204
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN PERUMAHAN DI KOTA
MEDAN MENGGUNAKAN METODE
ELIMINATION AND CHOICE TRANSLATION
REALITY (ELECTRE)
Arina Prima SilalahiFakutas Ilmu Komputer - Universitas Methodist Indonesia Jl.Hang Tuah No.8, Medan, Sumatera Utara
primaarinasilalahi@gmail.com
Abstrak
Kemajuan teknologi saat ini berkembang sangat pesat sehingga masyarakat selalu menginginkan informasi didapatkan secara cepat dan akurat. Pemilihan perumahan merupakan salah satu hal yang tidak mudah dilakukan. Masalah yang sering dihadapi ketika memilih perumahan adalah banyaknya alternatif perumahan yang tersedia yang membuat masyarakat bingung, faktor-faktor tertentu seperti harga, fasilitas umum, lokasi, perizinan, desain rumah, keamanan dan kebersihan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dibutuhkan sebuah sistem pendukung keputusan. Dimana sistem akan membantu masyarakat mendapatkan informasi dari data yang telah diproses secara relevan sehingga memudahkan masyarakat dalam mengambil keputusan lebih cepat dan akurat. Salah satu metode pendukung keputusan adalah Elimination and Choice Translation Reality (ELECTRE).
ELECTRE merupakan metode pengambilan keputusan multikriteria berdasarkan pada konsep outranking dengan menggunakan perbandingan berpasangan dari alternatif-alternatif berdasarkan setiap kriteria yang sesuai. Penyediaan sistem ini dimungkinkan masyarakat bisa memilih perumahan sesuai yang diinginkan.
Kata kunci: sistem pendukung keputusan, ELECTRE, perumahan.
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya maka perkembangan dari sektor pembangunan properti semakin meningkat. Pembangunan properti adalah harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tanah/bangunan. Aktivitas manusia tidak terlepas dari sektor properti terutama tempat tinggal seperti rumah, kost, apartemen dan perumahan yang difungsikan sebagai tempat berlindung. Bagaimanapun kondisi ekonomi yang sedang terjadi, setiap orang harus memiliki tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan primernya. [1]
Dalam menentukan tempat tinggal khususnya perumahan, yang tepat dan sesuai dengan keinginan tentu tidak mudah karena ketika memilih rumah tentu ada pertimbangan khusus seperti faktor harga, lokasi, fasilitas umum, perizinan, keamanan, kebersihan serta desain rumah. Dengan banyaknya faktor yang menjadi pertimbangan membuat masyarakat bingung untuk memilih perumahan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Masyarakat perlu memikirkan dengan matang agar dapat menetapkan pilihannya dengan perasaan puas. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan sebuah sistem yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mengambil keputusan. Salah satu caranya adalah dengan membangun sistem pendukung keputusan untuk memilih perumahan. Sistem pendukung keputusan ini dirancang untuk membantu masyarakat dalam memilih perumahan yang diinginkan dari berbagai pilihan perumahan yang ada berdasarkan faktor-faktor yang telah ditentukan. Sistem ini juga menjanjikan proses penilaian lebih baik karena dapat memberikan bobot kepada berbagai aspek penilaian. Sesuai dengan latarbelakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana proses pemilihan perumahan sesuai dengan kriteria/faktor pertimbangan yang umumnya digunakan untuk memilih perumahan dan Bagaimana menerapkan metode
ELECTRE untuk pemilihan perumahan. Dan bagaimana
merancang Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Perumahan yang tepat. Adapun tujuan penelitian ini adalah membuat sistem pendukung keputusan untuk pemilihan perumahan menggunakan Metode ELECTRE
dan membantu masyarakat dalam penentuan keputusan yang cepar dan tepat dalam memilih perumahan. Sedangkan manfaat penelitian adalah memberikan solusi alternatif untuk pengambilan keputusan pada masyarakat yang sedang mencari perumahan yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
2. TEORI
2.1 Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision Support System (DSS) didefinisikan sebagai suatu sistem informasi untuk membantu manajer level menengah untuk proses pengambilan keputusan setengah terstruktur (semi structured) supaya lebih efektif dengan menggunakan model-model analisis dan data yang tersedia.[2]
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) mulai dikembangkan pada tahun 1960-an, tetapi istilah Sistem Pendukung Keputusan itu sendiri baru muncul pada tahun 1971, yang diciptakan oleh G. Anthony Gorry dan Micheal S.Scott Morton. Hal itu mereka lakukan dengan tujuan untuk menciptakan kerangka kerja guna mengarahkan aplikasi komputer kepada pengambilan keputusan manajemen. Sementara itu, perintis sistem pendukung keputusan yang lain, yaitu Peter G.W. Keen yang bekerja sama dengan Scott Morton telah mendefenisikan tiga tujuan yang harus dicapai oleh sistem pendukung keputusan, yaitu:
1. Sistem harus dapat membantu manajer dalam membuat keputusan guna memecahkan masalah semi terstruktur.
2. Sistem harus dapat mendukung manajer, bukan mencoba menggantikannya.
3. Sistem harus dapat meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan manajer.
Tujuan-tujuan tersebut mengacu pada tiga prinsip dasar sistem pendukung keputusan (Kadarsah, 1998), yaitu: 1. Struktur masalah : untuk masalah yang terstruktur,
205
terstruktur tidak dapat dikomputerisasi. Sementara itu, sistem pendukung keputusan dikembangkan khususnya untuk menyelesaikan masalah yang semi terstruktur.
2. Dukungan keputusan : sistem pendukung keputusan tidak dimaksudkan untuk menggantikan manajer, karena komputer berada di bagian terstruktur, sementara manajer berada dibagian tak terstruktur untuk memberikan penilaian dan melakukan analisis. Manajer dan komputer bekerja sama sebagai sebuah tim pemecah masalah semi terstruktur.
3. Efektivitas keputusan : tujuan utama dari sistem pendukung keputusan bukanlah mempersingkat waktu pengambilan keputusan, tetapi agar keputusan yang dihasilakn dapat lebih baik. (Perencanaan & Pembangunan Sistem Informasi, Oetomo, 2006)
2.2 Elimination and Choice Translation Reality (ELECTRE)
Menurut Janko dan Bernoider (2005:11), ELECTRE
merupakan salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria berdasarkan pada konsep outranking dengan menggunakan perbandingan berpasangan dari alternatif-alternatif berdasarkan setiap kriteria yang sesuai. Metode
electre digunakan pada kondisi dimana alternatif yang kurang sesuai dengan kriteria dieliminasi, dan alternative yang sesuai dapat dihasilkan. Dengan kata lain, electre
digunakan untuk kasus-kasus dengan banyak alternatif namun hanya sedikit kriteria yang dilibatkan.[7]
Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif yang lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi (dibandingkan dengan kriteria dari alternatif yang lain) dan sama dengan kriteria lain yang tersisa (Kusumadewi dkk, 2006).
1. Normalisasi matriks keputusan.
Dalam prosedur ini, setiap atribut diubah menjadi nilai yang comparable. Setiap normalisasi dari nilai dapat dilakukan dengan rumus :
, untuk i = 1,2,3,…,m dan j =
1,2,3,…,n. Sehingga diperoleh matriks R hasil
normalisasi :
R adalah matriks yang telah dinormalisasi, dimana m menyatakan alternatif, n menyatakan kriteria dan adalah normalisasi pengukuran pilihan dari alternatif ke-i dalam hubungannya dengan kriteria ke-j. 2. Pembobotan pada matrik yang telah dinormalisasi.
