• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. ORGANISASI BERKINERJA TINGGI-edit by siti-.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. ORGANISASI BERKINERJA TINGGI-edit by siti-.pdf"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i DAFTAR ISI ……… ii BAB I PENDAHULUAN ………. 1 A. Deskripsi Singkat ……….. 1 B. Hasil Belajar ……… 2

C. Indikator Hasil Belajar ……… 2

D. Materi Pokok……… 2

E. Metode……….. 2

BAB II KONSEP, KARAKTERISTIK DAN STRATEGI ORGANISASI BERKINERJA TINGGI ... 3

A. Konsep Organisasi………... 3

B. Karakteristik Organisasi Berkinerja Tinggi ... 6

C. Strategi Organisasi Berkinerja Tinggi ... 13

BAB III TIPE DAN PERANAN KEPEMIMPINAN DALAM PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA ... 23

A. Tipe Kepemimpinan ... ... ……… 24

B. Peranan Kepemimpinan ...……… 27

C. Manajemen Kinerja……….... 31

BAB IV KEUNGGULAN KOMPETITIF ... 34

34 A. Pengertian Kinerja……….……… 34

B Pengukuran Kinerja ………... 35

C. Manajemen Kinerja ... 38

D. Siklus Pengukuran Kinerja ... 40

E. Keunggulan Kompetitif Organisasi ... 45

F. Tantangan Organisasi Di Masa Mendatang... 46

G. Peranan Pemimpin Organisasi Di Masa Mendatang………… 48 LAMPIRAN

(2)

Diklat Management of Training 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Dalam Modul mata diklat Organisasi Berkinerja Tinggi ini peserta akan dibekali dengan kemampuan pemahaman bagaimana cara mengadopsi dan mengadaptasi beberapa konsep dan contoh praktek organisasi yang meletakkan manajemen kinerja sebagai basis untuk membangun keunggulan kompetitif instansi dengan melihat mulai dari proses perencanaan strategik, prosedur dan tahapan pelakasanaan dalam mewujudkan dan meningkatkan organisasi berkinerja tinggi.

Pada era persaingan saat ini banyak dorongan untuk melakukan perubahan terhadap organisasi, baik organisasi swasta maupun organisasi pemerintah, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (1998:626) bahwa More and more organizations today face a dynamic and changing environment, This, in turn, is requiring these organizations to adapt "Change or Die" is the rallying cry among today’s managers worldwide. Maksudnya bahwa organisasi saat ini dihadapkan pada suatu lingkungan yang dinamis dan berubah yang menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri, pilihannya adalah “berubah atau mati”.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, apabila dikaitkan dengan pelayanan atau kinerja organisasi pemerintah saat ini belum sebagaimana yang diharapkan, hal ini sebagaimana disebutkan dalam UU No. 7 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, yaitu: “Hingga saat ini, pelaksanaan program pembangunan aparatur Negara masih menghadapi berbagai permasalahan dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintahan. Permasalahan tersebut, antara lain masih terjadinya praktik-praktik penyalahgunaan kewewenangan dalam bentuk KKN dan belum terwujudnya harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas. Upaya yang sungguh-sungguh untuk memberantas KKN dan meningkatkan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah banyak dilakukan. Walaupun demikian, hasil yang dicapai belum menggembirakan. Kelembagaan pemerintah, baik di pusat maupun di

(3)

daerah, masih belum terlihat efektif dalam membantu pelaksanaan tugas dan sistem manajemen pemerintahan juga belum efisien dalam mengggunakan sumber-sumber daya. Upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi masih belum sepenuhnya dapat teratasi mengingat keterbatasan dana pemerintah”.

B. Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dihahapkan dapat memahami cara mengadopsi dan atau mengadaptasi berbagai konsep dan praktek organisasi yang meletakkan kinerja sebagai basis untuk menciptakan keunggulan organisasi.

C. Indikator Hasil belajar

Setelah proses pembelajaran ini selesai diharapkan peserta dapat: 1. menjelaskan konsep Organisasi Berkinerja Tinggi dengan baik; 2. menggali berbagai aspek dalam penerapan manajemen kinerja;

3. mengidentifikasi dalam mengadopsi dan/atau mengadaptasi keunggulan kompetitif strategi organisasi yang berkinerja tinggi;

D. Materi Pokok

1. Konsep, Karakteristik dan Strategi Organisasi Berkinerja Tinggi;

2. Tipe dan Peranan Kepemimpinan dalam Penerapan Manajemen Kinerja; 3. Keunggulan Kompetitif yang diadopsi dan di adaptasi.

