ISBN 978-602-5793-57-8
622
UNIPA Surabaya
Analisis Regresi Spatial Error Model Untuk
Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Timur
Wara Pramesti 1, Artanti Indrasetianingsih 2
1), 2) Program Studi Statistika, FMIPA, UNIPA Surabaya -Surabaya
E-mail:[email protected]
ABSTRAK
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia. IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Pembangunan manusia di Jawa Timur kontinu mengalami kemajuan selama periode 2011- 2017. Dari 66,06 (2011) meningkat menjadi 70,27 (2017) atau selama periode tersebut tumbuh 6,4 persen. Rata-rata pertumbuhan selama kurun waktu 2011-2017 sebesar 1,04 persen per tahun. Ini menunjukkan upaya pemerintah Jawa Timur dalam meningkatkan pembangunan manusia cukup berhasil. IPM merupakan masalah yang kompleks dan tidak sederhana penanganannya. Oleh karena itu perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap IPM yaitu pengeluaran per kapita, morbiditas, rata-rata lama pemberian ASI pada anak usia 0 – 23 bulan, persentase penduduk miskin, dan angka harapan sekolah. Model terbaik yang diperoleh yaitu Spatial Error Model (SEM) dengan matriks pembobot spasial Queen Contiguity,dan diperoleh koefisien determinasi sebesar 0,968 dan AIC = 119,14. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap IPM yaitu pengeluaran per kapita, persentase penduduk miskin dan angka harapan sekolah dan terdapat dependensi error pada lokasi satu dengan lokasi lainnya (λ).
Kata kunci: IPM, SAR, SEM, SARMA
PENDAHULUAN
Indeks Pembangunan Manusia yang selanjutnya ditulis dengan IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya [BPS, [1]]. IPM diperkenalkan oleh United Nations
Development Programme (UNDP) pada
tahun 1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan tahunan Human
Development Report (HDR). IPM dibentuk
oleh 3 (tiga) dimensi dasar, yaitu 1). Umur
panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Berdasarkan ketiga indikator tersebut diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas hidup manusia.
IPM antara lain dipengaruhi oleh pendapatan per kapita, angka kematian, presentase penduduk miskin, dan rata-rata lama sekolah (Pramesti dan indrasetianingsih, 2018), juga IPM di suatu daerah dipengarui oleh IPM di daerah sekitar yang berdekatan. Hal ini sesuai dengan hukum Tobler yang berbunyi, Lokasi yang saling berdekatan mempunyai
623 hubungan yang lebih tinggi daripada lokasi/wilayah yang jauh.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap IPM dapat diketahui dari analisis regresi klasik, tetapi apabila sudah memperhitungkan lokasi/wilayah, pendekatan regresi spasial merupakan metode yang lebih sesuai. Regresi spasial merupakan pengembangan dari regresi linier klasik. Pengembangan ini didasarkan adanya pengaruh tempat atau spasial pada data yang dianalisis. Regresi Spasial dalam hal ini terdiri dari
Spatial Autoregresive Model (SAR), yang
memiliki dependensi nilai respon antar lokasi, Spatial Error Model (SEM) yang memiliki dependensi nilai galat antar lokasi dan Spatial Autoregresive Moving
Average (SARMA) memiliki dependensi
pada variabel respon dan dependensi pada eror. Dari ketiga metode tersebut dipilih yang terbaik untuk menentukan model IPM Jawa Timur.
Pembangunan manusia di Jawa Timur kontinu mengalami kemajuan selama periode 2011- 2017. Dari 66,06 (2011) meningkat menjadi 70,27 (2017) atau selama periode tersebut tumbuh 6,4 persen. Rata-rata pertumbuhan selama kurun waktu 2011-2017 sebesar 1,04 persen per tahun. Ini menunjukkan upaya pemerintah Jawa Timur dalam
meningkatkan pembangunan manusia cukup berhasil. Prestasi itu ditunjukkan dari meningkatkan predikat IPM Jawa Timur pada tahun 2017 menjadi IPM berkategori “tinggi” untuk pertama kalinya. Sebelumnya, dari tahun 2010 hingga tahun 2016 Jawa Timur masih berkategori “sedang”. Walaupun demikian, Pemerintah Jawa Timur tetap perlu meningkatkan kinerja pembangunan manusianya, karena masih ada satu wilayah di Jawa Timur (Sampang) yang berkategori IPM “rendah”. Berkaitan dengan hal tersebut, maka untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan IPM di kabupaten/kota di Jawa Timur dapat digunakan metode pendekatan regresi spasial dengan memilih model yang terbaik.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data dan informasi Indeks Pembangunan Manusia, Pengeluaran Per Kapita, Morbiditas, Persentase Penduduk Miskin, Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Harapan Sekolah menurut kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 2017, yang terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota yang telah dipublikasikan oleh BPS Jawa Timur.
