1 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
PARADIGMA KONSTRUKTIVISME DALAM
STRATEGI PENELITIAN SENI HIAS
DAMARKURUNG DAN LUKISAN KACA JAWA
TIMUR
Ika Ismurdyahwati
dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.2 No.5 September 2002
Abstrak
Makna dan nilai ungkapan seni rupa dari keberadaan karya seni rupa tradisi adalah suatu hal yang sangat perlu dipelajari dan diteliti, mengingat keberadaannya yang semakin langka. Sebelum karya-karya tersebut hilang sama sekali, alangkah tepatnya bila kita serius memikirkan untuk mengabadikan dan melestarikannya dalam bentuk mempelajari konsep sekaligus titipan pesan pesanbagi bangsanya dari generasi masa lampau, untuk generasi sekarang, dan yang akan datang. Penggunaan konsep, makna dan nilai ungkapan dalam wujud budayanya, bila kita sadari, sebenarnya sangat penting untuk pengembangan masa depan seni rupa Indonesia. Adapun penelitian yang dilaksanakan ini menggunakan penelitian Icualitatif, dengan paradigma Konstruktivis sebagai model. Sebab, tujuan yang terpenting ada/ah mencari substansi dari keberadaanya, yakni dari seni hias Damarkurung dan ragam Lukisan kaca Jawa Timur, yang nyaris punah, ditelan zaman.
2 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
I.Pembuka: Seni Hias Dumarkurung dan Ragam Lukisan Kaca Jawa Timur
Seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca Jawa Timur merupakan suatu kajian seni rupa tradisional dari wujud budaya berupa karya-karya seni rupa dari budaya masa lampau. Dikarenakan rendahnya permintaan produk-produk tradisional tersebut pada masa kini, maka dengan sendirinya
membawa dampak
berkurang bahkan terhentinya praktik kegiatan memproduksi barang-barang tradisi ini. Hal inilah yang menyebabkan
kekhawatiran bahwa karya yang berbasis keterampilan turun temurun ini, dalam proses transfer keahlian pada generasi berikutnya terputus, berarti hilangnya kemungkinan pengembangan dibidang perupaan dan teknologi tradisional, meliputi fungsi, keunikan,
originalitas bentuk dan isi yang pernah kita miliki.
Dengan adanya
3 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
II. Makna dan Ungkapan Seni Rupa Tradisi
Sehubungan dengan peml ahasan tentang makna dan ungkapan karya seni rupa tradisi, dalam proses penciptaannya, meliputi pula proses kreatif senimannya sebagai latar belakang dari keberadaan karya seni itu sendiri. Karena karya seni itu sendiri merupakan pernyataan seutuhnya dari
seniman yang
menciptakannya. Untuk lebih jelasnya dari pembahasan ini yang berhubungan dengan persoalan seniman dalam proses seni, perlu diketengahkan pula pembahasan konteks seni secara umum. Adapun penggambarannya adalah sebagai berikut:
...antara seniman dan publik seni, terdapat
benda seni yang
bermakna nilai seni dan
ungkapan seni
berdasarkan pengalaman. Pengalaman yang didapat
seniman, berupa
pengalaman estetik-artistik, pengalaman
diluar pengalaman
manusia sendiri dan pengalaman dari hasil komunikasi sehari-hari.
Hal inilah yang
merupakan latar belakang yang penting dari keberadaan suatu karya
itu sendiri
(Ismurdyahwati, 2002: 30-31).
