• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PAUD 1103283 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PAUD 1103283 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Karakter adalah seluruh kebaikan yang membentuk kualitas mental atau moral,

kekuatan moral, dan reputasi seseorang yang tidak diwariskan namun dibangun

secara berkesinambungan hari demi hari, sehingga memfokuskan tingkah laku orang

tersebut dalam mengaplikasikan nilai kebaikan (Andrianto, 2011; Kurtus, 1997;

Lickona, 2003; Muchlas & Hariyanto, 2011; Sudewo, 2011). Lickona (1991)

mengemukakan bahwa karakter tersusun dari tiga bagian yang saling berhubungan

satu sama lain yaitu, moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan

moral), moral behavior (perilaku moral). Dan menurut Zubaedi (2011) karakter yang

baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good), keinginan

terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good).

Saat ini, mudah terlihat adanya karakter yang belum mampu menghadapi

tantangan dan permasalahan hidup karena pengecut atau tidak berani, tidak percaya diri,

adanya kecemasan, kemalasan, menyerah, tidak mau mencoba, berbohong, memaksakan

kehendak sendiri kepada orang lain, kurang mampu bersosialisasi, perilaku agresif, depresi,

lamban, lesu, dan merasa tak bernyawa. (Arismantoro, 2008; Lickona, 1991; Peterson &

Seligman, 2004). Sehingga, muncul perilaku sebagian masyarakat yang

mengindikasikan karakter lemah, terlihat dari perilaku hidup tanpa norma yang

mengakibatkan munculnya masalah-masalah moral, mulai dari masalah ketamakan

dan ketidakjujuran hingga tindak kekerasan, dan pengabaian diri (Arismantoro, 2008;

Lickona, 1991).

Untuk menghindari munculnya karakter yang lemah, maka diharapkan

terwujudnya karakter yang baik untuk menjadi generasi yang unggul, salah satunya

adalah dengan memiliki karakter courage. Seperti yang disampaikan oleh Peterson &

Seligman (2004), Karakter courage merupakan karakter yang penting dimiliki oleh

individu, karena karakter courage merupakan kekuatan emosional yang melibatkan

(2)

tantangan eksternal maupun tantangan internal. Aspek-aspek yang terdapat dalam

karakter courage adalah keberanian dalam melakukan sesuatu, gigih dalam

menghadapi tantangan, berperilaku baik terhadap orang lain dengan tulus, dan

semangat sehingga selalu aktif dan ceria (Peterson & Seligman, 2004). Ketika

seseorang memiliki karakter courage, diharapkan cerdas dalam kehidupan

sehari-harinya, serta mampu mencapai tujuannya dengan melakukan semua upaya dan

mampu menghadapi segala tantangan, sehingga menjadi pribadi yang unggul dan

tangguh (Arismantoro, 2008; Peterson & Seligman, 2004). Sehingga, orang tua wajib

menanamkan nilai-nilai prososial sejak dini seperti tolong-menolong, berbagi, empati

dan lain-lain untuk mencegah anak menjadi agresif, dan anti sosial (Sodikin, dkk.).

Antonin Scalia (Arismantoro, 2008) seorang hakim tinggi di Amerika Serikat

menyatakan bahwa the only thing in the world not for sale is character. Hawes

(dalam Samani & Hariyanto, 2011, hlm. 6) menambahkan bahwa "...when character

is gone, all gone, and one of the richest jewels of life is lost forever”. Seperti yang

disampaikan oleh Hawes bahwa karakter merupakan hal yang yang sangat penting,

karena ketika karakter hilang, semua hilang, dan salah satu permata paling berharaga

dalam kehidupan telah hilang selamanya. Sejalan dengan pendapat ini, bahwa

Presiden pertama Indonesia yaitu Bung Karno (dalam Haq, 2013, hlm. 3) pernah

berpesan bahwa “tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter

bangsa. Apabila pembangunan karakter ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia

akan menjadi bangsa kuli”. Melihat dari berbagai pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli dan tokoh, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan hal perlu dan

penting baik bagi pribadi maupun bangsa, karena karakter merupakan suatu permata

yang berharga dalam kehidupan (Haq, 2013; Samani & Hariyanto, 2011).

