BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengaturan Aliran Darah Koroner
Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya oleh vasodilatasi arteriol setempat sebagai respons terhadap kebutuhan nutrisi otot jantung. Dengan demikian, bilamana kekuatan kontraksi jantung meningkat, apapun penyebabnya, kecepatan aliran darah koroner juga akan meningkat. Sebaliknya, penurunan aktivitas jantung disertai dengan penurunan aliran koroner. Pengaturan lokal aliran darah koroner ini hampir identik dengan yang terjadi di banyak jaringan tubuh lainnya, terutama otot rangka di seluruh tubuh.
Aliran darah di sistem koroner biasanya diatur hampir sebanding dengan kebutuhan oksigen otot jantung. Biasanya sekitar 70 persen oksigen di dalam darah arteri koroner dipindahkan selagi darah mengalir melalui otot jantung. Karena tidak banyak oksigen yang tersisa, maka tidak banyak lagi oksigen yang dapat ditambahkan ke otot jantung kecuali bila aliran darah koroner meningkat. Untungnya, aliran darah koroner meningkat hampir berbanding lurus dengan setiap konsumsi oksigen tambahan bagi proses metabolik di jantung. (Guyton,Arthur C., Hall,John E., 2008)
2.2 Penyakit Jantung Koroner 2.2.1. Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan perfusi jantung dan pasokan darah teroksigenasi oleh arteri koronaria.(Brashers,Valentina L., 2008)
2.2.2 Faktor Resiko
1. Tidak Dapat Diubah
Usia (laki – laki ≥45 tahun; perempuan ≥55 tahun atau menopause prematur tanpa terapi penggantian estrogen). Riwayat PJK pada keluarga (Infark Miokard pada ayah
atau saudara laki – laki sebelum berusia 55 tahun atau pada ibu atau saudara perempuan sebelum berusia 65 tahun). 2. Dapat Diubah
Hiperlipidemia (LDL-C); batas atas, 130 – 159 mg/dl; tinggi ≥160 mg/dl.
HDL-C rendah : <40 mg/dl.
Hipertensi (≥140/90 mmHg atau pada obat antihipertensi). Merokok sigaret
Diabetes mellitus (bergantung insulin atau tidak bergantung insulin).
Obesitas, terutama abdominal Ketidakaktifan fisik
Hiperhomosisteinemia (≥16 µmol/L) 3. Faktor Resiko Negatif
HDL-C tinggi (Price,Sylvia Anderson., Wilson,Lorraine McCarty, 2006)
2.2.3 Patofisiologi
Berkurangnya aliran darah koroner (penyebab pada >90% kasus) yang terjadi karena kombinasi aterosklerosis, vasospasme, dan thrombosis koroner. Keadaan yang kadang – kadang menyebabkan berkurangnya aliran darah koroner meliputi arteritis, emboli,
vasospasme yang ditimbulkan oleh kokain dan syok (yang menimbulkan hipotensi sistemik). (Mitchell,Richard N., et al, 2009)
Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri.
Proses aterosklerosis dimulai dengan cedera sel endotel. Cederanya sel endotel akan tersekresilah kemoatraktan monosit dan mengekspresikan molekul penginduksi adhesi permukaan sel yang akan mengikat monosit dan limfosit dan meningkatkan pengambilan makrofag ke daerah cedera. Kemudian akan terlepaslah sitokin dan merangsang inflamasi. Kemudian akan tersekresi faktor pertumbuhan yang meningkatkan migrasi dan proliferasi sel otot polos.
LDL akan teroksidasi oleh radikal oksigen, difagositosis oleh makrofag, dan kemudian dibawa ke dinding pembuluh darah (oksidasi LDL ditingkatkan oleh kenaikan LDL serum, peningkatan aktivitas lipoksigenase, dan peningkatan radikal oksigen).
Makrofag yang terisi LDL teroksidasi dinamakan sel busa. Akumulasi sel tersebut membentuk suatu lesi patologis yang dinamakan lapisan berlemak (fatty streak) yang menginduksi perubahan imunologis dan inflamasi lebih lanjut sehingga mengakibatkan kerusakan pembuluh progresif.
Leukosit dan makrofag melepaskan penjamu sitokin inflamasi dan mitogen yang selanjutnya merangsang proliferasi otot polos (Ang II, faktor pertumbuhan) dan menghambat sintesis endotel serta melepaskan vasodilator endogen, seperti oksida nitrat.
Sel otot polos bermigrasi ke daerah yang diliputi sel busa sehingga membentuk semacam topi yang dinamakan plak fibrosa (fibrous plaque). Remodeling pembuluh darah terjadi dengan kalsifikasi dan fibrosis, apoptosis dan nekrosis lesi, penebalan dinding pembuluh peri-lesi, dan penonjolan ke dalam lumen pembuluh darah.