E. Metode

1. Curah pendapat; 2. Ceramah;

3. Tanya jawab; 4. Simulasi.

(4)

Management of Training 3

BAB II

KONSEP, KARAKTERISTIK DAN STRATEGI

ORGANISASI BERKINERJA TINGGI

A.

Konsep Organisasi

Etzioni (1975:111) mendefinisikan organisasi bahwa…organizations are social units oriented to realization of specific goals. Sementara Tjiptoherijanto dan Manurung (2010:108), mengartikan organisasi adalah “Sekumpulan manusia yang bekerjasama. Organisasi merupakan alat yang mengoordinasikan semua aktivitas menusia. Di dalam organisasi pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu diidentifikasi, diklasifikasi dan didistribusikan”. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Mills dan Mills (2000:58) dalam Kusdi (2009:4), organisasi adalah sebagai kolektivitas khusus manusia yang aktivitas-aktivitasnya terkoordinasi dan terkontrol dalam untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara Sorge (2002:2) mendefinisikan organisasi sebagai 1. social unit or collectivity; 2. Structures and processes within a social unit collectivity. Lebih lanjut Sorge (2002:5) mengemukakan bahwa …Organizatios-as collectivities-also have techniques, techonologies, physical capital (building, machine, office), knowledge and strategies to achieve goals. Dari pengertian tersebut disimpulkan bahwa pengertian organisasi adalah adanya kolektivitas manusia yang bekerjasama secara sadar, untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama.

Pengembangan lebih lanjut dari pengertian organisasi sebagaimana diuraikan diatas tidak terbatas pada adanya kolektivitas manusia dan tujuan bersama, namun telah berkembang adanya struktur yang formal, sebagaimana dikemukakan oleh Blau and Scott (1962:5) bahwa ...organizations is that they have been formally established for the explicit purpose of achieving certain goals, the term "formal organizations" is used to designate them. Maksudnya bahwa organisasi sebagai suatu kolektivitas yang sengaja dibentuk untuk mencapai

Setelah mempelajari Bab II ini peserta diharapkan dapat menjelaskan beberapa konsep, karakteristik-karakteristik dan strategi agar Organisasi

(5)

suatu tujuan tertentu dan didasarkan pada struktur sosial yang formal. Lebih lanjut Lubis dan Huseini (2009:5) menyimpulkan definisi organisasi adalah: …suatu kesatuan sosial dari sekelompok individu (orang), yang saling berinteraksi menurut pola yang terstruktur dengan cara tertentu sehingga setiap anggota organisasi mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing, dan sebagai suatu kesatuan mempunyai tujuan tertentu, dan mempunyai batas-batas yang jelas, sehingga organisasi dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Thoha (2008:117), bahwa organisasi adalah sebagai kolektivitas orang-orang yang bekerjasama secara sadar dan sengaja untuk mencapai tujuan tertentu. Kolektivitas tersebut berstruktur, berbatas dan beridentitas yang dapat dibedakan dengan kolektivitas-kolektivitas lainnya.” Scott (1992:23) juga mengemukakan hal yang sama bahwa: .... organizations are collectivities oriented to the pursuit of relatively specific goals and exhibiting relatively highly formalized social structures. Not that this definition focuses not only on the distinctive characteristics of organizations but also on their normative structure. Artinya bahwa definisi organisasi tidak hanya di fokuskan kepada karakteristik organisasi yaitu kolektivitas kerjasama dan tujuan, tetapi juga norma-norma yang ada pada struktur sosial.

Dari pengertian tersebut diatas, pengertian organisasi telah berkembang dari adanya kolektivitas manusia, memiliki tujuan bersama, dan adanya struktur formal serta adanya norma-norma. Selanjutnya Hall (1999:30) dalam Jaffee lebih memperluas definisi organisasi, yaitu :

…An organization is a collectivity with relatively identified boundary, a normative order (rules), rank of authority (hierarchy), communications system, and membership coordinating system (procedures), this collectivity exists, on relatively continuous basis in an environmengt, and engages in activities that are ussually related to a set of goals; the activities have outcomes for organizational members, the organizations itself, and for society.(Jaffe, 2001:5)

Artinya organisasi sebagai suatu kolektivitas dibatasi adanya suatu norma (aturan), khierarki kewenangan, sistem komunikasi, dan keanggotaan yang dikoordinir berdasarkan sistem (prosedur); semuanya ini pada dasarnya berlangsung secara terus menerus di dalam suatu lingkungan organisasi, dan

(6)

Management of Training 5 aktivitas yang dilakukan pada umumnya dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, dan mempunyai hasil, baik untuk anggota organisasi, organisasi itu sendiri, maupun untuk masyarakat.

