• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN JEMBATAN CABLE STAYED MALANGSARI – BANYUWANGI DENGAN TWO VERTICAL PLANES SYSTEM Nama Mahasiswa : Hendri

NRP 3107 100 518

Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, MS

Abstrak

Jembatan cable stayed adalah salah satu dari beberapa tipe jembatan bentang panjang. Jembatan jenis ini memiliki karakteristik yang menguntungkan dibandingkan dengan tipe jembatan bentang panjang yang lain baik dari segi teknis, ekonomis, maupun estetika.

Tugas akhir ini membahas Desain Jembatan Cable-Stayed Malangsari-Banyuwangi dengan Two Vertical Planes System yang menghubungkan antara jalan lintas selatan ruas Kendeng Lembu dengan ruas Jember melintasi kali Malangsari, Glenmore, kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur. Jembatan ini memiliki bentang total sepanjang 231 m terbagi dalam dua bentang tepi masing-masing 48 m dan satu bentang tengah sepanjang 135 m, dengan lebar lantai kendaraan 11.2 m (2/2UD), konfigurasi kabel arah melintang dengan two vertical planes system dan memanjang berupa radial system. Material yang menyusun lantai kendaraan berupa pelat komposit dan profil baja WF serta struktur pylon berupa beton bertulang. Sedangkan untuk kabel dan angkernya digunakan VSL 7-wire strand.

Perencanaan ini dibantu dengan menggunakan program komputer MIDAS/Civil v7.0.1 untuk menganalisa perilaku struktur utama secara keseluruhan serta SAP2000 v11 dan HILTI Profis untuk menganalisa struktur sekunder. Program MIDAS dapat menganalisa tahapan metode pelaksanaan sekaligus dalam satu kali eksekusi program. Dimana hasil analisa pada saat servis/analisa statis dibandingkan dengan hasil analisa pada saat pelaksanaan konstruksi/staging analysis.

Hasil dari perencanaan ini adalah didapatkan dimensi struktur lantai kendaraan, kabel dan angker, pylon, serta pondasi, dengan menggunakan acuan peraturan RSNI T-02-2005, RSNI T-03-2005, Pd T-04-2004-B, Pd T-12-2005-B, BMS

’92, dan SNI 03-2847-2002. Selain itu stabilitas jembatan terhadap angin juga

dikontrol menggunakan analisa dinamis yang meliputi analisa stabilitas aerodinamis yaitu vortex-shedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis), flutter dan gempa dinamis.

Latar Belakang

Jembatan Malangsari terletak di jalur jalan lintas selatan Jawa Timur antara Kendeng Lembu dan batas Jember STA 20+900 (dari Glenmore), wilayah kecamatan Kalibaru kabupaten Banyuwangi (Gambar 1.1). Kondisi berbukit-bukit, bantaran sungai memiliki lereng yang cukup curam dengan sungai yang berada di bawah ± 20 m, panjang dari sisi satu ke lainnya ± 100 m. Sisi kiri (dilihat searah aliran sungai) merupakan lereng yang hampir tegak, sedangkan di sisi kanan kemiringan lereng 45°-60°. Lokasi ini berada di wilayah lahan perkebunan milik PTPN XII Kebun Malangsari kabupaten Banyuwangi. Jembatan melintasi sungai Kali Malangsari, ± 20 km dari ruas jalan Jember dan ± 80 km dari ibukota kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan pengamatan secara visual pada lokasi jembatan tidak terjadi erosi yang membahayakan. Dilihat searah aliran sungai, tanah asli berupa :

 Sebelah kiri : lempung, pasir halus, kelanauan  Sebelah kanan : lempung, pasir halus, kelanauan

Berdasarkan kondisi tersebut diatas, maka kedudukan konstruksi Jembatan Malangsari cukup dibangun diatas puncak tebing yang tetap mempertahankan unsur kekuatan dan unsur estetika. Sehingga timbul ide untuk merancang Jembatan

Malangsari berupa konstruksi cable stayed dengan two vertical planes system, dengan spesifikasi sebagai berikut :

 Stuktur Pylon dari konstruksi beton bertulang berjumlah dua, masing-masing berada di daratan puncak lereng ( dari sisi ruas jalan Kendeng Lembu dan sisi ruas jalan Jember), karena :

- Aliran sungai cukup kecil, sehingga tidak terganggu oleh bangunan jembatan

- Jurang cukup dalam ± 20 m - Kemiringan lereng curam ± 45°- 60°

 Bentang jembatan ± 231 m : bentang/span tengah 135 m (jarak antar struktur pylon) dan bentang/span tepi masing-masing 48 m (jarak ke Abutment) dan lebar jembatan 11,2 m.

 Gelagar memanjang (box girder dan ribs), melintang dari baja serta lantai kendaraan dari elemen komposit antara pelat baja gelombang compodeck dengan beton bertulang.

 Lebar jalan diatas jembatan 7 m (2/2UD). Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan utama diatas, maka perlu perincian masalah secara mendetail supaya dapat diketahui skala prioritas dan urutan kerjanya, yang meliputi :

1. Bagaimana preliminary design dari konfigurasi susunan kabel, gelagar (box girder, ribs, melintang dan kantilever), kabel, dan struktur pylon.

(2)

2. Bagaimana mendesain struktur sekunder, diantaranya pelat lantai kendaraan (komposit) dan railing jembatan dengan program ”HILTI Profis Anchor”.

3. Bagaimana mendesain gelagar melintang dan kantilever, mulai dari asumsi pembebanan, analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas penampang serta sambungan.

4. Bagaimana mendesain gelagar ribs, mulai dari asumsi pembebanan, analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas penampang akibat komposit serta sambungan.

5. Bagaimana memodelkan dan menganalisa statis struktur utama gelagar

box, kabel dan pylon menggunakan program bantu MIDAS/Civil.

6. Bagaimana mengontrol kapasitas penampang dan sambungan segmental gelagar box, melakukan iterasi kebutuhan penampang kabel dan

kebutuhan tulangan pada pylon serta mendesain angker kabel.

7. Bagaimana menentukan metode pelaksanaan, kemudian dilakukan Staging

analysis menggunakan program bantu MIDAS/Civil.

8. Bagaimana mengontrol pengaruh pelaksanaan terhadap kapasitas gelagar

box, penampang kabel dan penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat

atau memerlukan re-desain.

9. Bagaimana mendesain abutmen, perletakan dan blok angker.

10. Bagaimana mengontrol kestabilan jembatan terhadap analisa dinamis, seperti stabilitas aerodinamis (frekuensi alami, efek vortex-shedding dan efek flutter).

11. Bagaimana menganalisa gempa dinamis menggunakan program bantu MIDAS/Civil.

12. Bagaimana mengontrol pengaruh analisa gempa dinamis terhadap kapasitas penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat atau memerlukan re-desain.

13. Bagaimana hasil akhir yang berupa gambar kerja.

Maksud dan Tujuan Penyusunan

Maksud dan tujuan penyusunan proyek akhir ini ialah untuk merancang Jembatan Malangsari yang berupa konstruksi cable stayed dengan two vertical planes

system agar syarat kekuatan maupun estetika terpenuhi, dengan rincian sebagai

berikut :

1. Melakukan preliminary design dari konfigurasi susunan kabel, gelagar (box girder, ribs, melintang dan kantilever), kabel, dan struktur pylon. 2. Mendesain struktur sekunder, diantaranya pelat lantai kendaraan

(komposit) dan railing jembatan dengan program ”HILTI Profis Anchor”.

3. Mendesain gelagar melintang dan kantilever, mulai dari asumsi pembebanan, analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas penampang serta sambungan.

4. Mendesain gelagar ribs, mulai dari asumsi pembebanan, analisa struktur, kontrol lendutan, kapasitas penampang akibat komposit serta sambungan. 5. Memodelkan dan menganalisa statis struktur utama gelagar box, kabel dan

pylon menggunakan program bantu MIDAS/Civil.

6. Mengontrol kapasitas penampang dan sambungan segmental gelagar box, melakukan iterasi kebutuhan penampang kabel dan kebutuhan tulangan pada pylon serta mendesain angker kabel.

7. Menentukan metode pelaksanaan, kemudian dilakukan Staging analysis menggunakan program bantu MIDAS/Civil.

8. Mengontrol pengaruh pelaksanaan terhadap kapasitas gelagar box, penampang kabel dan penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat atau memerlukan re-desain.

