• Tidak ada hasil yang ditemukan

Poligami perspektif sosiologi dan islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Poligami perspektif sosiologi dan islam"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

Nama : Amalina Rizqi Rahmawati

NIM : 12010170002

Makul : Pendekatan dan Metode Study Islam

Dosen : Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.

PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

INTEGRASI DISIPLINER ERA MILINAL:

POLIGAMI PERSPEKTIF SOSIOLOGI DAN ISLAM

A. Abstrak

Poligami telah menjadi perdebatan diantara beberapa kelompok ormas

tentang apakah Islam mengizinkan adanya poligami. Dan sebenarnya

perdebatan tersebut muncul karena ada praktek poligami dikalangan

masyarakat yang muncul ke media. Banyak pro contra dengan adanya

poligami tersebut. Dari beberapa ormas tertentu yang tidak setuju dengan

adanya poligami karena itu tidak menghargai wanita, seakan wanita yang

terdzolimi dengan adanya hal tersebut. Dan mereka merasa laki – laki

zaman sekarang tidak dapat berbuat adil dan memiliki tanggungjawab

dengan adanya istri lebih dari satu. Problematika ini sempat meresahkan

masyarakat, karena merasa Islam memperbolehkan adanya poligami yang

(2)

2

Dengan kedatangan Islam, Islam memberi peraturan dan membatasi

kebolehan memiliki istri lebih dari satu. Itupun dengan syarat-syarat

tertentu, sipelaku poligami harus mampu bersikap adil terhadap istri

-istrinya tersebut. Dengan demikian, tuduhan Bahwa Islam yang

memperkenalkan poligami itu jauh dari fakta yang ada. Bahwa pernikahan

lebih dari satu istri sudah ada sebelum Islam datang, terutama dikalangan

raja-raja.

Konsep awal poligami yang sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad

SAW pada masa awal Islam bukanlah suatu bentuk kekuasaan laki - laki

terhadap perempuan. Tetapi dengan tujuan untuk memuliakan wanita -

wanita pada masa itu yag ditinggal suaminya yang meninggal di medan

perang.

Keywords : poligami, sosiologi dan Islam

B. Pendahuluan

Emansipasi wanita dan hak asasi manusia masih menjadi perbincangan

hangat dikalangan masyarakat. Mereka berlomba - lomba dalam

menunjukkan hak - hak mereka dan perlakuan kepada wanita. Masalah ini

sempat menjadi topik utama dengan berita - berita hangat yang ada

dipublic tentang ustadz - ustadz yang dianggap bisa menjadi tauladan di

Indonesia. Banyak ustadz yang sudah dianggap panutan atau seorang figur

ternyata melakukan poligami. Banyak wanita yang tidak menyukai dan

(3)

3

Berbagai kerancuan berfikir masyarakat tentang anti-poligami tersebut.

Banyak demo yang dilakukan para wanita untuk menghentikan poligami

tersebut. Dan ada diantara mereka juga memilih diam tanpa kata dan

menerima kedaannya sebagai wanita yang dipoligami. Dan masih banyak

dampak yang timbul dengan adanya masalah ini. Para laki - laki yang

bermasalah seperti ini lebih mencari aman yaitu dengan memilih selingkuh

dari pada berpoligami dan menjadi masalah baginya.

Memang pada kenyataanya, poligami yang dipraktekkan oleh sebagian

masyarakat kadang tidak sesuai dengan yang digariskan dalam Islam. Hal

tersebut yang memicu para istri dan wanita melakukan aksi antipoligami.

Terutama dikalangan aktifis gender yang merasa poligami adalah salah

satu cara penindasan bagi perempuan.

Sebenarnya, beristri lebih dari satu atau yang terkenal denga poligami

tersebut sudah dikenal luas oleh masyarakat di dunia. Bahkan dari generasi

ke generasi, beristri lebih dari satu sudah ada sejak dahulu. Tidak hanya di

dunia timur saja bahkan di dunia barat pun sudah ada. Perkawinan lebih

dari satu sudah ada sejak zaman dahulu, lama sebelum datang masa Islam.

