• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Tingkat Kavitasi Turbin Kaplan Menggunakan Metode Nilai Head dan Nilai Coefficient of Pressure

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Tingkat Kavitasi Turbin Kaplan Menggunakan Metode Nilai Head dan Nilai Coefficient of Pressure"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 25 April 2015 ISSN : 0853-0823

Identifikasi Tingkat Kavitasi Turbin Kaplan Menggunakan Metode

Nilai Head dan Nilai Coefficient of Pressure

Henri Andrianto, Teguh Hady Ariwibowo, Arrad Ghani Safitra

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Jalan Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111 * e-mail: henriandrianto6@gmail.com

Abstrak – Kavitasi merupakan gejala munculnya gelembung uap air yang bergerak menuju ke permukaan akibat lebih rendahnya static pressure suatu permukaan dibanding tekanan saturasi uap area sekitar. Penelitian ini membahas gejala kavitasi pada turbin Kaplan serta mengamati area terjadinya kavitasi. Area kavitasi diketahui melalui simulasi fluent CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan sistem tiga dimensi yang berasumsi stedy state. Identifikasi tingkat kavitasi dilakukan dengan menghitung nilai thoma (σ) dan kecepatan spesifik (Ωsp). Nilai σ dihitung melalui dua metode yakni metode nilai Head dan metode nilai coefficient of pressure (Cp). Sedangkan Ωsp dihitung melalui metode yang sama dengan hasil Ωsp 2,42 rad. Metode nilai Head menghasilkan rata-rata nilai σ 0,29 sedangkan metode nilai Cp menghasilkan nilai σ 0,244. Simulasi CFD menunjukan area kavitasi berada pada suction area turbin. Metode nilai Head menjadi metode absolut dalam mengidentifikasi tingkat kavitasi, namun metode nilai Cp diperlukan untuk mengamati area kavitasi turbin.

Kata kunci: kavitasi, turbin Kaplan.

Abstract – Cavitation is an indication of the water vapor bubbles appearance that moves to the surface. This is an effect due to the static pressure is lower than the vapor saturation pressure. This study discusses the phenomena of cavitation on Kaplan turbines and observes the cavitation area. The cavitation area is determined using fluent CFD simulation (Computational Fluid Dynamics) with a three-dimensional system which assumes steady state. The level of cavitation identification is done by calculating the value of Thoma (σ) and specific speed (Ωsp). The value of σ is calculated by two methods, the value of Head method and the value of coefficient of pressure (Cp) method. While Ωsp is calculated by the same method with the results of Ωsp is 2,42 rad. The value of Head method resulting the average value of σ 0.29 while the value of Cp method resulting σ 0,244. The CFD simulations show that the cavitation area is at the suction turbine area. The value of Head method become the absolute method to identify the level of cavitation while the value of Cp method is required to observe the turbine cavitation area.

Keywords: cavitation, Kaplan turbine.

I. PENDAHULUAN

Turbin kaplan merupakan salah satu jenis turbin air yang umum digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Turbin air memiliki permasalahan mekanik yang umum terjadi, salah satunya yakni kavitasi [1]. Kavitasi sendiri merupakan gejala timbulnya gelembung uap udara di permukaan turbin yang terjadi akibat lebih rendahnya tekanan pada suatu area turbin terhadap tekanan saturasi uap [2]. Area yang memungkinkan terjadinya kavitasi pada turbin kaplan yakni pada low pressure suction area dimana kavitasinya berada pada leading edge, leakage, dan trailing edge [3]. Pengaruh kavitasi dapat mengakibatkan korosi pada turbin maupun saluran turbin.

Perlu adanya metode untuk mengetahui bagaimana tingkat kavitasi pada turbin kaplan, oleh karena itu pada penelitian ini dijelaskan tentang dua metode identifikasi tingkat kavitasi pada turbin kaplan yakni metode perbandingan nilai Head dan juga metode nilai Coefficient of pressure (Cp) yang disimulasikan melalui CFD. Dari kedua metode tersebut akan didapat nilai σ dan Ωsp dan kemudian dapat dilakukan plot grafik nilai σ terhadap Ωsp untuk menunjukan tingkat kavitasi turbin

[2]. Grafik tingkat kavitasi menunjukan bahwa semakin besar nilai σ maka semakin rendah tingkat kavitasinya [5]. Dengan mengetahui tingkat kavitasi pada turbin, diharapkan dapat memberikan manfaat tentang cara mengetahui kondisi kavitasi turbin, batas aman agar tidak terjadinya kavitasi, dan juga mendorong penelitian untuk membuat re-design turbin kaplan dengan penurunan tingkat kavitasi.