Setelah di normalisasi, setiap kolom dari matrik R dikalikan dengan bobot-bobot (Wj) yang ditentukan oleh pembuat keputusan. Sehingga weighted normalized matrix adalah V=RW yang ditulis dalam rumus : V = R . W ,
dimana W adalah :
Dimana W adalah matriks pembobotan, R matriks yang telah dinormalisasi dan V matriks hasil perkalian antara matriks pembobotan dan matriks yang telah dinormalisasi.
W =
3. Menentukan Concordance dan discordance index. Untuk setiap pasang dari alternatif k dan l (k,l =
1,2,3,...,m dan k ≠ l) kumpulan kriteria J dibagi
menjadi dua himpunan bagian, yaitu Concordance
dan discordance. Sebuah kriteria dalam suatu alternatif termasuk Concordance jika :
Sebaliknya, komplementer dari himpunan bagian concordance adalah himpunan discordance, yaitu bila:
4. Hitung matriks Concordance dan discordance. a. Concordance.
Untuk menentukan nilai dari elemen-elemen pada matriks Concordance adalah dengan menjumlahkan bobot-bobot yang termasuk dalam himpunan Concordance, secara matematisnya adalah :
b. Discordance
Untuk menentukan nilai dari elemen-elemen pada matriks discordance adalah dengan membagi maksimum selisih nilai kriteria yang termasuk ke dalam himpunan discordance dengan maksimum selisih nilai seluruh kriteria yang ada, secara matematisnya adalah :
5. Menentukan matriks dominan Concordance dan
discordance. a. Concordance.
Matriks F sebagai matriks dominan
Concordance dapat dibangun dengan menggunakan bantuan nilai threshold, yaitu dengan membandingkan setiap nilai elemen matriks
Concordance dengan nilai threshold.
dengan nilai threshold ( ) adalah :
=
sehingga elemen matriks F ditentukan sebagai berikut :
C
b. Discordance. Matriks G sebagai dominan
discordance dapat dibangun dengan menggunakan bantuan nilai threshold, yaitu :
d =
elemen matriks G dapat ditentukan sebagai berikut :
d
6. Menentukan aggregate dominance matrix. Matriks E sebagai aggregate dominance matrix adalah matriks yang setiap elemennya merupakan perkalian antara elemen matriks F dengan elemen matriks G dirumuskan sebagai berikut :
206
yaitu bila maka alternatif
merupakan pilihan yang lebih baik daripada
. Sehingga baris dalam matriks E yang memiliki
jumlah paling sedikit dapat dieliminasi. Dengan demikian alternatif terbaik adalah yang mendominasi alternatif lainnya. (Jurnal Sistem Pendukung Keputusan Pengangkatan Kepala Sekolah Rayon YP.GKPS Dengan Metode
Elimination and Choice Translation Reality
(ELECTRE), Arif).
3. PEMBAHASAN 3.1 Analisa Masalah
Analisa masalah dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk menemukan penyebab masalah. Dalam melakukan pemilihan perumahan, masyarakat kesulitan untuk mempertimbangkan beberapa perumahan sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan dan diinginkan. Sehingga proses pemilihan membutuhkan waktu yang lama, dan harus benar-benar teliti apabila alternatif perumahan memiliki jumlah nilai yang sama.
Analisa Kriteria
Dalam proses perhitungan ini, dibutuhkan kriteria yang akan dijadikan bahan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 : Kriteria Kriteria Keterangan
C1 Harga C2 Lokasi C3 Desain Rumah C4 Fasilitas Umum C5 Perizinan C6 Keamanan C7 Kebersihan
Proses Perhitungan ELECTRE
Langkah-langkah perhitungan dengan metode ELECTRE digambarkan melalui diagram alir dengan langkah-langkah seperti yang terdapat pada Gambar 1.