624
Variabel penelitian dan Definisi
Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel
respon dan 9 variabel prediktor seperti pada Tabel 1. berikut:
Tabel 1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Skala Data
Yi Indeks Pembangunan Manusia di kabupaten/kota i di
Jawa Timur, dengan satuan persen Rasio (X1i) Pengeluaran per kapita di kabupaten/kota di Jawa
Timur, dengan satuan ribu rupiah Rasio
(X2i)
Angka Kesakitan/Morbiditas/Persentase Penduduk Yang Mempunyai Keluhan Kesehatan. Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa, termasuk karena kecelakaan, atau hal lain yang menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari.
Rasio
(X3i) Rata-Rata Lama Pemberian ASI Kepada Anak Usia 0-23
Bulan (Baduta), dengan satuan bulan Rasio (X4i) Persentase penduduk miskin di kabupaten/kota i di Jawa
Timur , dengan satuan persen Rasio
(X5i) Angka harapan sekolah penduduk Jawa Timur di
kabupaten/kota, dengan satuan tahun Rasio
Alur Penelitian
Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis deskriptif variable-variabel penelitian dengan peta tematik. 2. Melakukan pendugaan dan pengujian
parameter model regresi klasik.
3. Memeriksa asumsi pada model regresi klasik yang dihasilkan yaitu uji asumsi identik, independen, dan berdistribusi normal.
4. Menyusun matriks pembobot spasial (W)
5. Menguji efek ketergantungan spasial yaitu uji dependensi spasial dan uji heterogenitas spasial serta untuk menetukan model spasial dengan menggunakan uji Langrange Multiplier (LM).
6. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter model regresi Spatial Autoregresive, Spatial Eror Model dan Spatial Autoregresive Moving Average.
7. Melakukan interpretasi koefesien pada masing-masing model.
8. Menarik kesimpulan.
625 Indeks Pembangunan Manusia dikatagorikan menjadi empat kelompok, yaitu tinggi, menengah atas, menengah bawah dan rendah. Pada Gambar 1, interval katagori ditunjukkan dengan degradasi warna. Warna yang gelap menunjukkan bahwa IPM yang ada pada daerah tersebut tinggi, dan yang berwarna terang menunjukkan bahwa daerah tersebut mempunyai IPM rendah.
Gambar 1 Peta Kabupaten/Kota Jawa Timur
Berdasarkan Gambar 1, nampak bahwa kota Surabaya, Malang, Blitar, Madiun,
Pasuruan dan Bodowoso memiliki IPM yang tinggi (> 80), dan Kabupaten Sampang memiliki IPM rendah (<60-). Kabupaten/kota yang memiliki IPM menengah atas (70<IPM<80), yaitu Kabupaten Magetan, Nganjuk, Kediri, Tulungagung, dan Mojokerto. Kabupaten yang lain memiliki IPM menengah bawah.
Identifikasi Model
Pertama dilakukan analisis regresi klasik dan pengujian parameter regresi secara serentak, dan pengujian parameter regresi secara individu. Selanjutnya dilakukan pengujian asumsi residual dari model regresi klasik, tetapi sebelum analisis dilakukan perlu dilakukan uji asumsi multikolinieritas (Tabel 2), karena di dalam analisis regresi tidak boleh ada kasus multikolinieritas pada variabel prediktornya.
Tabel 2 Nilai VIF Model Regresi
Variabel VIF X1 2,81 X2 1,16 X3 1,17 X4 1,79 X5 3,00 X6 2,68
Indikasi adanya kasus multikolinieritas dalam hal ini dilihat dari nilai Varians Inflasi Faktor, yang selanjutnya ditulis dengan VIF. Apabila nilai VIF > 10, mengindikasikan adanya
kasus multikolinieritas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai VIF < 10 untuk semua variabel. Jadi analisis regresi dapat dilakukan.
626
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh model regresi klasik sebagai berikut:
5 4 3 2 1 0,019 0,23 0,28 1,498 0013 , 0 02 , 45 ˆ x x x x x yi = + − − − + (1)
P-value yang diperoleh besarnya 0,00
kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan garis regresi atau model regresi siginicant. Pengujian parameter regresi secara individu pada Tabel 3., menunjukkan bahwa variabel rata-rata lama pemberian ASI pada anak usia 0 – 23 bulan tidak berpengaruh signifikan
terhadap IPM (Y), karena nilai p-value lebih besar dari 0,05. Variabel yang lain, yaitu pengeluaran per kapita, morbiditas, persentase penduduk miskin dan rata-rata lama sekolah berpengaruh signifikan terhadap Y, karena mempunyai p-value < 0,05.