9. Mendesain abutmen, perletakan dan blok angker.

10. Mengontrol kestabilan jembatan terhadap analisa dinamis, seperti stabilitas aerodinamis (frekuensi alami, efek vortex-shedding dan efek

flutter).

11. Menganalisa gempa dinamis menggunakan program bantu MIDAS/Civil. 12. Mengontrol pengaruh analisa gempa dinamis terhadap kapasitas

penulangan pada pylon. Apakah sudah kuat atau memerlukan re-desain. 13. Merealisasikan hasil akhir yang berupa gambar kerja.

Batasan Masalah

Pada penyusunan Tugas Akhir ini, karena keterbatasan kemampuan dan waktu pengerjaan, jadi untuk menentukan tipe jembatan penulis tidak meninjau sampai analisa dampak lingkungan, menghitung pondasi baik untuk pondasi pylon maupun pondasi abutmen, kestabilan lereng, analisa anggaran biaya dan metode pelaksanaan secara keseluruhan.

(3)

MULAI

PRELIMINARY DESAIN : Konfigurasi susunan kabel, Dimensi gel.melintang+kantilever, Dimensi gel.memanjang (ribs+box), Dimensi kabel+angker dan Dimensi pylon

ANALISA STATIS STR.UTAMA (AS)

STUDI LITERATUR STUDI DATA AWAL

DESAIN STRUKTUR SEKUNDER : Pelat lantai kendaraan dan Railing jembatan

GELAGAR RIBS GEL MELINTANG KANTILEVER

DESAIN KAPASITAS BOX ITERASI KEBUTUHAN KABEL PENULANGAN STR.PYLON SELESAI

AS ≥ SA

STAGING ANALYSIS (SA)

KONTROL KAPASITAS

BOX, KABEL dan

STR.PYLON

DESAIN ANGKER KABEL di GELAGAR

& PYLON

ABUTMEN PERLETAKAN BLOK

ANGKER ANALISA DINAMIS FREKUEN SI ALAMI EFEK VORTEX SHEDDING EFEK FLUTTER GEMPA DINAMIS KONTROL KAPASITAS STR.PYLON Metode yang akan digunakan dalam rangka penyelesaian tugas akhir

mengenai “Desain Jembatan Cable-stayed Malangsari – Banyuwangi dengan Two Vertical Planes System” nantinya adalah seperti diagram alir berikut:

B Not OK STABILITAS DINAMIS JEMBATAN A OK Not OK

(4)

1. Studi literatur dan peraturan yang berkaitan, antara lain:

a. Text book Cable Stayed Bridges karangan Rene Walther tahun 1999. b. Text book Cable Supported Bridges karangan Niels J. Gimsing tahun

1983.

c. Text book Cable Stayed Bridges: Theory and Design karangan Troitsky tahun 1977.

d. Peraturan RSNI T-02-2005: Standar Pembebanan untuk Jembatan. e. Peraturan RSNI T-03-2005: Perencanaan Struktur Baja untuk

Jembatan.

f. Peraturan Pd T-04-2004-B: Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan.

g. Peraturan Pd T-12-2005-B: Sistem Lantai Kendaraan dengan CSP. h. Manual program MIDAS/Civil, SAP 2000 dan HILTI Profis Anchor. i. Dan literatur lain yang mungkin berkaitan.

2. Studi data awal jembatan, antara lain:

a. Nama dan lokasi : Jembatan Malangsari - Banyuwangi, Sungai Kali Malangsari

b. Bentang : 231 meter

c. Lebar : 11.2 meter (2/2UD) d. Tinggi bebas : Minimal 8 meter

e. Material utama : Gelagar baja box, kabel baja 7-wire strand dan struktur pylon beton bertulang

f. Data-data sekunder.

3. PRELIMINARY DESAIN 3.1 Konfigurasi susunan kabel

Konfigurasi kabel arah melintang berupa Two Vertical Planes System, sedangkan arah memanjang jembatan berupa Fan System. Plan design sebagai berikut :  Panjang bentang :

CL

l

l

L

2

1

'

Dimana : L (panjang jembatan),

l

'

(panjang bentang dalam),

l

(panjang bentang Middle),

l

1(panjang bentang samping)

Closure (CL) = 15 m Panjang jembatan (L) = 231 m

'

4

.

0

1

l

l

m

l

l

l

l

l

120

'

8

.

1

15

231

'

15

'

8

.

1

231

15

'

)

'

4

.

0

(

2

231

1

l

≥ 0.4(120) = 48 m

135

15

120

'

l

CL

l

l

 Jarak kabel pada gelagar (a) : gelagar baja (15 m – 25 m) dan gelagar beton (5 m – 10 m). λ =

4

2

/

CL

l

=

4

2

/

15

135

m

= 15 m ..15m≤a≤25m..ok! dimana : λ : jarak angker kabel pada gelagar, n : jumlah kabel

 Tinggi Pylon (h) ≥ L/6 - L/8 (Troitsky 1977 hal 33) » 231/6 ≤ h ≥ 231/8

» 38.5 m ≤ h ≥ 28.875 m

Atau : (h) ≥ 0.465x n x a (Troitsky 1977 hal 181) h ≥ 0.465 x 4 x 15

= 27.9 m  dipakai h = 40 m Kelandaian arah memanjang sebesar 1 %.

Pada konfigurasi demikian maka tinggi bebas tertinggi bawah jembatan adalah 27 m dan terendah adalah 8 m.

(5)
(6)

6

tf

d h tw

Gambar 3.1 Konfigurasi susunan kabel

3.2 Dimensi gelagar melintang dan kantilever  Gelagar melintang berupa profil baja WF : L = 6.8 + jarak titik berat gelagar memanjang box

= 6.8 + 2 (0.5) = 7.80 m Tinggi balok (d) ≥

9

8

.

7

9

L

= 0.87 m Dipilih WF 900.300.18.34 : d = 912 mm bf = 302 mm r = 28 mm tf = 34 mm tw = 18 mm w = 286 kg/m

 Kantilever berupa baja WF :

L = 1.2 + jarak titik berat gelagar memanjang box = 1.2 + 0.5 = 1.7 m Tinggi balok (d) ≥

6

7

.

1

6

L

= 0.28 m Dipilih WF 300.150.5,5.8 d = 298 mm bf = 149 mm r = 13 mm tf = 8 mm tw = 5.5 mm w = 32 kg/m Mutu baja WF : BJ-41  fy = 250 Mpa

fu = 410 Mpa

Baut tipe tumpu (normal) : f1 = 410 MPa ; f2 = 310 MPa ; r2 = 1.9

Mutu Las : FE90 fu = 90 ksi

Jarak antar balok melintang sebesar 7.5 m

3.3 Dimensi gelagar memanjang  Box girder

Menurut Podolny (1976) dalam bukunnya “Contruction & Design of Cable-Stayed Bridges”, bahwa perbandingan tinggi gelagar dengan bentang jembatan bervariasi antara 1/40 s/d 1/100.

Tinggi box girder (h) :

L

h

L

100

1

40

1

»

x

m

h

x

135

m

100

1

135

40

1

» 3.375 m ≥ h ≥ 1.35 m  dipakai h = 1.50 m b = 1.00 m Mutu baja box girder : BJ-50  fy = 290 Mpa

(7)

 Ribs (rusuk-rusuk) Tinggi ribs (d) ≥

12

5

.

7

12

L

= 0.625 m Dipilih WF 700.300.13.24 d = 700 mm bf = 300 mm r = 28 mm tf = 24 mm tw = 13 mm w = 185 kg/m Mutu baja WF : BJ-41  fy = 250 Mpa

fu = 410 Mpa

3.4 Dimensi awal kabel dan angker

Ada dua jenis kabel pararel VSL 7-wire strand yang biasa digunakan untuk konstruksi jembatan kabel yaitu:

Tabel 3.1 Jenis kabel dan angker

Standard ASTM A 416-74 grade

270 Euronorme 138-79

 (mm) 15.2 15.7

As (mm2) 140 150

fu (fijin= 0.7 fu) (MPa) 1860 (1488) 1770 (1416)

Ukuran angker 7, 12, 19, 31, 37, 61, dan 91 strand

Dimensi awal kabel didekati dengan persamaan berikut (Gimsing, 1983):

a

f

P

W

Asc

u

)

sin

2

/

2

.

8

.

