• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia Status Kesehatan pada Lansia Indonesia"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Lansia 1.1. Defenisi Lansia 1.2. Batasan-batasan lansia 1.3. Teori-teori Penuaan 1.3.1. Teori Biologis

1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial

1.4. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia 1.5. Masalah Kesehatan Lansia

1.6. Status Kesehatan pada Lansia Indonesia 1.7. Sifat-sifat Penyakit pada Lansia

1.7.1. Etiologi 1.7.2. Diagnosis

1.7.3. Perjalanan Penyakit 2. Kualitas Hidup

2.1. Defenisi Kualitas Hidup 2.2. Komponen Kualitas Hidup 3. Penyakit Kronis

3.1. Defenisi Penyakit Kronis 3.2. Kategori Penyakit Kronis 3.3. Implikasi Penyakit Kronis 3.4. Fase-fase Penyakit Kronis

(2)

1. Lansia

1.1 Defenisi lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999).

1.2 Batasan - batasan lansia

Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2000).

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun, usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55 – 64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996).

Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Deputi I Menkokesra, 1998).

(3)

1.3 Teori-teori penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur, dan teori kepribadian berlanjut.

1.3.1. Teori Biologis

Teori seluler. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit (Spence & Mason (1992), dalam Watson, 2003). Pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Boedhi Darmojo & Nugroho, 2000; Watson, 2003). Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi (Watson, 2003).

(4)

Teori sintesis protein. Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago, hal ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elstin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya akan cenderung berkerut (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003).

Teori keracunan oksigen. Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dan terjadi kesalahan genetik (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003). Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan repsoduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Watson, 2003).

(5)

Teori sistem imun. Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran, walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker (Watson, 2003).

Teori radikal bebas. Nugroho (2000) menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi.

1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial

Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa saat lanjut usia terjadi pengunduran diri yang mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dengan lingkungan sosialnya (Cummins and Henry (1961) dalam Suriadi, 1999).

Teori kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa pada saat seseorang menginjak usia lanjut, maka mereka tetap mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama seperti pada masa-masa sebelumnya. Mereka tidak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Lansia yang aktif melaksanakan peranan-peranannya di masyarakat akan mencapai usia lanjut yang optimal.

Teori kepribadian berlanjut. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki lansia tersebut (Kuntjoro, 2002).

(6)

Perubahan-perubahan tersebut akan berdampak terhadap sistem muskuloskeletal yang merupakan komponen struktur yang utama, dimana sistem ini mengalami perubahan dalam muskulature yaitu otot yang mengecil serta progresif (atrofi) dan tulang kehilangan kalsium secara progresif (dekalsifikasi) (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003). Perubahan yang lambat akan membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur karena penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan (Watson, 2003).

1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.

Perubahan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.

(7)

Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian

(8)

lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya ada kecenderungan mengalami Post Power Syndrome. Apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi berantakan.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

(9)

Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.

Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Kuntjoro, 2002).

1.5. Masalah kesehatan pada lansia

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil

(10)

dan atau buang air besar), Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar), Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang), Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence (impotensi).

1.6 Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis (pengaruh rokok pada pria).

1.7 Sifat-sifat Penyakit pada Lansia

Sifat penyakit pada lansia ini perlu sekali untuk dikenali supaya tidak salah ataupun terlambat menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek, yaitu etiologi, diagnosis, dan perjalanan penyakit.

(11)

1.7.1. Etiologi

Sebab penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Sel-sel parenkim banyak diganti dengan sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormon yang menurun, produksi enzim menurun dan sebagainya.

Dalam rangka ini juga produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang tua akan mundur. Maka dari itu faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih mudah hinggap. Di negara-negara maju karena faktor infeksi ini secara keseluruhan telah jarang ditemui, penyakit infeksi pada penderita lansia pun juga jarang sekali dijumpai. Di negara-negara berkembang justru masih banyak penyakit infeksi pada golongan anak-anak dan lansia.

Selain itu, etiologi penyakit pada lansia ini seringkali tersembunyi, sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Seringkali untuk menegakkan diagnosis kita memerlukan mengobservasi penderita agak lama sambil mengamati dengan cermat tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya, yang juga seringkali tidak nyata.