II. LANDASAN TEORI A. Turbin Kaplan

Kaplan merupakan salah satu turbin air jenis reaksi yang membutuhkan Head rendah karena kerja utama turbin memanfaatkan energi kinetik air. Perlu diketahui kecepatan putar turbin pun berbeda-beda, untuk mendapat nilai Ωsp (kecepatan spesifik) turbin dengan persamaan berikut.

Ω = 2.π.N (1)

(2)

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 25 April 2015 ISSN : 0853-0823

Keterangan :

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

HE = Head effective (m)

N = Kecepatan putar revolusi (rev/s)

P = Daya turbin (MW)

Ω = Kecepatan putar radian (rad/s) Ωsp = Kecepatan spesifik (rad)

 = Massa jenis (kg/m3)

B. Kavitasi

Turbin air memiliki permasalahan yang umum terjadi yakni kavitasi. Kavitasi dapat diartikan sebagai suatu gejala pembentukan gelembung uap air yang bergerak menuju permukaan runner dimana pecahnya gelembung uap air akan menimbulkan korosi yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan retakan pada turbin. Terjadinya kavitasi sendiri cenderung pada permukan suction runner dimana tekanan statik permukaan lebih rendah dari tekanan uap air sekitar. Turbin Kaplan sendiri tergolong jenis turbin yang memiliki kebutuhan Head paling rendah yakni 6 hingga 70 meter. Tingkat kavitasi dapat dihitung melalui metode perbandingn nilai Head dan metode nilai Cp.

C. Nilai Head

Tingkat kavitasi sendiri dapat disimbolkan dengan nilai σ. Melalui perbandingan nilai Head, nilai σ dapat dihitung melalui persamaan berikut.

(3) Keterangan : σ = Bilangan thoma HE = Head effective (m) Hs = Head suction (m) D. Nilai Cp

Nilai σ melalui metode nilai Cp dapat dihitung melalui persamaan berikut.

(4)

Kemudian nilai static pressure area dapat dihitung dari simulasi data Cp dengan persamaan berikut.

(5) Keterangan :

Cp = Coefficient of pressure Pa = Tekanan statik permukaan (Pa) Preff = Tekanan statik referensi (Pa) Pv = Tekanan saturasi uap (Pa)

z = Elevasi turbin terhadap tailrace (m)

E. Tingkat Kavitasi

Nilai σ dan nilai Ωsp digunakan untuk plot grafik tingkat kavitasi seperti pada Gambar 1.

Dari Gambar 1 diketahui bahwa nilai ΩSP dapat

dijadikan acuan terhadap bilangan σ. Jika bilangan σ masuk dalam area severe cavitation region maka turbin

terindikasi mengalami kavitasi dan sedangkan jika bilangan σ masuk dalam area no cavitation region maka turbin dapat dikatakan belum mengalami kavitasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa semakin besar bilangan σ maka semakin kecil tingkat kavitasi pada turbin.

Gambar 1. Grafik ΩSP(rad) terhadap nilai σ [2]

III. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN

Identifikasi tingkat kavitasi dibagi menjadi dua metode, yakni metode perbandingan nilai Head dan metode nilai Cp. Data olahan berupa data harian yang ada pada PLTA Sengguruh-Malang dijadikan referensi perhitungan tingkat kavitasi turbin. Data yang akan diolah diantaranya daya turbin, debit air, elevasi waduk, elevasi tailrace, pressure inlet, pressure outlet, kecepatan putar turbin, gambar teknik turbin, dan sebagainya.

Data harian PLTA dirata-rata kemudian digunakan dalam perhitungan nilai Ωsp dan nilai σ baik menggunakan metode perbandingan nilai Head dan juga metode nilai Cp. Nilai σ yang dihitung melalui metode nilai Cp, perlu disimulasikan pada CFD menggunakan program ANSYS 14.5 untuk mendapatkan hasil data kontur stastic pressure, kontur Cp, dan streamline aliran. Kemudian dalam proses CFD dibagi melalui tiga tahap, yakni membuat geometry sistem, membuat meshing, dan simulasi fluent.