0

(

cos

)

(

Dimana:

Asc = Luas penampang kabel W = Beban mati dan hidup merata P = Beban terpusat

λ = Jarak antar angker kabel pada gelagar  = Sudut kabel terhadap horisontal γ = Berat jenis kabel

= 77.01 kN/m3

fu = Tegangan putus kabel = 1860 Mpa

a = Jarak mendatar dari pylon ke angker kabel pada gelagar

Perhitungan penampang dan jumlah strand kabel untuk preliminary dasain sebagai berikut: - Kabel s1: a1 = 15 m ; θ1 = 67º ; Wλ+P = 2293.67 kN 0

Asc

=

15

77.01

2

/

)

67

2

sin(

)

1488000

(

67

cos

)

67

.

2293

(

x

x

= 1678 mm2 Kabel tipe 1 (Ø = 15.2 mm; As = 140 mm2) Jumlah kabel (n) =

11

.

99

140

1678

0

As

Asc

≈ 12 strand Asc = n.As = 12 x 140 = 1680 mm2

Tabel 3.2 Perhitungan penampang dan jumlah strand kabel

 ai W+P Asc0 n Asc No. (o) (m) (kN) (mm2) kabel (mm2) s4 38 48 4253.67 4667 37 5180 s3 39 45 2293.67 2461 19 2660 s2 49 30 2293.67 2049 19 2660 s1 67 15 2293.67 1678 12 1680 m1 67 15 2293.67 1678 12 1680 m2 49 30 2293.67 2049 19 2660 m3 39 45 2293.67 2461 19 2660 m4 32 60 2293.67 2929 31 4340

Dalam pelaksanaan, kabel akan mengalami lendutan akibat berat sendiri. Tetapi dalam analisa dapat digunakan kabel yang lurus dengan koreksi pada nilai modulus elastisitasnya, sebagai berikut (Munaf dan Ryanto, 2004):

E

l

E

E

eq 3 2

.

12

)

.

(

1

Dimana :

Eeq = Modulus elastisitas ekivalen

E = Modulus elastisitas kabel = 200000 MPa

(8)

= 77.01 kN/m3 = 77.01 x 10-6 N/mm3  = Tegangan tarik dalam kabel

= 0.8 fu = 1488 MPa

l = Jarak titik gantung kabel =

a

2

b

2

c

2

Perhitungan modulus elastisitas ekivalen masing-masing kabel diberikan contoh kabel s1, kemudian untuk kabel yang lain ditabelkan sebagai berikut:

- Kabel s1: a1 = 15 m ; b = 2 m, c1 = 31m 2 2 2

31

2

15

l

= 34.50 m

200000

1488

12

)

34500

10

01

.

77

(

1

200000

3 2 6

x

x

x

x

E

eq

= 200000 Mpa

Tabel 4.3 Perhitungan modulus elastisitas ekivalen

ai ci l Eeq No. (m) (m) (m)

E

l

3 2

.

12

)

.

(

1

(MPa) s4 48 37 60.64 1.0000 200000 s3 45 35 57.04 1.0000 200000 s2 30 33 44.64 1.0000 200000 s1 15 31 34.50 1.0000 200000 m1 15 31 34.50 1.0000 200000 m2 30 33 44.64 1.0000 200000 m3 45 35 57.04 1.0000 200000 m4 60 37 70.52 1.0000 200000

Dari Tabel 4.3 dapat diamati bahwa koreksi modulus elastisitas yang terjadi sangat kecil (kurang dari 0.5%) sehingga dapat diabaikan. Hal ini berarti lendutan kabel yang terjadi akibat berat sendiri sangatlah kecil sehingga dapat dianggap sebagai kabel lurus.

3.5 Struktur pylon

Preliminary pylon berdasarkan besarnya gaya aksial tekan dan momen lentur (akibat lentur diasumsikan 50% dari pengaruh aksial) dari gaya aksial pada kabel untuk satu sisi kolom vertikal pylon tersebut.

1. Material : Beton bertulang 2. f’c : 50 MPa

3. fy : 400 Mpa

4. Bentuk pylon menggunakan tipe two vertical:

Tabel 4.4 Perhitungan gaya aksial pada pylon

a T No. kabel (º ) ( kN ) Ts1 23 2293.67 Ts2 41 2293.67 Ts3 51 2293.67 Ts4 51 4253.67 Tm1 23 2293.67 Tm2 41 2293.67 Tm3 51 2293.67 Tm4 58 2293.67 T = 20309.36 Gaya aksial total (T) = 20309.36 kN

b = lebar penampang ; h = tinggi penampang = 2 b

2 3

676978

.

67

10

30

36

.

20309

'

x

mm

fc

T

A

perlu

= 6769.79 cm2

(9)

0 ,1 7 0 ,0 5 C o m p o d eck P ro fil rib s 4 0 1 6 0 5 0 d 3 = 2 0 0 S h e ar c o n n ecto r D 1 9 c o m p o d eck P O T O N G A N I-I d 4 = 5 0 m m d 3 = 2 0 0 m m A sp al D 1 9 - 1 0 0 C o m p o d e ck t = 1 m m b 1 = 2 .6 m S = b 1 - b f = 2 .4 m c o v er = 4 0 m m 1 6 0 m m 5 0 m m D 1 9 - 2 0 0 Ø 1 0 - 2 0 0 Atot = (1+50%) 6769.79 = 10154.69 cm 2

Luas penampang (A) = b x 2 b = 2 b2

b =

2

69

.

10154

2

A

= 71.26 cm ≈ 150 cm h = 2 x 150 = 300 cm

4. DESAIN STRUKTUR SEKUNDER 4.1 Pelat lantai kendaraan (komposit)

Pelat lantai kendaraan berupa beton komposit antara beton bertulang dengan pelat compodeck. beton = 25 kN/m3 aspal = 22 kN/m 3 comp = 77 kN/m 3 f’c = 25 MPa fy = 400 Mpa fyc = 550 Mpa Cover = 40 mm

Tabel 4.1 Rekapitulasi pembebanan lantai kendaraan

Jenis Beban Nilai LF Total

Beban mati (DL)

Beban pelat beton 6.25 kN/m’ 1.3 8.125 kN/m’ Beban compodeck 0.096 kN/m’ 1.1 0.106 kN/m’ Beban superimpose (SDL) Beban aspal 2.2 kN/m’ 2.0 4.4 kN/m’ Beban pelaksanaan (PLL) Beban pelaksanaan 2 kN/m’ 1.25 2.5 kN/m’ Beban hidup (LL) Beban truk 112.5 kN 1.8 DLA=30% 263.25 kN

Untuk mendapatkan pengaruh yang paling menentukan, beban dikonfigurasi dalam keadaan ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) seperti berikut:

Tabel 4.2 Konfigurasi pembebanan lantai kendaraan

Model Kombinasi Gambar

1 DL+SDL+PLL+LL

2 DL+SDL+PLL+LL

= DL = Beban sendiri = SDL = Beban aspal = LL = Beban truk + beban pelaksanaan

Dari hasil analisa diperoleh desain lantai kendaraan seperti gambar berikut :

Gambar 4.1 Lantai kendaraan komposit

4.2 Railing jembatan

Railing jembatan dari profil baja bulat, sedangkan koneksi ke landasan diberi base plate yang diangker ke beton trotoar. Analisa profil railing dengan program SAP

2000, untuk angker dengan menggunakan program Profis Anchor.

beton = 25 kN/m3

f’c = 25 MPa

fy = 400 Mpa

Railing direncanakan menerima beban w = 0.75 kN/m’ yang bekerja sepanjang L pada pipa sandaran paling atas (RSNI T-02-2005 ps.12.5). Kemudian beban w didistribusikan ke join-join, sebesar :

Pw = w x b = 0.75 x 0.475 = 0.356 kN

Dari Analisa SAP2000 didapatkan, bahwa profil kuat, yaitu rasio antara beban terfaktor dengan kapasitas nominal kurang atau sama dengan 1.00.

Tabel 4.2 Hasil analisa profil railing

Diameter Ps φPn Rasio kapasitas

Frame

(10)

b f = 3 0 0 d = 7 0 0 tf = 2 4 tw = 1 3 Vertikal tepi 3 -0.413 -0.489 0.845 Horisontal 3 -0.332 -1.253 0.265 Vertikal dalam 1 -0.023 -0.091 0.253 Diagonal 1 -0.281 -1.007 0.279

Setiap tiang railing menerima momen : Mu = w x 0.5L x H = 0.75 x 0.5(4.75) x 1.3 = 2.316 kN-m Geser : Vu = w x 0.5L = 0.75 x 0.5(4.75) = 1.781 kN

Beban aksial di joint reaction per-1 tiang (frame vertikal tepi): Pu = 0.413 kN (tekan)

Direncanakan :

- Beton kerb : fc’ = 25 Mpa

- Dimensi base plate Ø250, t = 14 mm (fy = 400 Mpa)

Hasil analisa angker dengan HILTI profis, didapatkan tipe HIT-RE 500+HAS-M8 (spesifikasi terlampir).