Bahkan mereka menikahi wanita dengan jumlah sesuka mereka, tidak

mengenal batas.

Dengan kedatangan Islam, Islam memberi peraturan dan membatasi

kebolehan memiliki istri lebih dari satu. Itupun dengan syarat-syarat

tertentu, sipelaku poligami harus mampu bersikap adil terhadap istri

(4)

4

memperkenalkan poligami itu jauh dari fakta yang ada. Bahwa pernikahan

lebih dari satu istri sudah ada sebelum Islam datang, terutama dikalangan

raja-raja.

Konsep awal poligami yang sebagaimana dilakukan Nabi Muhammad

SAW pada masa awal Islam bukanlah suatu bentuk kekuasaan laki - laki

terhadap perempuan. Tetapi dengan tujuan untuk memuliakan wanita -

wanita pada masa itu yag ditinggal suaminya yang meninggal di medan

perang.

Dalam artikel ini penulis akan membahas tentang poligami prespektif

sosiologi dan Islam. Penelitian ini diharapkan bisa menambah ilmu

pengetahuan bagi pembaca tentang poligami dilihat dari sudut pandang

Islam.

C. Pembahasan

1. Pengertisn Poligami

Kata Monogamy dapat dipasangkan dengan poligami sebagai

antonim, Monogamy adalah perkawinan dengan istri tunggal yang

artinya seorang laki - laki menikah dengan seorang perempuan

saja, sedangkan kata poligami yaitu perkawinan dengan dua orang

perempuan atau lebih dalam waktu yang sama. Dengan demikian

makna ini mempunyai dua kemungkinan pengertian. Seorang laki -

laki menikah dengan banyak laki - laki kemungkinan pertama disebut

Polygini dan kemungkinan yang kedua disebut Polyandry. Hanya saja

(5)

5

poligami dipakai untuk makna laki – laki beristri banyak, sedangkan

kata poligyni sendiri tidak lazim dipakai.1

Poligami adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki

atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang

bersamaan. Dalam antropologi sosial, poligami merupakan

praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai

dengan jenis kelamin orang bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan

praktik monogami yang hanya memiliki satu suami atau istri. Terdapat

tiga bentuk poligami, yaitu:

a. Poligini merupakan sistem perkawinan yang membolehkan

seorang pria memiliki beberapa wanita sebagai istrinya dalam

waktu yang bersamaan.

b. Poliandri adalah sistem perkawinan yang membolehkan

seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu orang dalam

waktu yang bersamaan.

c. Pernikahan kelompok (group marriage) yaitu kombinasi poligini

dan poliandri.

Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, tetapi

poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi. Walaupun

diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh

sebagian kalangan. Terutama kaum feminism menentang poligini,

1

(6)

6

karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan

kepada kaum wanita.2

2. Poligami Perspektif Sosiologis dan Islam

a. Poligami Sebelum Islam

Sebelum Islam, bangsa yahudi mempolehkan poligami.

Nabi Musa tidak melarang, bahkan tidak membatasi sampai berapa

istri seseorang berpoligami. Kitab Ulangan 25/5 mewajibkan

saudara laki-laki mengawini janda saudaranya yang meninggal

tanpa anak, meskipun ia telah beristri. Kitab Talmud, tafsir Hukum

Taurat membatasi jumlah istri dalam perkawinan poligami. Namun

umat yahudi pada waktu akhir-akhir kembali menjalankan

poligami tanpa membatasi jumlah istri. Ajaran Zroaster melarang

bangsa persi berpoligami, tetapi membolehkan memelihara gundik

sebab sebagai bangsa yang banyak berperang, bangsa persi

memerlukan banyak keturunan laki-laki yang dapat diperoleh dari

istri dan gundik-gundik. Bangsa Romawi juga mengenal poligami.

