• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar

Harminingsih (2008) menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri dari: (1) jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), (2) psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), (3) dan kelelahan. Faktor luar yaitu: (1) keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), (2) sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), (3) dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

Sekolah merupakan salah satu faktor luar dalam mempengaruhi hasil belajar siswa, sehingga guru sebagai anggota sekolah memiliki peran penting dalam mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk itu, Guru harus memiliki kompetensi dibidangnya, selain itu agar pembelajaran tidak monoton maka guru sebaiknya mampu memvariasikan metode pembelajaran misalkan diskusi inkuiri, praktikum, game dan jigsaw. Penggunaan media pembelajaran yang bervariasi juga dapat mempengaruhi hasil belajar karena siswa merasa senang dalam belajar, motivasi tinggi dan hasil belajarnya dapat maksimal.

Dimyati dan Mudjiono, (2006: 3) Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberi tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran.

Nana Sudjana (2011:22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, sikap, dan ketrampilan yang diperoleh siswa setelah menerima pengalaman dan perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

(2)

2.1.2. Pengertian Matematika

Menurut James dan James yang dikutip Ruseffendi (1998) “Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, geometri.” Jadi, Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dibangun dengan penalaran yang terstruktur secara deduktif berdasarkan unsur, aksioma, sifat dan teori yang telah terbukti.

Menurut Abraham S Lunchins dan Edith N Luchins dalam Erman Suherman (2011:16) matematika dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawabnya, siapa yang menjawabnya, dan apa sajakah yang dipandang termasuk dalam matematika.

Menurut Johnson dan Rising didalam Ruseffendi (1992 : 28) Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logik; matematika adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan) daripada mengenai bunyi; matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasikan, sifat-sifat atau teori-teori itu dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang didefinisikan, atau tidak didefinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola, keteraturan pola atau ide; dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematikaadalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalartentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dangeometri.

2.1.2.1 Perlunya Belajar Matematika

Pencarian kebenaran dalam matematika disajikan sebagai suatu cara manusia berpikir, sehingga validitas dari pemikiran kebenaran tidak diragukan lagi. Demikian pula dalam menyelesaikan persoalan sehari–hari, atau persoalan lain yang memerlukan matematika sebagai suatu cara yang khusus, misalnya persamaan, pertidaksamaan, model Matematika dan sebagainya. Banyak persoalan sehari-hari yang dapat dibantu

(3)

dengan matematika. Oleh karena itu, matematika sangat perlu untuk dipelajari. Matematika bukan hanya sebagai alat bantu untuk matematika itu sendiri, akan tetapi banyak konsep–konsep yang sangat diperlukan oleh ilmu lainnya seperti fisika, kimia, biologi, teknik, ekonomi dan farmasi.

2.1.2.2 Ruang Lingkup Matematika

Bahan kajian inti Matematika Sekolah Sekolah Dasar mencakup aritmatika (berhitung) pengantar aljabar, geometri, pengukuran, dan kajian data (pengantar statistik). Penekanan diberikan pada “penguasaan bilangan termasuk berhitung“ (Depdikbud, 1994:35). Menurut standar kompetensi dasar Matematika, ruang lingkup Matematika dikelompokkan dalam kemahiran matematika, bilangan, pengukuran, geometri, aljabar, statistika, peluang, trigonometri, dan kalkulus.

2.1.3. Pendekatan Pembelajaran

Dalam Dekdikbud (1990:25), pendekatan dapat diartikan sebagai proses ,perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu.

Menurut Suharno, Sukardi, Chotijah dan Suwalni (1998:32) bahwa pendekatan pembelajaran diartikan“ Model Pembelajaran “.

Sedangkan pembelajaran menurut H.J. Gino dkk. (1998:32) bahwa pembelajaran atau instruction merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan tujuan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar”.

Pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.

Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tujuan pembelajaran dapat dicapai maka perlu dibuat program pembelajaran yang baik dan benar. Program pembelajaran merupakan macam kegiatan yang menjabarkan kemampuan dasar dan teori pokok secara rinci yang memuat metode pembelajaran, alokasi waktu, indikator pencapaian hasil belajar dan langkah-langkah kegiatan

(4)

pembelajaran dari setip pokok mata pelajaran. Sistem dan pendekatan pembelajaran dibuat karena adanya kebutuhan akan sistem dan pendekatan tersebut untuk meyakinkan yaitu adanya kebutuhan untuk belajar dan siswa belummengetahui apa yang akan diajarkan. Oleh karena itu, guru menetapkan hasil-hasil belajar atau tujuan apa yang diharapkan akandicapai.