Ketika plak berkembang, plak tersebut akan mengalami ulserasi atau ruptur karena :
1. Tekanan aliran darah mekanis.
2. Kolagenase, elastase, dan stromelisin yang dihasilkan oleh makrofag
3. Apoptosis sel pada tepi plak menyebabkan nekrosis berkelanjutan pada dinding pembuluh darah.
Jumlah deposisi kolagen dan elastin pada topi (yang dibuat oleh sel otot polos dan fibroblas) dan jumlah LDL di dalam pusatnya menentukan kestabilan dan kerentanannya terhadap ruptur. Selain itu, limfosit T menghasilkan interferon gamma yang menurunkan produksi kolagen dan melemahkan plak.
Trombosit akan beragregasi dan melekat ke permukaan plak yang rupture akibat berkurangnya antikoagulan endotel dan pajanan reseptor permukaan glikoprotein trombosit IIb/IIIa, rangkaian peristiwa koagulasi kemudian dimulai, dan trombus terbentuk di permukaan lesi yang bisa mengobstruksi lumen pembuluh darah secara lengkap. Pelepasan tromboksane A yang menyebabkan vasokonstriksi akan lebih mempersempit lumen pembuluh darah.
Hasil keseluruhannya adalah arteri yang menyempit dan rentan terhadap vasokonstriksi abnormal dan thrombosis. (Brashers,Valentina L., 2008)
Sumber :
http://medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.html. Gambar 2.1 Proses Aterosklerosis
2.2.4 Diagnosa 1. Riwayat
Penyakit koroner sebelumnya Riwayat keluarga penyakit jantung Hipertensi
Merokok Dislipidemia
Diabetes
Episode dispnea saat berolahraga atau akibat edema sebelumnya
Episode kepala pening atau sinkop 2. Gejala
Tekanan/nyeri substernum atau dada sesak dengan atau tanpa penyebaran ke leher, rahang, bahu kiri atau lengan. Dispnea.
Mual atau muntah. Diaphoresis.
Kepala pening atau kehilangan kesadaran.
Awitan gejala terjadi akibat olahraga, pajanan dingin, atau stress.
Nyeri berkurang dengan istirahan versus berkepanjangan dan menetap
3. Pemeriksaan
Diantara episode iskemik, pemeriksaan mungkin normal atau hanya ada bukti faktor resiko yang mendasari seperti hipertensi, manifestasi dislipidemia seperti xantelasma, arkus kornea, atau manifestasi diabetes seperti intertrigo atau neuropati. Bias terdapat tanda – tanda penyakit aterosklerosis pada arteri lain seperti dibuktikan dengan adanya bising, penurunan denyut, atau temuan neurologis. Beberapa pasien mungkin memperlihatkan tanda CHF dari serangan iskemik sebelumnya. Selama episode iskemik akut, pasien biasanya cemas, takikardia, takipnea, kemungkinan ada ronkhi paru, S3, S4, atau murmur. Bila terdapat syok kardiogenik, maka akan terjadi hipotensi dengan perfusi jaringan yang buruk. (Brashers,Valentina L., 2008)
2.3 Kolesterol
Kolesterol terdapat dalam diet semua orang, dan dapat diabsorpsi dengan lambat dari saluran pencernaan ke dalam saluran limfe usus. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air. Kolesterol secara spesifik mampu membentuk ester dengan asam lemak. Hampir 70 persen kolesterol dalam lipoprotein plasma memang dalam bentuk ester kolesterol.
2.3.1 Pembentukan Kolesterol
Selain kolesterol yang diabsorpsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, suatu jumlah yang bahkan lebih besar dibentuk dalam sel tubuh, disebut kolesterol endogen. Pada dasarnya semua kolesterol endogen yang beredar dalam lipoprotein plasma dibentuk oleh hati, tetapi semua sel tubuh lain setidaknya membentuk sedikit kolesterol, yang sesuai dengan kenyataan bahwa banyak struktur membran dari seluruh sel, sebagian disusun dari zat ini.
Struktur dasar kolesterol adalah inti sterol. Inti sterol seluruhnya dibentuk dari molekul asetil-KoA. Selanjutnya, inti sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk kolesterol, asam kolat, yang merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk oleh hati, dan beberapa hormon steroid penting yang disekresi oleh korteks adrenal, ovarium, dan testis.
2.3.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Kolesterol Plasma
1. Peningkatan jumlah kolesterol yang dicerna setiap hari sedikit meningkatkan konsentrasi plasma. Akan tetapi, bila kolesterol dicernakan, peningkatan konsentrasi kolesterol menghambat enzim terpenting untuk pembentukan kolesterol endogen, 3-hidroksi-3-metilglutaril KoA reductase, sehingga tersedia suatu system kontrol umpan balik intrinsik untuk mencegah peningkatan konsentrasi kolesterol plasma yang berlebihan. Akibatnya, konsentrasi kolesterol plasma biasanya tidak berubah
naik atau turun lebih dari 15% dengan mengubah jumlah kolesterol dalam diet, walaupun respon individu sangat berbeda – beda.
2. Diet lemak yang sangat jenuh meningkatkan konsentrasi kolesterol darah 15 sampai 25 persen. Keadaan ini akibat peningkatan penimbunan lemak dalam hati, yang kemudian menyebabkan peningkatan jumlah asetil-KoA di dalam sel hati untuk menghasilkan kolesterol. Oleh karena itu, untuk menurunkan konsentrasi kolesterol darah, mempertahankan diet rendah lemak jenuh biasanya sama pentingnya dengan mempertahankan diet rendah kolesterol
3. Pencernaan lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi biasanya menekan konsentrasi kolesterol darah dari jumlah sedikit sampai sedang.