Raja-raja atau kaisar-kaisar mereka berpoligami. Dan masih

banyak lagi bukti bahwa poligami sudah ada sejak jaman sebelum

datangnya Islam.3

b. Poligami dalam Islam

Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko

atau madharat daripada manfaatnya. Karena manusia itu menurut

2

https://id.wikipedia.org/wiki/Poligami

3

(7)

7

fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh.

Oleh karena itu, poligami hanya diperbolehkan dalam keadaan

darurat. 4

Islam memubahkan poligami, lagi - lagi bukan sebagai

diskriminasi, itu dibuktikan dengan beberapa syarat dan rukun

ketat yang harus dipenuhi seorang suami yang berniat memiliki

beberapa istri. Poligami lebih dipahami oleh para ulama sebagai

solusi ketimbang sebagai anjuran. Solusi yang dimaksud adalah

semisal ketika seorang istri menderita sakit dan tidak bisa melayani

suami, maka setidaknya hanya ada dua pilihan menceraikan lalu

menikah dengan wanita lain atau berpoligami. Walhasil, poligami

bukan bentuk ketidakadilan jika dilakukan sesuai ketentuan syariat

dan tentu saja dengan niat baik. Justru poligami menjadi sebuah

solusi untuk menjauhi perzinaan.5

Ini membuktikan bahwa motivasi dari poligami Rasulullah

bukanlah karena dorongan syahwat. Akan tetapi, Rasulullah

berpoligami karena ada tujuan - tujuan mulia. Rasulullah menikahi

Zainab karena wahyu dari Allah, Shofiyah dinikahi oleh Rasulullah

dengan harapan kabilah di belakang Shafiyah banyak yang masuk

Islam. Hafsah binti Umar dan Aisyah binti Abu Bakar dinikahi

karena untuk lebih mempererat tali silaturrahmi persahabatan

beliau. Rasulullah menikahi Ummu Salamah untuk melindungi

4

Aibak,Kutbuddin, Kajian Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Kalimedia, 2017. Hlm.68.

5

(8)

8

anak-anaknya yang yatim dan mengurangi beban hidup Ummu

Salamah.6

Rasulullah melakukan poligami, tetapi beliau tidak

merestui menantunya berpoligami. Hal ini terkait dengan sikap adil

yang harus dilakukan dalam berpoligami, yang tidak semua orang

akan mampu melakukannya, termasuk Ali bin Abi Thalib, padahal

ia telah teruji keimanannya dan ternilai kesalihannya, namun

sebagai manusia biasa ia tidak akan mampu menjalankan keadilan

sebagaimana yang dilakukan Rasulullah s.a.w. Firman Allah dalam

al-Quran menyebutkan, “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat

berlaku adil di antara isteri- isteri(mu), walaupun kamu sangat

ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu

cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang

lain terkatung-katung”.(4:129, an-Nisa). Dalam suasana

ketidak-adilan, bagaimana bisa tercapai tujuan perkawinan tersebut, yaitu

kesejahteraan spiritual dan material, atau terpenuhinya kebutuhan

lahir dan batin dalam perkawinan itu.7

6

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Malang Press, 2008, hlm. 229.

7

(9)

9

Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan

(menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.

3. dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)

perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah

wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika

kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang

saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih

(10)

10

[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri

seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.

[266] Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.

sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para

Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat ini membatasi poligami sampai