5. GELAGAR RIBS

Data perencanaan sebagai berikut : Gelagar diasumsikan sebagai simple beam. Beton bertulang : fc’ = 25 Mpa ; fy = 400 Mpa Pelat compodeck : fyc = 550 Mpa

Profil baja : BJ-41  fy = 250 Mpa ; fu = 410 Mpa WF 700.300.13.24 : W = 185 kg/m ≈ 1.85 kN/m

Stud/shear connector : fur = 400 Mpa

beton = 25 kN/m 3 aspal = 22 kN/m 3 baja = 77 kN/m3 Cover = 40 mm t.compodeck = 1 mm

Tabel 5.1 Rekapitulasi pembebanan gelagar ribs

Jenis Beban Nilai LF Total

Beban mati (DL)

Beban sendiri 2.035 kN/m’ 1.1 2.239 kN/m’ Beban pelat beton 15 kN/m’ 1.3 19.5 kN/m’ Beban pelat compodeck 0.23 kN/m’ 1.1 0.25 kN/m’

Beban superimpose (SDL) Beban aspal 5.28 kN/m’ 2.0 10.56 kN/m’ Beban pelaksanaan (PLL) Beban pelaksanaan 2 kN/m’ 1.25 2.5 kN/m’ Beban hidup (LL) Beban UDL 13.75 kN/m’ 1.8 24.75 kN/m’ Beban KEL 152.88 kN 1.8 275.18 kN

Untuk mendapatkan pengaruh yang paling kritis, beban dikombinasikan berdasarkan kondisi ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) sebagai berikut:

Tabel 5.2 Kombinasi pembebanan gelagar ribs

Kombinasi Jenis Beban

Komb 1 DL + SDL + LL(UDL+KEL)

Komb 2 DL + SDL + PLL

Dari hasil analisa dengan program SAP2000 dapat dilihat bahwa kombinasi 1 akibat beban UDL-KEL lebih menentukan baik pada pengaruh momen. maupun geser.

Mu (+) = 882.62 kNm Vu = 333.14 kN

 Analisa kapasitas penampang komposit φMn = 2689 kNm > Mu = 882.62 kNm (ok)  Analisa penampang komposit terhadap geser

φVn = 1228.5 kN > Vu = 333.14 kN (ok)  Kontrol lendutan

Yijin = 1/800 x 7.5 = 0.0093 m

Tabel 5.3 Lendutan gelagar ribs Frame Displacement (Ymax) (m)

Girder UDL+KEL

Ymax≤ Yijin

Ribs 0.0088 ok

Dengan demikian gelagar ribs WF 700.300.13.24 memenuhi syarat, hasilnya sebagai berikut :

(11)

S 2 P ro fil rib s 4 0 1 6 0 5 0 d 3 = 2 0 0 S h e a r c o n n e c to r (S 1 ) D 1 9 Ø 1 0 c o m p o d e c k 1 2 0 1 2 0 100 33 D 22 20 50 S 2 (S 1) (S 2) P rofil ribs 40 160 50 d3= 200

S hear con nector (S 1)

D 19 Ø 10 co m p o deck 120 120 33 D 22 20 tf d 2 1 0 0 L = 2 6 0 0 2 1 0 0 6 8 0 0 a a a = 1 3 0 0 bf tw W F 7 0 0 .3 0 0 .1 3 .2 4 S tiffn e r

5.1 Shear connector (stud) Direncanakan stud : D = 22 mm

Asc = ¼ x π x 222 = 379.94 mm2 Fu = 400 Mpa

Jadi jumlah stud sepanjang bentang adalah 2 x 22, sebanyak 44 stud.

Gambar 5.2 Detail pemasangan shear connector

6. GELAGAR MELINTANG

Tabel 6.1 Rekapitulasi pembebanan gelagar melintang

Jenis Beban Nilai LF Total

Beban mati (DL) Beban Wgelagar 3.146 kN/m’ 1.1 3.46 kN/m’ Beban Pribs 15.26 kN 1.1 16.79 kN Beban Pbeton 121.88 kN 1.3 158.44 kN Beban Pcomp 1.87 kN 1.1 2.057 kN Beban superimpose (SDL) Beban Paspal 39.6 kN 2.0 79.2 kN Beban kerb 27 kN/m’ 1.3 35.1 kN/m’ Beban railing 0.826 kN 2.0 1.652 kN Beban PJU 3.18 kN 2.0 6.36 kN Beban pelaksanaan (PLL) Beban pelaksanaan 2 kN/m’ 1.25 2.50 kN/m’ Beban hidup (LL) Beban UDL 42.975 kN/m’ 1.8 77.355 kN/m’ Beban KEL 63.7 kN/m’ 1.8 114.66 kN/m’ Beban pejalan kaki 1500 kN/m’ 1.8 2700 kN/m’ Untuk mendapatkan pengaruh yang paling kritis, beban dikombinasikan berdasarkan kondisi ultimit (RSNI T-02-2005: Tabel 40) sebagai berikut:

Tabel 6.2 Kombinasi pembebanan gelagar melintang

Kombinasi Jenis Beban

Komb 1 DL+SDL+LL(UDL+KEL)

Komb 2 DL+SDL+LL(UDL+KEL +pejalan kaki)

Komb 3 DL+SDL+PLL

Dari kondisi diatas dapat dilihat bahwa kombinasi 1 akibat pengaruh UDL-KEL lebih menentukan pada pengaruh geser maupun momen.

Analisa kapasitas penampang untuk mengetahui kuat lentur, geser dan lendutan. Direncanakan : WF 900.300.18.34 d = 912 mm ; tf = 34 mm ; r = 28 mm bf = 302 mm ; tw = 18 mm ; A = 36400 mm2 Ix = 498000 x 104 mm4 ; Iy = 15700 x104 mm4 Mutu BJ-41 : fy = 250 Mpa Es = 2 x 10 5 Mpa

Dari tabel profil (lampiran): Zx =12221 x 103 mm3

 Analisa kapasitas penampang akibat interaksi geser dan lentur

Jika momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang, maka gelagar harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser (RSNI T-03-2005 ps.7.9.3), yaitu :

375

.

1

625

.

0

Vn

Vu

Mn

Mu

375

.

1

16

.

2216

84

.

792

625

.

0

2749

77

.

1660

(12)

b f = 3 0 2 d = 9 1 2 tf = 3 4 tw = 1 8 r = 2 8

375

.

1

828

.

0

...(ok)  Kontrol lendutan Yijin = 1/800 x 7.3 = 0.0091 m

Hasil analisa lendutan dari SAP 2000 sebagai berikut : Tabel 6.3 Lendutan gelagar melintang Frame Displacement (Ymax) (m)

Girder UDL+KEL T

Ymax≤ Yijin

Tengah 0.0089 0.0084 ok

Dengan demikian gelagar melintang WF 900.300.18.34 memenuhi syarat, hasilnya sebagai berikut :

Gambar 6.1 Hasil desain penampang gelagar melintang

7. ANALISA STATIS STRUKTUR UTAMA

Struktur utama terdiri dari gelagar memanjang box, kabel dan strutur pylon. Masing-masing gaya kabel output dari iterasi yang dilakukan program MIDAS/Civil ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 7.1 Gaya tarik awal (stressing) masing-masing kabel Kabel Stressing (kN) Kabel Stressing (kN)

s4 4397 m4 4693

s3 2218 m3 1820

s2 2387 m2 2075

s1 3160 m1 2958

Tabel 7.2 Rekapitulasi pembebanan

Jenis Beban Nilai LF Total

Beban mati (DL)

Berat sendiri box (W) 20.78 kN/m’ 1.1 22.86 kN/m’ P.gelagar ribs 15.26 kN 1.1 16.79 kN P.gelagar melintang 10.69 kN 1.1 11.76 kN