Pada dasarnya setiap orang tua menginginkan anak-anaknya memiliki karakter

yang baik, termasuk pengetahuan, pengelolaan emosi, dan pembiasaan diri

(Andrianto, 2011). Menurut Mulyadi (dalam Arismantoro, 2008, hlm. 2), perlu

disadari bahwa generasi unggul seperti itu tidak dapat tumbuh dengan sendirinya.

Mereka sungguh memerlukan dukungan dan lingkungan yang sengaja diciptakan

(3)

lebih sehat dan berperilaku baik, dan yang paling berperan dalam hal ini adalah orang

tua. Namun kenyataan tidak semudah teori. Suatu penelitian yang disampaikan

Yaumil (dalam Harry, 2002) bahwa dari 100% orang tua, yang mampu dan sadar

untuk bisa mendidik karakter anak tidak lebih dari 20 atau 30%. Selebihnya tidak

memiliki kapasitas untuk mendidik.

Dalam pengembangan karakter anak, orang tua memiliki peran penting, dimana

orang tua secara efektif membuat dampak yang besar pada anak (Santrock, 2012).

Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan ini terletak pada ayah- ibu. Menurut

Philips hendaknya keluarga menjadi sekolah untuk kasih sayang (school of love)

(Zubaedi, 2011, hlm. 144). Berkowitz & Grych, 1998; Solomon, Watson, &

Battistich (Lickona, 1998), menambahkan bahwa hangat, penuh perhatian, dan

responsif adalah hubungan orang tua-anak yang positif terkait dengan perkembangan

moral anak. Begitupun sebaliknya, tidak adanya kasih sayang orang tua memprediksi

pengembangan bermasalah pada anak-anak. Dalam persfektif konvergensi,

perkembangan individu baik dasar, pembawaan, maupun lingkungan memiliki

peranan yang penting (Al-Asyamawi, 2004, hlm. 68).Figur ayah dan figur ibu secara

komplementatif sangat diperlukan anak dalam pengembangan karakternya. Hal ini

karena adanya beberapa peran ayah yang khas yang sulit digantikan oleh perempuan,

sekalipun single parents. Pola pengasuhan ibu yang hati-hati, akan diseimbangkan

oleh ayah sehingga membentuk pengasuhan yang sempurna. Ibu biasanya

memberikan perlindungan dan keteraturan, sedangkan ayah bersikap santai, lugas

sehingga membantu anak untuk bebas bereksplorasi, tegar, kompetitif dan menyukai

tantangan (Arismantoro, 2008).

Orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama, disamping itu orang tua

harus memberi contoh dan perilaku baik agar anak dapat meniru kebaikan dari orang

tuanya (Al-Asyamawi, 2004). Melihat peran penting yang dimiliki orang tua, secara

efektif membuat dampak yang besar pada anak, terutama pada pengembangan

karakter anak, dan dalam prosesnya dibutuhkan kerja sama antara ayah dan ibu

(Al-Asyamawi, 2004; Arismantoro, 2008; Santrock, 2012). Jay Belsky (dalam Santrock,

(4)

perkembangan bayi dapat memiliki dampak langsung ataupun tidak langsung satu

sama lain. Sebagai contoh, perceraian orang tua akan memengaruhi efisiensi

pengasuhan anak, dan secara tidak langsung dapat memengaruhi perilaku anak.

Pengembangan karakter merupakan proses yang dilakukan seumur hidup. Kemudian,

bagaimana profil karakter anak yang tinggal dengan single parents, namun dengan

latar belakang bercerai (Al-Asyamawi, 2004, Wiludjeng, 2011). Suami dan istri yang

bercerai biasanya diawali dengan proses yang panjang mulai dari konflik hingga

proses perceraian selesai. Berpisahnya ibu dan ayah mengakibatkan anak-anak

mereka juga berpisah dengan ibu atau ayahnya. Ada kemungkinan anak-anak hidup

dengan ayahnya saja, atau ibunya saja, dan seketika ayah atau ibu tersebut menjadi

single parents atau orang tua tunggal (Wiludjeng, 2011). Menurut Sager, dkk

(Perlmutter & Hall, 1999), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tua

tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa

kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangannya.

