• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PROSES LEDAKAN AKIBAT GAS METANA BATUBARA PADA TEROWONGAN TAMBANG SKALA LABORATORIUM DENGAN SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS ANSYS FLUENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PROSES LEDAKAN AKIBAT GAS METANA BATUBARA PADA TEROWONGAN TAMBANG SKALA LABORATORIUM DENGAN SIMULASI COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS ANSYS FLUENT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PROSES LEDAKAN AKIBAT GAS METANA BATUBARA PADA TEROWONGAN TAMBANG SKALA LABORATORIUM DENGAN SIMULASI COMPUTATIONAL

FLUID DYNAMICS ANSYS FLUENT Putu Yukie Peramesti A

Prodi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung E-mail: yukieperamesti@yahoo.com

ABSTRAK

Ledakan gas metana dan debu batubara merupakan bencana terbesar di dunia pertambangan dan banyak menyebabkan korban terutama para pekerja tambang bawah tanah batubara. Metana mudah meledak di udara saat konsentrasi berkisar 5% hingga 14% (Coward dan Jones, 1952). Penelitian ini bertujuan menganalisis proses terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah dan menentukan faktor-faktor yang terpengaruh dalam terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah. Model terowongan bawah tanah skala laboratorium dengan geometri balok tertutup ukuran 164 cm (Panjang) x 19 cm (lebar) x 25 cm (tinggi). Lalu dilakukan simulasi menggunakan variasi konsentrasi metana 5%, 6% dan 9,5% volume. Spark ignition menggunakan high voltage electric trigger dengan energi sebesar 6 J dengan durasi 2 ms. Hasil penelitian ini 1) proses terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah dimulai dengan adanya gas metana dengan konsentrasi 5% - 9,5% dalam terowongan, lalu diinisiasi penyalaan sehingga menghasilkan ledakan dengan tekanan ledak dan temperatur tertentu. 2) Faktor-faktor yang terpengaruh dalam terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah adalah temperatur dan tekanan ledak. Semakin besar konsentrasi metana yang diberikan maka semakin besar pula temperatur, tekanan ledak dan nilai pembakaran yang dihasilkan. Semakin jauh dengan titik spark, semakin kecil nilai temperatur dan tekanan ledak.

Kata kunci: ledakan gas metana, computational fluid dynamics, tekanan ledak, temperatur, nilai pembakaran

ABSTRACT

The explosion of methane gas and coal dust is the biggest disaster in the mining by killing coal mine workers. Methane is explosive in air when the concentration ranges from 9 % to 14% by volume (Coward and Jones, 1952). This study aims to analyze the process of methane gas explosion in underground tunnels and determine the most influential factors in the occurrence of methane gas explosions. The size of laboratory scale model of underground tunnel is 164 cm (in length) x 19 cm (in width) x 25 cm (in height). Then simulations were performed using variations in methane concentration 5%, 6% and 9,5% by volume. Spark ignition also install in this model with high voltage electric trigger with an energy 6 J and the duration is 2 milliseconds. The results of this study are 1) The process of methane gas explosion in underground tunnels begins with the presence of methane gas with concentration 5%-9,5% volume. Then it initiated by ignitor so it can produce an explosion with explosive pressure and certain temperature. 2) The affected factors in occurrence of methane gas explosions in underground tunnels are temperature and explosive pressure. The greater the methane concentration given, the greater the temperature, explosive pressure and heating value produced. The farther from spark point, the smaller the temperature and explosive pressure produced.

Keywords: metane gas explosion, computational fluid dynamics, explosive pressure, temperature, heating value.

(2)

A. PENDAHULUAN

Keterdapatan batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Batubara merupakan batuan sedimen organik yang berasal dari tumbuhan, dapat terbakar, berwarna coklat hingga hitam, yang mengalami proses fisika dan kimia sejak pengendapannya sehingga mengakibatkan pengkayaan karbon. Batubara mengandung gas-gas yang bercampur dengan komposisi terbesar dari gas ini adalah metana (CH4) dengan komposisi gas metana umumnya 95-97%. Gas metana ini terbentuk melalui reaksi biokimia serta geokimia selama proses pembatubaraan berlangsung.