Mulai
Menghitung Matriks Normalisasi
Melakukan Perkalian Bobot dengan matriks ternormalisasi
Menentukan Himpunan
Concordance dan Disordance
Menentukan Matriks
Concordance dan Disordance
Menentukan Matriks Domain
Concordance dan Disordance
Menghitung Aggregate Dominance Matriks
Eliminasi Alternatif yang
Ambil keputusan dengan mengklasifikasikan Alternatif kedalam dua kelompok (Kelompok
diterima dan belum diterima)
Tampilkan Keputusan
Selesai Penentuan Bobot alternatif menggunakan fuzzy Kurva-S
Ambil bobot tiap kriteria
Gambar 1 Kerangka Kerja Metode ELECTRE
Ambil data alternatif
Data alternatif yang digunakan 5 data perumahan yang diambil secara acak dari banyaknya perumahan yang ada di Kota Medan. Data alternatif tersebut diubah dalam bentuk matrik keputusan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Matriks Keputusan Pemilihan Perumahan C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7 A1 0,77 0,55 0,68 0,87 1 0,88 0,72 A2 0,8 0,7 0,6 0,75 1 0,77 0,79 A3 0,6 0,66 0,55 0,51 0,8 0,65 0,75 A4 0,87 0,91 0,88 0,83 1 0,88 0,74 A5 0,6 0,65 0,73 0,69 0,9 0,75 0,78
Ambil nilai bobot tiap kriteria
Bobot yang digunakan adalah bobot untuk jalur test karena pada data alternatif yang tersedia terdapat jumlah nilai test. Nilai bobot kriteria dalam bentuk desimal ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai Bobot Kriteria (Electre) Kriteria Nilai bobot Kriteria (W)
207
Menghitung matriks normalisasiPerhitungan matriks normalisasi menggunakan Rumus (1)
rij= ... (Rumus 1)
Nilai matriks normalisasi pada alternatif i kriteria j (rij) merupakan hasil bagi dari nilai matriks
keputusan alternatif i kriteria j dengan nilai akar jumlah nilai kuadrat seluruh alternatif pada kriteria j. Sehingga dapat dihitung dengan cara seperti dibawah ini:
Sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R seperti dibawah ini
R =
Pembobotan pada matriks ternormalisasi
Perhitungan matriks normalisasi menggunakan Rumus (2)
V = W * R ... (Rumus 2) Nilai matriks normalisasi terbobot pada alternatif i kriteria j (Vij) merupakan hasil kali dari nilai matriks normlisasi alternatif i kriteria j (Rij) dengan nilai bobot kriteria j (Wj). Nilai bobot kriteria yang digunakan adalah nilai bobot krtiteria yang mengacu pada Tabel 1. Sehingga dapat dihitung dengan cara seperti dibawah ini: V11 = W1 * R11 = 0,20 * 0,468 = 0,094
V21 = W1 * R21 = 0,20 * 0,486 = 0,097
Sehingga diperoleh matriks ternormalisasi terbobot V seperti dibawah ini.
V =
Menentukan himpunan concordance dan disordance
Perhitungan himpunan concordance ini menggunakan nilai matrik normalisasi terbobot yang telah dihasilkan sebelumnya dengan menggunakan Rumus (3).
= …... (Rumus 3) Nilai matriks normalisasi terbobot setiap alternatif k dibandingkan dengan nilai matriks normalisasi terbobot alternatif l pada setiap kriteria j. Jika nilai matriks normalisasi terbobot alternatif k kriteria j ≥ nilai matriks normalisasi terbobot alternatif l kriteria j, maka kriteria j termasuk dalam himpunan concordance (Ckl) atau disimbolkan dengan nilai j. Berikut ini adalah contoh
perhitungan himpunan concordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2 (C12) :
Untuk alternatif 1 terhadap alternatif2 pada kriteria 1:
Melakukan perbandingan nilai V alternatif 1 kriteria 1 (V11) dengan nilai V alternatif 2 kriteria 1 (V21),
dengan ketentuan jika V11 ≥ V21 maka kriteria 1
termasuk dalan himpunan concordance dan sebaliknya.
=
= = {1}
Karena V12 lebih dari V22 maka kriteria 1 tidak
termasuk himpunan concordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2.