Data statistik Indonesia pada tahun 2010 tercatat 8.680.144 orang yang

pasangannya meninggal dunia dan 2.523.431 orang yang bercerai. Apabila yang

tercatat itu mengurus anak, kemungkinan mereka menjadi orang tua tunggal. Keadaan

ini tidak begitu berbeda dengan tahun 1995 dimana 8.071.500 janda terdapat di

Indonesia dan 2.399.153 duda (Wiludjeng, 2011). Banyak kasus kerusakan moral dan

perilaku anak disebabkan pengaruh buruk dari pengasuhan ayah-ibu yang tidak tepat.

Hal tersebut menjadi tantangan bagi seluruh orang tua, terutama single parents,

dimana tantangan tersebut semakin menguatkan peran penting pengasuhan yang tepat

dilakukan oleh ayah-ibu single parents dalam mengembangkan karakter anak (Amini

dalam Arismantoro, 2008). Dalam keluarga dengan orang tua tunggal, diibaratkan

sebagai burung bersayap satu, karena memiliki keterbatasan dan kekurangan. Hal ini

dimaksudkan bahwa orang tua tunggal membutuhkan penyesuaian dengan peran

barunya, begitupun anaknya terhadap orang tua single parent. Orang tua single

parents juga merasa kehilangan persahabatan, kasih, rasa aman dan mengalami

penghentian kepuasan seks (Goode, 1983). Simon & Associates (dalam Wiludjeng,

(5)

stress, marah, merasa bersalah dan gagal, yang pada akhirnya menurunkan

kesejahteraan emosi dan kualitas perannya sebagai orang tua.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya membahas mengenai kecenderungan

karakter anak akan muncul jika anak tinggal dengan orangtua tunggal. Biasanya anak

tersebut akan cenderung tidak begitu baik dalam sosial dan edukasional dibandingkan

dengan anak dengan orang tua yang utuh, karena orang tua tunggal cenderung lemah

dalam segi finansial. Namun biasanya, anak yang hidup dengan orang tua tunggal

akan lebih mandiri, daripada anak yang tinggal dengan kedua orang tuanya. Selain

itu, mereka memiliki tanggung jawab dalam rumah tangga, lebih banyak konflik

dengan saudara kandung, kurangnya kekompakkan dalam keluarga, kurangnya

mendapat support, kontrol dan disiplin dari ayah, apabila ayah absen dalam rumah

tangga tersebut (Papalia, et al., 2008).

Analisis terhadap 33 studi dari 814 anak dalam perwalian bersama dan 1.846 anak

dalam perwalian tunggal menunjukkan anak yang berada dalam perwalian bersama

baik secara legal maupun fisik, mampu menyesuaikan diri lebih baik serta memiliki

harga diri lebih tinggi, serta hubungan keluarga yang lebih baik dibandingkan dengan

orang tua dengan perwalian tunggal. Faktanya anak yang hidup dengan perwalian

bersama mampu menyesuaikan diri dengan baik, sama dengan anak yang hidup

dalam keluarga dengan orang tua yang utuh (Papalia et al., 2008, hlm. 498).

Penelitian menjelaskan bahwa anak yang hidup dengan orang tua tunggal baik karena

perceraian maupun kematian ada kecenderungan memiliki kemampuan yang kurang

dalam menyesuaikan diri. Selain itu, anak cenderung kurang memiliki harga diri dan

hubungan keluarga yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang hidup dengan

orang tua yang utuh (Papalia et al., 2008).

Dalam sebuah keluarga dengan orang tua tunggal yang bercerai, terdapat riset

terkini yang menyatakan bahwa percekcokan perkawinan menyakiti anak jauh lebih

parah dibandingkan perceraian (Hetherington et al., 1998; Hetherington &

Stanley-Hagan, 1999 dalam Papalia, 2011). Namun, dua tahun setelah perceraian, anak

menderita lebih banyak dari pertengkaran dibandingkan dengan anak dengan orang

(6)

mereda antar orang tua. Satu tim peneliti memeriksa data kelompok longitudinal

11.407 pria dan wanita yang lahir di Inggris pada Maret 1958. 16% dari mereka yang

usianya 33 tahun, melaporkan bahwa orang tua mereka telah bercerai pada suatu

waktu. Dalam penelitian ini, para peneliti juga mampu mengontrol karakteristik awal

dari anak-anak tersebut. Hasil riset menunjukkan bahwa terlepas dari beberapa

perbedaan, baik itu pria atau wanita yang merasakan perceraian orang tua pada usia

berapapun, menunjukkan outcome yang sama pada beberapa aspek. Mereka

menunjukkan ketidakbugaran tubuh, cenderung memiliki pendidikan dan kualifikasi

pekerjaan yang lebih rendah dan kecenderungan yang lebih besar untuk menjadi

pengangguran dibandingkan dengan anak yang hidup dengan orang tua yang utuh

(Papalia, et al. , 2008, hlm. 499).