Ledakan metana terjadi jika adanya konsentrasi gas metana tertentu yang bercampur dengan udara dan adanya kontak sumber panas. Metana mudah meledak di udara saat konsentrasi berkisar 5% hingga 14% (Coward dan Jones, 1952). Pedoman umum yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi campuran gas metana dan oksigen yang dapat menghasilkan ledakan adalah Coward’s Diagram.

Batubara memegang peranan penting dalam menyediakan sumber energi di seluruh dunia. Dalam industri batubara, perlu dilakukan berbagai tahap penambangan dan pengolahan agar batubara dapat diambil manfaatnya. Pada prosesnya, penambangan batubara tidak terlepas dari beberapa masalah utama yang kerap dijumpai hingga saat ini, diantaranya adalah masalah keselamatan kerja. Kecelakaan kerja yang sering terjadi pada lingkungan tambang adalah ledakan gas metana dan debu batubara. Menurut Dozolme, 2016 yang dikutip dari buku Smart Technologies for Emergency Response and Disaster Management bahwa ledakan gas metana dan debu batubara tersebut merupakan bencana terbesar di dunia pertambangan dan banyak menyebabkan korban terutama para pekerja tambang bawah tanah batubara.

Perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan banyak penelitian mengenai masalah ledakan gas metana dan debu batubara di tambang. Penelitian mengenai simulasi Computational Fluid Dynamics pada ledakan debu batubara bawah tanah, khususnya pada barriers yang masih aktif (Collecutt, 2009). Selanjutnya ada pendekatan CFD untuk memprediksi pengaruh ukuran vessel terhadap temperatur dan pressure ledakan gas metana (Yan, 2017). Dari berbagai penelitian diatas, dapat dilihat bahwa permodelan untuk proses ledakan akibat gas metana dan debu batubara pada terowongan bawah tanah belum dikaji secara detail. Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk menganalisis proses ledakan akibat gas metana batubara pada model terowongan tambang skala laboratorium dengan simulasi CFD Ansys Fluent.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proses terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah serta menentukan faktor-faktor yang terpengaruh ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah. Sehingga manfaat yang diharapkan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai penelitian lanjutan mengenai peristiwa peledakan gas metana batubara pada tambang bawah tanah dan untuk menambah kewaspadaan bagi perusahaan tambang batubara bawah tanah dan fasilitas coal handling di Indonesia untuk mencegah ledakan.

Pada penelitian ini terdapat batasan yaitu model terowongan bawah tanah skala laboratorium dengan geometri balok tertutup ukuran 164 cm (panjang) x19 cm (lebar) x 25 cm (tinggi), simulasi model diberikan variasi campuran gas metana dan oksigen yaitu simulasi I (5% volume CH4 dengan 20% volume O2), simulasi II (6% volume CH4 dengan 12% volume O2), dan simulasi III (9.5% volume CH4 dengan 19% volume O2, Spark ignition menggunakan high voltage electric trigger dengan energi sebesar 6 J dengan durasi 2 ms serta fluida dimodelkan sebagai fluida ideal.

Pendekatan pemecahan masalah dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan studi literatur terlebih dahulu. Studi literatur mengumpulkan informasi yang diperlukan seperti proses terjadinya ledakan akibat gas metana batubara, tahapan terjadinya ledakan akibat gas metana batubara, faktor-faktor yang mempengaruhinya, metode pencegahan dan penanggulangan ledakan akibat gas metana batubara. Selain itu juga konsep pemodelan numerik dengan metode computational fluid dynamics beserta berbagai model fisik dari penelitian-penelitian sebelumnya. Selanjutnya dilakukan pemodelan pada ANSYS Fluent dengan mengembangkan model terowongan bawah tanah skala laboratorium, menentukan mesh dari geometri model yang telah dibuat dan melakukan pengaturan berbagai parameter yang diperlukan. Sehingga dapat dihasilkan hasil-hasil pemodelan. Hasil tersebut selanjutnya diolah dan dianalisis sehingga mampu dikorelasikan dengan hasil dari kajian-kajian terdahulu.