Untuk alternatif 1 terhadap alternatif2 pada kriteria 2:
Melakukan perbandingan nilai V alternatif 1 kriteria 2 (V12) dengan nilai V alternatif 2 kriteria 2 (V22),
dengan ketentuan jika V12 ≥ V22 maka kriteria 2
termasuk dalan himpunan concordance dan sebaliknya.
=
=
Karena V12 kurang dari V22 maka kriteria 1 tidak
termasuk himpunan concordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2.
Sesuai dengan perhitungan diatas dihasilkan bahwa kriteria 3, 4, 5 dan 6 termasuk dalam himpunan
concordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2 (C12) atau dapat dituliskan C12 = {C3, C4, C5, C6}.
Perhitungan diatas dilakukan pada setiap kombinasi alternatif yang dihasilkan mulai dari alternatif 1 hingga alternatif 4 pada kriteria 1 hingga kriteria 4. Sehingga didapatkan himpunan sebagai berikut : C12 = {3,4,5,6} C34 = {7}
Perhitungan himpunan discordance ini menggunakan nilai matrik normalisasi terbobot yang telah dihasilkan sebelumnya dengan menggunakan Rumus (4).
= ...(Rumus 4) Nilai matriks normalisasi terbobot setiap alternatif k dibandingkan dengan nilai matriks normalisasi terbobot alternatif l pada setiap kriteria j. Jika nilai matriks normalisasi terbobot alternatif k kriteria j < nilai matriks normalisasi terbobot alternatif l kriteria j, maka kriteria j termasuk dalam himpunan
discordance (Dkl) atau disimbolkan dengan nilai j. Untuk alternatif 1 terhadap alternatif2 pada kriteria
1:
Melakukan perbandingan nilai V alternatif 1 kriteria 1 (V11) dengan nilai V alternatif 2 kriteria 1 (V21),
dengan ketentuan jika V11 < V21 maka kriteria 1
termasuk dalan himpunan discordance dan sebaliknya.
=
208
Karena V12 lebih dari V22 maka kriteria 1 tidak
termasuk himpunan discordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2.
Sesuai dengan perhitungan diatas dihasilkan bahwa kriteria 1 termasuk dalam himpunan discordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2 (D12) atau dapat
dituliskan D12 = {C2}. Kriteria yang menjadi anggota
himpunan discordance merupakan kriteria yang tidak termasuk anggota himpunan concordance. Perhitungan dilakukan pada setiap kombinasi alternatif yang dihasilkan mulai dari kriteria 1 hingga kriteria 4. Sehingga didapatkan himpunan sebagai berikut :
D12 = {1,2,7} D34 = {1,2,3,4,5,6}
Menentukan matriks concordace dan discordance
Perhitungan matrik concordance menggunakan Rumus (5)
... (Rumus 5) Nilai matriks concordance pada baris k kolom l merupakan penjumlahan dari nilai bobot kriteria yang termasuk dalam himpunan concordance (Ckl). Nilai bobot
kriteria yang digunakan adalah nilai bobot krtiteria yang mengacu pada Tabel 1. Untuk matrik concordance baris 1 kolom 2 himpunan yang digunakan adalah himpunan
concordance untuk alternatif 1 terhadap alternatif 2 (C12),
maka yang dijumlahkan adalah nilai bobot kriteria 3,4,5,6. Skenario perhitungan matriks concordance ini dilakukan sesuai dengan baris dan kolom yang dimiliki oleh himpunan concordance kecuali pada baris dan kolom yang sama. Matriks concordance dihitung dengan memperhatikan anggota himpunan yang dimiliki oleh himpunan concordance. Matriks concordance dapat dihitung dengan cara seperti dibawah ini.
Untuk Matriks concordance baris 1 dan 2, dihitung dengan menggunakan himpunan concordance C12
dan nilai bobot.
C12 = W3 + W4 + W5 + W6
= 0,550
Demikian dan seterusnya. Sehingga didapatkan matriks
concordance sebagai berikut :
C=
Perhitungan matriks normalisasi menggunakan Rumus(6).