Tabel 3 Hasil Uji Individu Parameter Regresi
Pengujian Asumsi Residual
Pengujian heteroskedastisitas digunakan uji Breusch Pagan (BP). Hasil dari pengujian BP diperoleh p-value = 0,4442, lebih besar dari 0,05, berarti residual model tidak ada kasus heteroskedastisitas atau varians residualnya identik.
Pengujian asumsi residual independen dilakukan dengan melihat plot Autocorelasi Corelation Function, yang selanjutnya ditulis ACF dari residual. Plot ACF Residual dapat dilihat pada Gambar
2. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa terdapat nilai ACF yang terletak di luar batas, hal ini menunjukkan bahwa residual tidak independen atau terjadi autokorelasi, sehingga model regresi klasik kurang tepat digunakan. Koefisien Standar error P-value Constant 45,02 5,94 1.23e-08 X1 0,0013 0,0002 8.04e-09 X2 -0,19 0,089 0.040424 X3 -0,23 0,34 0.502928 X4 -0,28 0,073 0.000676 X5 1,498 0,39 0.000515
627
Gambar 2 Plot ACF residual regresi
Asumsi residual berdistribusi normal diuji dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov, diperoleh p-value = 0,15 lebih besar dari α = 5%, maka asumsi residual berdistribusi normal dipenuhi.
Gambar 3 Uji Kolmogorov Smirnov Residual Regresi
Asumsi residual independen tidak dipenuhi, maka dapat dilanjutkan ke pendekatan regresi spasial area, dengan melakukan uji dependensi spasial untuk mengetahui apakah ada atau tidak pengaruh spasial atau lokasi di dalam model.
Uji dependensi spasial dengan
Moran’s I menghasilkan nilai Moran’s I
sebesar 0,48795283 dengan p-value = 0,00002 yang berarti signifikan. Nilai
Moran’s I yang diperoleh lebih besar dari Io = - 0,0270, maka variasi Indeks
Pembangunan Manusia memiliki pola mengelompok (cluster) atau dapat dikatakan terjadi autokorelasi positif. Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadi autokorelasi lokasi atau ketergantungan antar lokasi/wilayah, sehingga dapat dilakukan pemodelan dengan pendekatan regresi spasial area. Tetapi sebelum sampai pada tahap pemodelan, dilakukan pengujian Lagrange Multiplier sebagai dasar untuk
pemilihan pemodelan regresi spasial yang sesuai. Hasil uji Lagrange Multiplier pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemodelan dengan Spatial Autoregresive Model,
Spatial Error Model dan SARMA dapat
dilakukan, karena semua p-value dari nilai LM lebih kecil dari 0,05.
Tabel4 Hasil Pengujian Lagrange Multiplier
LM Df p-value
LM lag (SAR) 11,0385 1 0,0009 LM error (SEM) 4,2589 1 0,0390 LM SARMA 16,9925 2 0,0002
Pemodelan dengan SAR:
Hasil estimasi parameter dari pemodelan SAR dapat dilihat pada Tabel 5 Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui
bahwa p-value dari nilai ρ adalah 0,00087 kurang dari 0,05, maka terdapat efek ketergantungan lokasi pada suatu wilayah dengan wilayah yang lain yang berdekatan.
628
Variabel Koefisien Std. Error Prob.
Rho (ρ) 0,22326 0,00673 0,00087 Intercept 26,21274 7,62213 0,00058 X1 0,00113 0,00016 0,00000 X2 -0,13948 0,07719 0,07079 X3 -0,04256 0,29535 0,88543 X4 -0,23732 0,06376 0,00019 X5 1,67228 0,33701 0,00000 R-Square (R2) = 0,95969 (95,97%) AIC = 127,79 Berdasarkan Tabel 5 juga dapat
diketahui bahwa terdapat satu variabel yang tidak signifikan secara statistik jika dimodelkan dengan SAR, yaitu variabel X3 (Rata-Rata Lama Pemberian ASI Kepada Anak Usia 0-23 Bulan (Baduta)) dan variabel X2 (morbiditas), karena mempunyai p-value > 0,05. Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap IPM Jawa Timur tahun 2017 adalah variabel pengeluaran per kapita di kabupaten/kota di Jawa Timur (X1), persentase penduduk miskin di kabupaten/kota (X4), dan angka harapan sekolah (X5) penduduk Jawa Timur di kabupaten/kota, karena mempunyai
p-value < 0,05. Tabel 5 juga menunjukkan
bahwa model SAR yang terbentuk dapat menjelaskan sebesar 95,97% variasi IPM Jawa Timur tahun 2017, sedangkan sisanya sebesar 4,03% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk ke dalam model.