empat orang saja.8

Konteks ayat yang membolehkan poligami sesungguhnya

lebih ditujukan pada upaya menyelamatkan kehidupan anak yatim

sehingga bisa hidup secara layak. Dengan demikian, mengawini

ibu dari anak yatim bukanlah tujuan utama, sehingga isu krusial

dalam Al-Qur’an tentang poligami adalah keadilan kepada anak

-anak yatim dari ibu yang dikawininya. Menurut Rasyid Ridha

maskud sari ayat tersebut ialah untuk membrantas atau melarang

tradisi zaman jahiliyah yang tidak manusiawi. Menurut al-Thabari,

laki-laki yang mempunyai keyakinan bahwa dia akan dapat berlaku

adil ketika berpoligami, maka ia boleh menikahi maksimal empat

wanita. menurut al-Jashshah, ayat tersebut berkaitan dengan wanita

yatim yang dinikahi oleh pengasuhnya. Pernikahan ini dilarang,

ketika kecantikan dan harta wanita yatim tersebut dijadikan sebagai

alasan. Menurut sayyid Qurtub,poligami merupakan suatu

perbuatan rukhshah yang dapat dilakukan hanya dalam keadaan

darurat yang benar - benar mendesak. Kebolehan ini pun masih

disyaratkan harus bisa berbuat adil terhadap istri – istri, dibidang

8

(11)

11

nafkah, muamalah, pergaulan dan pembagian (waktu) malam.

Menurut Muhammad abduh, poligami hukumnya tidak boleh. Pada

dasarnya, kelompok ini berpendapat bahwa hukum poligami itu

boleh asal suami dapat berlaku adil. Yang menjadi persoalan

adalah zaman sekarang sangat sulit bahkan tidak ada orag yang

dapat berlaku adil kepada istri – istri mereka.9

Keadaan sosial dalam suatu masyarakat pada masa tertentu

mengalami problem – problem yang minta pemecahan.

Dihubungkan dengan masalah perkawinan, dapat dikemukakan

macam – macam keadaan yang memerlukan pemecahan sebagai

berikut.

1) Apabila ada orang laki – laki yang kuat syahwatnya, baginya

seorang istri belum memadai. Dalam hal ini, agar hidupnya

tetap bersih, kepadanya diberi kesempatan untuk berpoligami

asal syarat akan dapat berbuat adil dapat terpenuhi.

2) Apabila ada seorang suami benar – benar ingin mempunyai

anak padahal istrinya mandul. Untuk memenuhi naluri hidup

suami yang subur yang beristri mandul, ia dibenarkan kawi

lagi dengan perempuan subur yang mampu berketurunan.

3) Apabila ada istri yang menderita sakit sehingga tidak mampu

melayani suaminya. Untuk memungkinkan suami terpenuhi

9

(12)

12

hasrat naluriahnya dengan jalan halal, kepadanya diberi

kesempatan kawin lagi.

4) Apabila suatu ketika terjadi dalam suatu masyarakat, jumlah

perempuan lebih besar dari jumlah laki – laki. Untuk memberi

kesempatan perempuan – perempuan memperoleh suami, dan

dalam waktu sama untuk menjamin kehidupan yang lebih

stabil, jangan sampai terjadi permainannya tindakan – tidakan

serong.

Demikian contoh alasan – alasan yang dapat menjadi

pertimbangan kawin poligami itu, yang merupakan alasan moral,

biologis dan sosial ekonomis.

Tuntutan harus berbuat adil diantara para istri, menurut al-

Shafi’i, berhubungan dengan urusan fisik, misalnya megunjungi

istri dimalam atau siang hari. Tuntutan ini didasarkan pada

perilaku Nabi dalam berbuat adil kepada para istrinya, yakni

dengan membagi giliran malam dan memberi nafkah, lantas

berdo’a. Realisasi dari sifat adil yang dituntut al-Qur’an, juga

disebutkan dalam surat Yunus ayat 67,

(13)

13

67. Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat

padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari

karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda

(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar[699].

Dan pada surat Ar- Rum ayat 21

21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berfikir.10

Dalam hal ini Al- Qur’an juga memberikan beberapa ketentuan

sebagai berikut.

1) Poligami diperbolehkan dalam kondisi dan keadaan tertentu.

2) Kebolehan poligami dibatasi dengan pembatasan yaitu tidak

boleh lebih dari empat istri saja.

3) Pemberian hak yang sama pada masing – masig istri.