2.1.4. PendekatanKontekstual (Contextual Teacher Lerning) Komponen Inkuiri 2.1.4.1 Hakekat Pendekatan Kontekstual

Johnson (2002:24) pendekatan kontekstual adalah suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami materi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok materi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Muslich (2007:41) pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Lebih lanjut Komalasari (2010:7) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar atau pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran atau materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan atas pemecahan masalah yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

(5)

2.1.4.2 Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional (Behaviorisme/Strukturalisme)

Pendekatan kontekstual memiliki perbedaan dengan pendekatan tradisional (behaviorisme/strukturalisme. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1

Perbedaan Pendekatan Kontekstual dan Pendekatan Tradisional

No Pendekatan CTL Pendekatan Tradisional

1. Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran.

Siswa adalah penerima informasi secara pasif.

2. Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, dan saling mengoreksi.

Siswa belajar secara individual.

3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4. Perilaku dibangun atas kesadaran diri. Perilaku dibangun atas dasar kebiasaan.

5. Ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.

Ketrampilan dikembangkan atas dasar latihan.

6. Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.

Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian/nilai.

7. Sesorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan.

Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman. 8. Bahasa diajarkan dengan bahasa komunikatif

yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.

Bahasa diajarkan untuk pendekatan struktural:rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatihkan 9. Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar

skemata yang sudah ada dalam diri siswa.

Rumus itu ada di luar diri siswa yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan.

10. Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai

Rumus adalah kebenaran absolut. Hanya ada dua kemungkinan yaitu

(6)

dengan skemata siswa. pemahaman rumus yang salah dan pemahaman rumus yang benar 11. Siswa menggunakan kemampuan berpikir

kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa masing-masing skemata ke dalam proses pembelajran.

Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca,

mendengarkan, mencatat,

menghafal) tanpa memberikan kontribusi ide dalam proses pembelajaran.

12. Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.

Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia.

13. Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan oleh manusia itu sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang.

Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

14. Siswa diminta bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.

Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran

15. Penghargaan terhadap pengalaman belajar siswa sangat diutamakan.

Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.

16. Hasil belajar diukur dengan berbagai cara:proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.

Hasil belajar hanya diukur dengan tes.

17. Pembelajaran terjadi di barbagai tempat, konteks dan setting.

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.

(7)

jelek. perilaku jelek.

19. Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik.

20. Seseorang berperilaku baik karena dia yakin bahwa itulah yang terbaik dan bermanfaat.

Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenangkan.

Berdasarkan tabel 2.1 perbedaan pendekatan kontekstual dan pendekatan tradisional, maka dapatlah disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual lebih menekankan siswa untuk belajar lebih aktif, menekankan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri dan siswa belajar dari mengalami sendiri bukan dari pemberian orang lain dan pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.

2.1.4.3 Penerapan Pendekatan Kontekstual (CTL) dalam Kelas

Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri (menemukan sendiri) unutk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.

6. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Selain itu, pendekatan kontekstual mendasarkan pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :

1. Proses Belajar

 Bekajar tidak hanya sekedar menghafal  Anak belajar dari mengalami

 Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan

(8)

 Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide

 Proses belajar dapat mengubah struktur otak 2. Transfer Belajar

 Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain

 Ketrampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit

 Penting bagi siswa tahu “untuk apa” ia belajar, dan “bagaimana” ia menggunakan pengetahuan dan ketrampilan itu.

3. Siswa Sebagai Pembelajar

 Strategi belajar penting agar anak mudah mempelajari sesuatu yang baru

 Peran guru membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui

 Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya Lingkungan Belajar

 Belajar lebih efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa  Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan

pengetahuan baru mereka

 Umpan balik penting bagi siswa yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar

 Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok.

Menurut Zahorik (1995:14-22), ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual yaitu :

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)

2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis), melakukan sharingkepada orang lain agar mendapat tanggapan/validasi dan konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

(9)

4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). 5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan

pengetahuan tersebut

Jadi pada dasarnya penerapan pendekatan CTL dapat diterapkan pada kurikulum apapun, bidang studi apa saja dan dalam kelas yang bagaimanapun juga. Hal tersebut dengan melihat konsep pada anak untuk menemukan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.

2.1.4.4 Karakteristik Pendekatan Kontekstual (CTL)

Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu (1) melakukan hubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) mengatur cara belajar sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mengasuh atau memelihara pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian sebenarnya. Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik antara lain yaitu (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa aktif, guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, serta (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.

Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).

(10)

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group).