(3)

B. METODOLOGI PENELITIAN

Metode Computational Fluid Dynamics (CFD) simulasi peledakan gas metana menggunakan ANSYS Fluent. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

B. 1 Pembuatan Geometri Model

Geometri yang akan dibuat adalah mengikuti experiment apparatus yang diumpamakan sebagai terowongan bawah tanah. Model berbentuk balok dengan ukuran 164 cm (panjang), 19 cm (lebar) dan 25 cm (tinggi). Geometri model dibuat dengan menggunakan fitur ANSYS Fluent yaitu geometry dengan tipe analisis 3D. Model geometri dibangun dengan menggunakan menu Sketching dan Modeling mengikuti ukuran yang telah diinformasikan sebelumnya. Model yang dibuat bisa disederhanakan dengan menggunakan opsi Symmetry sehingga bisa melihat bagian penampang melintang dari model yang dibuat.

Gambar 1. Geometri Model (kiri) dan Geometri Model dengan Symmetry (kanan) B. 2 Pembuatan Mesh

Mesh merupakan bagian paling krusial dari pembuatan model simulasi ini. Mesh bisa dibuat dengan menggunakan fitur ANSYS Fluent yaitu mesh. Melakukan pemasukan ukuran mesh yang diinginkan pada bagian sizing sehingga bisa dilakukan generate mesh. Mesh ini juga perlu mengalami pengecekan apakah sudah sesuai untuk melakukan simulasi tersebut. Pengecekan mesh bisa menggunakan fitur general check, quality check maupun skewness.

Pada tahapan ini juga perlu dilakukan pendefinisian surface dari model yang telah dibuat. Tahapan ini diperlukan untuk mempermudah melakukan tahap pendefinisian model selanjutnya. Surface dapat berupa dinding dari model yang berupa kaca akrilik, salah satu ujung yang berupa kertas dan fluida yang ada di dalam model tersebut.

Pada model ini, digunakan ukuran mesh = 0,01 meter dengan nodes 47.190 dan elements = 41.000.

Gambar 2. Mesh Model 164 cm 19 cm 25 cm 164 cm 9,5 cm 25 cm

(4)

B. 3 Pendefinisan Model

Pada bagian pendefinisian model ini banyak hal yang harus diperhatikan. Pemilihan perilaku fluida menggunakan fitur General. Persamaan kekekalan massa, momentum, energi dan spesies atau zat-zat kimia menggunakan fitur Model. Pendefinisian juga berupa kondisi batas termasuk sifat-sifat fluida, solid dan perilaku fluida menggunakan fitur Cell Zone Conditions, Boundary Condititions dan Materials. Untuk kasus aliran transien, kondisi awal perlu didefinisikan dengan menggunakan fitur Initialisation.

Tabel 1. Input Pendefinisian Model

No. Pendefinisian Keterangan

A. General

1. Time Transient

2. Type Pressure based

B. Model

1. Energy equation On

2. Viscous model k-epsilon standard

3. Species model Species transport dengan reaksi volumetric, interaksi turbulensi kimia Finite Rate/ Eddy Dissipation, dengan material campuran Methane-air

4. Spark Ignition Posisi spark di 19 cm dari ujung awal model. Mulai spark saat 0,2 ms dengan durasi 2 ms dengan energi 6 J.

C. Material

1. Campuran methane-air Ideal gas density, reaction finite rate/ eddy dissipation dengan persamaan kimia :

𝐶𝐻

!