10

(14)

14

4) Perizinan ini merupakan pengecualian dari cara yang biasa.11

c. Poligami perspektif saosiologi

Pedekatan sosiologis memang penting untuk mengkaji

agama-agama, namun juga salah jika kita memandang bahwa pendekatan ini

diyakini dapat menyajikan kunci universal untuk memahami

fenomena keagamaan. Meskipun demikian, pendekatan sosiologis

untuk mengkaji agama-agama telah memberikan jasa besar. Sesudah

berlalunya masa individualisme agama, kita dihadapkan pada suatu

agama komunal yang juga penting. Agama komunal membantu

mengoreksi prasangka rasionalistik yang hanya mempertimbangkan

ekspresi intelektual dari pengalaman keberagamaan.12

Praktik poligami akan menimbulkan berbagai bentuk

ketidakadilan gender. Ketidakadilan biasanya berupa pemiskinan

perempuan atau marginalisasi perempuan. Hal ini timbul apabila

seorang suami sebagai pencari nafkah melakukan poligami,

sementara pihak istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga.

Dengan seorang istri, penghasilan seorang suami mungkin cukup

untuk menafkahi istri tersebut. Namun, dengan melakukan praktik

poligami maka gaji yang diterima suami akan terbagi lagi untuk

istri-istri yang lain.13

11

Aibak,Kutbuddin, Kajian Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Kalimedia, 2017. Hlm.78

12

Badhawy, zakiyuddin, Studi Islam Pendekatan dan Metode, Yoyakarta: Insan Madani, 2011. Hlm 264

13

(15)

15

Secara sosiologis, poligami dalam islam merupakan lompatan

kebijakan sekaligus sebagai koreksi islam atas syariat sebelumnya

dan tradisi masyarakat arab yang memperbolehkan menikah dengan

perempuan tanpa batas. Dalam menghadapi dan menyikapi persoalan

tersebut ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan, perlu

kiranya untuk melihat apa sebab – sebab yang melatar belakangi

turunnya ayat tersebut (asbabu nuzul) dan ayat tersebut harus

dikaitkan dengan misi kerosulan.14

Praktik poligami akan menimbulkan berbagai bentuk

ketidakadilan gender. Ketidakadilan biasanya berupa pemiskinan

perempuan atau marginalisasi perempuan. Hal ini timbul apabila

seorang suami sebagai pencari nafkah melakukan poligami,

sementara pihak istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga.

Dengan seorang istri, penghasilan seorang suami mungkin cukup

untuk menafkahi istri tersebut. Namun, dengan melakukan praktik

poligami maka gaji yang diterima suami akan terbagi lagi untuk

istri - istri yang lain. Misal: seorang suami dengan seorang istri

mempunyai penghasilan Rp1.000.000,-perbulan mungkin cukup

untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak - anaknya. Namun

apabila seorang suami tersebut berpoligami, maka tentunya gaji

yang sebesar itu mungkin kurang untuk menafkahi istri-istri dan

14

(16)

16

anak-anaknya. Selain hal diatas, banyak dampak lain yang akan

ditimbulkan dengan adanya praktik poligami, antara lain:

1) Timbul perasaan inferior, menyalahkan diri sendiri, istri

merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari

ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis

suaminya.

2) Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Ada beberapa

suami memang dapat berlaku adil terhadap istri istrinya.

Tetapi seringkali pula dalam prakteknya, suami lebih

mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan

anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki

pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan

sehari-hari.

3) Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami adalah sering

terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan

fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis.

4) Selain itu, dengan adanya poligami, dalam masyarakat

sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu perkawinan

yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan nikah (Kantor

Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama). Perkawinan

yang tidak dicatatkan dianggap tidak sah oleh negara,

walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Bila

(17)

17

perempuan karena perkawinan tersebut dianggap tidak

pernah terjadi oleh negara. Ini berarti bahwa segala

konsekwensinya juga dianggap tidak ada, seperti hak waris dan

sebagainya.15

Perubahan sosial yang pertama, dimulai tahun 1945 ketika

kemerdekaan negara Republik Indonesia diproklamirkan.