4 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
masyarakatnya. Oleh karena itu untuk mengungkap makna seni
rupanya, bisa
menggunakan berbagai cara, diantaranya melalui konsep-konsep dan titipan pesan yang berupa simbol-simbol. Hal ini biasanya diekspresikan dalam beragam bentuk, antara lain berupa gambar-gambar dekoratif dan ragam hias yang dijadikan simbol-simbol, yang biasa dipakai sebagai sarana dan pelengkap kepentingan kegiatan-kegiatan yang bersifat ritual. Sedangkan titipan pesan ini yang berupa simbol itu sendiri merupakan satuan terkecil dan terpenting dari segala tindakan yang bersifat ritual tersebut. Oleh Victor Turner dijelaskan sebagai berikut:
The symbol is the smallest unit of ritual which still retains the specific properties of ritual behavior, it is the ultimate unit of specific structure in ritual contexs...The symbol I observed in the field were, empirically, objects, activities, relationships, events gestures, and spatial units in a ritual
situation.
(Victor Turner. 1967: 19).
Kemudian Primadi
Tabrani menjabarkan tentang ciri dan konsep karya seni rupa tradisi Indonesia, sebagai berikut:
Dalam perupaan seni tradisi di Indonesia talc ada yang senaturalis atau seabstrak barat, yang disukai dekoratif dan ragam hias, juga talc ada yang sesimetri atau asimetri barat, yang disukai keseimbangan dinamis. Juga talc disukai berfikir dan berkomunikasi sekongkrit atau seabstrak barat, lebih disukai yang magis-simbolis (Primadi Tabrani. 1999:3).
Dari ciri dan konsep yang telah dikemukakan tersebut, oleli Primadi Tabrani kemudian ditambahkan lagi dalam tulisannya bahwa, dalam bentuk gambar, unsur rupa, cara berpikir dan berkomunikasi, pada masyarakat tradisi Indonesia sebenarnya merupakan penjabaran dari falsafah dualisme dwi tunggal dan tritunggal.
5 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
kawasan ini (300 suku dengan 350 bahasa, lengkapnya sekitar 580 bila termasuk dialek). Sejarah dan lingkungan tersebut di atas memunculkan tradisi nusantara yang bersifat dualisme dwitunggal (sebagian pakar menyebutnya mono dualisme) dan tri. Ada dunia atas, ada pula dunia bawah, keduanya bukan lawan, tapi rekan. Untuk menjamin kerja sama dibentuklah dunia tengah. Kemajuan bukan basil konflik antara dualisme tersebut, tapi basil integrasi antara keduanya. Jadi dualime dwitunggal dan tri sudah ada sejak semula, kemudian diperkaya dengan masuknya Hindu, Budha, Cina dan sebagainya. (Primadi Tabrani. 1999: 2-3).
Konsep ini telah diterapkan dalam karya-karya seni rupa tradisi, yang ternyata merupakan pemersatu kawasan Nusantara bercorak bhineka tunggal ika dan termasuk di dalamnya, karya-karya seni rupa tradisi dan Jawa Timur.
III. Paradigma
Konstruktivisme
Perlu dikemukakan di sini bahwa pembahasan hanya dibatasi pada paradigma pencarian ilmu pengetahuan (discipline inquiry paradigm). Menurut Guba dan Lincoln (dalam Denzin dan Lincoln, 1994: 106-107), yaitu suatu keyakinan dasar yang digunakan berbagai kalangan untuk mencari
kebenaran realitas menjadi suatu ilmu atau disiplin ilmu tertentu. Namun secara umum, oleh Agus Salim (2001: 33) dijelaskan bahwa, paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupannya sehari-hari.
6 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
epistemologi, dimensi metodologi.
Sistem berpikir/perspektif konstruktivis dalam penelitian berorientasi pada metodologi kualitatif. Seperti pada umumnya penelitian-penelitian kualitatif selalu memiliki perspektif, strategi dan cara kerja yang beragam, oleh karena itu secara inhrn menggunakan multi-metode (triangulation)
dalam satu fokus, yaitu yang dikendalikan oleh masalah yang diteliti (Denzin dan Lincoln. 1994: 2). Komposisi yang baik dari multi-metode, bahan-bahan empiris, sudut pandang dan pengamatan yang teratur berfungsi dalam menambah keluasan dan kedalaman dari penelitian seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca dari Jawa Timur.
