• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUK KRISTAL TITANIUM DIOKSIDA

TiO2 memiliki tiga macam bentuk kristal :

Anatase

rutil

brukit

namun yang memiliki aktivitas fotokatalis terbaik adalah anatase.

Bentuk kristal anatase diamati terjadi pada pemanasan TiO2 bubuk

mulai dari suhu 120 ºC dan mencapai sempurna pada 500 ºC. Pada

suhu 700 ºC mulai terbentuk kristal rutil (Ollis & Elkabi, 1993)

(2)

Rutil, TiO

2

Keelektronegatifan atom Ti dan atom O dalam skala Pauling adalah 1,54

dan 3,44. Perbedaan keelktronegatifan antara kedua atom tersebut adalah

1,90. Dengan demikian senyawa TiO

2

adalah senyawa ionik yang dibentuk

dari ion-ion Ti

4+

dan ion O

2-

.

Kisi kristal rutil adalah trigonal primitif, seperti yang ditunjukan pada

Gambar

Gambar Kisi kristal rutil (TiO

2

). Warna merah adalah ion O

2-

,

(3)

Pada kisi kristal TiO

2

, setiap ion Ti

4+

dikelilingi oleh 6

ion O

2-

dengan geometri oktahedral. Dan setiap ion O

2-dikelilingi oleh 3 ion Ti

4+

dengan geometri trigonal

planar. Dengan demikian bilangan koordinasi ion

Ti

4+

adalah 6, sedangkan bilangan koordinasi ion O

adalah 3.

Beberapa senyawa yang mengkristal dengan struktur

rutil diberikan pada Tabel.

TiO

2

CoF

2

MgF

2

MgH

2

MnF

2

NiF

2

ZnF

2

GeO

2

IrO

2

MoO

2

PbO

2

SiO

2

SnO

2

TaO

2

WO

2

(4)

ANATASE

Tipe-tipe Kristal TiO

2

Ada tiga struktur kristal utama TiO

2

,

yaitu anatase (tetragonal), rutile(tetragonal)

dan brookite (ortorombik). Meskipun struktur mereka

sama-sama berbentuk oktahedral (TiO

6

), namun

berbeda satu sama lain dalam distorsi oktahedral dan

pola perakitan rantai oktahedral (Winkler, 2003).

Hanya rutile dananatase yang cukup stabil

keberadaannya dan biasa digunakan sebagai fotokatalis

(Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001).

Struktur anatase dan rutile dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

(5)

SIFAT-SIFAT TIO2

 Oksida TiO2 merupakan padatan berwarna putih, mempunyai berat molekul 79,90;

densitas 4,26 gcm-3; tidak larut dalam HCl, HNO

3 dan aquaregia, tetapi larut dalam asam sulfat pekat membentuk titanium sulfat (TiSO4) (Cotton dkk., 1988). TiO2 tidak menyerap cahaya tampak tetapi mampu menyerap radiasi UV sehingga dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil pada pigmen sebagai fotokatalis. Reaktivitas TiO2 terhadap asam tergantung temperatur saat dipanaskan. TiO2 yang baru mengendap larut dalam asam klorida pekat, namun bila TiO2dipanaskan pada 900oC hampir semua tidak larut dalam asam kecuali larutan sulfur panas, yang kelarutannya meningkat dengan penambahan ammonium sulfat untuk menaikkan titik didih asam dan HF. Secara kimiawi TiO2 murni dibuat dari TiCl4 yang telah dimurnikan secara destilasi bertingkat. Tetraklorida ini dihidrolisis dalam larutan encer hingga diperoleh endapan berupa titanium dioksida terhidrat yang selanjutnya dikalsinasi pada 800 oC (Kirk, 1993).

 Partikel TiO2 telah cukup lama digunakan sebagai fotokatalis mendegradasi berbagai

senyawa organik. TiO2 merupakan semikonduktor yang memiliki fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi serta tahan terhadap fotokorosi dalam semua kondisi larutan kecuali pada larutan yang sangat asam atau mengandung fluoride. TiO2 juga bersifat nontoksik, memiliki sifat redoks, yaitu mampu mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam larutan (Brown, 1992).