Selain penelitian-penelitian yang dilakukan di luar negeri, adapula penelitian yang

dilakukan di Indonesia oleh Febryanti dan Tairas tentang Perbedaan Kesiapan

Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal dengan

Orangtua Utuh. Penelitian yang dilakukan pada 36 siswa, yang terdiri atas 18 siswa

berasal dari orangtua tunggal dan 18 siswa yang berasal dari orangtua utuh. Hasil

analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat

signifikan dalam kesiapan sekolah anak Taman Kanak-Kanan (TK) yang berasal dari

orang tua tunggal dan orang tua utuh, dimana anak yang berasal dari orangtua utuh

memiliki kesiapan sekolah lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orangtua

tunggal. Melihat hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa anak yang

berasal dari orangtua tunggal memiliki kekurangan dalam kompetensi sosial,

kesehatan dan kesejahteraan fisik, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan

kognitif serta keterampilan komunikasi dan pengetahuan umum.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Sodikin, dkk., tentang Pengaruh Karakteristik

Anak, Keberadaan Orang Tua, dan Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan

Sosial, Emosional dan Moral pada Usia Sekolah. Dalam penelitian ini didapatkan

kesimpulan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial, emosional

dan moral anak, yaitu: 1) pekerjaan ayah/lokasi sekolah, 2) pekerjaan ibu/lokasi

(7)

pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, dan pola asuh merupakan faktor yang berhubungan

dengan perkembangan sosial, emosional, dan moral anak usia sekolah, sehingga bagi

orang tua yang bekerja harus memperhatikan kualitas dan kuantitas untuk melakukan

kontak dengan anak sehingga tidak terjadi masalah sosial, emosional dan moral di

kemudian hari. Selain itu, hasil penelitian Kalter dan Rembar dari Children’s

Pasychiatric Hospital, University of Michigan, AS, dari 144 anak dan remaja awal

yang orangtuanya bercerai ditemukan bahwa 63% diantaranya mengalami masalah

psikologis seperti kegelisahan, sedih, suasana hati mudah berubah, fobia, dan

mengalami stress (Wiludjeng, 2011, hlm. 54). Meskipun secara fisik anak terlihat

normal, namun ada saja kekurangan yang dirasakan dari dirinya, dan kemungkinan

anak menjadi introvert (Wiludjeng, 2011).

Berdasarkan pemaparan yang menunjukkan bahwa, peran orang tua baik itu ayah

ataupun ibu sangatlah penting dalam pengembangan karakter anak usia dini. Melihat

permasalahan dalam kasus perceraian akan menyebabkan lahirnya single parents,

sehingga hak asuh bisa jatuh ke tangan ibu ataupun ayah. Ketika single parents harus

menjalankan dua peran sekaligus sebagai ayah dan ibu, single parents juga harus

mendidik serta mengembangkan karakter pada anak. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya, menghasilkan bahwa anak yang hidup dengan single parents

mengalami kekurangan dalam kompetensi sosial (beradaptasi), kematangan emosi,

perkembangan bahasa dan kognitif, keterampilan komunikasi, kesehatan dan

kesejahteraan fisik, serta pengetahuan umum. Meskipun besar kecilnya karakter

courage memiliki keterkaitan dengan beberapa aspek yang telah diteliti sebelumnya.

Namun, belum ada penelitian yang secara jelas menggambarkan terkait dengan

karakter courage yang terdiri dari keberanian, kegigihan, integritas dan semangat

anak. Oleh karena itu, penelitian ini akan memfokuskan kajian pada Profil Karakter

Courage Anak Usia Dini pada Single Parents.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil karakter

(8)

Permasalahan yang umum di atas, diuraikan oleh peneliti menjadi pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana profil karakter courage anak usia dini pada ibu single parents?