Dari pengertian organisasi sebagaimana telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pengertian organisasi adalah adanya kolektivitas, tujuan, struktur, kewenangan, prosedur dan norma-norma atau nilai organisasi.

Adapun bentuk organisasi sebagaimana dikemukakan Cohen (1971) dalam Zauhar (2007: 59) ada 3 (tiga), yaitu organisasi paternalistik; organisasi birokratik; dan organisasi organik adaptif. Organisasi paternalistik (personalistik) adalah tipe bentuk organisasi yang ditandai dengan adanya penengah, konsentrasi penuh pada diri pucuk pimpinan, loyalitas yang penuh pada organisasi pimpinan, memelihara dan mempertahankan loyalitas dan pemberian ganjaran lebih di dasarkan pada hubungan (relationship) dari pada posisi dan prestasi. Organisasi birokratik penekanan pada pembagian tanggungjawab yang tegas, otoritas yang tegas batasannya (delimited), hubungan yang khirarkis dan impersonal serta pemberlakuan aturan yang bersifat umum. Sedangkan organisasi organisasi-adaftif ditandai dengan adanya penyebaran pengaruh yang meluber ke seluruh jajaran organisasi, kurang menekankan pada hierarki, kolaborasi antar ekpert dalam setiap kegiatan, kepemimpinan yang lebih didasarkan pada kecakapan (expertise) dari pada posisi, mengakui dan menerima adanya hubungan informal dalam organisasi serta adanya fleksibilitas dan adaptabilitas yang besar (Cohen, 1971:66). Cohen juga menjelaskan tentang tugas keorganisasian. Bentuk organisasi dan ciri personalia, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel dibawah ini.

Tabel 1

Tugas Keorganisasian, Bentuk Organisasi Dan Ciri Personalia

No. Tugas Keorganisasian Bentuk Organisasi Ciri Personalia 1. Tradisional, tidak

kompleks

Paternalistik Otoriter, Tidak Bebas

2. Rutin, Stabil Birokratik Disiplin, Tidak Bebas, Hati-hati 3. Kompleks, Berubah Organik-Adaftif Kreatif, Flesibel,

Bebas, Kolabarif

(7)

B.

Karakteristik Organisasi Berkinerja Tinggi

Dalam upaya meningkatkan sebuah organisasi agar dapat memiliki daya saing yang tinggi dan memiliki keunggulan yang kompetitif tentu hal yang perlu diperhatikan adalah karakteristik dari sebuah organisasi tersebut. Hal ini tentu akan berdampak signifikan dalam menghadapi era yang selalu berubah sesuai dengan tuntutan dan perkembangan organisasi itu sendiri. Menurut Vikram Bhalla, Jean-Michel Caye, Andrew Dyer, Lisa Dymond, Yves Morieux, and Paul Orlander (2011), ada 5 karakteritik agar organisasi dapat berkinerja tinggi, ke lima (5) Karakteristik Utama OBT tersebut adalah:

1. Leadership (Kepemimpinan yang efektif)

2. Design (Struktur ramping yang berfokus pada strategi organisasi) 3. People (Mengembangkan kemempuan individu dalam organisasi) 4. Change Management (Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan

perubahan)

5. Culture and Engagement (Menumbuhkan budaya dan merangkul semua orang dalam mencapai strategi organisasi)

Disamping karakteristik diatas, sebagaimana organisasi yang tujuan utamanya memberikan pelayanan kepada masyarakat, maka konteks organisasi publik tentu berbeda dengan organisasi swasta. Organisasi publik

(8)

Management of Training 7 selalu dihadapkan dengan tantangan tentang bagaimana memberikan pelayanan kepada masyarakat secara memuaskan. Karena setiap masyarakat memiliki konteks masing-masing, maka organisasi publik dituntut untuk selalu memperhatikan konteks tempatnya beroperasi. Francis Fukuyama (2004:194) menegaskan:

“...most good solutions to public administration problems, while having certain common features of institutional design, will not be clear-cut best practices because they will to incorporate a great deal of context-specisific information…Everything depends on the context, past history, the identity of organizational players and a host of other independent variables”.