Perubahan praktek poligami dari privilese para raja, berubah bisa

dipraktekkan oleh masyarakat, karena perubahan bentuk negara

Kerajaan menjadi Republik. Perubahan dari Kerajaan ke Republik

ini didorong oleh keinginan kuat dari founding fathers negeri ini

untuk mempersatukan wilayah Nusantara. Bentuk Kerajaan tidak

mungkin dapat mempersatukan wilayah Nusantara, karena secara

de facto wilayah Nusantara terdiri atas banyak kerajaan besar dan

kecil. Selain itu, perubahan bentuk negara Kerajaan menjadi

Republik dimobilisasi dan dikontrol oleh founding fathers yang

terdiri atas berbagai unsur dan elemen masyarakat.

Perubahan sosial yang kedua tentang praktek poligami oleh

masyarakat menimbulkan pro dan kontra, tetapi bersifat silent

(sunyi). Perubahan sosial yang kedua ini terjadi sebelum UU

Perkawinan No. 1 Tahun 1974 resmi diundangkan. Pihak yang pro

umumnya melakukan praktek poligami secara sirri dengan

melibatkan Kiai sebagai Penghulu dan tanpa pesta perkawinan.

15

(18)

18

Sementara pihak yang kontra diam karena tidak memiliki pijakan

formal (UndangUndang, misalnya), untuk melakukan perlawanan.

Menurut hemat penulis, meski terjadi pro dan kontra tetapi pihak

pro praktek poligami lebih kuat.

Perubahan sosial ketiga ditandai dengan lahirnya UU

Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Pihak pro poligami mulai

berkurang, meski praktek poligami masih terjadi. Justru

perlawanan dari pihak kontra poligami mulai menguat, karena

memiliki pijakan formal. Wacana menikah sah menurut agama dan

tidak sah menurut negara mulai terpublikasikan. Bagi yang pro

poligami, selalu saja merujuk pada kitab-kitab kuning dan bagi

yang kontra otomatis merujuk pada UU Perkawinan No. 1 Tahun

1974.

Perubahan sosial keempat terjadi akibat kehadiran PP No. 10

Tahun 1983 tentang Izin Kawin bagi PNS dan PP No. 45 Tahun

1990 tentang Perubahan PP No. 10 Tahun 1983 yang diterbitkan

oleh pemerintahan Orde Baru. Ini semakin mempersempit ruang

gerak mereka yang pro praktek poligami dari kalangan Pegawai

Negeri Sipil dan otomatis memperkuat posisi yang kontra

poligami. Pihak yang kontra poligami secara leluasa memanfaatkan

media cetak dan elektronika untuk publikasi anti poligami.

Perubahan sosial kelima ditandai dengan pembentukan

(19)

19

disebut dengan KOMNAS Perempuan berdasarkan Kepres No. 181

Tahun 1998, kemudian diperkuat dengan KOMNAS Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI) berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002.

Terlebih adanya peran dan keterwakilan perempuan di DPR RI

yang sejak orde Reformasi mengalami peningkatan. Suara kontra

praktek poligami ini semakin menguat setelah sejumlah kasus

kekerasan terhadap perempuan dan pernikahan gadis di bawah

umur dipublikasikan secara luas di media cetak, Jurnal

Kependidikan Dan Keislaman FAI Unisma Jurnal Ilmiah Vicratina,

Volume 10, No. 2 Nopember 2016 media elektronik, dan media

sosial. Sehingga kondisi sosial di Indonesia tentang praktek

poligami yang semula kuat berangsur melemah, dan kini berubah

ke arah sebaliknya, yaitu praktek pernikahan monogami yang

semakin kuat.16

Oleh karena itu, secara praktis dalam komplikasi hukum islam

pasal 55,56,57, dan 58 mengatur berbagai persyaratan bagi mereka yang

ingin berpoligami. Dalam pasal 56 misalnya, disebut bahwa

1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang, harus mendapatkan

izin dari Pengadilan agama.

2) Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau keempat

tanpa izin ari pengadilan agama, tidak memiliki kekuatan hukum.17

16

file:///D:/Data_Utama/Download/164-456-1-PB.pdf

17

(20)

20

D. Penutup

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwasanya

poligami diperbolehkan dalam Islam, dengan alasan tertentu yang

menguatkan terjadinya poligami tersebut. Tetapi poligami sendiri lebih

banyak mudharaatnya dibandingkan dengan manfaatnya, karena akan

menciptakan kecemburuan dan ketidakadilan bagi perempuan terutama

istri - istri yang sudah dipoligami. Da bisa berdampak terhadap anak –

anak mereka kelak. Poligami dalam perspektif Islam, Islam membolehkan

poligami dengan pembatasan maksimal empat orang istri dengan syarat

dan rukun tertentu yang harus dipenuhi oleh suami. Mereka harus

bersikap adil dalam segala hal kepada istri – istrinya. Dan negara pun juga

memberi undang – undang kepada yang ingin menikah lebih dari satu istri.

Dalam hal ini Al- Qur’an juga memberikan beberapa ketentuan sebagai

berikut.

a. Poligami diperbolehkan dalam kondisi dan keadaan tertentu.

b. Kebolehan poligami dibatasi dengan pembatasan yaitu tidak boleh

lebih dari empat istri saja.

c. Pemberian hak yang sama pada masing – masing istri.

d. Perizinan ini merupakan pengecualian dari cara yang biasa

Dalam pasal 56 misalnya, disebut bahwa

a. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang, harus

(21)

21

b. Perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau

keempat tanpa izin ari pengadilan agama, tidak memiliki kekuatan

hukum.

Semoga artikel diatas dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

penulis terutama. Kritik dan saran sangatlah penting untuk penulis agar

(22)

22

Daftar Pustaka

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo,1995.

Aibak,Kutbuddin, Kajian Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Kalimedia, 2017.

Badhawy, zakiyuddin, Studi Islam Pendekatan dan Metode, Yoyakarta: Insan Madani, 2011

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta : UII Press, 1999 cet. 9

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Malang: UIN Malang Press, 2008, hlm. 242

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perdata (Keluarga)Islam indonesia dan

Perbandingan Perkawinan di Dunia Muslim, Yogyakarta :

Academia+Tazaffa,2009.

Yahya, A. Syarif, fikih toleransi, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016.

http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/lisan/article/view/2859/2113 https://id.wikipedia.org/wiki/Poligami

file:///D:/Data_Utama/Download/164-456-1-PB.pdf

Referensi

Dokumen terkait

pengaruh utilitarian value terhadap buying decision pada CV Cahaya Listrik Sungailiat; dan 3) pengaruh hedonic value dan utilitarian value secara bersama-

Ghufron dan Risnawati menyatakan kontrol diri di definisikan sebagai kemampuan membimbing, menyusun, mengatur serta mengarahkan bentuk dari perilaku yang dapat

Apakah interaksi antara suhu dan waktu pemanasan pada modifikasi tepung ganyong dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) berpengaruh terhadap karakteristik

Butter cookies parut merupakan produk kue kering yang dibuat dari tepung komposit tepung pisang kepok dan tepung umbi garut dengan proporsi berbeda. Penelitian

Katarak adalah nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian transfer adalah perintah dari pihak ketiga kepada bank untuk mengirimkan sejumlah dan tertentu kepada pihak

Pengukuran geolistrik konfigurasi schlumberger di Pulau Gili Ketapang telah dilakukan pada 8 titik pengukuran dengan dengan kedalaman pengukuran 100 meter di bawah

Tampilan keenam pada gambar 7, apabila kita sorot / highlight salah satu pinpoit, tanpa memilih tabel Pilih Industri untuk sortir dan pilih kota untuk Sortir, maka