Penggunaan paradigma konstruktivis dalam penelitian ini dilandasi pemikiran bahwa, seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca dari Jawa Timur, 1). mengacu pada sejumlah realitas yang harus dideskripsikan dan dikonstruksikan dalam rangkaian penggambaran,
7 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
interpretative.
Perspektif konstruktivis dari penelitian seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca Jawa Timur, dapat
dikenali berdasarkan konsepnya terhadap 1). realitas sasaran penelitian, 2). hubungan antara subyek penelitian dan obyek penelitian, 3). esensi pemahaman.
a). Realitas Sasaran
Penelitian
Dalam perspektif konstruktivis realitas disikapi sebagai 1). fakta yang diproduksi oleh peneliti, 2). bersifat terbuka dan dinamis, 3). bersifat ganda, dan 4). mengemban makna yang mengatasi wujud kongkritnya sendiri. Dalam penelitian seni hias Damarkurung dan Lukisan Kaca Jawa Timur, misalnya pada tahap penelitian awal dihadapkan pada fenomena pre teks. Misalnya, Damarkurung sebagai benda lampion, beragam seni bias dari
Damarkurung, senimannya, lingkungan yang berhubungan dengan keberadaan Damarkurung. Kemudian lukisan kaca, ragam lukisan kaca, senimannya, lingkungan yang berhubungan dengan keberadaan lukisan kaca, dan sebagainya, sebagai realitas. Seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca Jawa Timur, mesti diproduksikan dari sejumlah fenomena tersebut melalui prosedur dan cara kerja te,.tentu.
Penentuan berbagai fenomena pre teks dan teks dari visualisasi karya-karya tersebut, yang nantinya terkonstruksikan bersifat terbuka dan dinamis. Fenomena yang diakumulasikan bisa ditambah/dikurangi.
Fokus utama penelitiannya pun bukan memburu esensi, melainkan pada prosedur
8 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
Jawa Timur, tersusun dalam narasi yang disertai komentar dan nilai ideologis.
Realitas penelitian seperti di atas disikapi sebagai lcenyataan' yang mengatasi wujud kongretnya sendiri. Konstruksinya ditentukan oleh intensi, pengalaman, pengetahuan dan penggambaran subyek peneliti karena realitas hasil interpretasi merupakan hasil penelitian tersebut. Realitas berupa seni hias Damarkurung di Gresik misalnya, dalam konteks visualnya tidak hanya dilihat dari kenyataannya sebagai `seni hias' saja, selain dilihat dari segi bentuk/desain, tapi juga dilihat bagaimana menggambarnya.
Termasuk symbol, makna, fungsi tokoh, binatang, pohon, air, bebatuan dan sebagainya. Cara penempatan tokoh yang penting dan yang tidak penting, baik-jahat, tua-muda, laki-perempuan, menang-kalah, datang duluan-datang
belakangan, diceritakan duluan dan belakangan, flash-back, tamu-tuan rumah, dan semacamnya. Demikian juga dengan realitas lukisan kaca dan ragamnya. Dalam konteks visualnya tidak hanya dilihat sebagai `lukisan' saja tetapi dilihat juga secara keseluruhan, sama halnya `melihat' seni hias Damarkurung.
b). Peneliti dan obyek penelitian
Dalam perspektif konstruktivis, sebagaimana dalam penelitian kualitatif pada umumnya antara obyek penelitian dan subyek penelitian tidak berjarak. Dinyatakan demikian karena
9 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
diamati bersifat satu kesatuan, subyektif dan merupakan hasil perpaduan interaksi antara keduanya. Dengan demikian secara metodologis, menerapkan metode hermeneutic dan interaksi dialog dalam mencapai kebenaran (Agus Salim, 2001: 41-42). Proses kerjanya adalah, metode pertama dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau konstruksi pendapat dari orang perorang, sedangkan metode kedua mencoba untuk membandingkan dan menyilangkan pendapat dari orang perorang yang diperoleh dari metode pertama. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kesepakatan bersama dalam mencapai kebenaran. Dengan demikian hasil akhirnya merupakan perpaduan pendapat yang bersifat relatif, subyektif dan spesitik mengenai hal-hal tertentu.
