanya jika didasari atas iman dan puasa tersebut dilakukan

ikhlas karena Allah, mengharap pahala-Nya, mengagungkan syari’at-Nya, bukan

melakukannya atas dasar riya’, cari pujian atau hanya sekedar mengikuti kebiasaan orang sekitar.

Kalau seseorang mendasari puasanya karena dasar iman, mengharap pahala dan ridho, maka tentu hatinya semakin tenang, lapang dan bahagia. Ia pun akan bersyukur atas nikmat puasa Ramadhan yang ia dapati tahun ini. Hatinya tentu tidak merasa berat dan susah ketika menjalani puasa. Sehingga ia pun terlihat

berhati ceria dan berakhlak yang baik. Lihat kitab Ramadhan karya Dr.

(34)

Hadits di atas juga menunjukkan bolehnya kita mengharap pahala atau balasan dari Allah ketika menjalani suatu ibadah, itu tidak mengapa. Dan itulah yang disebut ikhlas.

Keutamaan Ramadhan

Hadits di atas sekaligus menjadi dalil bolehnya menyebut Ramadhan dengan

penyebutan Ramadhan, walau tidak menyebut dengan bulan Ramadhan (syahru

Ramadhan). Karena hadits yang melarang penyebutan Ramadhan saja adalah hadits yang dho’if.

(35)

Pahala Puasa untuk Allah

Ingatlah puasa itu memiliki keistimewaan dibanding amalan lainnya. Amalan lainnya akan kembali untuk manusia yaitu dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga lebih dari itu. Namun tidak untuk amalan puasa. Amalan tersebut, Allah khususkan untuk diri-Nya. Sehingga pahala puasa pun bisa tak terhingga pahalanya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُّْلُك

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan

dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah

untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no.

1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Pahala Puasa yang Tak Terhingga

Setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan seperti tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh karena itu, amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.

Kenapa bisa demikian? Ibnu Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau-

mengatakan, ”Karena orang yang menjalani puasa berarti menjalani kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman,

(36)

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)

Sabar itu ada tiga macam yaitu (1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, (2) sabar dalam meninggalkan yang haram dan (3) sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan. Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melakukan ketaatan. Di dalamnya ada pula menjauhi hal-hal yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.

Amalan Puasa Khusus untuk Allah

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Allah Ta’alaberfirman (yang artinya), “Setiap

amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah

untuk-Ku”. Riwayat ini menunjukkan bahwa setiap amalan manusia adalah untuknya.

Sedangkan amalan puasa, Allah khususkan untuk diri-Nya. Allah menyandarkan amalan tersebut untuk-Nya.

Kenapa Allah bisa menyandarkan amalan puasa untuk-Nya?

Pertama, karena di dalam puasa, seseorang meninggalkan berbagai kesenangan dan berbagai syahwat. Hal ini tidak didapati dalam amalan lainnya. Dalam ibadah ihram, memang ada perintah meninggalkan jima’ (berhubungan badan dengan istri) dan meninggalkan berbagai harum-haruman. Namun bentuk kesenangan lain dalam ibadah ihram tidak ditinggalkan. Begitu pula dengan ibadah shalat. Dalam shalat memang kita dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu terjadi dalam waktu yang singkat. Bahkan ketika hendak shalat, jika makanan telah dihidangkan dan kita merasa butuh pada makanan tersebut, kita dianjurkan untuk menyantap makanan tadi dan boleh menunda shalat ketika dalam kondisi seperti itu.

Jadi dalam amalan puasa terdapat bentuk meninggalkan berbagai macam syahwat yang tidak kita jumpai pada amalan lainnya. Jika seseorang telah

melakukan ini semua –seperti meninggalkan hubungan badan dengan istri dan

(37)

tersebut selain Allah, maka ini menunjukkan benarnya iman orang yang

melakukan semacam ini. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Rajab, “Inilah yang

menunjukkan benarnya iman orang tersebut.”

Orang yang melakukan puasa seperti itu selalu menyadari bahwa dia berada dalam pengawasan Allah meskipun dia berada sendirian. Dia telah mengharamkan melakukan berbagai macam syahwat yang dia sukai. Dia lebih suka mentaati Rabbnya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya karena takut pada siksaan dan selalu mengharap ganjaran-Nya.

Sebagian salaf mengatakan, “Beruntunglah orang yang meninggalkan syahwat

yang ada di hadapannya karena mengharap janji Rabbnya yang tidak nampak di hadapannya”.

Oleh karena itu, Allah membalas orang yang melakukan puasa seperti ini dan Dia pun mengkhususkan amalan puasa tersebut untuk-Nya dibanding amalan-amalan lainnya.

Kedua, puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Allah saja yang mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan berbagai syahwat. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin

dilihat/dipuji orang lain).” Dari dua alasan inilah, Allah menyandarkan amalan

puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya.

Dua Kebahagiaan yang Diraih …

Dalam hadits di atas dikatakan, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan

dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.”

(38)

Kebahagiaan kedua adalah ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala amalan puasa yang dia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat dia butuhkan.

Bau Mulut Orang yang Berpuasa …

Ganjaran bagi orang yang berpuasa yang disebutkan pula dalam hadits di atas, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.

Seperti kita tahu bersama bahwa bau mulut orang yang berpuasa apalagi di siang hari sungguh tidak mengenakkan. Namun bau mulut seperti ini adalah bau yang menyenangkan di sisi Allah karena bau ini dihasilkan dari amalan ketaatan dank arena mengharap ridho Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid pada hari kiamat nanti, warnanya adalah warna darah, namun baunya adalah bau minyak kasturi.

Harumnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah ini ada dua sebab:

1. Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah di dunia. Ketika di

akhirat, Allah pun menampakkan amalan puasa ini sehingga makhluk pun tahu bahwa dia adalah orang yang gemar berpuasa. Allah memberitahukan amalan puasa yang dia lakukan di hadapan manusia lainnya karena dulu di dunia, dia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang lain. Inilah bau mulut yang harum yang dinampakkan oleh Allah di hari kiamat nanti karena amalan rahasia yang dia lakukan.

2. Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah, selalu mengharap ridho

(39)
(40)

Puasa Menyempitkan Jalannya Setan

Di antara faedah puasa adalah bisa mempersempit aliran darah yang merupakan jalannya setan. Dan perlu diketahui bahwa setan itu merasuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran darah. Dengan menjalani puasa, jalan setan itu menjadi sempit. Sehingga syahwat dan sifat orang yang berpuasa teratasi. Oleh karena itu,

Nabishallallahu ‘alaihi wa sallammenjadikan puasa sebagai solusi bagi yang

belum mampu menikah untuk mengekang syahwatnya. Hal ini dikatakan oleh

Ibnu Rajab Al Hambali dalam Lathoiful Ma’arif, hal. 276-277.

Dalil yang menyatakan bahwa setan itu mengalir di saluran darah manusia adalah kisah Shofiyah berikut.

Dari Shofiyah binti Huyay, ia berkata, “Pernah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa

sallamsedang beri’tikaf, lalu aku mendatangi beliau. Aku mengunjunginya di

malam hari. Aku pun bercakap-cakap dengannya. Kemudian aku ingin pulang dan beliau berdiri lalu mengantarku. Kala itu rumah Shofiyah di tempat Usamah bin Zaid. Tiba-tiba ada dua orang Anshar lewat. Ketika keduanya melihat Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mempercepat langkah kakinya. Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallamlantas mengatakan, “Pelan-pelanlah, sesungguhnya wanita itu adalah Shofiyah binti Huyay.” Keduanya berkata, “Subhanallah, wahai

Rasulullah.” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya

setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah. Aku khawatir sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian berdua.” (Muttafaqun ‘alaih.

(41)

Puasa bisa menekan syahwat sebagaimana disebut dalam hadits berikut,

Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki kemampuan menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari no. 5066 dan Muslim no. 1400).

Yang dimaksud puasa adalah wijaa’ atau pengekang yaitu puasa itu bisa menekan

syahwat dan menghalangi nafsu jelek yang menyebabkan tumpahnya mani. Sebagaimana wijaa’ itu bekerja sebagai penghancur. Demikian yang dikatakan

oleh Imam Nawawi rahimahullah dalamSyarh Muslim, 9: 155.

Dari penjelasan di atas menunjukkan benarnya apa yang dikatakan di awal bahasan bahwa puasa bisa mempersempit jalannya setan karena jika setan mudah mengalir, maka mudah pula bangkit syahwat jelek. Artinya, jika puasa bisa menekan syahwat berarti puasa bisa mempersempit jalannya setan.

Wahai saudaraku … Jika puasa bisa menekan syahwat, maka sudah sepantasnya setiap mukmin menggunakan moment ini untuk beribadah dengan baik pada Allah dan belajar meninggalkan maksiat dan syahwat jelek.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Bazrahimahullahberkata, “Dengan puasa, Allah

(42)

Puasa Tetapi Masih Terus Bermaksiat

Tidak sedikit yang berpuasa namun masih bermaksiat. Lihat saja para wanita ada yang sengaja membuka auratnya ketika puasa, padahal hal itu tidak dibolehkan

“Puasa yang jelek adalah jika saat puasa hanya meninggalkan minum dan makan saja.” (Lathoiful Ma’arif, hal. 277).

Maksudnya, puasa yang dilakukan hanya menahan lapar dan dahaga, namun maksiat masih terus jalan.

Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata,

اذإ

“Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan lisanmu dari dusta dan perkara yang diharamkan. Jangan sampai engkau menyakiti tetanggamu. Juga bersikap tenanglah di hari puasamu. Jangan jadikan puasamu

seperti hari-hari biasa.” (Idem)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

َّْب ُر

Betapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga saja. Betapa banyak pula yang melakukan shalat malam, hanya begadang di malam hari” (HR. Ahmad 2: 373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengambilan keputusan investasi dalam saham, investor selalu dihadapkan pada permasalahan apakah tingkat permintaan yang diharapkan investor (required of return)

2.Asimetri dan symetri information, emiten dan penjamin 2.Asimetri dan symetri information, emiten dan penjamin emisi adalah dua pihak yang punya informasi dan tidak emisi adalah

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ekstrak etanol kulit buah mahkota dewa memiliki efek antiinflamasi terhadap edema kaki tikus putih jantan yang diinduksi

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakaukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak tanaman pacar kuku (Lawsonia inermis l.)

(Penelitian Subjek Tunggal terhadap Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Katolik Atma Jaya Tahun Akademik 2015/2016). Disetujui dan disahkan

Ruang lingkup inovasi UNTERTRIP (Universal Intertrip Device) adalah implementasi UNTERTRIP yang telah terpasang pada Generator Transformer 1 dan 2 di PLTD Sewa

sample t-test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh akupresur pada titik sanyinjiao dan slow stroke back massage terhadap penurunan intensitas nyeri

“ Janganlah kamu angkat bicara dan membicarakan risalah yang ada ini, terkecuali jika memang kamu sepaham dan sependapat dengannya, karna apa yang kami sampaikan didalam