(6)

BAND GAP TIO2

Jika titanium dioksida menyerap cahaya yang memiliki

tingkat energi lebih tinggi dibanding tingkat energi celah

pitanya menyebabkan elektron melompat ke pita konduksi

dan meninggalkanhole di pita valensi. Kristal rutil memiliki

energi celah pita 3,0 eV dan anatase memiliki energi celah

pita 3,2 eV sehingga keduanya akan menyerap sinar

ultraviolet. Untuk kristal rutil juga dapat menyerap sinar yang

mendekati cahaya tampak sehingga dapat menyerap sinar

dengan jangkauan yang lebih besar. Dengan logika ini

diperkirakan kristal rutil akan lebih baik digunakan sebagai

fotokatalis. Tetapi pada kenyataannya anatase memiliki

(7)

PEMBAHASAN

Untuk membentuk pelet sensor TiO

2

digunakan metode so-gel untuk mereduksi

ukuran serbuk titanium dioksida dengan pelarut asam sulfat. Tahapan awalnya

larutan TiO

2

& asam sulfat di stiring dengan variasi kecepatan 600 rpm, 700 rpm

dan 800 rpm (hasil dari percobaan). Setelah distiring ± 2-3 jam terbentuk gel,

kemudian di drying 1 jam temperatur 350 ͦ C & di kalsinasi 500 ͦ C.

Persamaan kimia :

TiO

2 +

H

2

SO

4

TiOSO

4

+

H

2

O

TiOSO

4

(analisa hasil XRD serbuk setelah kalsinasi) berbentuk serbuk dengan warna

putih secara fisik terlihat menggumpal, kemudian dikompaksi dengan tekanan 200

bar membentuk pelet dengan diameter 14 mm. Tahapan selanjutnya di sintering

dengan 3 variasi temperatur yaitu 700, 800 dan 900 ͦ C.

Metode peak broadening digunakan untuk menganalisa hasil pengujian XRD.

Analisa yang dilakukan adalah perubahan posisi 2

, single peak, FWHM, crystal size

dan mikrostrain. Untuk menganalisa single peak dilakukan dengan software high

score plus dengan metode profile fitting.

(8)

Rumus B (degree)

D (crystal size) :

D =

B =

D adalah crystal size, dari rumusan diatas B adalah lebar setengah

puncak (FWHM) dalam radian.  adalah panjang gelombang yang

digunakan dalam uji XRD yaitu 1,54056 Å,  adalah posisi sudut

terbentuknya puncak,  adalah nilai microstrain dari hasil pengujian

peak broadening.

(9)

Pengujian SEM dan XRD menunjukkan bahwa ukuran serbuk 600

rpm paling besar, variasi kecepatan stiring 700 rpm & 800 rpm

memiliki ukuran serbuk yang bersaing lebih kecil dari serbuk variasi

kecepatan stiring 600 rpm. Sehingga proses sol-gel dapat mereduksi

ukuran serbuk titanium dioksida.

Setelah dikompaksi dalam bentuk pelet diameter 14 mm, dilakukan

analisa dengan pengujian SEM untuk melihat porositas, pelet

dengan variasi kecepatan stiring 600 rpm memiliki porositas yang

banyak dan besar (lubang) namun jarak antar butirnya kecil

(compact/padat). Pelet dengan variasi kecepatan stiring 700 rpm

banyak memiliki porositas, sedangkan pelet dengan variasi stiring

800 rpm memiliki sedikit porositas. Jarak antar butirnya kurang

homogen untuk spesimen dengan variasi kecepatan stiring 700 rpm

dan 800 rpm.

(10)

Setelah dilakukan tahapan sintering yang merupakan peristiwa

penghilangan pori-pori antara partikel bahan, pada saat yang sama terjadi

penyusutan komponen, dan diikuti oleh pertumbuhan grain serta

peningkatan ikatan antar partikel yang berdekatan, sehingga menghasilkan

bahan yang lebih mampat/kompak (indiani dkk, 2009). Semua spesimen

mengalami peningkatan crystal size seiring dengan kenaikan variasi

temperature sintering ( 700 ͦ C, 800 ͦ C dan 900 ͦ C). Hal ini membuktikan

sintering dapat meningkat ukuran Kristal (pertumbuhan butir). Namun

setiap spesimen memiliki kepadatan dan jumlah porositas yang

berbeda-beda setelah sintering. Pelet dengan variasi kecepatan stiring 600 rpm,

variasi sintering 700, 800 dan 900 ͦ C banyak memiliki porositas, seiring

dengan kenaikan temperatur sintering membentuk ketidak aturan butiran

(memuai). Pelet dengan variasi kecepatan stiring 700 rpm dengan

temperatur sintering 700, 800 dan 900 ͦ C tidak memiliki perbedaan yang

mencolok. Pelet 700 rpm dengan temperatur sintering 900 ͦ C mengalami

necking dan butirnya tidak beraturan. Sedangkan pelet dengan variasi

kecepatan stiring 800 rpm mengalami necking semua baik temperatur

sintering 700,800 dan 900 ͦ C.

