• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NERACA AIR METEOROLOGIS DI PROVINSI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS NERACA AIR METEOROLOGIS DI PROVINSI BALI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NERACA AIR METEOROLOGIS DI PROVINSI BALI

THE ANALYSIS OF METEOROLOGICAL WATER BALANCE IN BALI PROVINCE

,

1

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Perhubungan 1 No. 5, Pondok Betung, Bintaro, Tangerang Selatan, 15224

2

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat, 10720 *

E-mail: heppyfab@gmail.com

ABSTRAK

Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup. Jumlah air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan akan mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, sehingga pada suatu periode dapat terjadi kelebihan air dan pada periode lainnya dapat terjadi kekurangan air. Informasi tentang kelebihan dan kekurangan air tersebut sangat membantu dalam antisipasi kekeringan di suatu wilayah. Kekeringan merupakan salah satu bencana yang ditunjukkan dengan berkurangnya ketersediaan air terhadap kebutuhan. Bali adalah salah satu pulau yang rentan mengalami kekeringan. Sektor pariwisata dan rumah tangga memiliki tingkat kebutuhan air yang cukup tinggi, sehingga jika hal ini tidak terkendali maka kedepannya Bali akan mengalami krisis air bersih. Dalam menjaga kelestarian sumber daya air pada suatu wilayah perlu adanya studi/analisis terhadap kekeringan berbasis pada keseimbangan air. Maka dari itu diperlukan informasi terkait kekeringan dan ketersediaan air di suatu wilayah sebagai acuan atas kebutuhan air dan tingkat ketersediaannya sehingga kebutuhan air sehari-hari terpenuhi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan perhitungan keseimbangan air yang berdasarkan pada prinsip neraca air. Kemudian dilakukan analisis terhadap indeks kekeringan yaitu SPI (standardized

precipitation index). Dilanjutkan dengan menghitung surplus dan defisit guna memantau ketersediaan air

di wilayah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan wilayah Bali secara umum surplus pada bulan November hingga April dan defisit di bulan Mei hingga Oktober.

Kata Kunci: SPI, Keseimbangan Air, Surplus dan Defisit

ABSTRACT

Water is a basic requirement for living things. The amount of water available and the amount of water needed will fluctuate from time to time, so that in a period of excess water and may occur in other periods of water shortage can occur. Information about the advantages and disadvantages of the water is very helpful in anticipation of drought in the region. Drought is one of the disaster represented by the reduced availability of water to the needs. Bali is one of the island which is prone to drought. The tourism sector and households have water level is high enough, so that if it is not controlled, the future of Bali will experience a water crisis. In conserving water resources in an area of need for the study / analysis of drought based on water balance. Thus the necessary information related to the drought and water availability in the region as a reference to the need for water and the level of availability so that the daily water needs are met. The method used in this research is to conduct a water balance calculation is based on the principle of water balance. Then analyzing the drought index, namely SPI (standardized precipitation index). Followed by calculating surpluses and deficits to monitor the availability of water in the region. Results showed the region of Bali in general surplus from November to April and a deficit in the month of May to October.

(2)

PENDAHULUAN

Air adalah sumber daya yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya. Air menjadi kebutuhan primer yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari seperti masak, minum, mencuci, mandi sampai kebutuhan pengolahan industri. Ketersediaan air di suatu wilayah tentunya berbeda beda di setiap daerah tergantung dari potensi dan pemanfaatannya, dapat mencukupi dan pada saat tertentu dapat juga menjadi kritis karena jauh berkurang. Masalah yang sering terjadi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan air. Dampak langsung yang dirasakan adalah terjadinya perubahan keseimbangan air yang berwujud dengan kejadian kekeringan dan banjir yang berpengaruh ke berbagai aspek kehidupan. Situasi inilah yang harus diprediksi dan direncanakan pemanfaatan sebaik mungkin.