c). Esensi pemahaman
Tujuan menggunaan model Konstruktivis dalam
penelitian adalah, untuk menyusun/memproduksi pemahaman/deskripsi serta
menafsirkan dan mengkonstruksikan
pemahaman sesuai dengan fokus atau nilai tujuan yang ingin dicapai. Pemahaman dari penelitian seni hias Damarkurung dan ragam Lukisan kaca Jawa Timur, dapat misalnya, dikonstruksikan menjadi bagian dari, sejarah Gresik
(asal muasal
10 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
dunia pengalaman. Dalam penjelasan van Manen, deskripsi... validated by lived exsperience and it validates lived experience (van Manen, 1990:11).
IV. Strategi Penelitian dalam Perspektif Konstruktivis
Straregi penelitian dalam perspektif konstruktivis dapat dikembangkan berdasarkan triangulation, misalnya dengan memodifikasi konsepsi metodologis dalam strategi penelitian lapangan, interaksi simbolik dan naturalistik, kemudian mengkonstruksikannya sesuai dengan tujuan penelitian (Lincoln dan Guba, 1994).
Sehubungan dengan pembahasan tersebut, dalam mengkonstruksi pemaknaan penelitian Damarkurung dan Lukisan Kaca tersebut berdasarkan
konseptualisasi
masyarakat, sangat perlu ditekankan dalam membangun sendiri kerangka pemikirannya. Sejalan dengan penelitian
tersebut, penelitian ini telah menggunakan 4 tahapan yakni: grounded research yang merupakan penelitian yang dipersiapkan untuk penelitian berikutnya, sehingga memungkinkan untuk ditindak lanjutin dalam penelitian-penelitian berikutnya. Kemudian menggunakan etnoinetodologi, sebagai cara untuk mendapatkan data dengan cara bertukar pengalaman dan pemikiran antara pewawancara dan yang diwawancarai. Kemudian alur pemikiran naturalistik dan interaksi simbolik untuk menyusun kerangka berpikirnya. Model naturalistik artinya, menggunakan manusia sebagai instrumen utama, dengan pertimbangan suatu phenomena hanya dapat ditangkap
maknanya dalam
keseluruhan bila merupakan suatu bentukan dari hasil peran timbal batik dan memanfaatkan
11 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
diekspresikai:. Sedangkan
interaksi simbolik,
diperlukan untuk
memahami bahwa
perilaku dan interaksi manusia itu dapat diperbedakan karena ditampilkan lewat simbol dan maknanya. Mencari makna dibalik yang sensual menjadi penting dalam interaksi simbolik (Ismurdyahwati, 2002: 239). Oleh
karena itulah dalam kondisi demikian peneliti dapat mengembangkan metodenya sendiri dengan mempelajari sejumlah konsep metodologis yang ada karena qualitative research is inheretly multi-method in focus (Denzin dan Lincoln, 1994). Adapun prosedur kajiannya sebagaimana dalam penelitian kualitatif pada umumnya meliputi daur hubungan (i) penggambaran fokus, (ii) pengumpulan data, (iii) analisis data dan pemaknaan, serta (iv) produksi pemaharnan (Aminuddin. 1999: 38)
a). Penggambaran fokus.