5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to knot each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to York together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

Dari beberapa uraian di atas maka pembelajaran contextual teaching and learning mempunyai karakteristik diantaranya sebagai berikut, saling menunjang dan bekerja sama, penbelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan, pembelajaran yang terintegrasi, bergairah, menuntut siswa lebih aktif, adanya berbagai macam sumber pembelajaran, terdapatnya hasil karya siswa, dan laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. 2.1.4.5 Tujuh Komponen Pendekatan Kontekstual (CTL)

Menurut Supinah (2008:16) pembelajaran kontekstual (CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu sebagai berikut :

1) Konstruktivisme (Construktivism)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pendekatan CTL yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit dan tidak sekonyong- konyong). Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Konsep konstruktivisme menuntut siswa untuk dapat membangun arti dari pengalaman baru pada pengetahuan tertentu. Priyatni (2002:2) menyebutkan bahwa pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

(11)

2) Inkuiri (Inquiry)

Menemukan merupakan strategi belajar dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materinya.

Inkuiri adalah siklus proses dalam membangun pengetahuan yang bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori atau konsep. Inkuiri diawali dengan pengamatan untuk memahami konsep atau fenomena dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan. Priyatni (2002:2) menjelaskan bahwa inkiri dimulai dari kegiatan mengamati, bertanya, mengajukan dugaan sementara (hipotesis), mengumpulkan data, dan merumuskan teori sebagai kegiatan terakhir.

3) Bertanya (Questioning)

Bertanya merupakan keahlian dasar yang dikembangkan dalam pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahuinya, dan

mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.

Konsep ini berhubungan dengan kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan sebagai wujud pengetahuan yang dimiliki. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.

4) Masyarakat belajar (Learning Commnunity)

Masyarakat belajar merupakan penciptaan lingkungan belajar dalam pembelajaran kontekstual (CTL). Masyarakat belajar adalah kelompok belajar yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Aplikasinya dapat berwujud dalam pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas, atau belajar dengan teman-teman lainnya. Belajar bersama dengan orang lain lebih baik dibandingkan dengan belajar sendiri.

(12)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari berbagi pengalaman antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu ke yang tidak tahu. Pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen sehingga sehingga akan terjadi kerja sama antara siswa yang pandai dengan siswa yang lambat. Kegiatan masyarakat belajar difokuskan pada aktivitas berbicara dan berbagai pengalaman dengan orang lain. Priyatni (2002:3) menyebutkan bahwa aspek kerja sama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik adalah tujuan pembelajaran yang menerapkan learning community.

5) Pemodelan (Modelling)

Model merupakan acuan pencapaian kompetensi dalam pembelajaran kontekstual. Konsep ini berhubungan dengan kegiatan mendemonstrasikan suatu materi pelajaran agar siswa dapat mencontoh atau agar dapat ditiru, belajar atau melakukan dengan model yang diberikan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model, siswa juga dapat berperan aktif dalam mencoba menghasilkan model. Priyatni (2002:3) menyatakan bahwa kegiatan pemberian model bertujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar, atau melakukan apa yang kita inginkan agar siswa melakukannya.

6) Refleksi (Reflction)

Refleksi merupakan langkah akhir dari belajar dalam pembelajaran kontruktivisme. Konsep ini merupakan proses berpikir tentang apa yang telah dipelajari. Proses telaah terhadap kejadian, aktivitas, dan pengalaman yang dihubungkan dengan apa yang telah dipelajari siswa, dan memotivasi munculnya ide-ide baru. Refleksi berarti melihat kembali suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman dengan tujuan untuk mengidentifikasi hal yang telah diketahui, dan hal yang belum diketahui. Realisasinya

adalah pertanyaan langsung tentang apa-apa yang

diperolehnya hari itu, catatan di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai

pembelajaran pada hari itu.

Priyatni (2002:3) menjelaskan bahwa kegiatan refleksi adalah kegiatan memikirkan apa yang telah kita pelajari, menelaah, dan merespons semua kejadian, aktivitas, atau

(13)

pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, dan memberikan masukan-masukan perbaikan jika diperlukan.

7) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian yang sebenarnya merupakan proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian ditekankan pada proses pembelajarannya, maka data dan informasi yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajarannya. Penilaian yang sebenarnya merupakan tindakan menilai kompetensi siswa secara nyata dengan menggunakan berbagai alat dan berbagai teknik tes, portofolio, lembar observasi, unjuk kerja, dan sebagainya. Prosedur penilaian yang menunjukkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa secara nyata. Penilaian yang sebenarnya ditekankan pada pembelajaran yang seharusnya membantu siswa agara mamapu mempelajari sesuatu, bukan hanya memperoleh informasi pada akhir periode. Kemajuan belajar siswa dinilai bukan hanya yang berkaitan dengan nilai tetapi lebih pada proses belajarnya.