Pemodelan dengan SEM:
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa terdapat dependensi spasial pada
error yang dinotasikan dengan (λ)
diperoleh p-value yang kurang dari 0,05 , maka dapat dikatakan berpengaruh signifikan, artinya terdapat keterkaitan persentase IPM pada suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang berdekatan.
Tabel 6 Hasil Analisis Pada Spatial Error Model
Variabel Koefisien Std. Error Prob.
Lambda (λ) 0,69425 0,1161 0,000009 Intercept 45,70722128 4,48395939 0,000000 X1 0,00128853 0,00012136 0,000000 X2 -0,09001502 0,05493871 0,1013 X3 -0,33249007 0,22965884 0,1477 X4 -0,23973086 0,05670175 0,000023 X5 1,41502748 0,26845484 0,000000 R-Square (R2) = 0,96785 (96,8%) AIC = 119,14
629 Variabel model yang berpengaruh signifikan, yaitu pengeluaran per kapita (X1), persentase penduduk miskin (X4) dan angka harapan sekolah (X5). Jadi dalam hal ini IPM di suatu wilayah dipengaruhi oleh pengeluaran per kapita, persentase penduduk miskin, dan angka harapan sekolah di wilayah tersebut serta residual spasial dari wilayah lain yang berdekatan, memiliki karakteristik yang sama.
Nilai koefisien determinasi sebesar 0,96785 dapat diartikan bahwa, variasi dari IPM dapat dijelaskan oleh pengeluaran per kapita, persentase penduduk miskin, dan angka harapan sekolah di wilayah tersebut sebesar 96,79%, sisanya 3,21% dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak masuk ke dalam model.
Pemodelan dengan SARMA
Hasil pengujian parameter untuk pemodelan SARMA dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7 Hasil Analisis Pada SARMA
Variabel Koefisien Std. Error Prob.
Rho (ρ) 0,051199 0,087293 0,55752 Lambda (λ) 0,64538 0,1161 0,000002 Intercept 41,77011201 8,04689495 0,000000 X1 0,00127922 0,00012509 0,000000 X2 -0,09759022 0,05696580 0,08669 X3 -0,33182754 0,23426915 0,16952 X4 -0,24050139 0,05746940 0,00029 X5 1,45324876 0,27965943 0,000000 R-Square (R2) = 96,8% AIC = 120,84 Berdasarkan Tabel 7 diketahui
bahwa terdapat dependensi spasial pada
error λ dengan p-value 0,000002 kurang
dari 0,05, artinya terdapat keterkaitan IPM pada suatu wilayah dengan wilayah lainnya yang berdekatan. Parameter-parameter yang signifikan, yaitu X1, X4 dan X5. Artinya pengeluaran per kapita,
dan angka harapan sekolah berpengaruh positif dalam terhadap IPM dan persentase penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap IPM.
Variasi dari IPM dapat dijelaskan oleh pengeluaran per kapita, persentase penduduk miskin dan angka harapan sekolah sebesar 96,8%, sisanya 3,2% dapat
630 dijelaskan oleh variabel lain yang masuk ke dalam model.
Pemilihan model terbaik dengan membandingkan kriteria R-Square (R2) dan Akaike’s Information Criterion yang selanjutnya ditulis AIC. Pemilihan didasarkan pada nilai R2 terbesar, dan nilai
AIC terkecil. Hasil perbandingan dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut.