Seringkali sebab penyakit tadi bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya. Dapat diharapkan bahwa di negara berkembang patologi multipel ini lebih menonjol lagi, karena pengaruh faktor endogen dan eksogen secara bersama-sama. 1.7.2. Diagnosis

Diagnosis penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih sukar daripada usia remaja/ dewasa, karena seringkali tidak khas gejalanya. Selain itu,

(12)

keluhan-keluhannya pun tidak khas dan tidak jelas, dan tidak jarang asimtomatik. Sebagai contoh, pada appendicitis acuta pada lansia seringkali tidak disertai nyeri pada titik Mc Burney yang khas, tetapi hanya dengan tanda-tanda perut kembung ataupun diare.

1.7.3. Perjalanan Penyakit

Pada umumnya perjalanan penyakit lansia ini adalah kronik (menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu, penyakitnya bersifat progresif dan sering menyebabkan kecacatan lama sebelum akhirnya penderita meninggal dunia.

2. Kualitas hidup.

2.1. Defenisi kualitas hidup.

Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001).

Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).

(13)

komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

2.2. Komponen kualitas hidup

Menurut Trobojevic (1998) kualitas hidup di kembangkan untuk memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan. Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga kualitas dari kelangsungan hidup.

Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup dapat disimpulkan menjadi dua komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk mengkaji kulitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:

(14)

1. fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju sendiri.

2. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan.

3. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.

4. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat baik.

5. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki energi yang banyak, bosan dan lelah.

6. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial. 7. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah

masalah emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang singkat dalam pekerjaan atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan

(15)

8. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.

Universitas Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu)

1. Internal Individu

Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual.

2. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

3. Harapan

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.

(16)

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu:

1. Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka

2. Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

3. Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup, mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor

(17)

a. Kesejahteraan

Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.

b. Kepuasan hidup

Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan kognitif.

c. Kebahagiaan

Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d. Makna dalam hidup

Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.

(18)

e. Gambaran biologis kualitas hidup

Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis. Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis f. Mencapai potensi hidup

Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan

Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi. Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi

(19)

h. Faktor-faktor objektif

Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal.

Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan (American Thoracic Society, 2004).

3. Penyakit Kronis

3.1. Defenisi penyakit kronis

Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat di sembuhkan dengan sempurna. Penyakit kronis sangat erat hubungannya terhadap kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly, 2001). Penykit kronis adalah peenyakit yang mempunyai karakteristik yaitu suatu penyakit yang bertahap-tahap, mempunyai perjalanan penyakit yang cukup lama, dan

(20)

sering tidak dapat disembuhkan (Belsky, 1990). Sedangkan menurut Barrow (1996) penyakit kronis merupakan suatu penyakit yng cukup lama dan penyebabnya tidak dapat diketahui secara jelas dan umumnya penyembuhan tidak dapat dilakukan tujuannya hanya untuk mengontrol, menjaga supaya tidak terjadi komplikasi, dan rehabilitasi. Penyakit kronis jg merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan terganggunya fungsi kehidupan sehari-hari yang dialami selama tiga bulan atau lebih dalam setahun yang disebabkan oleh karena mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit selama tiga puluh hari atau lebih dalam setahun (Christianson dkk, 1998).

3.2. Kategori Penyakit Kronis

Menurut Conrad (1987, dikutip dari Christianson dkk, 1998) ada beberapa kategori dari penyakit kronis yaitu

Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.

Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.

At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori sebelumnya. Pada kategori penyakit ini tidak menekankan pada penyakitnya

(21)

tetapi pada resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi, dan penykit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

3.3. Implikasi Penyakit Kronis

Penyakit kronis mempengaruhi banyak orang dalam berbagai cara, baik secara langsung atau tidak langsung. Penting artinya memahami implikasi arti dari penyakit kronis bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan cara ini individu dapat mengatasi masalah-maslahnya. Implikasi ini meliputi, yaitu

Menangani penyakit kronis mencakup lebih dari menangani masalah-masalah medis, dalam hal ini pertimbangan sosial dan psikologis penting diketengahkan. Adaptasi terhadap penyakit dan kecacatan merupakan proses yang berkepanjangan. Setiap perubahan besar atau penurunan fungsi membutuhkan adaftasi fisik, emosi dan sosial (Bury 1991, dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).

Kondisi-kondisi kronis dapat melewati berbagai fase yang berbeda sepanjang perjalanan penyakit, setiap fase membawa masalah fisik psikologis dan sosialnya sendiri.

Untuk menjaga agar kondisi kronis tetap terkontrol, individu diharapkan patuh terhadap aturan terapeutik yang persisten, ketidakberhasilan untuk mematuhi rencana pengobatan atau mengikuti aturan dengan cara yang konsisten dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dan percepatan proses penyakit.