Penggambaran fokus dilakukan berdasarkan perolehan pengalaman dari hasil observasi, interaksi dengan masyarakat pendukung, dan kegiatan mempelajari dokumen yang relevan. Dalam penelitian seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca dan Jawa Timur misalnya, peneliti melakukan interaksi awal dengan seseorang yang mengetahui kemungkinan peta sasaran, tempat, dan aktivitas masyarakat pendukung berkenaan dengan seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca. Berdasarkan informasi tersebut peneliti melakukan peninjauan ke daerah asal Damarkurung diciptakan, berikut ragam lukisan kacanya. Berinteraksi dengan para senimannya, juga berinteaksi dengan tokoh kesenian masyarakat yang dianggap mengetahui ikhwal Damarkurung dan
tokoh kesenian
masyarakat dan berbagai daerah yang berkenaan dengan lukisan kaca di
Jawa Timur. Kemudian
12 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
tempat Damarkurung
biasa dipajang untuk
dijual pada saat menjelang
bulan puasa sambil
melakukan interaksi
dialogis dengan
masyarakat dan
pengunjung lainnya
disekitar makam. Selain
itu peneliti mencoba
menelusuri jejak
keberadaan Damarkurung dari jaman Hindu-Budha
yang masih ada dan
tersisa sebagai
kelengkapan
upacara-upacara Ngaben (upacara-upacara kremasi jenazah) di daerah
Bali. Kemudian
dilanjutkan dengan
menemukan informasi
awal tentang peninggalan-peninggalan ragam lukisan kaca dari masyarakat atau orang-orang yang masih
menyimpan karya-karya
tersebut, hingga pada
karya-karya tertua yang
masih sanggup
diketemukan, berikut
ragam gaya
masing-masing daerahnya.
Dari hasil kerja di atas, secara berurutan peneliti
menentukan fokus
penelitian, yakni (i) ciri-ciri
bentuk seni hias
Damarkurung, (ii)
perubahanperubahan yang terjadi, (iii) fungsi seni hias dan lukisan kaca, (iv)
guna seni hias dan
lukisan kaca sebagai
benda ritual, (v)
perbandingan
Damarkurung dan lukisan
kaca. Sejalar: dengan
penggambaran fokus
terse'iut, juga dilakukan
penggambaran
pokok-pokok persoalan,
jangkauan isi, tujuan, dan
target hasil yang
ditentukan.
Pengumpulan data
Dalam perspektif konstruktivis, penelitian disikapi sebagai proses "pengadaan pemahaman". Dalam penelitian seni hias Damarkurung dan ragam
lukisan kaca di Jawa
Timur demikian data
terkumpulkan dalam
bentuk catatan lapangan, catatan hasil wawancara
terstruktur, transkripsi
rekaman tapes recorder
dan hasil rekaman gambar video, tulisan hasil
wawancara mendalam,
gambar/rekaman foto
13 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
Dengan sendirinya
"pengadaan pemahaman"
tersebut berlangsung
terus menerus melalui
pemahaman ulang
rekonstrusi. Pengumpulan data tersebut ibarat bola salju yang terus membesar dan menggelinding sampai pada satu titik yang sudah dianggap memadai.
Data catatan lapangan
berisi catatan observasi
obyek yang relevan
dengan seni hias
Damarkurung dan ragam lukisan kaca dari Jawa Timur. Hasil `komunikasi
timbal-balik' dengan
masyarakat pendukung,
dan hal-hal lain yang
dianggap relevan. Hasil
wawancara terstruktur
berisi informasi
berdasarkan rincian fokus
yang sejalan dengan
informasi yang diperoleh
melalui lapangan.
Sementara rekaman tapes
recorder berisi uraian
tentang cerita
Damarkurung dan ragam lukisan kaca Jawa Timur dari para informan kunci dan penjelasan lanjut detil permasalahan yang perlu dipahami. Perincian fokus
dan detil pemahaman
lanjut ini, senantiasa
memperhatikan demensi
persepsi historiografis,
lingkungan kehidupan,
konteks sosial budaya dan kategori lain sebagaimana dipilih peneliti. Kegiatan
pengumpulan data tersebut
dihentikan ketika peneliti sudah layak membuat keputusan konstruksi teks visual yang memiliki makna dan ekspresi pemahaman yang sejalan dengan fokus dan target hasil yang ditetapkan.