Kekeringan adalah periode masa kering yang lebih lama dari kondisi normal dan menyebabkan ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air (Nagarajan, 2009). Hal ini terjadi bila suatu wilayah secara terus menerus mengalami curah hujan dibawah rata-rata. Analisis kekeringan meteorologis mencakup analisis keseimbangan air antara jumlah curah hujan dengan jumlah penguapan yang terjadi di suatu wilayah (Thornthwaite, 1948). Kekeringan dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan dampak yang ditimbulkan. Kajian kekeringan meteorologis tidak memperhatikan adanya kapasitas penyimpanan air pada satuan bentuk lahan maupun pemanfaatan sumberdaya air oleh makhluk hidup.

Bali adalah salah satu pulau yang rentan mengalami kekeringan. Peneliti dari University of the west of England, Dr. Stroma Cole, mengungkapkan penggunaan air pada pariwisata sangat tergantung pada kualitas dan jumlah air yang diperlukan, bahkan disebutkan adanya perbedaan yang signifikan antara kebutuhan air yang diperlukan oleh penduduk lokal dengan para tamu wisatawan. Sektor pariwisata dan rumah tangga memiliki tingkat kebutuhan air yang cukup tinggi, sehingga jika hal ini tidak terkendali maka kedepannya Bali akan benar-benar mengalami krisis air bersih. Tahun 2015 Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnuardhana mengatakan sekitar 458 hektare lahan sawah pada dua kabupaten di Pulau Dewata terancam mengalami kekeringan. Dinas Pertanian dan

Tanaman Pangan Provinsi Bali mencatat tahun 2015 sekurangnya 856,35 hektare lahan pertanaman padi di Pulau Dewata mengalami kekeringan dengan intensitas ringan hingga berat dan bahkan gagal panen. Dengan fakta-fakta tersebut perlu adanya antisipasi dan perencanaan agar bencana yang sering melanda ini dapat mengurangi dan mencegah dampak yang ditumbulkan. Diperlukan informasi terkait kekeringan dan ketersediaan air di suatu wilayah guna ketika terjadi kekeringan kita tahu bahwa pasokan air yang dimiliki cukup untuk tetap menjalankan aktivitas sehari-hari dan tidak salah ambil tindakan ketika hendak memulai musim tanam. Sebagai upaya pelestarian sumberdaya air, maka dilakukan penelitian terhadap status/kondisi air berbasis neraca air dengan studi kasus di Provinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk evaluasi tentang kondisi neraca air Provinsi Bali tiap bulan dan jumlah air selama satu tahun sehingga dapat memberikan referensi sebagai acuan untuk masyarakat, instansi , dan seluruh pihak terkait di Provinsi Bali dalam memanfaatkan dan menjaga kondisi sumberdaya air dan dapat digunakan sebagai peringatan dini bencana kekeringan.

METODOLOGI

Lokasi dan Data

Wilayah penelitian adalah 20 titik pos hujan yang tersebar di Provinsi Bali. Provinsi Bali terletak di antara 08º03'40" - 08º50'48" Lintang Selatan dan antara 114º25'53" - 115º42'40" Bujur Timur. Provinsi Bali terdiri atas 8 kabupaten yaitu kabupaten Gianyar, Tabanan, Badung, Karangasem, Jembrana, Buleleng, Klungkung, Bangli dan 1 kota, yaitu kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan data curah hujan bulanan, evaporasi bulanan dan data Hari Tanpa Hujan bulanan yang merupakan data observasi dari 3 Stasiun BMKG dan 17 pos hujan yang tersebar di Provinsi Bali. Data pos hujan dipilih berdasarkan ketersediaan data serta dipilih yang mewakili setiap kabupaten.

(3)

Gambar 1. Wilayah penelitian

Perhitungan Evaporasi

Pengamatan data evaporasi sangat terbatas di wilayah Bali, maka dari itu perlu dilakukan perhitungan pendekatan. Dalam penelitian ini metode perhitungan pendekatan evaporasi menggunakan pendekatan HTH. Tahapan perhitungan adalah sebagai berikut :

a) Menghitung Hari Tanpa Hujan.