+ 2𝑂

"

→ 𝐶𝑂

"

+ 2𝐻

"

𝑂

orde reaksi [CH4] 0,2 [O2] 1,3, faktor Arrhenius yaitu 1,35e+20 dan energi aktivasi sebesar 1,225e+08 J/kmol) dan temperatur eksponen yaitu 0, specific heat mixing law, thermal conductivity 0,0454 W/mK, viscosity 1,72e-05 kg/m.s, mass diffusivity 2,88e-05 m2/s dan laminar flame speed 0,2 m/s

2. Solid kaca akrilik Density 1180 kg/m3, specific heat 2093,4 J/kg.K, thermal conductivity 0,216 W/mK.

3. Solid kertas tahan panas Density 1201 kg/m3, specific heat 1400 J/kg.K, thermal conductivity 0,152 W/mK.

D. Cell Zone Conditions

1. Material name Methane-air

E. Boundary Zone Conditions

1. Wall surface Temperatur 300 K dengan tebal 5 cm dan material kaca akrilik.

2. Paper surface Temperatur 300 K dengan tebal 0,15 cm dan material kertas tahan panas.

F. Solution

1. Method Simple scheme

2. Initialisation Standard Initialisation dengan memasukkan nilai awal dari fraksi massa metana dan oksigen dan temperatur 300K Pada simulasi ledakan gas metana dengan menggunakan CFD ini akan dilakukan dengan tiga variasi konsentrasi metana dan oksigen. Sehingga untuk bagian initialization diperlukan nilai fraksi massa metana dan oksigen tersebut. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Fraksi massa A =!"##" +,+"- ('("))!"##" % ('(")) (1) Massa A (gram) =.,-/)0 % (-1+0()

22,4 × Massa molekul relatif ( 5678

(5)

Berdasarkan persamaan (1) dan (2), didapatkan tabel fraksi massa masing-masing simulasi gas metana yang akan dilakukan.

Tabel 2. Fraksi Massa Simulasi % volume

metana

Fraksi massa metana

% volume oksigen Fraksi massa oksigen

I 5 0,0284 20 0,2270

II 6 0,0346 12 0,1383

III 9,5 0,0550 19 0,2201

Setelah pendifinisian model selesai, maka dapat dilakukan kalkulasi hasil dengan menggunakan fitur Calculation. Memasukkan ukuran time step, nomor time step dan maksimum iterasi yang diinginkan. Perlu dilakukan trial dan error untuk mendapatkan hasil yang optimum.

Gambar 3. Sketsa Titik Pengamatan Hasil 164 cm 19 cm Spark point (19 cm) Point 1 (1/5x) (22,8 cm) Point 2 (1/2x) (28,5 cm) Point 3 (1x) (38 cm) Point 6 (5x) (114 cm) Point 7 (7,5x) (161,5 cm) Point 4 (2x) (57 cm) Point 5 (3x) (76 cm) Skala 1: 11 cm 164 cm 19 cm Spark point (19 cm) Point 3 (1/5z) (19 cm) Point 2(1/5x) (15,2 cm) Point 1 (1/5x) (22,8 cm) Skala 1: 11 cm 25 cm 25 cm Spark point (0 cm) Point 5 (-1/5y) (-3,8 cm) Point 3 (1/5z) (0 cm) Point 4 (1/5y) (3,8 cm)

(6)

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

C. 1 Analisis Dimensi Model dan Mesh

Model komputasional memiliki ukuran 164 cm (panjang) x 19 cm (lebar) dan 25 cm (tinggi). Berdasarkan Kuznetsov et al (2002), ukuran detonasi sel (入) untuk komposisi metana 9,5% volume udara yaitu 19 cm. Sehingga diperlukan Panjang L > 7入. Dari model didapatkan L/入 =8,6. Dari segi dimensi model sesuai dan dapat disimulasikan terowongan skala laboratorium. Selanjutnya untuk nilai Reynolds Number berbeda untuk masing-masing konsentrasi metana bergantung pada kecepatan flame yang didapatkan dari pemodelan numerik ANSYS. Dengan panjang karakteristik menggunakan 0,22 m, viskositas 1,72e-05 kg/m s, densitas bervariasi yaitu 1,258 kg/m3 (konsentrasi 5%), 1,239 kg/m3 konsentrasi 6%), dan 1,233 kg/m3 yaitu berturut-turut 136.770, 237.715, dan 118.282 (aliran fluida turbulen).