Proses membuat geometry sistem yakni membuat desain sistem turbin yang disesuaikan dengan data gambar teknik turbin yang ada pada PLTA. Sistem dibuat lebih sederhana karena pada simulasi fluent dilakukan menggunakan metode MRF (Moving Reference Frames), dimana sistem dibagi menjadi dua domain. Domain 1 merupakan domain area dekat turbin, sedangkan domain 2 merupakan domain ducting atau saluran air.

Proses selanjutnya yakni membuat meshing yang dilakukan dengan merata dan pada area yang paling diamati meshingnya dibuat lebih rapat. Kualitas meshing dapat dilihat pada orthogonal quality dimana pada pembuatan meshing dihasilkan nilai minimal 0,241 dan nilai maksimal 0,99. Sedangkan untuk nilai rata-rata dihasilkan 0,875 dengan jumlah total elemen 913740.

Selanjutnya yakni proses simulasi fluent dengan asumsi stedy state dan turbulent models diatur relizeable k-epsilon. Saat simulasi, domain 1 diputar relatif terhadap domain 2 dengan kecepatan 176,5 rpm. Inlet pressure disetting 298900 Pa dan outlet pressure 198900 Pa. Data-data tersebut telah disesuaikan dengan Data-data harian PLTA.

(3)

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 25 April 2015 ISSN : 0853-0823

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi tingkat kavitasi turbin kaplan dapat dilakukan setelah diperoleh nilai σ dan nilai Ωsp untuk diplot pada grafik tingkat kavitasi. Perhitungan nilai Ωsp dari data PLTA dihasilkan nilai rata-rata nya yakni 2,42 rad. Kemudian pada perhitungan nilai σ menggunakan metode nilai Head dihasilkan nilai rata-ratanya yakni 0.29.

Nilai σ yang dihasilkan menggunakan metode nilai Cp diperoleh melalui kontur Cp pada fluent. Sebelumnya perlu ditampilkan hasil kontur static pressure sebagai validasi dengan kondisi nyata. Kontur static pressure dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Static pressure pada pressure area dan suction area

Pada Gambar 2 dapat diketahui kontur static pressure runner turbin. Gambar sebelah kiri merupakan sisi pressure area sedangkan sebelah kanan merupakan sisi suction area. Kontur static pressure diamati sepanjang garis chord runner turbin dimulai dari leading edge hingga trailing edge. Pada sisi pressure area, terdapat gradasi kontur warna yang artinya terdapat perubahan nilai static pressure sepanjang garis chord runner turbin. Range nilai static pressure berada yakni kisaran 173000 Pa hingga -284000 Pa. Sedangkan pada sisi suction area, gradasi kontur warnanya tidak seberapa terlihat. Hal ini menunjukan bahwa sepanjng garis chord runner turbin pada suction area nilai static pressure nya cenderung konstan kisaran range -43300 Pa hingga -67300 Pa. Perubahan nilai static pressure sepanjang garis chord runner turbin dapat terlihat lebih jelas dengan mengetahui nilai static pressure terhadap x (posisi terhadap jarak dari leading edge). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik static pressure terhadap x

Gambar 3 menunjukan grafik static pressure terhadap x baik untuk sisi pressure area maupun sisi suction area.

Garis yang berwarna biru merupakan garis untuk sisi pressure area, sedangkan untuk garis berwarna merah merupakan garis untuk suction area. Pada sisi pressure area, nilai static pressure mulai dari leading edge berada pada kisaran 75000 Pa. Pada x = 0,1 m dari leading edge, nilai static pressure mengalami kenaikan secara drastis menjadi kisaran 160000 Pa. Kemudian pada x = 0,2 m hingga 0,6 m, nilai static pressure berangsur mengalami penurunan menjadi kisaran 100000 Pa. Pada trailing edge atau x = 0,7 m, nilai static pressure mengalami penurunan yang drastis hingga menjadi -5000 Pa. Selanjutnya pada sisi suction area, nilai static pressure nya lebih rendah dibanding sisi pressure area. Nilai static pressure pada leading edge hingga x = 0,5 m, nilainya cenderung konstan pada kisaran -75000 Pa. Kemudian mengalami penurunan nilai static pressure di area trailing edge menjadi kisaran -85000 Pa.