Data jumlah hari tanpa hujan dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah hari yang tidak terjadi hujan atau jumlah hujan < 1mm selama satu bulan melalui data hujan harian.

b) Menghitung pendekatan evaporasi Perhitungan pendekatan ini dilakukan dengan metode perkalian distributif. Dengan persamaan sebagai berikut :

( ) ( ) Dimana :

a = jumlah hari hujan b = jumlah hari tanpa hujan c = jumlah evaporasi hari hujan d = jumlah evaporasi hari tanpa hujan

Jumlah evaporasi Hari Tanpa Hujan / Hari Hujan merupakan akumulasi jumlah evaporasi pada saat hujan atau tidak hujan selama satu bulan. Pendekatan nilai evaporasi menggunakan data pengamatan evaporasi dari Stasiun Meteorologi Ngurah Rai.

Perhitungan Neraca Air Meteorologis

Neraca air menggambarkan jumlah keseluruhan air yang masuk dan yang keluar. Dalam hal ini curah hujan diasumsikan sebagai air yang masuk dan evaporasi sebagai air yang keluar. Jumlah air yang masuk lebih besar dari yang keluar berarti bahwa suatu wilayah memiliki pasokan air yang cukup/lebih dalam memenuhi kebutuhannya sehari (surplus), sedangkan jumlah air yang masuk lebih kecil dari yang keluar bahwa wilayah tersebut kurang air dan perlu distribusi pasokan air dari wilayah lain (defisit).

CH > EVA Surplus CH < EVA Defisit

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Curah Hujan

Curah hujan di Bali secara umum termasuk ke dalam pola curah hujan monsoonal. Pola curah hujan monsoonal ini ditandai dengan satu puncak musim hujan yaitu antara bulan Desember, Januari dan Februari, serta mempunyai perbedaan yang jelas antara musim hujan dan musim kemarau (Bayong Tjasyono, 1999).

Gambar 2. Pola Curah Hujan di Provinsi Bali

Berdasarkan grafik diatas, puncak hujan di Bali secara umum terjadi pada bulan Januari sedangkan puncak kemarau terjadi sekitar Mei hingga Oktober. Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Februari di Wanagiri sebesar 599,8 mm/bulan, sedangkan curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus di Sanglah

(4)

sebesar 11,3 mm/bulan. Wilayah dengan curah hujan tertinggi per tahun adalah Batu Riti sebesar 3232,4 mm/tahun, terendah di Sumber Klampok sebesar 1232,8 mm/tahun.

Neraca Air Meteorologis

Neraca air meteorologis ini adalah selisih antara curah hujan bulanan dengan evaporasi bulanan. Secara umum polanya mengikuti pola curah hujan pada daerah tersebut.

Gambar 3. Grafik Neraca Meteorologis

Bulanan

Berdasarkan grafik diatas, rata-rata neraca air bulanan tertinggi pada bulan Januari yaitu 230 mm/bulan dan terendah bulan Agustus yaitu -125 mm/bulan. Sedangkan neraca air maksimum terjadi bulan Februari di Wanagiri sebesar 447mm/bulan dan neraca air minimum terjadi bulan Agustus sebesar -165.9 mm/bulan.

Surplus dan Defisit

Gambar 4. Peta Sebaran Kondisi Suplus dan

Defisit

Periode surplus dan defisit air suatu daerah penting diketahui untuk mengatur pola tanam maupun jadwal pemberian air irigasi, sehingga dengan pengelolaan berdasarkan acuan hasil perhitungan neraca air diharapkan akan dapat diperoleh hasil pertanian yang lebih baik. Pemanfaatan prakiraan iklim atau cuaca dalam menentukan waktu tanam serta pola tanam dapat dilakukan dengan mengenal pola curah hujan dan neraca air suatu wilayah. Curah hujan dan evaporasi dapat memberikan keterangan penting tentang perkiraan jumlah air yang dapat diperoleh untuk menentukan periode surplus atau defisit air di suatu daerah, yang dapat dianalisis melalui perhitungan neraca air.