2.1.4.6 Hakekat Pendekatan Kontekstual (CTL) Komponen Inkuiri

Inti dari pembelajaran CTL adalah inkuiri (menemukan). Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri yang siklusnya observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan (Depdiknas 2002:12). Prinsip yang bisa dipegang guru ketika menerapkan komponen inkuiri dalam pembelajaran (Muslich 2007:45) menjelaskan: (1) Pengetahuan dan ketrampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri. (2) Informasi yang diperoleh siswa akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan sendiri oleh siswa. (3) Siklus inkuiri adalah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. (4) Langkah kegiatan inkuiri adalah merumuskan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lain, mengkomunikasikan atau menyajikan hasil pada pihak lain (pembaca, teman sekelas, guru, audiens dan lain-lain).

(14)

Asas menemukan sendiri merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual. Dengan proses berpikir yang sistematis ini diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis yang dapat dijadikan dasar pembentukan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

Jadi pada hakekatnya pendekatan kontekstual komponen inkuiri adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari melalui kegiatan inkuiri: a) identifikasi dan merumuskan masalah, b) menyusun hipotesis, c) merancang dan melaksanakan kegiatan/percobaan, d) analisis data, e) penyajian hasil percobaan, dan f) penarikan kesimpulan.

2.1.4.7 Teori Belajar yang Mendasari Inkuiri

Implementasi pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja seperti ilmuwan diantaranya merumuskan hipotesis, menguji hipotesis melalui percobaan dan menginformasikan hasil penyelidikan. Pembelajaran inkuiri juga didefinisikan sebagai pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri; dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, melakukan sesuatu, menggunakan simbol-simbol (gambar-gambar) dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang satu dengan yang lain, membandingkan yang ditemukan sendiri dengan yang ditemukan orang lain (Sidharta,2005).

Hal senada juga diungkapkan oleh Sanjaya (2011:196) yang menyatakan bahwa “Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari suatu masalah yang dipertanyakan”.

Kegiatan inkuiri dibentuk dan meliputi discovery karena siswa harus menggunakan kemampuan discovery lebih banyak lagi. Dengan kata lain inkuiri adalah suatu proses perluasan proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Kegiatan discovery adalah proses mental yang memungkinkan siswa mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Proses mental dalam discovery diantaranya mengamati, menggolongkan,

(15)

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, menarik kesimpulan, dan sebagainya (Roestiyah,2001).

Dari pengertian inkuiri yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti mengambil kesimpulan bahwa inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang mencakup seluruh kemampuan siswa dalam struktur kelompok melalui proses berpikir kritis, logis, analitis, dan sistematis untuk menemukan jawaban dari suatu masalah. Masalah yang akan dicari jawabannya tersebut harus kontekstual. Kontekstual dalam hal ini yaitu mengaitkan konten mata pelajaran (isi, materi pelajaran) dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.4.8 Kelebihan dan Kekurangan Metode Inkuiri

Dalam penerapannya (Gulo, 2004), pembelajaran menggunakan metode inkuiri mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan, yaitu :

 Kelebihan

1. Pengajaran berpusat pada diri pembelajar.

2. Dalam proses belajar inkuiri, pembelajar tidak hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi hanya belajar konsep dan prinsip, tetapi juga mengalami proses belajar tentang pengarahan diri, pengendalian diri, tanggung jawab dan komunikasi sosial secara terpadu.

3. Pengajaran inkuiri dapat membentuk self concept (konsep diri). 4. Dapat memberi waktu kepada pembelajar untuk mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi.

5. Dapat menghindarkan pembelajar dari cara-cara belajar tradisional yang bersifat membosankan.

 Kelemahan

1. Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar

2. Kalau pendekatan inkuiri diterapkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang besar, kemungkinan besar tidak berhasil

3. Siswa yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah dirancang guru, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-lebih kalau harus belajar mandiri.

(16)

4. Dampaknya dapat mengecewakan guru dan siswa sendiri.

5. Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan keterampilan memberi kesan terlalu idealis.

6. Ada kesan dananya terlalu banyak, lebih-lebih kalau penemuaannya kurang berhasil hanya merupakan suatu pemborosan belaka.