Kualitas mesh model sangat penting untuk diketahui, karena mesh adalah kunci dari keberhasilan simulasi. Kualitas mesh dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu skewness dan minimum orthogonal quality. Ortogonalitas adalah seberapa dekat sudut antara permukaan elemen yang berdekatan dengan beberapa sudut optimal. Ortogonalitas berada di rentang dari 0 (tidak bagus) sampai 1 (bagus). Karena ortogonalitas yang dihasilkan adalah 1, maka mesh dapat dikategorikan baik. Parameter yang lainnnya adalah skewness mendekati 0. Skewness adalah ukuran kecondongan dalam distribusi nilai. Skewness berada di rentang dari 0 (baik) sampai 1 (tidak baik). Sehingga dari segi skewness, mesh dapat dikategorikan baik.

C. 2 Analisis Temperatur

Pengamatan temperatur dilakukan di 5 titik pengamatan yang berjarak 3,8 cm dari posisi spark. Adapun hasil temperatur terhadap waktu yang didapatkan adalah sebagai berikut.

Gambar 4. Grafik Temperatur terhadap Waktu di Titik Pengamatan 1/5 x 19 cm dari Posisi Spark Model I

Grafik temperatur terhadap waktu di ambil di titik uji 1/5x (22.8, 0, 0), -1/5x (15.2, 0, 0), 1/5z (19,0, 3.8), 1/5y (19, 3.8, 0), dan -1/5y (19, -3.8, 0) untuk mengetahui hasil di jarak yang sama yaitu 3,8 cm dari spark namun dengan arah yang berbeda. Temperatur awal dimulai dari 300 K, selanjutnya naik sampai 1.806,54 K (untuk konsentrasi metana 5%). Hal ini membuktikan bahwa di segala arah dengan jarak yang sama memiliki temperatur yang sama pada waktu tertentu.

(7)

Pengamatan temperatur selanjutnya dilakukan di 7 titik dengan jarak yang berbeda-beda dari posisi spark. Adapun hasil temperatur terhadap waktu yang didapatkan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Temperatur di 7 Titik Pengamatan pada Waktu Tertentu Simulasi Waktu

(ms)

Temperatur di titik dengan jarak dari titik spark (cm) dalam K

3,8 9,5 19 38 57 95 142,5 I 6 302,41 302,41 302,41 300,30 300,21 300,11 300,07 25 1.495,81 1.496,34 1.497,39 1.157,28 748,19 417,99 396,52 300 1.806,54 1.817,98 1.836,84 1.848,78 1.821,84 1.696,20 1.593,30 II 6 304,47 304,47 304,47 300,55 300,38 300,20 300,13 25 1.742,86 1.743,68 1.745,40 1.515,05 1.011,41 496,42 427,17 300 2.056,30 2.062,89 2.079,38 2.092,83 2.068,24 1.936,50 1.808,29 III 6 321,78 321,78 321,78 302,81 301,82 300,93 300,58 25 2.236,00 2.236,00 2.236,00 2.236,00 2.236,00 993,93 507,68 300 2.224,26 2.224,69 2.224,17 2.223,32 2.222,95 2.225,12 2.151,39 Tabel temperatur terhadap jarak dari posisi spark pada waktu 6 ms, 25 ms dan 300 ms yaitu 3,8 cm (1/5x), 9,5 cm (1/2x), 19 cm (x), 38 cm (2x), 57 cm (3x), 95 cm (5x), dan 142,5 cm (7,5x) dari posisi spark. Didapatkan semakin jauh dengan titik spark maka temperatur semakin kecil di waktu yang sama. Hal ini bergantung pada letak dari reaksi pembakaran yang belum sampai diakhir model, sehingga suhunya lebih kecil daripada diawal model.

Gambar 5. Grafik Perubahan Temperatur terhadap Waktu Tabel 4. Temperatur dengan Variasi Konsentrasi Metana Konsentrasi metana Temperatur maksimum (K)

5% 1.848,78

6% 2.092,83

(8)

Temperatur awal diatur dengan menggunakan temperatur normal yaitu 300 K, selanjutnya akan naik sampai temperatur maksimum yaitu 1.848,78 K, 2.092,83 K, dan 2.224,7 K . Hal ini sesuai dengan temperatur api adiabatik untuk gas metana dengan udara sebagai pengoksidasinya. Dalam hal ini simulasi peledakan dalam kondisi adiabatik yaitu pembakaran tanpa adanya kekurangan atau kelebihan panas. Selanjutnya temperatur akan tetap stabil karena kondisi ruangan tertutup.