(5)

Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap 20 pos hujan yang berada di Bali didapatkan bahwa bulan Januari hingga Maret wilayah Bali memiliki pasokan air yang cukup/lebih. Bagian Selatan Bali pada bulan Februari dalam kondisi defisit. Mei hingga September wilayah Bali dalam keadaan kekurangan air, hal ini perlu diwaspadai dan diantisipasi mengingat kondisi defisit ini erat kaitannya dengan kekeringan. Memasuki bulan Oktober wilayah Bali bagian Tengah dan sebagian kecil bagian Barat sudah dalam kondisi basah. Bulan November hanya wilayah Timur dan beberapa wilayah di Barat yang masih dalam keadaan kering. Wilayah Bali cukup/kelebihan air kembali pada bulan Desember.

Sebagian besar dari 20 pos hujan mengalami defisit air rata-rata dimulai dari bulan Mei hingga Oktober. Puncak defisit terjadi pada bulan Agustus dan surplus pada bulan Januari. Periode surplus dan defisit ini bersamaan dengan masuknya musim hujan dan musim kemarau. Terdapat wilayah dengan kondisi defisit terlama yaitu di Celuk dari bulan Maret hingga November. Sedangkan kondisi defisit tercepat yaitu di Batu Riti dari bulan Juni hingga September dan merupakan daerah dengan nilai defisit terkecil. Daerah Sumber Klampok merupakan daerah dengan nilai defisit yang cukup besar jika dibandingkan dengan curah hujannya dan periodenya cukup lama yaitu 8 bulan.

Gambar 5. Peta Rata-Rata Kondisi Surplus dan

Defisit di Bali

Gambar diatas menjelaskan kondisi suplus dan defisit selama satu tahun, merupakan akumulasi jumlah dari nilai surplus dan defisit satu tahun. Secara umum dalam satu tahun wilayah Bali masih cukup/kelebihan air, tetapi ada beberapa wilayah yang masih kekurangan pasokan air yaitu bagian Barat dan Timur wilayah Bali. Daerah–daerah ini perlu adanya distribusi pasokan air dari daerah di sekitarnya

KESIMPULAN

Pola neraca air meteorologis mirip dengan pola curah hujan. Periode defisit terjadi ketika wilayah Bali memasuki bulan Kemarau. Sebaran periode defisit lebih dahulu terjadi di daerah dekat dengan garis pantai kemudian menyebar ke bagian tengah wilayah Bali. Secara umum dalam satu tahun di bali masih cukup/kelebihan pasokan air, tetapi ada beberapa wilayah yang masih kekurangan air.

DAFTAR PUSTAKA

Hounam, C.E., Burgos, J.J., Kalik, M.S., Palmer, W.C., dan Rodda, J. 1975.

Drought and Agriculture. Technical note no.138. World Meteorological

Organization.

Linsley, RK; Kohler, MA; Paulhus J.L.H., 1949,

Applied Hydrology, New York;

Mc.Graw-Hill Book Company.

McKee, T.B., Doesken, N. J. & Kleist, J. 1993.

The Relationship Of Drought Frequency

And Duration To Time Scales.

Colorado: Department of Atmospheric Science.

Meng, Leong Tak, 1988, Hydrology and Water

Balance of Langkawi Island, Malaysia, 12 p., Workshop on Hydrology and

Water Balance of Small Islands, Nanjing, China.

Nugroho, S.P.,2007.Analisis Neraca Air Pulau

Jawa.Jurnal ALAMI Vol.12 No. 1

.PTLWB BPPT.Jakarta

Raghunath, H.M., 2006. Hydrology. New International. 87

(6)

Sosrodarsono, S dan Takeda, K., 1993,

Hidrologi untuk Pengairan, PT Pradnya

Paramita.Jakarta

Sri Harto Br. 1993. Analisis Hidrologi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Thornthwaite, C.W. and J.R. Mather. 1957.

Instruction and Tables for Computing Potential Evapotranspiration and The Water Balance. Centerton, New Jersey.

Wilks, D.S., 2011. Statistical Methods In The

Atmospheric Sciences Third Edition.

Gambar

Gambar 1. Wilayah penelitian  Perhitungan Evaporasi
Gambar 3. Grafik Neraca Meteorologis  Bulanan
Gambar 5. Peta Rata-Rata Kondisi Surplus dan  Defisit di Bali

Referensi

Dokumen terkait