Denhardt (2008;1900 juga mempertegas:

“What endures in their work is the context, the sense of meaning that theory provides. The difference between a good manager and an extraordinary manager lies not in the technical skills but in the sense of oneself and one’s surroundings –a sense that can be derived only through thoughtful reflection, through theory”.

Organisasi publik yang berkinerja tinggi tentunya memiliki strategi yang berkesinambungan untuk menghasilkan pelayanan publik yang dirancang khusus dalam konteksnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang juga spesifik sesuai konteksnya. Strategi ini kemudian akan melahirkan keunggulan kompetitif, kapabilitas khusus, dan kesesuaian strategis (Michael Armstrong). Keunggulan kompetitif diartikan bahwa organisasi publik tersebut menghasilkan inovasi yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakatnya (public value). Kapabilitas khusus adalah bahwa organisasi publik tersebut memiliki suatu kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi lain, yang mana kemampuan khusus ini juga bertujuan untuk memuaskan masyarakat yang dilayaninya. Sedangkan kesesuaian strategis adalah pilihan strategi yang dilakukan oleh organisasi disesuaikan dengan kemampuan organisasi tersebut. Kombinasi ketiga hal ini yang menjadi karakteristik organisasi berkinerja tinggi.

Sudiman (2007) mengemukakan bahwa organisasi yang berkinerja tinggi ditandai dengan:

1. Adanya pegawai yang bersatu padu (cohesive) dan terampil;

2. Adanya fleksibilitas dalam organisasi dan kemampuan mendapat sumber daya dari luar organisasi;

(9)

3. Adanya perencanaan yang baik serta adanya produktivitas dan efisiensi yang tinggi;

4. Adanya penyebaran informasi dan stabilitas dalam organisasi.

Sedangkan Mark G. Popovich (1998 dan LAN (2002) dalam Sudiman (2007) mengemukakan bahwa organisasi berkinerja tinggi tercermin atas seperangkat nilai dan konsep dasar sebagai berikut:

1. Kepemimpinan yang visioner (Visionary Leadership), yaitu pemimpin harus menyusun arah, sistem nilai yang jelas serta pengharapan yang tinggi bagi organisasinya. Arah, sistem nilai, dan pengharapan harus seimbang terhadap keseluruhan kebutuhan stakeholders. Selain itu pemimpin harus bisa juga menjamin bahwa pada penyusunan strategi, sistem dan metode menunjang pencapaian hasil yang terbaik, mendorong inovasi serta membangun pengetahuan dan kemampuan pegawai;

2. Mengutamakan kepentingan pelanggan (Customer Driven Excellent), yaitu sebuah konsep stratejik dalam menghadapi keinginan customer (dalam hal ini masyarakat). Kualitas dan kinerja dinilai oleh customer organisasi. Oleh karena itu prinsip ini mempunyai dua komponen, yang pertama kemampuan memahami kebutuhan masyarakat saat ini, dan kedua, antisipasi terhadap kebutuhan serta perkembangan masyarakat dimasa depan;

3. Pembelajaran individu dan organisasi (organizational and personel learning), yaitu dalam pencapaian level tertinggi dari kinerja organisasi dibutuhkan pembelajaran individu dan organisasi;

4. Peduli pada pegawai dan relasi (valuing employees and partners), yaitu peduli pada peningkatan pengetahuan, keahlian, kreativitas dan motivasi para pegawai dan relasi kerja. Setiap pimpinan organisasi bertanggung jawab dan memainkan peranan penting dalam menciptakan atmosfir lingkungan kerja yang dapat mendorong para pegawai untuk berkinerja tinggi;

5. Cepat tanggap (agility) yaitu sebuah kemampuan untuk perubahan yang cepat dan fleksibel. Organisasi hendaknya fleksibel dimana interaksi individu-individu yang berada dalam organisasi tidak terkait secara kaku pada hubungan yang ada. Dengan demikian siapapun yang terlibat dalam pencapaian misi organisasi dapat dengan mudah atau leluasa

(10)

Management of Training 9 menjalankan fungsi dan aktivitas-aktivitas mereka. Konsekuensi logis dari organisasi yang fleksibel dan dapat cepat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi adalah para anggota organisasinya dituntut untuk selalu mempunyai insiatif, inovatif dan berani mengambil resiko. Mereka akan dipromosikan berdasarkan penilaian kinerja yang obyektif. Dalam organisasi yang fleksibel pimpinan organisasi mulai dari pimpinan puncak, menengah, tingkat bawah serta para pegawai, seluruhnya sangat peduli terhadap peningkatan pengetahuan dan perbaikan kinerja terus menerus;