2.1.4.9 Langkah-langkah Pembelajaran CTL Komponen Inkuiri

Sanjaya (2008:202) menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif. Hal yang dilakukan dalam tahap orientasi ini adalah:  Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

oleh siswa

 Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan

 Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara

(17)

yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

Pembelajaran inkuiri dapat dilaksanakan melalui beberapa langkah. Menurut Muhibbin Syah (2005:244) menyampaikan “ tahapan dan prosedur pelaksanaan inkuiri sebagai berikut :

a) Pemberian rangsangan (stimulation)

b) Pernyataan atau identifikasi masalah (problem statement) c) Pengumpulan data (data collection)

d) Pengolahan data (data processing) e) Verifikasi (verification)

(18)

f) Generalisasi (generalization) 2.2 Penelitian yang Relevan

Yuliningsih (2012) dalam penelitian yang berjudul “ Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model pembelajaran Contextual Teaching & Learning (Ctl) Siswa Kelas II SD N Sumogawe 04 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2011 / 2012 ” mengemukakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan metode Contextual Teaching& Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika kelas II. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar matematika siswa pada saat kondisi awal siswa yang belum tuntas memenuhi KKM = 64 sebanyak 13 siswa atau 48% dan yang sudah tuntas sebanyak 12 siswa atau 52%. Pada pelaksanaan siklus I siswa yang sudah tuntas memenuhi nilai KKM sebanyak 14 siswa atau 56% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 11 siswa atau 44%, pada pelaksanaan siklus II siswa yang tuntas memenuhi KKM sebanyak 24 siswa atau 96%. Dan siswa yang tidak memenuhi nilai KKM sebanyak 1 siswa atau 4%.

Suparmin (2012) dalam penelitian yang berjudul “ Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Bandungsari tentang Penarikan Akar Pangkat Tiga Bilangan Kubik dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 ” membuktikan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum perbaikan pembelajaran siswa yang tuntas KKM ≥ 60 hanya 13 siswa dari 41 siswa ( 32 % ). Pada perbaikan pembelajaran siklus 1 siswa yang tuntas KKM ≥ 60 meningkat menjadi 23 siswa ( 56 % ) dan pada perbaikan siklus 2 siswa yang tuntas KKM ≥ 60 meningkat lagi menjadi 38 siswa ( 92 % ). Dan tinggal 3 siswa ( 8 % ) yang belum tuntas. Penerapan CTL dapat meningkatkan kemampuan hasil belajar matematika tentang penarikan akar pangkat tiga dari bilangan kubik pada siswa kelas VI di SD Negeri 3 Bandungsari.

2.3 Kerangka Berpikir

Optimalisasi kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor media atau teknik dan model mengajar guru. guru dapat menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam kegiatan pembelajaran. Guru dapat mengaitkan materi yang terdapat dalam kurikulum dengan kondisi lingkungan

(19)

atau sesuai dengan dunia nyata sehingga siswa merasa pembelajaran menjadi lebih bermakna atau memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari.Dengan menerapkan media audio visual, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan dapat mengatasi masalah dalam pembelajaran Matematika di kelas 4 SD Negeri Wonotunggal03, karena siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran dan diharapkan pula terjadi peningkatan hasil belajar. 2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan perumusan masalah, landasan teori dan kajian pustaka, serta kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan bahwa pembelajaran dapat meningkat melalui penerapan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) komponen inkuiri pada hasil belajar matematika siswa kelas 4 SD Negeri Wonotunggal03Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang Semester 1 tahun pelajaran 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan produksi dengan strategi CV XYZ seperti yang tertera pada Tabel 5, dilakukan dengan cara menetapkan jumlah produksi mengikuti jumlah hari kerja yang

Berdasarkan nilai gini rasio dari setiap sumber pendapatan rumah tangga petani jagung di Kabupaten Bone Bolango sebagaimana uraian di atas membuktikan bahwa dengan

Performansi QoS VoIP over WLAN diuji pada NS-2.34 untuk setiap mekanisme penjadwalan PQ dan CSFQ pada 802.11e EDCA dengan jumlah pengguna VoIP sampai 20 titik dan beban trafik

seperti PT Kaltim Prima Coal pada dasarnya telah mengupayakan pelak-sanaan penambangan yang baik dan benar (good mining practices). Diantaranya dengan mengoptimalkan

Allah memuliakan para pecinta Nabinya dengan kemampuan melihat Rasulullah SAW ketika tidur sebagai perwujudan dari mengutamakan dan memuliakan beliau

Waktu latensi induk gonggong betina memijah pascasuntikan kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin A, persentase induk gonggong betina memijah pada masing-masing perlakuan B, n=

Dari hasil penelitian tentang kontribusi pembiayaan Murᾱbaḥah (IB Kepemilikan) terhadap perkembangan usaha dan peningkatan taraf hidup nasabah, maka dapat

Hasil analisis data pada komplikasi di ginjal didapatkan tidak adanya perbedaan proporsi komplikasi ginjal dengan hipertensi derajat 1 dan 2 (p=0,310). Hasil ini didukung