(11)

Hasil pengujian XRD setelah sintering menunjukkan

bahwa semua pelet memiliki fase anatase dan

berstruktur kristal tetragonal. Semua spesimen memiliki

rumus kimia TiO

2

(titanium dioksida), hanya ada 2

spesimen yang berbeda yaitu pelet variasi kecepatan

stiring 700 rpm variasi temperatur sintering 700 ͦ C

dengan rumus kimia Ti

0,72

O

2

dan pelet dengan variasi

kecepatan stiring 800 rpm variasi temperatur sintering

700 ͦ C dengan rumus kimia Ti

0,78

O

2.

Reduksi kation

titanium dalam senyawa diakibatkan oleh proses

pemanasan/sintering yang menyebabkan vacancy

kation dengan rumus Ti

(1-x)

O

2

.

(12)
(13)

Amorf adalah padatan yang partikel

penyusunnya tidak memiliki keteraturan yang

sempurna.

(14)

STRUKTUR KRISTAL

Sistem Tetragonal

Sistem tetragonal Hampir sama dengan sistem isometric/Kubic. Perbedaanya, salah

satu sumbunya lebih panjang dari pada dua sumbu yang lain. Sumbu yang berbeda

ini menjadi sumbu utama, yang disebut juga sumbu c. Sedangkan dua sumbu yang

lain sama panjang a dan b.

Dalam sistem isometri bentuk kristal dapat dikatakan seperti kubus, namun dalam

tetragonal sistem kristal berbentuk umum persegi.

Contoh Mineral Sistem Tetragonal : Bornit

Nama Mineral : Bornit

Rumus kimia : Cu5FeS4

Berat Jenis (BD) : 5,0

Sistim Kristal :tetragonal

Belahan : dalam jejak

Warna : merah tembaga atau perunggu

Goresan : hitam keabu-abuan yang terang

Kekerasan : 3

(15)

ORTOHOMBIK

5. Sistem Ortorombik

Pada sistem ortorombik, sumbu kristalnya berjumlah tiga buah yang kesemuanya

tidak sama panjang dan ketiganya saling berpotongan tegak lurus. Satu sumbu

memanjang vertical, yang disebut sumbu c. Sumbu satunya lebih panjang disebut

sumbu a.Sumbu ketiganya melintang dari kanan ke kiri yang disebut sumbu b.

Contoh Mineral Sistem Ortorombik : Topaz

Nama Mineral : Topas

Rumus kimia : Al2(SiO4)(F2OH)2

Berat Jenis (BD) : 19,3

Sistim Kristal : ortorombik

Belahan : sempurna

Warna : bening,kuning, merah mudakebiruan, kehijauan

Goresan : -

(16)

Gambar

Gambar Kisi kristal rutil (TiO 2 ). Warna merah adalah ion O 2- ,  sedangkan warna hitam adalah ion Ti 4+
DIAGRAM FASE TIO2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun variabel penelitian proses kompaksi dengan variasi tekanan 140 MPa, 170 MPa, 200 MPa dan disinter pada temperatur sintering 1400 o C selama 3 jam pada bentuk spesimen

Untuk menentukan waktu pengocokkan optimum amobilisasi enzim dilakukan pada 0,1 g zeolit dalam temperatur kamar dan kecepatan pengocokkan 100 rpm dengan variasi waktu pengocokan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan kwantitatif antara variasi kecepatan putar 750, 950 dan 1100 RPM pada centrifugal casting dengan penambahan inokulan Al-Ti-B

Kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30

Grafik hasil uji tarik Berdasarkan dari pengujian tarik yang telah dilakukan mendapatkan hasil seperti pada tabel 3 pada spesimen dengan variasi parameter kecepatan putar 910 rpm