Dengan bertambahnya konsentrasi metana dalam campuran metana dengan udara maka kecepatan reaksi akan semakin meningkat. Selanjutnya entropi akan semakin besar sesuai dengan bertambahnya konsentrasi metana. Sehingga sesuai temperatur semakin besar seiring bertambahnya konsentrasi metana. Kalor jenis metana juga bertambah seiring bertambahnya temperatur.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Chen Yan, dkk, 2017. Penelitian mengenai ledakan gas metana 10% menghasilkan nilai temperatur 2.474,93-2.628,53 K. Temperatur tersebut cukup besar karena geometri dari model yang berbeda. Namun apabila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan disini berada dibawah temperatur tersebut. Sehingga dapat dikatakan model valid.

C. 3 Analisis Tekanan Ledak

Pengamatan tekanan ledak dilakukan di 5 titik pengamatan yang berjarak 3,8 cm dari posisi spark. Adapun hasil tekanan ledak terhadap waktu yang didapatkan adalah sebagai berikut.

Gambar 6. Grafik Tekanan Ledak terhadap Waktu di Titik Pengamatan 1/5 x 19 cm dari Posisi Spark Model I

Grafik tekanan ledak terhadap waktu di ambil di titik uji 1/5x (22.8, 0, 0), -1/5x (15.2, 0, 0), 1/5z (19,0, 3.8), 1/5y (19, 3.8, 0), dan -1/5y (19, -3.8, 0) untuk mengetahui hasil di jarak yang sama yaitu 3,8 cm dari spark namun dengan arah yang berbeda. Tekanan awal dimulai dari 0 Pa, selanjutnya naik sampai 487.409 Pa (untuk konsentrasi metana 5%). Hal ini membuktikan bahwa di segala arah dengan jarak yang sama memiliki tekanan yang sama pada waktu tertentu.

Pengamatan tekanan ledak selanjutnya dilakukan di 7 titik dengan jarak yang berbeda-beda dari posisi spark. Adapun hasil tekanan ledak terhadap waktu yang didapatkan adalah sebagai berikut.

(9)

Tabel 5. Tekanan Ledak di 7 Titik Pengamatan pada Waktu Tertentu Simu

-lasi (ms) t 3,8 Tekanan Ledak di titik dengan jarak dari titik spark (cm) dalam Pascal 9,5 19 38 57 95 142,5 I 6 533,34 513,94 470,79 348,21 247,53 131,45 86,30 25 166.693,80 166.616,56 166.447,73 165.939,69 165.524,55 165.675,91 166.095,50 300 487.409,25 487.409,22 487.409,19 487.409,16 487.409,00 487.408,56 487.408,00 II 6 993,54 956,97 875,62 644,84 455,78 237,93 153,40 25 242.755,38 242.726,64 242.642,92 242.377,13 242.228,20 242.386,06 243.109,19 300 567.895,63 567.895,69 567.895,75 567.895,75 567.895,75 567.895,75 567.895,94 III 6 4.841,03 4.659,45 4.254,34 3.116,39 2.193,85 1.121,17 704,06 25 450.346,38 450.268,13 450.092,16 449.824,47 449.632,59 449.663,72 450.310,63 300 645.199,88 645.199,94 645.200,00 645.200,06 645.200,06 645.200,13 645.200,31 Tabel tekanan ledak terhadap jarak dari posisi spark pada waktu 6 ms, 25 ms dan 300 ms yaitu 3,8 cm

(1/5x), 9,5 cm (1/2x), 19 cm (x), 38 cm (2x), 57 cm (3x), 95 cm (5x), dan 142,5 cm (7,5x) dari posisi spark. Didapatkan semakin jauh dengan titik spark maka tekanan semakin kecil di waktu yang sama. Hal ini bergantung pada letak dari reaksi pembakaran yang belum sampai diakhir model, sehingga suhunya lebih kecil daripada diawal model.