2. Bagaimana profil karakter courage anak usia dini pada ayah single parents?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk

memperoleh gambaran mengenai profil karakter courage anak usia dini pada

single parents dengan latar belakang bercerai.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui profil karakter courage anak usia dini pada ibu single

parents.

b. Untuk mengetahui profil karakter courage anak usia dini pada ayah single

parents.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis maupun

praktis. Adapun manfaat penulisan skripsi ini secara teoritis, diantaranya:

1. Memerkaya serta mengembangkan ilmu khususnya di bidang pendidikan

Anak Usia Dini terutama tentang profil karakter courage anak usia dini

pada single parents yang bercerai.

2. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan

dan pertimbangan dalam mendidik anak berkaitan dengan profil karakter

courage anak usia dini pada single parents yang bercerai.

3. Mempertajam kemampuan peneliti dalam menganalisis masalah yang

dihadapi oleh orang tua berkaitan dengan profil karakter courage anak usia

(9)

Selain dari manfaat secara teoritis yang telah dijabarkan sebelumnya, skripsi

penelitian ini juga memiliki manfaat secara praktis, diantaranya:

1. Memberi masukan bagi single parents mengenai profil karakter courage anak

usia dini.

2. Memberi masukan yang berarti bagi keluarga, lembaga, maupun instansi

berkaitan upaya yang harus diberikan berikutnya dalam profil karakter

courage anak usia dini pada single parents.

3. Memberikan manfaat pada anak untuk mendapatkan upaya yang tepat dari

single parents dalam mengembangkan karakter courage anak usia dini.

E. Struktur Organisasi Penulisan

Struktur organisasi penelitian dalam penulisan skripsi ini terdiri kedalam lima

BAB, yang terdiri dari: (1) BAB I Pendahuluan; (2) BAB II Kajian Teori; (3) BAB

III Metodologi Penelitian; (4) BAB IV Temuan dan Pembahasan; dan (5) BAB V

Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi.

Adapun pada BAB I yang mebahas tentang latar belakang masalah dari penelitian

ini, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, tujuan dari penelitian, dan

manfaat dilakukannya penelitian ini, serta struktur organisasi penulisan.

Pada BAB II akan peneliti membandingkan, mengontraskan, dan memosisikan

kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji melalui pengaitan dengan masalah

yang sedang diteliti.

BAB III membahas terkait dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam

penelitian ini, yakni mengarahkan pembaca untuk mengetahui pendekatan penelitian

yang diterapkan, instrumen yang digunakan, tahapan pengumpulan data yang

dilakukan, hingga langkah-langkah analisis data yang dijalankan.

Kemudian pada BAB IV akan menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan

penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan

rumusan permasalahan penelitian, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk

menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

(10)

rekomendasi. Simpulan dari hasil penelitian yang dilakukan penulis, implikasi yang

menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan, serta

dan rekomendasi yang penulis rasa penting untuk disampaikan sebagai manfaat hasil

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis curahkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini yang berjudul “ Pengaruh

Gangguan mekanisme respirasi sentral saat tidur dapat dijumpai pada pasien gangguan susunan saraf pusat, misalnya sklerosis multipel dan penyakit Parkinson.. Obstructive apnea

Hasil riset yang berbeda tentang pengaruh struktur good corporate governance, pengungkapan corporate social responsibility dan pertumbuhan perusahaan pada nilai

Dimana penulis akan mengolah video khitanan yang dimulai dari pentransferan video khitanan ke hard disk komputer, selanjutnya video khitanan akan diberi penambahan efek-efek yang

orang lain atau perbuatan (atau tidak berbuat) bertentangan dengan kewajiban menurut undang-undang atau bertentangan dengan apa yang menurut hukum tidak tertulis yang

Berdasarkan hal tersebut, penulis berusaha untuk memberikan informasi bagaimana langkah-langkah dalam pembuatan atau membangun suatu aplikasi animasi yang menarik dengan tampilan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. © Muhammad Irfan Triawan 2014

lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sesudah berakhirnya masa berlaku Jaminan ini.. BAB IV ; SYARAT-SYARAT UMUM KONTRAK IV. DEFINISI 1.1 Dalam Syarat-Syarat Umum