P.kantilever 0.42 kN 1.1 0.46 kN

P.pelat beton bertulang 262.5 kN 1.3 341.25 kN P.pelat compodeck 4.44 kN 1.1 4.88 kN W 14.1 kN/m’ PDL 375.14 kN Beban superimpose (SDL) P.aspal 57.75 kN 2.0 115.5 kN P.kerb 36.45 kN 2.0 72.9 kN P.railing 0.826 kN 2.0 1.65 kN P.PJU 3.18 kN 2.0 6.36 kN PSDL 196.41 kN Beban hidup (LL) Beban UDL 20.06 kN/m’ 1.8 36.11 kN/m’ Beban KEL 222.95 kN 1.8 401.31 kN Beban angin (WL) Tw1 1.01 kN/m’ 1.2 1.21 kN/m’ Tw2 1.94 kN/m’ 1.2 2.33 kN/m’ Tw 5.31 kN/m’ Untuk mendapatkan pengaruh yang paling menentukan, beban dikonfigurasi seperti berikut (Munaf dan Ryanto, 2004):

Tabel 8.5 Konfigurasi pembebanan

Kasus Beban Gambar

1 DL + SDL + LLtepi

2 DL + SDL + LLtengah

3 DL + SDL + LLpenuh

4 DL + SDL + Anginpenuh

5 DL + SDL + Anginekstrim

= DL = Beban sendiri = SDL = Beban aspal = LL = Beban UDL = Beban angin

(13)

Hasil analisa statis strutur utama dengan bantuan program MIDAS/Civil, sebagai berikut :

(a)

(b)

(c)

Gambar 7.1 Deformasi struktur pada (a)Kasus 1 (b)Kasus 2 (c)Kasus 3

(c)

(d)

Gambar 7.2 Deformasi struktur pada (c)Kasus 4 (d)Kasus 5

8. DESAIN KAPASITAS GELAGAR MEMANJANG BOX

Analisa ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan gelagar box terhadap gaya yang bekerja dari berbagai kasus. Desain gelagar dibagi menjadi dua tipe yaitu pada midspan closure yang menerima gaya aksial tarik tinggi, dan gelagar bagian dalam kabel yang menerima gaya aksial tekan tinggi.

Tabel 8.1 Resume gaya dalam gelagar midspan closure Momen (kN-m) Geser (kN) Aksial (kN)

Kasus 1 -3548 1065 -777 Kasus 2 12395 -1447 8069 Kasus 3 10985 -1447 4802 Kasus 4 3420 *sb. lemah: 227 -1040 5100 Kasus 5 3420 *sb. lemah: -35 -1038 2573

Tabel 8.2 Resume gaya dalam gelagar bagian dalam Momen (kN-m) Geser (kN) Aksial (kN)

Kasus 1 15646 -1875 -28384 Kasus 2 -14894 1874 -27587 Kasus 3 10238 2196 -30502 Kasus 4 6333 *sb. lemah: -2414 1647 -25675 Kasus 5 6333 *sb. lemah: -734 -1646 -25076

 Kontrol akibat aksial

Pn = 50679.6 kN > [Pumax = 30502 kN :Tabel 8.2]…(ok)

 Kontrol akibat kombinasi lentur + aksial Gelagar midspan closure (Lentur + aksial tarik) :

20

.

0

16

.

0

50679.6

8069

.

Pn

t

Pu

maka :

(14)

00

.

1

.

.

.

2

Mny

b

Muy

Mnx

b

Mux

Pn

t

Pu

00

.

1

35380

9

.

0

227

46980

9

.

0

12395

6

.

50679

2

8069





x

x

x

0.38 ≤ 1.00 (ok)

Gelagar bagian dalam (Lentur + aksial tekan) :

20

.

0

5

.

0

)

x10

0x290/1.03

0.85(24000

28384

.

-3

Pn

c

Pu

maka :

00

.

1

.

.

9

8

.

Mny

b

Muy

Mnx

b

Mux

Pn

c

Pu

00

.

1

35380

9

.

0

2414

46980

9

.

0

15646

9

8

5

.

0





x

x

0.90 ≤ 1.00 (ok)

9. ITERASI KEBUTUHAN KABEL Asc* P* Asc P

9.1 Perhitungan penampang kabel berdasarkan gaya kabel P*

Dari gaya kabel P* yang diperoleh, dapat langsung dihitung luas penampang yang diperlukan (Asc). Contoh perhitungan diberikan untuk kabel s4 dan untuk kabel yang lain ditabelkan sebagai berikut:

Kabel s4: P = 6840 kN AAsc = F/fijin

= 6840/1.488 = 4596 mm2

9.2 Perhitungan penampang kabel berdasarkan gaya kabel P*

Dari gaya kabel P* yang diperoleh, dapat langsung dihitung luas penampang yang diperlukan (Asc). Contoh perhitungan diberikan untuk kabel s4 dan untuk kabel yang lain ditabelkan sebagai berikut:

Kabel s4: P = 6840 kN AAsc = F/fijin

= 6840/1.488 = 4596 mm2

9.3 Kroscek penampang kabel berdasarkan gaya kabel P

Contoh perhitungan diberikan untuk kabel s4 dan untuk kabel yang lain ditabelkan sebagai berikut:

Kabel s4:

Ascaktual = 5180 mm 2

Pn = fijinx Ascaktual

= 1.488 x 5180 = 7708 kN

P = 6684 kN

Pn > P  (ok)

Dari hasil beberapa iterasi tersebut, maka diperoleh kebutuhan kabel seperti gambar berikut:

Gambar 9.1 Parameter struktur kabel VSL 7-wire strand

10. PENULANGAN STRUKTUR PYLON

Tulangan pokok dihitung dengan program bantu PCACOL, hasilnya sebagai berikut:

Kolom pylon 1.50 x 3.00 m  292 D32 (ρ = 5.32%)  Balok atas 0.60 x 2.00 m  24 D32 (ρ = 1.64%)  Balok bawah 1.00 x 1.50 m  46 D32 (ρ = 2.51%) 11. STAGING ANALYSIS

Metode pelaksanaan/staging analysis konstruksi jembatan cable stayed ini dibuat kantilever bebas dan dipengaruhi langsung oleh beban form traveller. Gelagar dan LK (gelagar melintang, kantiever, ribs dan pelat compodeck) sebelum dipasang dirangkai terlebih dahulu untuk mengurangi pengerjaan saat pelaksanaan. Tahapannya sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pemasangan gelagar G1(gelagar memanjang box) dan LK1 menggunakan crane kemudian ditempatkan di atas perancah lalu dilakukan pen-jacking-an pada angker s1 dan m1.

(15)

2. Tahap berikutnya dilakukan pemasangan pada Gs2 dan LKs2, lalu dijacking pada angker s2.

3. Pemasangan Gm2 dan LKm2, lalu dijacking pada angker m2. Dilanjutkan dengan pengecoran pelat beton LK1.

4. Pemasangan Gs3, LKs3, Gm3 dan LKm3, lalu jacking dilakukan bergantian dengan melakukan pada angker m3 terlebih dahulu.

5. Kemudian Jacking dilakukan pada angker s3. Diteruskan dengan pengecoran pelat beton LKs2 dan LKm2.

6. Pemasangan Gs4, LKs4, Gm4 dan LKm4 tetap menggunakan form traveler. 7. Jacking pada pylon diawali pada s4 dan diangker di blok angker pada

abutment. Kemudian dilakukan jacking pada s4.

8. Berikutnya dilakukan penyambungan closer yaitu Gclosure dan LKclossure. Lalu

pengecoran pelat beton mulai dari LKs3, LKm3, LKs4 sampai LKm4. Setelah itu salah satu form traveler dibongkar, dan dilanjutkan dengan pengecoran pelat beton closer lalu form traveler dibongkar.

9. Selanjutnya dilakukan pekerjaan infrasturktur pelengkap bangunan.

Metode analisis struktur dibuat dengan metode demolishing procedure melalui

backward solution. Dimulai dari keadaan final jembatan dilanjutkan dengan melepas

bagian per bagian hingga sampai pada keadaan awal pada metode pelaksanaan. Semua tahapan tersebut di-input-kan kedalam program MIDAS/Civil sehingga didapat hasil gaya per tahapan analisa.

11.1Kontrol gelagar memanjang box

Gaya aksial maksimal gelagar bagian dalam saat pelaksanaan lebih besar dibandingkan pada saat servis, sehingga gelagar perlu dikroscek kapasitasnya. Gaya maksimum yang bekerja pada gelagar bagian dalam saat pelaksanaan yang menimbulkan momen maksimum adalah:

Tabel 11.1 Gaya dalam pada tahap 17, gelagar Gm1 Momen (kNm) Gelagar Tahap Sb. kuat Sb. lemah Geser (kN) Aksial (kN) Gm1 17 19474 -1722 -2206 -35071

 Kontrol akibat kombinasi lentur + aksial Gelagar bagian dalam (Lentur + aksial tekan) :

20

.