... (Rumus 6)
Nilai matriks discordance pada baris k kolom l (Dkj)
merupakan hasil bagi dari maksimal nilai X dengan maksimal nilai Y. Nilai X merupakan selisih antara nilai matriks normalisasi terbobot alternatif k kriteria j (Vkj)
dengan nilai matriks normalisasi terbobot alternatif l kriteria j (Vlj) dimana kriteria j merupakan anggota
himpunan dari himpunan discordance untuk alternatif k
terhadap alternatif l (j ϵ Dkl). Nilai Y merupakan selisih antara nilai matriks normalisasi terbobot alternatif k
kriteria j (Vkj) dengan nilai matriks normalisasi terbobot
alternatif l kriteria j (Vlj) untuk semua kriteria yang ada.
Skenario perhitungan matriks discordance ini dilakukan sesuai dengan baris dan kolom yang dimiliki oleh himpunan discordance kecuali pada baris dan kolom yang sama. Nilai matriks normalisasi terbobot yang digunakan adalah nilai matriks normalisasi yang telah dihitung sebelumnya dengan memperhatikan anggota himpunan himpunan yang dimiliki oleh himpunan discordance.
Matriks discordance untuk baris 1-2, maka himpunan discordance yang digunakan adalah D12, sehingga dapat dihitung dengan cara dibawah ini :
.600
Demikian dan seterusnya. Sehingga didapatkan matriks discordance sebagai berikut :
D =
Menentukan matriks dominan concordace dan discordance
Perhitungan threshold c menggunakan Rumus (7)
C = ...
(Rumus 7)
Nilai threshold c merupakan hasil bagi dari hasil penjumlahan setiap element matriks concordance pada baris k kolom l dengan hasil kali dari jumlah alternatif (m) dikali dengan jumlah alternatif dikurangi 1 (m-1). Sedangkan, jumlah alternatif (m) yang digunakan dalam langkah ini adalah 4 yang sesuai dengan jumlah data alternatif yang diinputkan pengguna sebelumnya. Sehingga dapat dihitung dengan cara seperti dibawah ini:
C =
C =
C =
Perhitungan matriks dominan concordance (F) menggunakan Rumus(8).
... (Rumus 8)
Nilai matriks dominan concordance pada baris k kolom l merupakan hasil perbandingan dari nilai matriks
concordance pada baris k kolom l dengan threshold c. Jika nilai matriks concordance pada baris k kolom l ≥
threshold c, maka nilai matriks dominan concordance
pada baris k kolom l adalah 1. Sebaliknya, jika nilai matriks concordance pada baris k kolom l < threshold c, maka nilai matriks dominan concordance pada baris k kolom l adalah 0. Skenario perhitungan matriks dominan
concordance ini dilakukan sesuai dengan baris dan kolom yang dimiliki oleh matriks concordance kecuali pada baris dan kolom yang sama. Matriks dominan
209
Untuk matriks dominan concordance (F) baris 1kolom 2 :
Melakukan perbandingan nilai C baris 1 kolom 2 (C12) dengan nilai threshold c, dengan ketentuan jika
C12≥ c maka nilai F12 = 1 dan sebaliknya.