c). Analisis data
Model analisis data yang digunakan berdasarkan perpektif konstruktivis diarahkan oleh itensi, kategori yang ditentukan, dan target hasil yang ingin diperoleh. Dalam kegiatan
analisis data,
sistematikanya sebagai berikut:
Kongkretisasi:
perwujudan 'isi penulisan'
14 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
partisipatif. Sejalan dengan topik penelitian, yakni seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca, meesti tertampil dalam bentuk peristiwa yang secara potensial dapat membangun story
line. Kongkretisasi ini
juga mengacu pada pencitraan kata-kata, ungkapan, dan satuan peristiwa, misalnya kata nglencer, lailatul
qadar, Idul Fitri, dan
peristiwaperistiwa yang berkenaan dengan Idul Fitri. Dari hasil kongkretisasi ini peneliti dapat melakukan
skematisasi dan pemetaan. Hasil kongret dari kegiatan ini adalah draft
strukturasi raw
material (Aminuddin,
1999:40) dengan catatan tambahan/ antisipasi pemaknaan peneliti.
Partisipasi kreatif
merupakan kerjasama 'habis-habisan' antara peneliti dengan
obyek yang diteliti. Proses ini bisa dalam bentuk membaca berulang-ulang hasil teks visualisasi pelibatan din dalam obyek pengam.atan untuk mempertegas dan memperkaya pengalaman, serta hasil wawancara mendalam secara intersubyektif. Hasil kongkretnya adalah catatan hasil pemaknaan,
antisipasi hubungan, penafsiran fungsi, dan interpretasi berkenaan dengan kategori kehidupan, salah satunya adalah kategori kehidupan sosial-keagamaan. Kegiatan ini selain menghasilkan
catatan-catatan
tambahan juga keutuhan data yang semula terasa timpang.
Sistemisasi:
penentuan
15 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
ini berupa spesifikasi dan pengelompokan data, gambaran struktur pertalian peristiwa dan makna, dan interpretasi kategori sesuai tujuan penelitiannya.
Kerangka sistemisasi ini diarahkan pada fokus penelitian yang telah ditetapkan, dan sistemisasi ini mengacu pada penggarapan informasi tentang (i) ciri-ciri bentuk seni hias Damarkurung, (ii) Perubahanperubahan yang terjadi, (iii) fungsi seni hias dan lukisan kaca, (iv) guna seni hias dan lukisan sebagai benda
ritual, (v)
perbandingan
Damarkurung dan lukisan kaca.
Deskripsi: penyusunan ekspresi pemahaman
berdasarkan hasil kongretisasi,
partisipasi kreatif dan sistemisasi. Dalam
pelaksanaan yang dilakukan secara tertulis juga berlangsung
kegiatan `membaca dan menulis ulang' (Aminuddin.
1999:40). Kegiatan `membaca'
mengacu pada tindak pemahaman secara skematis terhadap draft
yang telah
dihasilkan. Sementara
kegiatan `menulis ulang' mengacu pada kegiatan re-thingking,
re-fleeting,
cognizing, dan re-vising. Kegiatan tersebut juga menunjukkan bahwa writing juga merupakan cara memperoleh
pemahaman
maupun analisis atas pemahaman (van Manen, 1990, Richardson, 1994).
Interpretasi:
merupakan kegiatan penyingkapan
16 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
tersebut yang dilakukan dengan mengartikulasikan dan
memproyeksikan pemahaman secara hermeneutis, yakni berusaha melihat abstraksi
pemahaman dari segi historiografis, perspektif dalam kehidupan sosial masyarakat,
maupun kemungkinan penghadirannya dalam kehidupan. Interpretasi tersebut bisa berlangsung secara antisipasif prospelctif dan resptrospelctif
Dalam konsepsi Gadamer,
Hermeneutics sees history as a living dialogue beetween past, present, and future (Gadamer,
1990, dalam
Aminuddin, 1990: 40). Interpretasi juga dapat disikapi sebagai bentuk tindak berfikir melalui living,
re-creating dan
transposisi, guna membentuk
ekspresi
pemahaman yang baru (Dilthey, 1990: 162). Jadi setelah memperoleh
deskripsi seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca, peneliti
menginterpretasika
n gambaran
berbagai tokoh, berbagai gambar yang dihasilkannya, berbagai motif lakuan dan visi ideologis yang relevan dengan kehidupan sosial-keagamaan di masa sekarang.