0

6

.

0

)

x10

0x290/1.03

0.85(24000

35071

.

-3

Pn

c

Pu

maka :

00

.

1

.

.

9

8

.

Mny

b

Muy

Mnx

b

Mux

Pn

c

Pu

00

.

1

35380

9

.

0

1722

46980

9

.

0

19474

9

8

6

.

0





x

x

0.988 ≤ 1.00 (ok)

11.2 Kontrol penampang kabel

Tabel 11.2 Gaya kabel saat pelaksanaan Gaya kabel (kN)

Kabel

Servis Pelaksanaan Selisih

Ket. Gs4 6684 4596 2088 31% Tahap 1 Gs3 2567 1905 663 26% Tahap 1 Gs2 2787 2036 751 27% Tahap 1 Gs1 3956 2918 1038 26% Tahap 19 Gm1 3980 3070 910 23% Tahap 19 Gm2 2738 1990 748 27% Tahap 1 Gm3 2482 1825 657 26% Tahap 1 Gm4 5713 4757 956 17% Tahap 1

Dari tabel diatas dapat diamati bahwa hampir semua kabel mendapat gaya kabel maksimum pada tahap 1 yaitu saat kondisi final sebelum beban hidup diberikan. Hanya pada kabel di dekat pylon (s1 dan m1) tidak demikian. Kabel-kabel ini mendapat gaya kabel maksimum saat tahap 19. Hal ini karena pada saat itu kabel-kabel ini memikul beban gelagar dan form traveller “sendirian”. Gaya kabel-kabel saat pelaksanaan semuanya lebih kecil dari gaya kabel saat servis, maka kebutuhan penampang kabel terpenuhi.

side middle

(16)

11.3Kontrol struktur pylon

Tabel 11.3 Momen sumbu x pylon saat pelaksanaan Momen sb. x (kNm)

Elemen

Servis Pelaksanaan Selisih

Ket BA1 166 79 87 52% Tahap 1 BA2 265 197 68 26% Tahap 9 BA3 178 121 56 32% Tahap 19 BB -2802 -2644 159 6% Tahap 1 KKi 17554 28396 -10842 -62% Tahap 8 KKa 20026 32092 -12066 -60% Tahap 8

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa untuk elemen balok (BA dan BB), momen x saat pelaksanaan masih lebih kecil dibandingkan dengan momen x saat servis. Sedangkan untuk elemen kolom, momen x saat pelaksanaan ternyata lebih besar sekitar 62% (KKi) dan 60% (KKa) dibandingkan dengan saat servis. Kolom-kolom ini harus dikroscek terhadap tulangan yang telah ada dan apabila tidak memenuhi, harus direncanakan ulang.

Gaya maksimum yang bekerja pada pylon bagian kolom saat pelaksanaan yang menimbulkan momen maksimum adalah:

Tabel 11.4 Gaya dalam pada tahap 8, pylon Kka Momen (kNm) Elemen Tahap Sb. x Sb. y Geser (kN) Aksial (kN) KKa 8 32092 2032 -1456 -14804

Momen yang terjadi dikalikan faktor pembesaran momen karena kelangsingan

pylon seperti pada analisa penampang pylon sebagai berikut ini dengan Pu adalah

gaya aksial pada tahap 8.

1. Rangka tanpa pengaku lateral (unbraced frame)

Momen desain Mc =

x

M

ux = 2.39

32092 = 76699.88 kNm 2. Rangka dengan pengaku lateral (braced frame)

Momen desain Mc =

y

M

uy = 2.4

2032 = 4876.8 kNm

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Gambar 11.2 Diagram interaksi pylon saat pelaksanaan

Dari diagram interaksi tersebut nomor 1 mewakili gaya dalam pada tahap 8 menunjukkan bahwa kapasitas penampang pylon memenuhi syarat dengan tulangan terpasang 293D32 (ρ = 5.32%).

Tabel 11.5 Momen sumbu y pylon saat pelaksanaan Momen sb. y (kNm)

Elemen

Servis Pelaksanaan Selisih

Ket BA1 1329 646 683 51% Tahap 1 BA2 2039 1567 472 23% Tahap 9 BA3 1358 1184 174 13% Tahap 19 BB 4039 4580 -540 -13% Tahap 1 KKi -2650 -2248 403 15% Tahap 8 KKa 2467 2032 434 18% Tahap 8

Dari tabel di atas, ternyata balok BB mempunyai momen y saat pelaksanaan yang lebih besar daripada saat servis sehingga perlu dikroscek apakah dengan jumlah tulangan yang ada masih memenuhi.

Gaya maksimum yang bekerja pada balok BB saat pelaksanaan yang menimbulkan momen y maksimum adalah:

Tabel 11.6 Gaya dalam pada tahap 1, balok BB Momen (kNm) Elemen Tahap Sb. x Sb. y Geser (kN) Aksial (kN) BB 1 -2644 4580 1863 8549

(17)

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Gambar 11.3 Diagram interaksi balok BB saat pelaksanaan

Dengan demikian hasil interaksi akibat pengaruh pelaksanaan, kapasitas penampang mencukupi dengan tulangan terpasang 46D32 (ρ = 2.51%).

Tabel 11.7 Gaya geser pylon saat pelaksanaan Geser (kN)

Elemen

Servis Pelaksanaan Selisih

Ket BA1 609 537 72 12% Tahap 1 BA2 679 538 141 21% Tahap 9 BA3 -5109 -4249 860 17% Tahap 19 BB 1916 1863 53 3% Tahap 1 KKi -1793 -1454 339 19% Tahap 8 KKa -1740 -1456 285 16% Tahap 8

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa geser saat pelaksanaan masih lebih kecil dari geser yang terjadi saat servis sehingga tidak perlu direncanakan ulang.

Tabel 10.11 Gaya aksial pylon saat pelaksanaan Aksial (kN)

Elemen

Servis Pelaksanaan Selisih

Ket BA1 -1757 -1664 93 5% Tahap 1 BA2 -1629 -1689 -60 -4% Tahap 9 BA3 -1758 -1693 65 4% Tahap 19 BB 9878 8549 1329 13% Tahap 1 KKi -18282 -14935 3347 18% Tahap 8 KKa -18001 -14804 3196 18% Tahap 8

Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa sebagian besar gaya aksial yang terjadi saat pelaksanaan masih lebih kecil dari gaya aksial saat servis, kecuali untuk balok BA2. Tetapi hal ini tidak perlu dikroscek karena besarnya tidak melebihi gaya aksial balok BA1 dan BA3. Dimana BA1, BA2 dan BA3 mempunyai penampang yang sama.

12. ANALISA DINAMIS

Analisa dinamis ini meliputi analisa stabilitas aerodinamis yaitu

vortex-shedding (yang berkaitan langsung dengan efek psikologis), flutter dan gempa. Tetapi

untuk proyek yang sebenarnya, analisa dinamis ini harus dilakukan dengan terowongan angin menggunakan model.

12.1 Stabilitas Aerodinamis a. Frekuensi alami

Frekuensi alami yang dihitung yaitu frekuensi lentur (fB) dan frekuensi

torsi (fT).

fB = 0.32 Hz

fT = 0.35 Hz b. Efek vortex-shedding

Vortex-shedding adalah osilasi gaya akibat pusaran angin atau turbulensi. Pada

kecepatan angin tertentu yang disebut kecepatan kritis, akan terjadi vortex-shedding. Untuk mendapatkan kecepatan kritis yang akan menyebabkan vortex-shedding, digunakan persamaan angka Strouhal (S).

S =

V

h

f

B

Dimana: S = Angka Strouhal fB = Frekuensi alami lentur

h = Tinggi lantai kendaraan

V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal

Kecepatan angin V dicari dengan menggunakan persamaan angka Strouhal. Angka Strouhal (S) sendiri ditentukan 0.15 yaitu rata-rata dari jangkauan nilai antara 0.10 dan 0.20. Tinggi lantai kendaraan (h) adalah 1.75 m.

V =

S

h

f

B

(18)

=

15

.

0

75

.

1

32

.