F12 = C12 dibanding c = { 0,700 > 0,578 }
Karena C12 lebih dari c maka nilai element matriks
dominan concordance (F) baris 1 kolom 2 adalah 1. Demikian dan seterusnya. Sehingga didapatkan matriks dominan concordance sebagai berikut :
F =
Perhitungan threshold d menggunakan Rumus (9)
D = ... (Rumus 9)
Nilai threshold d merupakan hasil bagi dari hasil penjumlahan setiap element matriks discordance pada baris k kolom l dengan hasil kali dari jumlah alternatif (m) dikali dengan jumlah alternatif dikurangi 1 (m-1). Sedangkan, jumlah aternatif (m) yang digunakan dalam langkah ini adalah 4 yang sesuai dengan jumlah data alternatif yang diinputkan pengguna sebelumnya. Sehingga dapat dihitung dengan cara seperti dibawah ini:
D =
D =
D = 0.583
Demikian dan seterusnya. Sehingga didapatkan matriks dominan concordance sebagai berikut :
G =
Menentukan aggregate dominance matrix
Perhitungan matriks dominan aggregate (E) menggunakan Rumus (10)
... (Rumus 10) Nilai matriks dominan aggregate pada baris k kolom l merupakan hasil perkalian dari nilai matriks concordance
pada baris k kolom l dengan nilai matriks discordance
pada baris k kolom l. Sehingga dapat dihitung dengan cara seperti dibawah ini:
Untuk matriks dominan aggregat (E) baris 1 kolom 2:
= 1 * 1 = 1
maka nilai element matriks dominan aggregate (E) baris 1 kolom 2 adalah 1.
Demikian dan seterusnya. Sehingga didapatkan matriks dominan concordance sebagai berikut :
E =
Eliminasi alternatif yang less favourable
Langkah selanjutnya adalah eliminasi alternatif yang
less favourable. Berdasarkan nilai matriks domain agregasi (E) yang sudah didapatkan sebelumnya, dengan
ketentuan setiap baris matriks domain agregasi (E) mewakili alternatif yang digunakan.
E =
Hasil akhir dari perhitungan ELECTRE dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil Perhitungan Electre
No Alternatif Nilai 1 Perumahan Citra Garden 1 2 Perumahan Tasbih 1 3 Perumahan Griya Kencana 0 4 Perumahan Royal Sumatera 0 5 Perumahan Anggrek Indah 0
Berdasarkan nilai E yang ada dapat disimpulkan bahwa A3, A4, dan A5 dapat dieliminasi karena mempunyai nilai element bernilai satu lebih sedikit dibandingkan dengan A1 dan A2. Dengan demikian A1 dan A2 adalah alternatif perumahan yang salah satunya dapat dipilih sebagai perumahan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat tersebut.
4. KESIMPULAN
Dari hasil uraian diatas, maka kesimppulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Proses pemilihan dapat dilakukan menggunakan sistem pendukung keputusan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
2. Metode ELECTRE dapat digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam pemilihan perumahan untuk menghasilkan keputusan yang akurat dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arif Semdela, 2014. Sistem Pendukung Keputusan Pengangkatan Kepala Sekolah Rayon YP.GKPS dengan Metode ELECTRE. Informasi dan Teknologi Ilmiah 4(3): 41-47.
[2] Asesanti, Arinta. Arief Andy & Indriati, 2014. Sistem Pendukung Keputusan Seleksi Penerimaan peserta didik baru SMP menggunakan Metode
ELECTRE dan TOPSIS (Studi Kasus: SMP
Brawijaya Smart School (BSS) Kota Malang),
Universitas Brawijaya
[3] E., Wardoyo, R., Hartati, S. & Harjoko, A.,2012. ELECTRE-Entropy method in Group Decision Support System Modelto Gene Mutation Detection.
International Journal of Advanced Research in Artificial Intelligence (IJARAI), I(1), pp. 58-63. [4] J. & B., 2005. Multi-Criteria Decission Making: An
Application Study of ELECTRE & TOPSIS. S.l.:s.n. [5] Jaya, Teguh. Muhammad Nur & Irwansyah. 2015.
Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Perumahan pada PT.Citra Graha Cemerlang dengan Menggunakan MEtode AHP, STMIKPAlComTech Palaembang.
210
[7] Oktovianus Pareira, Alb. Joko Santoso & Patricia Ardanari, 2014. Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Tempat Wisata Di TIMOR LESTE Dengan Metode ELECTRE, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
[8] Sevkli, M., 2010. An Application of the Fuzzy ELECTRE method for Supplier Selection.
International Journal of Production Research,