4. Kekurangan insulin atau hormon tiroid meningkatkan konsentrasi kolesterol darah, sedangkan kelebihan hormon tiroid menurunkan konsentrasinya. Efek ini kemungkinan disebabkan terutama oleh perubahan derajat aktivitas enzim – enzim khusus yang bertanggung jawab terhadap metabolisme zat lipid.
Tabel 2.1. Klasifikasi Kolesterol Total, Kolesterol LDL, Kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 mg/dl
Kolesterol Total <200 200 – 239 ≥240 Optimal Diinginkan Tinggi Kolesterol LDL <100 100 – 129 130 – 159 Optimal Mendekati Optimal Diinginkan
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI edisi IV, 2006
2.3.3 Hiperlipidemia
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas berasal dari makanan (eksogen) dan dari sintesis lemak (endogen). Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relative mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma, sehingga lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transport dalam serum. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein :
1. Kilomikron
2. Lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) 3. Lipoprotein densitas rendah (LDL)
4. Lipoprotein densitas tinggi (HDL)
Kadar relatif lipid dan protein berbeda – beda pada setiap kelas tersebut. Dari keempat kelas lipoprotein yang ada, LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL
160 – 189 ≥190 Tinggi Sangat Tinggi Kolesterol HDL <40 ≥60 Rendah Tinggi Trigliserid <150 150 – 199 200 – 499 ≥500 Optimal Diinginkan Tinggi Sangat Tinggi
Istilah hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Kasus dengan kadar tinggi yang disebabkan oleh gangguan sistemik disebut sebagai hiperlipidemia sekunder. Penyebab utama hiperlipidemia adalah obesitas, asupan alcohol yang berlebihan, diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan sindrom nefrotik. Hiperlipidemia akibat predisposisi genetik terhadap kelainan metabolisme lipid disebut hiperlipidemia primer
Salah satu konsekuensi hiperlipidemia yang paling penting adalah peningkatan kolesterol serum, yang terutama mencerminkan kolesterol LDL, merupakan faktor predisposisi terjadinya ateroma. (Price,Sylvia Anderson., Wilson,Lorraine McCarty, 2006)
2.3.4 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah peningkatan kadar kolesterol darah diatas batas normal.
Hiperkolesterolemia ada dua : 1. Hiperkolesterolemia primer
Hiperkolesterolemia primer adalah suatu penyakit herediter yang menyebabkan seseorang mewarisi kelainan gen pembentuk reseptor lipoprotein berdensitas rendah pada permukaan membrane sel tubuh.(Guyton,Arthur C., Hall,John E., 2008) (terjadi akibat mutasi dalam gen untuk reseptor LDL(Price,Sylvia Anderson., Wilson,Lorraine McCarty, 2006)) Bila reseptor ini tidak ada, hati tidak dapat mengabsorpsi lipoprotein berdensitas sedang atau lipoprotein berdensitas rendah. Tanpa adanya absorpsi tersebut, mesin kolesterol di sel hati menjadi tidak terkontrol dan terus membentuk kolesterol baru. Hati tidak lagi member respons terhadap inhibisi umpan balik dari jumlah kolesterol plasma yang terlalu besar. Akibatnya, jumlah lipoprotein berdensitas
sangat rendah yang dilepaskan oleh hati ke dalam plasma menjadi sangat meningkat.
Pasien dengan hiperkolesterolemia familial yang parah memiliki konsentrasi kolesterol darah sebesar 600 sampai 1000 mg/dl, yaitu empat sampai enam kali nilai normal. Banyak pasien seperti ini yang meninggal sebelum usia 20, karena infark miokardium atau gejala sisa penyumbatan aterosklerosis di seluruh pembuluh darah tubuh. .(Guyton,Arthur C., Hall,John E., 2008)
2. Hiperkolesterolemia sekunder
Hiperkolesterolemia sekunder diakibatkan oleh adanya gangguan sistemik. (Price,Sylvia Anderson., Wilson,Lorraine McCarty, 2006)
2.4 Hubungan Hiperkolesterol dengan Penyakit Jantung Koroner
Saat ini telah diketahui adanya hubungan antara peningkatan kolesterol serum dan peningkatan prematuritas dan keparahan aterosklerosis.( Price,Sylvia Anderson., Wilson,Lorraine McCarty, 2006). Aterosklerosis menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah koroner sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan perfusi jantung dan pasokan darah teroksigenasi oleh arteri koronaria. (Guyton,Arthur C., Hall,John E., 2008). Diperkirakan 99.500.000 orang Amerika memiliki kadar kolesterol serum total yang meningkat (200 mg/dl tau lebih). The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol yang meningkat akan menurunkan jumlah kematian akibat infark miokardium. (Price,Sylvia Anderson., Wilson,Lorraine McCarty, 2006)