Gambar 7. Grafik Perubahan Tekanan Ledak terhadap Waktu Tabel 6. Temperatur dengan Variasi Konsentrasi Metana

Konsentrasi Metana Tekanan Maksimum (Pa) dP/dt maksimum (Pa/s)

5% 487.409,25 15.179.492,19

6% 567.895,94 23.242.156,25

9,5% 645.200,31 58.201.359,37

Tekanan awal diatur 0 Pascal, selanjutnya akan naik sampai tekanan maksimum yang berbeda untuk masing-masing variasi konsentrasi metana yaitu 487.409 Pa, 567.896 Pa, dan 945.200 Pa. Selanjutnya tekanan ledak bernilai konstan karena kondisi ruangan tertutup.

Grafik perubahan tekanan ledak terhadap waktu yaitu semakin besar konsentrasi metana maka semakin besar pula perubahan tekanan ledak terhadap waktunya.

(10)

Dengan bertambahnya konsentrasi metana dalam campuran metana dengan udara didapatkan kecepatan reaksi yang semakin meningkat. Oleh karena itu nilai tekanan membesar. Apabila dibandingkan dengan penelitian oleh Chen Yan, dkk, 2017, ledakan di dalam vessel berukuran 110 liter tersebut dapat mencapai 0,74 MPa dalam simulasi numerik dan sekitar 0,721 MPa untuk eksperimen. Selain itu juga diakibatkan oleh faktor pengungkungan. Namun apabila dibandingkan dengan hasil yang didapatkan disini berada dibawah tekanan tersebut.

C. 4 Analisis Nilai Pembakaran

Reaksi ledakan gas metana merupakan salah satu contoh reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm adalah reaksi yang melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan. Pelepasan kalor ke lingkungan akan menurunkan energi di dalam sistem. Kalor tersebut bisa dikuantifikasikan sebagai nilai pembakaran atau heating value. Lower Heating Value adalah nilai pembakaran apabila didalam gas hasil pembakaran terdapat H2O berbentuk gas. Secara nilai pembakaran, bahan bakar metana memiliki Lower Heating Value (LHV) sebesar 50 MJ/kg. Selain itu juga dengan simulasi menggunakan ANSYS fluent juga didapatkan nilai pembakaran. Adapun hasil nilai pembakaran adalah sebagai berikut.

Tabel 7. Nilai Pembakaran Reaksi terhadap Konsentrasi Metana Konsentrasi Metana LHV

(Joule)

Nilai pembakaran hasil simulasi (Joule)

5% 139.107,1 130.507

6% 166.928,6 159.480

9,5% 264.303,6 254.925

Gambar 8. Grafik Nilai Pembakaran Reaksi terhadap Konsentrasi Metana

Nilai Lower Heating Value dan nilai pembakaran hasil simulasi bertambah sesuai dengan bertambahnya konsentrasi metana.

D. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah proses terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah dimulai dengan adanya gas metana dengan konsentrasi 5% - 9,5% dalam terowongan, lalu diinisiasi penyalaan sehingga menghasilkan ledakan dengan tekanan ledak dan temperatur tertentu. Faktor-faktor yang terpengaruh dalam terjadinya ledakan akibat gas metana pada terowongan bawah tanah adalah temperatur dan tekanan ledak. Semakin besar konsentrasi metana yang diberikan maka semakin besar pula temperatur yang dihasilkan. Semakin jauh dari titik spark maka

(11)

semakin kecil nilai temperaturnya. Semakin besar konsentrasi metana yang diberikan maka semakin besar pula tekanan ledak yang dihasilkan. Semakin jauh dari titik spark maka semakin kecil nilai tekanan ledaknya. Semakin besar konsentrasi metana maka semakin besar nilai pembakarannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung, yang telah memberikan bantuan secara material maupun non material dalam pelaksanaan penelitian ini.

Bapak Dr. Eng. Nuhindro Priagung Widodo, S.T., M.T, yang telah memberikan nasehat, motivasi dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Acampora, Luigi dan Francesco S. Marra (2017): Investigation by Thermodynamic Properties of Methane Combustion Mechanisms under Harmonic Oscillations in Perfectly Stirred Reactor, Italia, Chemical Engineering Transactions vol 57.