Tabel 8 Koefisien Determinasi dan AIC
Model R2 AIC
SAR 95,97% 127,79
SEM 96,8% 119,14
SARMA 96,8% 120,84
Nilai R2 dan AIC dapat dilihat pada Tabel 8 , untuk model SEM memiliki R2 sama dengan model SARMA, tetapi SEM
memiliki nilai AIC peling kecil. Jadi model terbaik dalam hal ini adalah SEM. Model tersebut adalah:
5 4 3 2 1 0,90 0,33 0,24 1,42 001 , 0 71 , 45 ˆi xi xi xi xi xi y = + − − − + (2)
= = n i j j j ij i w u U 1 69 , 0 (3) PEMBAHASANModel terbaik yang diperoleh dapat digambarkan sebagai berikut:
Untuk kabupaten Banyuwangi:
Letak kabupaten Banyuwangi, Jember, Bondowoso dan Situbondo saling
berdekatan, menurut peta Tematik pada Gambar 1. Apabila dibuat model, hasilnya sebagai berikut: 5 4 3 2 1 0,90 0,33 0,24 1,42 001 , 0 71 , 45
ˆBanyuwangi xBanyuwangi xBanyuwangi xiBanyuwangi xBanyuwangi xBanyuwangi
y = + − − − + (4) Situbondo Bondowoso Jember Banyuwangi u u u U =0,2314 +0,2314 +0,2314 (5)
Interpretasi dari persamaan diatas, pengeluaran per kapita berpengaruh positif dan signifikan. Jadi, apabila pengeluaran per kapita mengalami kenaikan satu satuan dan variabel prediktor yang lain dianggap konstan, maka IPM akan mengalami kenaikan sebesar 0,001satuan. morbiditas berpengaruh negatif terhadap IPM, maka jika morbiditas mengalami kenaikan
sebesar satu satuan dan variabel yang lain dianggap konstan, maka IPM akan turun sebesar 0,90 satuan. Rata-rata pemberian ASI pada anak usia 0 – 23 tahun juga signifikan dan berpengaruh negatif terhadap IPM, maka apabila rata-rata pemberian ASI pada anak usia 0 – 23 bulan naik satu satuan, akan menyebabkan IPM turun sebesar 0,33 satuan. Variabel
631 persentase penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifkan, maka apabila persentase penduduk miskin mengalami kenaikan sebesar satu satuan dan variabel lain dianggap konstan, maka nilai IPM akan turun sebesar 0,24 satuan. Selanjutnya variabel angka harapan sekolah berpengaruh positif dan signifikan. Jadi, jika angka harapan sekolah mengalami kenaikan satu satuan dan variabel prediktor lainnya konstan, maka
IPM akan mengalami peningkatan sebesar 0,231 satuan. Nilai IPM di Kabupaten Banyuwangi juga dipengaruhi oleh tetangganya yaitu kabupaten Jember, Bondowoso dan Situbondo masing-masing sebesar 0,231 satuan.
KESIMPULAN
1. Kabupaten Sampang memiliki IPM rendah.
2. Model terbaik yang diperoleh adalah
Spatial Error Model, dengan persamaan:
5 4 3 2 1 0,90 0,33 0,24 1,42 001 , 0 71 , 45 ˆi xi xi xi xi xi y = + − − − +
= = n i j j j ij i wu U 1 69 , 03. Faktor yang berpengaruh positif terhadap perubahan IPM di kabupaten/kota di Jawa Timur adalah pengeluaran perkapita dan angka harapan sekolah. Persentase penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap perubahan IPM.
4. Koefisien determinasi 0,968, artinya variasi dari IPM dapat dijelaskan oleh pengeluaran per kapita, morbiditas, rata-rata pemberian ASI pada anak usia 0 -23 bulan, persentase penduduk miskin, dan angka harapan sekolah sebesar 96,8% dan sisanya 3,21% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk ke dalam model.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Anselin l. & J. Le gallo.(2006). Interpolation of air quality measures in hedonic house price models: spatial aspects.Spatial Economic Analysis, 1, 3152.
[2] Anselin, L. (1988). Spatial Econometrics : Methods and Models.
Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
[3] Andra, N. (2007). Model Regresi
Linear Pada Data Spasial Dependen.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
[4] BPS. (2007). Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2006 - 2007.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[5] BPS. (2008). Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2007 - 2008.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
[6] BPS. (2015). Publikasi Indeks Pembangunan Manusia 2015. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
[7]http://www.economicsdiscussion.net/hu
man-development/human-632
development- meaning
objectives-and-components/11754 diakses
tanggal 19 januari 2018, 14:35 [8]http://bappeda.purworejokab.go.id/inde
x.php?option=com_content&view=art icle &id=49&Itemid=17 diakses tanggal 19 Januari 2018, 16.40
[9] http://hdr.undp.org/en/content/human-development-index-hdi diakses tanggal 19 Januari 2018, 15.25
[10]https://en.wikipedia.org/wiki/Human_ Development_Index diakses tanggal 19 Januari, 15.25
[11] Indri, A (2014). Aplikasi Regresi
Spasial Untuk Pemodelan Angka Harapan Hidup (AHH) Di Provinsi
Jawa Tengah.Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. [12] Johnson, R. A. and Wichern, D.W.
(1988), Applied Multivariate Statistical Analysis, Prentice Hall
Inc, New Jersey.
[13] Pramesti dan indrasetianingsih, 2018,
East Java Human Development Index Modeling with Spatial Regression
Approach, Advances in Social
Science, Education and Humanities
Research, volume 2261st
International Conference on Social Sciences (ICSS 2018)