Hasil kontur static pressure dan grafik menunjukan bahwa simulasi fluent dikatakan valid karena jika dibandingkan dengan data harian di PLTA nilai static pressure cukup relevan dimana nilai total pressure (static pressure ditambah 1 atm) pada pressure area turbin kisaran 250000 Pa. Pada pressure area, nilai static pressure pada x = 0,1 m memiliki nilai paling tinggi karena pada area tersebut terdapat tekanan stagnasi akibat jatuhnya aliran air yang menabrak runner secara normal axis yang kemudian aliran tersebut mengalir ke arah leading edge dan trailing edge. Pada suction area, nilai static pressure nya cenderung konstan dan bernilai negtif karena efek pressure drop sehingga dapat dikatakan area dengan tekanan vakum. Selanjutnya mengamati hasil kontur nilai Cp yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Cp pada pressure area dan suction area

Gambar 4 menunjukan kontur Cp pada runner turbin yang secara kontur tak jauh berbeda dengan kontur static pressure. Hal ini dikarenakan nilai Cp berbanding lurus dengan static pressure. Pada sisi pressure area, nilai Cp sepanjang garis chord runner berada pada range nilai 0,832 hingga -0,029. Sedangkan pada sisi suction area, range nilai Cp lebih kecil yakni antara 0,316 hingga -0,459 yang menunjukan bahwa pada sisi suction area nilai Cp nya cenderung konstan. Perubahan nilai Cp sepanjang garis chord runner lebih jelas pada gambar 5.

Pada Gambar 5, garis biru mewakili sisi pressure area, sedangkan garis merah mewakili sisi suction area. Pada sisi pressure area saat x/c = 0 atau leading edge, nilai Cp berada pada kisaran 0,4. Nilai Cp mencapai titik kritis pada x/c = 0,1 dengan kisaran 0,81. Kemudian nilai Cp

(4)

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 25 April 2015 ISSN : 0853-0823

berangsur turun saat mencapai x/c = 0,9 menjadi 0,5 dan akhirnya turun drastis menjadi kisaran -0,02 saat mencapai trailing edge. Sedangkan pada sisi suction area, nilai Cp rata-rata berada pada kisaran -0,39. Nilai Cp yang diperoleh dari fluent selanjutnya diolah menjadi perhitungan static pressure pada permukaan runner.

Gambar 5. Grafik Cp terhadap x/c

Nilai Cp berbanding lurus dengan static pressure. Pada sisi suction area, nilai Cp lebih rendah dibanding sisi pressure area. Hal ini menunjukan adanya kemungkinan terjadinya kavitasi pada sisi suction area dimana static pressure permukaannya lebih rendah dari tekanan saturasi uap air yakni 3567 Pa. Setelah dilakukan perhitungan melalui metode nilai Cp, dihasilkan nilai σ yakni 0,244. Plot grafik tingkat kavitasi dari metode nilai Head dan metode nilai Cp dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6.. Grafik ΩSP(rad) terhadap nilai σ turbin kaplan

PLTA Sengguruh.

Gambar 6 menunjukan bahwa ada perbedaan hasil perhitungan nilai σ dari metode nilai Head dan metode nilai Cp. Titik A mewkali hasi metode nilai Head dan titik B mewakili hasil metode nilai Cp. Metode nilai Head menghasilkan nilai σ 0,29, sedangkan metode nilai Cp menghasilkan nilai σ 0,244. Perbedaan hasil identifikasi tingkat kavitasi ini disebabkan karena pada metode nilai Head mengabaikan area yang memungkinkan kavitasi pada turbin dan cenderung mengamati elevasi waduk, elevasi turbin, dan elevasi tailrace. Sedangkan pada

metode nilai Cp dapat diketahui area yang memungkinkan terjadi kavitasi pada turbin walaupun mengabaikan tingkat elevasi yang ada. Gambar 5 menunjukan bahwa turbin kaplan mengalami kavitasi karena berada pada area severe cavitation region walaupun tingkat kavitasinya tidak terlalu parah karena titik A dan B tidak terlalu jauh dibawah garis aman kavitasi untuk turbin kaplan. Sebagai validasi dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7. Kondisi turbin Kaplan saat AI

Gambar 7 menunjukan jika turbin Kaplan di PLTA Sengguruh memang terjadi kavitasi namun kondisinya tidak terlalu parah. Secara fisik runner turbin pada sisi suction area terdapat lubang-lubang kecil bekas letupan uap air yang bersifat korosi. Penanganan kavitasi dilakukan dengan cara menambal material turbin karena kondisinya tidak terlalu parah.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan analisa yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan dengan metode nilai Head dihasilkan nilai σ 0,29 dan Ωsp 2,42, sedangkan dengan metode nilai Cp dihasilkan nilai σ 0,244 dan Ωsp 2,42.