Clark, Jim. (2002): Rate Constants and Arrhenius Equation, data diperoleh melalui situs internet https://www.chemguide.co.uk/physical/basicrates/arrhenius.html . Diunduh pada tanggal 17 Juni 2020.

Collecutt, Greg 1, David HUMPHREYS dan David Proud. (2009): CFD SIMULATION OF UNDERGROUND COAL DUST EXPLOSIONS AND ACTIVE EXPLOSION BARRIERS, Seventh International Conference on CFD in the Minerals and Process Industries Australia.

Coward HF, Jones GW. (1952): Limits of flammability of gases and vapors, Pittsburgh, PA, U.S. Department of the Interior, Bureau of Mines, Bulletin 503.

Dong, Chengjie, Mingshu Bi, dan Yihui Zhou. (2012): Effects of obstacles and deposited coal dust on characteristics of premixed methane-air explosions in a long closed pipe, Schoool of Chemical Machinery, Dalian University of Technology, China.

Engineering ToolBox. (2005) : Adiabatic Flame Temperatures, data diperoleh dari situs internet https://www.engineeringtoolbox.com/adiabatic-flame-temperature-d_996.htm. Diunduh pada tanggal 25 Juni 2020.

Gardner, C.L., H. Phylaktou dan G.E. Andrews. (1998): Turbulent Reynolds Number and Turbulent Flame Quenching Influences on Explosion Severity with Implications for Explosion Scaling, ICHEME Symposium Series no. 144.

Goertz, Benjamin and Jürgen F. Brune. (2013): Identifying Improved Control Practices and Regulations to Prevent Methane and Coal Dust Explosions in the United States, Colorado, Colorado School of Mines, Mining Engineering Department

Hu, Howard H. (2012): Fluid Mechanics Computational Fluid Dynamics, Elsevier Inc

Kuznetsov M, Ciccarelli G, Dorofeev S, Alekseev V, Yankin Y, Kim TH. (2002); DDT in methaneair mixtures, Shock Waves 12:215-220.

Liu, Zhiu dan Kaoru Ota. (2018): Smart Technologies for Emergency Response and Disaster Management, USA, IGI Global.

Nagy J, Kawenski EM. (1960): Frictional Ignition of Gas During a Roof Fall, U.S. Bureau of Mines RI No. 5548, Pittsburgh.

Skrinsky, Jan, jan Veres , Vaclac Peer dan Pavel Friedel. (2016): Explosion Characteristics of Methane for CFD Modeling and Simulation of Turbulent Gas Flow Behavior during Explosion, University of Ostrava. Chezh Republic, Energy Research Centre.

Tulach, Aleš , Miroslav Mynarz dan Milada Kozubková. (2015): CFD simulation of vented explosion and turbulent flame propagation, Chezh Republic, EDP Sciences.

Versteeg, H.K. dan W. Malalasekra. (2007): An Introduction to Computational Fluid Dynamics, The Finite Volume Method (2nd Edition), Prentice Hall

Yan, Chen, dkk. (2017): Numerical simulation of size effects of gas explosions in spherical vessels Simulation, Transactions of the Society for Modeling and Simulation International, Vol. 93(8) 695–705.

(12)

Gambar

Gambar 1. Geometri Model (kiri) dan Geometri Model dengan Symmetry (kanan)  B. 2   Pembuatan Mesh
Tabel 1. Input Pendefinisian Model
Gambar 3. Sketsa Titik Pengamatan Hasil 164 cm 19 cmSpark point (19 cm) Point 1 (1/5x) (22,8 cm) Point 2 (1/2x) (28,5 cm) Point 3 (1x) (38 cm)  Point 6 (5x) (114 cm)  Point 7 (7,5x) (161,5 cm) Point 4 (2x) (57 cm) Point 5 (3x) (76 cm) Skala 1: 11 cm 164 cm
Gambar 4. Grafik Temperatur terhadap Waktu di Titik Pengamatan 1/5 x 19 cm dari   Posisi Spark Model I
+5

Referensi

Dokumen terkait