0

= 3.73 m/det

Selanjutnya dicek dengan menggunakan persamaan angka Reynold, sebagai berikut: Re =

B

V

Dimana: Re = Angka Reynold

V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal B = Lebar lantai kendaraan

 = Viskositas kinematis udara

Nilai angka Reynold harus berkisar antara 105 sampai 107. Viskositas kinematis udara diberikan 0.15 cm2/det (Walther, 1999). Lebar lantai kendaraan 11.2 m. Re =

B

V

= 4

10

15

.

0

2

.

11

73

.

3

= 2.79 x 106 (105 < Re < 107)

Akibat terpaan angin, akan terjadi uplift atau gaya angkat yang besarnya:

Fo =

C

h

V

2

2

Dimana: Fo = Gaya angkat

 = Berat volume udara

V = Kecepatan angin yang dihitung berdasarkan angka Strouhal C = Koefisien gaya angkat lantai kendaraan

h = Tinggi lantai kendaraan

Berat volume udara diketahui 1.3 kg/m3. Dan koefisien C diambil melalui grafik berikut:

Gambar 12.1 Koefisien C dari tiga penampang

Grafik diatas adalah hasil percobaan dari tiga bentuk penampang lantai kendaraan jembatan-jembatan yang sudah berdiri. Penampang yang ditandai sudah cukup merepresentasikan bentuk penampang lantai kendaraan yang dipakai. Dengan  diambil 0, didapat C sebesar 0.4. Tetapi pada kenyataannya, angin tidak selalu menabrak jembatan dalam arah horisontal sempurna. Terkadang terdapat sudut  yang berkisar antara 3 sampai 9 (rata-rata 6) (Walther, 1999), sehingga didapat C yang paling menentukan yaitu 0.38. Tanda positif menunjukkan bahwa gaya angkat bekerja ke atas. Fo =

C

h

V

2

2

=

(

0

.

38

)

1

.

75

2

73

.

3

3

.

1

2

= 6.01 N/m’

(19)

Gaya ini akan menimbulkan osilasi gelagar yang amplitudonya dapat dihitung sebagai berikut:

=

v

max

m

F

o

Dimana:

= Amplitudo osilasi

 = Penurunan logaritmik (koefisien peredaman) Fo = Gaya angkat

vmax= Deformasi statis maksimum struktur karena berat sendiri dalam arah

yang ditinjau

m = Berat sendiri lantai kendaraan per meter lari

Penurunan logaritmik (koefisien peredaman) ditentukan berkisar 0.05 (Walther, 1999). Fleksibilitas lantai kendaraan didefinisikan sebagai rasio antara beban dan deformasi yang dihasilkan. Berat sendiri lantai kendaraan yaitu terdiri dari berat pelat, gelagar melintang, dan gelagar memanjang adalah 67.97 kN/m’.

=

v

max

m

F

o

= 3

3

.

0

10

3

10

97

.

67

01

.

6

05

.

0

= 16.66 mm

Amplitudo getaran sebesar 16.66 mm dengan frekuensi sebesar 0.32 Hz masuk dalam daerah (A) yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut (Walther, 1999):

Gambar 12.2 Klasifikasi efek psikologis berdasarkan amplitudo getaran Bila perlu, perhitungan dapat dilanjutkan dengan mencari nilai percepatan getaran yang dihasilkan dengan persamaan sebagai berikut:

vˆ

= 42 x f2 x

= 42 x 0.322 x (16.66 x 10-3) = 0.083 m/s2

Percepatan sebesar 0.083 m/s2 dengan frekuensi sebesar 0.32 Hz masuk dalam daerah (A) yang dapat diterima. Hal ini dapat dilihat dari grafik berikut (Walther, 1999):

(20)

Gambar 12.3 Klasifikasi efek psikologis berdasarkan percepatan getaran (Walther, 1999)

Untuk meminimalisasi vortex-shedding ini, beberapa langkah dapat diambil (Walther, 1999).

 Memberikan lantai kendaraan penampang yang lancip di tepinya untuk membelah angin. Dengan begitu, tidak terjadi turbulensi. Akan tetapi system lantai kendaraan jembatan ini dengan twin box girder.

Memasang deflector atau pengarah angin di sudut-sudut penampang sehingga udara mengalir dengan lancar dan tidak terjadi turbulensi.

c. Efek flutter

Fenomena flutter terjadi jika muncul ayunan lentur dan ayunan torsi akibat terpaan angin, dan keduanya memiliki perbedaan fase sebesar/2. Pada kecepatan angin tertentu yang disebut kecepatan kritis, akan menghasilkan efek ini. Gabungan antara ayunan lentur dan ayunan torsi ini semakin lama akan semakin besar walaupun kecepatan kritis tetap dan akan menyebabkan runtuhnya struktur (Walther, 1999).

Gambar 12.5 Efek flutter dengan perbedaan fase/2

Untuk mendapatkan kecepatan kritis teoritis, digunakan metode Klöppel, yang didasarkan pada teori Theodorsen yang meneliti efek flutter pada sayap pesawat. Metode ini menggunakan grafik berikut (Walther, 1999):

(21)

Grafik diatas digunakan untuk nilai = 100. Persamaan adalah:  = 2

b

m

Dimana:

m = Berat sendiri lantai kendaraan per meter lari  = Berat volume udara

b = Setengah lebar lantai kendaraan

Berat sendiri lantai kendaraan yaitu terdiri dari berat pelat (beton+compodeck), gelagar melintang, dan gelagar memanjang (ribs+box) adalah 67.97 kN/m’ atau 6797 kg/m’. Berat volume udara diketahui sebesar 1.3 kg/m3. Lebar lantai kendaraan adalah 11.2 m sehingga setengahnya adalah 5.6 m.  = 2

b

m

= 2

6

.

5

3

.

1

6797

= 53.09

Nilai  = 53.09 mendekati angka 100, sehingga grafik dapat dipakai. Selain, diperlukan juga beberapa parameter lain diantaranya, r/b, dan.

 adalah rasio antara fT dan fB. Telah didapatkan bahwa fT = 0.35 Hz

dan fB = 0.32 Hz, sehingga = 1.09. Nilai r/b sendiri dapat dihitung: 3.57/5.6

= 0.64. adalah penurunan logaritmik (koefisien peredaman) dan ditentukan berkisar 0.05.

Dengan melihat grafik di atas, dapat diketahui nilai kecepatan kritis teoritisnya.

b

f

V

B l theoritica crit

2

. = 6 Sehingga: Vcrit. theoritical = 6 (2 x x fB x b) = 6 (2 x x 0.32 x 5.6) = 68 m/det

Besar kecepatan kritis teoritis ini harus dikoreksi menjadi kecepatan kritis aktual menggunakan grafik berikut (Walther, 1999):

Gambar 12.7 Koefisien koreksi = Vcrit actual/Vcrit theoritical

Penampang lantai kendaraan yang dipakai mendekati penampang yang ditandai, jadi boleh digunakan. Dengan nilai = 1.09, didapatkan nilai koreksi  = 0.9.

Pada kenyataannya, angin tidak selalu menabrak jembatan dalam arah horisontal sempurna. Terkadang terdapat sudut  yang berkisar antara 3 sampai 9 (rata-rata 6). Maka dari itu, diperlukan lagi koreksi. Untuk lantai kendaraan dengan penampang aerodinamis, koreksi ini sebesar 0.5 (Walther, 1999).

( =6) = 0.5 x( = 0)

= 0.5 x 0.9 = 0.45 Sehingga:

Vcrit actual = x Vcrit theoritical

(22)

= 30.6 m/s = 110.16 km/jam

Hal ini berarti, bila angin di lapangan bertiup dengan kecepatan 110.6 km/jam, maka akan mulai terjadi efek flutter. Jadi kecepatan angin di lapangan tidak boleh melebihi kecepatan ini. Sedangkan untuk perencanaan, telah digunakan kecepatan angin 30 m/s = 108 km/jam, sehingga memenuhi.