(22)

Satu penyakit kronis dapat mengakibatkan kondisi kronis lain. Sebagai contoh, diabetes pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya perubahan neurologist dan sirkulasi dalam penglihatan, jantung, seksual, dan maslah-masalah ginjal (Smeltzer & Bare, 2001; Anderson, 2002).

Penyakit kronis mempengaruhi seluruh keluarga. Tidak hanya anggota keluarga yang terlibat dalam menangani penyakit kronis yang diderita oleh orang yang mereka kasihi, tetapi kehidupan keluarga dapat menjadi sangat terganggu oleh penyakit kronis, terutama jika penyakit tersebut parah (Christianson dkk, 1998; Smeltzer & Bare, 2001).

Individu dengan penyakit kronis dan keluarganya harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penatalaksanaan sehari-hari penyakit. Tidak seperti kondisi akut, rumah sakit menjadi pusat perawatan primer dalam penyakit-penyakit kronis. Pelayanan-pelayanan pendukung diluar rumah tersedia dari rumah sakit, praktik dokter, klinik, perawatan panti, pusat-pusat perawatan, dan lembaga-lembaga di komunitas. Pelayanan ini memberdayakan individu untuk menangani penyakit kronis di rumah (Straus & Corbin, 1998 yang dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).

Penatalaksanaan kondisi kronis adalah suatu proses dari penemuan. Pasien dapat diajarkan bagaimana cara menangani kondisi yang mereka alami. Menangani kondisi kronis membutuhkan penanganan masalah-masalah yang komplek, yang saling terkait yang sifatnya medis, sosial dan emosional. Upaya-upaya kolaboratif dari banyak tenaga pelayanan kesehatan di butuhkan untuk memberikan perawatan menyeluruh yang

(23)

Penatalaksanaan kondisi kronis mahal. Biaya yang dibutuhkan untuk biaya perawatan kesehatan dan pelayanan yang berhubungan dengan penyakit kronis sangat banyak.

Kondisi kronis menghadirkan dilema etis bagi individu, tenaga kesehatan profesional, dan masyarakat. Tidak ada pemecahan yang mudah terhadap masalah-masalah kondisi kronis.

Hidup dengan penyakit kronis berarti hidup dengan ketidakpastian. Meskipun tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi perjalanan penyakit yang diantisipasi, tetapi mereka tidak dapat menentukan kepastian perjalanan penyakit tepatnya seperti apa yang akan dihadapi oleh individu (Smeltzer & Bare, 2001).

3.4. Fase-Fase Penyakit Kronis

Ada sembilan fase dalam penyakit kronis yaitu

a) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik atau prilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.

b) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan.

c) Fase stabil. Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol

d) Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala dari penyakit-penyakit.

(24)

e) Fase akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

f) Fase krisis. Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.

g) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.

h) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

i) Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual (Smeltzer & Bare, 2001).

Referensi

Dokumen terkait

Metode menyuntikkan nutrien berupa cairan ke dalam amnion embrio ( in ovo feeding) , menyebabkan embrio tersebut secara alami mengkonsumsi nutrien tersebut secara oral sebelum

Penelitian dilakukan untuk menguji efektivitas alat peraga model atom senyawa karbon yang digunakan dalam proses pembelajaran kimia pokok bahasan senyawa karbon, khususnya

Pertama-tama, orang harus mengeluarkan uang yang banyak, termasuk pajak yang tinggi, untuk membeli mobil, memiliki surat ijin, membayar bensin, oli dan biaya perawatan pun

 Nyeri, menyebabkan pasien sangat menderita, tidak mampu bergerak, tidak mampu bernafas dan batuk dengan baik, susah tidur, tidak enak makan5dan minum, !emas, gelisah,

Dari uraian diatas maka diperlukan formulasi proporsi perbandingan tepung uwi:pati jagung serta penambahan margarin untuk mengetahui pengaruh dan perbedaan

Kecamatan terkhir yang memiliki banyak sektor unggulan adalah Kecamatan Cilacap Utara, sektor yang tergolong unggul dalam kecamatan ini adalah sektor listrik, gas dan

Komp. Multatuli Indah Blok FF No. PANCAKE.. Sun Plaza

yan ang g ak akan an se seiim mba bang ng de deng ngan an ar arus us k kas as m mas asuk uk y yan ang g dihasilkan dari in!estasi" rus kas yang mengambil