Formasi: mengacu pada aktivitas yang oleh Heidegger disebut sebagai "in-order-to" which belong that totality (Heidegger,
1990:225). Akumulasi
pemahaman atas hasil interpretasi , disebut sebagai grand-theory
17 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
tataran formal. Dalam konteks penelitian teks visual dan seni hias Damarkurung dan ragam lukisan kaca, pada tataran ini peneliti menyusun catatan-catatan hasil interpretasi dan strukturasi deskripsi dan mengkonstruksikan nya dalam bentuk paparan. naratif. Pada tataran interpretasi dan formasi juga berlangsung
kegiatan
`memikirkan-menemukan' dan
`menemukan-memikirkan' lewat
wahana
kebahasaan. Dalam
hal demikian
bahasalah berperan
memproduksikan
realitas dan
pemahaman.
Dengan kata lain, I language does not 'reflect' social
18 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
DAFTAR PUSTAKA
Aminddin. 1999. Paradigma Konstruktivitas Dalam
Penelitian Tradisi Lisan Sunan Giri, di Gresik Jawa
Timur. Dalam WARTA ATL. Jurnal Pengetahuan dan
Komunikasi Peneliti dan Pemerhati Tradisi Lisan. Edisi V/Juni/ 1999.
Denzin, K. Norman, dan Yvonna S. Lincoln (Ed). 1994.
Handbook Of Qualitatif Research. Thousand Oak: Sage
Publication.
Dilthey, Wilhelm. 1992. The Hermeneutics of the Human
Science. Dalam The Hermeneutics Reader. Kurt
Mueller-Vollmer (Ed). New York: Continuum.
Guba, Egon G. dan Yvonna S. Lincoln (Ed).
1994. Competing Paradigms in Qualitatif Research.
Part II. Mayor Paradigms And Perspektif Dalam
Handbook Of Qualitatif Research. Norman K. Denzin dan Yvonna S. Lincoln (Ed). Thousand Oak: Sage Publication.
Heidegger, Martin. 1990. Pheno, rienology and
Fundamental Ontology. The Disclosure Of Meaning.
Dalam The Hermeneutics Reader. Kurt
Mueller-Vollmer (Ed). New York: Continuum.
Ismurdyahwati, Ika. 2002. Seni Hias Damarkurung Dan
Lukisan Kaca Jawa Timur. Suatu Kajian Seni Rupa
Tradisional. Surabaya: Studio G, Production.
Jakob Soemardjo. 2000. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.
Richardson, Laurel. 1994. Writing Method of Inqury. Dalam
Handbook Of Qualitatif Research. Norman K. Denzin
19 Wacana Seni Rupa Jurnal Seni Rupa & Desain Vol.2 No.5 September 2002
Salim, Agus (Penyunting). 2001. Teori dan Paradigma
Penelitian Sosial (dari Denzin Guba dan
Penerapannya). Tiara Wacana: Yogyakarta.
Tabrani, Primadi. 1999. Menggali Konsep Kria Tradisi
Untuk Keunggulan Seni Rupa Masa Depan. Proceding
Konperensi Tahun Kria dan Rekayasa. Bandung, 26
Nopember 1999, ITB.
Turner, Victor. 1967. The Forest Of Symbols. Aspects Of
Ndembu Ritual. Cornell Paperbacks. Cornell
University Press. Ithaca and London.
van Manen, Max. 1990. Researching Lived Experience. New