2. Turbin dalam kondisi kavitasi (severe cavitation region) dan kavitasi berada pada suction area.

3. Metode nilai Head menjadi metode absolut dalam mengidentifikasi tingkat kavitasi dan metode nilai Cp untuk menunjukan area kavitasi.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Escaler Xavier, Egusquiza Eduard, Farhat Mohamed, Franc-ois.“Detection of cavitation in hydraulic turbines” Avenue de Cour 33bis, Switzerland, August 11 2004. [2] S.L Dixion, B.Eng,. Ph.D “Fluid Mechanics and

Thermodynamics of Turbomachinery” Fourth edition 1998.

[3] Duncan William, Jr. “Turbin Repair”. facilities engineering branch engineering division denver office denver, Colorado, September 2000.

[4] F.W. Schmidt & M.E. Newell, “Heat transfer in fully developed laminar flow through rectangular and isosceles triangular ducts”, Int. J. Heat Mass Transfer Vol.10, 1967, pp.1121-1123

[5] Rus Tomaž, Dular Matevž, Širok Brane, Hocˇevar Marko, Kern Igor. “An Investigation of the Relationship Between Acoustic Emission, Vibration, Noise, and Cavitation Structures on a Kaplan Turbine”, September 2007.

(5)

Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIX HFI Jateng & DIY, Yogyakarta 25 April 2015 ISSN : 0853-0823

TANYA JAWAB Dewita, BATAN

Apa akibat pada turbin apabila terjadi kavitasi?Apa penyebabnya? Bagaiman cara mencegah / mengurangi / mengatasi?

Henri Andrianto, PENS

Bila terjadi kavitasi pada turbin akan menimbulkan lubang korosi bahkan dalam jangka waktu tertentu akan

menimbulkan crack yang mengakibatkan imbalancing rotary dan vibrasi yang akhirnya dapat menurunkan efisiensi turbin. Penyebabnya nilai head efektif yang tidak menentu antara elevasi waduk dengan failrace. Mencegah kavitasi dari eksternal yakni mengatur nilai head, sedangkan dari internal bisa dilakukan redesign turbin dengan menambahkan anticavitation. untuk penanganan secara umum di lapangan adalah dengan cara coating.

Gambar

Gambar 1. Grafik Ω     SP (rad) terhadap nilai σ  [2]
Gambar 3. Grafik static pressure terhadap x     Gambar 3 menunjukan grafik static pressure terhadap x  baik untuk sisi pressure area  maupun  sisi suction area
Gambar 7. Kondisi turbin Kaplan saat AI

Referensi

Dokumen terkait

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis regresi logistik ordinal untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang telah dijelaskan dalam bab variabel

Berdasarkan data hasil dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa sistem perangkat lunak mampu untuk melakukan identifikasi tingkat kesegaran ikan nila secara

Identifikasi miskonsepsi dengan menggunakan analisis gambar pada penelitian ini adalah suatu penyelidikan yang dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui miskonsepsi yang

Selanjutnya, penulis akan mencoba dua metode perhitungan lagi untuk memastikan hasil identifikasi yang didapat sesuai dengan melalui perhitungan secara manual berdasarkan rumus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesehatan Bank Tabungan Negara Syariah Periode 2017-2021 dengan menggunakan metode RBBR (Risk Based Bank Rating

Kemudian pada tujuan penelitian yang kedua (untuk mengetahui penyelesaian turunan tingkat tinggi dengan metode selisih orde pusat dengan bantuan program matlab)

Dari Hasil Penelitian “Analisis Tingkat Kontribusi Teknologi Dalam Produksi Keripik Buah Menggunakan Metode Technology Coefficient Contribution (TCC) Di Kabupaten

v SARI IDENTIFIKASI TINGKAT EROSI PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU HULU MENGGUNAKAN METODE REVISED UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION RUSLE Waduk Panglima Besar Jenderal Soedirman atau