12.2 Gempa dinamis

Beban gempa dianalisa dinamis dengan response spectrum analysis

menggunakan bantuan program MIDAS/Civil menurut Pd T-04-2004B. Struktur berada pada daerah yang memiliki zona gempa 4.

a. Pengaruh gempa pada kolom pylon

Arah beban gempa masing-masing memberikan pengaruh pembebanan yang cukup besar pada pylon sebagai berikut :

Tabel 12.1 Perbandingan My Momen sb. Y global (kNm) Arah

Gempa Elemen Servis Gempa Selisih

Kki -2650 10336 7685 290% Sb. X Kka 2467 10926 8459 343% Kki -2650 3689 1038 39% Sb. Y Kka 2467 5294 2827 115% Tabel 12.2 Perbandingan Mx Momen sb. X global (kNm) Arah

Gempa Elemen Servis Gempa Selisih

Kki 17554 15556 -1998 -11% Sb. X Kka 20026 -15556 -4471 -22% Kki 17554 -26124 8570 49% Sb. Y Kka 20026 -24328 44355 221%

Tabel 12.3 Gaya dalam pylon akibat gempa Momen (kNm) Geser (kN) Aksial Elemen Arah

Gempa Sb. X Sb. Y Sb. X Sb. Y (kN)

Kka Sb. X -15556 10926 -939 405 -16418

Sb. Y -24328 5294 -14 -309 -7176

Karena momen akibat gempa pada arah memanjang maupun melintang menimbulkan reaksi momen yang lebih besar dari saat kondisi servis maka perlu dilakukan kontrol penampang kapasitasnya.

Pembesaran momen akibat gempa arah sumbu x

1. Rangka tanpa pengaku lateral (unbraced frame)

Momen desain Mc =

x

M

ux = 2.82

15556 = 43868 kNm 2. Rangka dengan pengaku lateral (braced frame)

Momen desain Mc =

y

M

uy = 1.4

5294 = 7412 kNm

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

(a)

(b)

Gambar 12.8 Diagram interaksi pylon akibat gempa (a)gempa arah sb.x (b)gempa arah sb.y

Dengan demikian hasil interaksi, kapasitas penampang mencukupi dengan tulangan terpasang 292D32 (ρ = 5.32%)

(23)

b. Pengaruh gempa terhadap BA

Tabel 12.4 Perbandingan Mx dan My BA Momen x Momen y Geser Aksial No. Kasus (kNm) (kNm) (kN) (kN) 1 Kasus 1 -229 553 215 -1495 2 Kasus 2 -264 2039 -220 -1737 3 Kasus 3 -265 1428 -219 -1758 4 Kasus 4 -226 1124 271 -1459 5 Kasus 5 -226 1128 265 -1459 6 Gempa x -390 5000 -215 -1967 7 Gempa y -2946 4985 1816 -1705

Gambar 12.9 Diagram interaksi akibat gempa y

Hasil analisa yang ditunjukkan oleh diagram interaksi diatas manyatakan, bahwa pada pada kasus Gempa arah y kapasitas tidak cukup, sehingga perlu dilakukan re-desain dengan menambahkan tulangan, ditunjukkan sebagai berikut :

Gambar 12.10 Diagram interaksi hasil re-desain BA akibat gempa y

Dengan demikian hasil re-desain kebutuhan tulangan bertambah, dari 24D32 (ρ = 1.64%) menjadi 44D32 (ρ = 3%).

c. Pengaruh gempa terhadap BB

Tabel 12.5 Perbandingan Mx dan My BB Momen x Momen y Geser Aksial No. Kasus (kNm) (kNm) (kN) (kN) 1 Kasus 1 -2600 -2347 -747 8654 2 Kasus 2 -2625 4039 -747 9502 3 Kasus 3 -2621 1499 -749 9878 4 Kasus 4 -2802 181 766 8169 5 Kasus 5 -2798 196 766 8169 6 Gempa x -3306 3560 -745 -10849 7 Gempa y -13641 162 2879 -10460

Dengan tulangan yang telah ada, diagram interaksi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Gambar 12.11 Diagram interaksi BB akibat gempa y

Hasil analisa yang ditunjukkan oleh diagram interaksi diatas manyatakan, bahwa pada kasus Gempa arah y kapasitas tidak cukup, sehingga perlu dilakukan re-desain dengan menambahkan tulangan, ditunjukkan sebagai berikut :

(24)

Gambar 12.12 Diagram interaksi hasil re-desain BB akibat Gempa y Dengan demikian hasil re-desain kebutuhan tulangan bertambah, dari 46D32 (ρ = 2.51%) menjadi 70D32 (ρ = 3.82%).

Saran

Laporan Akhir ini pasti masih terdapat kekurangan-kekurangan. Sehingga ke depannya supaya didapatkan hasil yang lebih baik, beberapa usaha yang perlu dilakukan antara lain:

1. Banyaknya macam konfigurasi beban hidup kalau perlu ditambah untuk antisipasi keadaan yang memungkinkan terjadi di masa depan.

2. Pada saat penentuan dimensi kabel, perlu juga dipertimbangkan segi ekonomis. Apabila digunakan tipe kabel yang memiliki diameter lebih besar dengan tegangan putus sedikit lebih kecil didapatkan ukuran angker yang lebih kecil, tipe kabel ini bisa digunakan khusus untuk bagian tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari penggunaan ukuran angker yang berlebihan sehingga lebih murah.

3. Dari kelima konfigurasi beban hidup yang ada, gaya maksimum diberikan bergantian oleh kasus 1, kasus 2, dan kasus 3. Tetapi untuk kasus 4 dan kasus 5, dimana angin bertiup, sama sekali tidak menentukan walaupun kecepatan angin yang diberikan cukup besar yaitu 30 m/s atau 108 km/jam. Jadi beban hidup memberi pengaruh yang dominan pada struktur. 4. Ketelitian dalam menghitung berat form traveller perlu diperhatikan, karena beratnya menentukan perilaku struktur saat pelaksanaan konstruksi.

5. Khusus untuk meninjau gaya aksial gelagar midspan closure, berat sendiri yang diberikan tidak untuk seluruh lantai kendaraan, tetapi hanya pada bagian midspan closure itu saja. Hal ini karena seluruh berat sendiri lantai kendaraan telah diterima sebagai gaya aksial tekan saat pelaksanaan. Sehingga bila beban seluruh lantai kendaraan diberikan, beban ini akan disalurkan ke gelagar midspan closure sebagai gaya aksial tarik yang besar, yang sebenarnya tidak terjadi.

6. Untuk proyek yang sebenarnya, analisa dinamis yang ditinjau tidak cukup hanya dengan perhitungan manual saja, tetapi harus menggunakan model penuh menggunakan terowongan angin (wind tunnel test) agar diketahui lebih akurat mengenai perilaku aerodinamis struktur.

DAFTAR PUSTAKA

Bridge Management System. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. BMS 1992. Departemen PU Dirjen Bina Marga.

Gimsing, N.J. 1983. Cable Supported Bridges: Concept and Design. John Wiley & Sons, Inc.

MIDAS/Civil Manual. Final and Construction Stage Analysis for a Cable Stayed Bridge. MIDASoft Inc.

HILTI Profis Anchor Manual. Detailed Design Method Hilti. HILTISoft Inc. Munaf, D.R., dan Ryanto, M. 2004. “Kajian Pemodelan Struktur Jembatan Cable

Stayed”. Proseding Seminar Nasional Jembatan Berpenahan Kabel. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang.

Nawy, E.G. 1998. Beton Bertulang: Suatu Pendekatan Dasar. Refika Aditama, Bandung.

O’Connor, C. 1971. Design of Bridge Superstructure. Wiley-Interscience.

Standard Nasional Indonesia. Standard Pembebanan untuk Jembatan. RSNI T-02-2005. Departemen PU Dirjen Bina Marga.

Standard Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan. RSNI T-03-2005. Departemen PU Dirjen Bina Marga.

Standard Nasional Indonesia. Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan. Pd T-04-2004-B. Departemen PU Dirjen Bina Marga.

Standard Nasional Indonesia. Sistem Lantai Kendaraan dengan Corrugate Steel Plate (CSP). Pd T-12-2005-B. Departemen PU Dirjen Bina Marga.

Standar Nasional Indonesia. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. SNI 03 – 2847 – 2002.

Suangga, M. 2007. “Konsep Desain Jembatan Cable Stayed Suramadu”. Modul Kuliah Tamu Jembatan Suramadu. Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS, Surabaya.

Troitsky, M.S. 1977. Cable Stayed Bridges: Theory and Design. Crosby Lockwood Staples, London.

Gambar

Gambar 3.1 Konfigurasi susunan kabel 3.2 Dimensi gelagar melintang dan kantilever
Tabel 4.4 Perhitungan gaya aksial pada pylon
Tabel 4.1 Rekapitulasi pembebanan lantai kendaraan
Tabel 5.3 Lendutan gelagar ribs Frame Displacement (Y max ) (m)
+7

Referensi

Dokumen terkait