6. Focus pada masa depan (Focus on the future) yaitu orientasi yang kuat akan masa depan dan kemauan membentuk komitmen jangka panjang dengan masyarakat dilayani. Perencanaan organisasi harus mempertimbangkan banyak faktor, seperti harapan masyarakat, peluang bisnis yang baru, globalisasi, perkembangan teknologi dan sebagainya; 7. Inovasi (Innovation), yaitu melakukan perubahan yang berarti untuk

meningkatkan kualitas produk dan pelayanan. Inovasi harus mampu membimbing organisasi menuju pada tingkat lain dari kinerja yang telah dicapai;

8. Manajemen berdasarkan fakta (managemen by fact). Dengan analisa data dari hasil pengukuran kinerja (fakta) dilakukan evaluasi dan perubahan untuk mendukung pencapaian tujuan;

9. Pertanggungawaban pada masyarakat umum (public responsibility), yaitu penekanan tanggungjawab organisasi pada publik terkait dengan kesehatan dan keselamatan publik serta keselamatan lingkungan;

10. Focus pada hasil (focus on results) yaitu organisasi menetapkan hasil yang akan dicapai dan berfokus pada pencapaian hasil. Berdasarkan rumusan pernyataan misi, organisasi secara specific perlu menetapkan hasil-hasil apa saja yang akan diraih dalam rangka pencapaian misi organisasi. Untuk itu organisasi harus mempunyai pernyataan misi yang jelas karena misi suatu organisasi merupakan instrument yang ampuh yang dimiliki organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi dan sekaligus sebagai alat untuk melaksanakan perubahan-perubahan; 11. Perspektif sistem (System perspective) yaitu melihat organisasi sebagai

(11)

selalu menyempurnakan prosedur kerja demi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat.

Tinggi rendahnya kinerja suatu organisasi publik ditentukan oleh penilaian stakeholders organisasi publik tersebut. Adalah tidak etis jika suatu organisasi publik memberikan penilaian terhadap kinerjanya sendiri. Prinsip akuntabilitas menuntut bahwa yang memberikan penilian itu haruslah stakeholders organisasi publik tersebut.

Stakeholders yang bisa memberi penilaian ini sangat luas mulai dari yang berskala internasional, regional, nasional sampai pada lokal. Bahkan stakeholders ini membentuk suatu sistem untuk memeringkatkan organisasi publik. Oleh karena itu, setiap organisasi publik perlu memantau penilaian stakeholder tersebut untuk melihat persepsi stakeholder terhadap kinerja organisasinya.

Namun stakeholders yang dapat memberikan penilaian yang detail dan layak adalah masyarakat yang dilayani. Mereka inilah yang dapat menjadi narasumber utama bagi organisasi publik dalam mendapat data dan informasi tentang kualitas pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, organisasi yang berkinerja tinggi memiliki strategi yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dari masyarakat yang dilayaninya. Strategi ini kemudian dapat melahirkan sejumlah program dan kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang kualitas pelayanan dari masyarakat yang dilayani seperti survey, observasi, dan lain-lain.

Keinginan organisasi publik untuk memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakatnya mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi-inovasi dalam organisasi publik tersebut. Perkembangan lingkungan strategis yang didalamnya temasuk perkembangan pengetahuan dan teknologi menjadikan kebutuhan masyarakat organisasi publik tidak statis melainkan dinamis mengikuti perkembangan lingkungan strategis yang ada. Inovasi-inovasi pun kemudian dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dinamis itu.

Dewasa ini banyak strategi yang telah diciptakan untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi dan kreativitas melalui strategi mengkreasi pengetahuan (knowledge creating) yang diciptakan oleh Ikujiro Nonaka dan Hirotaka Takeuchi pada tahun 1995 atau organisasi pembelajar

(12)

Management of Training 11 (learning organization) dalam suatu organisasi publik. Organisasi Pembelajar (Learning Organization) adalah organisasi yang tiada henti mengembangkan kapasitasnya untuk menciptakan masa depannya (Clarke and Clegg, 1994:14). Munculnya knowledge creating dan learning organization adalah tidak lepas dari tantangan dinamika bisnis di era globalisasi yang padat dengan pengetahuan.

Begitu pentingnya penyesuaian organisasi terhadap perubahan lingkungan akhirnya menjadi syarat utama apabila organisasi tersebut agar tetap survive. Sebagai contoh konkrit pada saat lingkungan menghadapi perubahan pada saat situasi krisis ekonomi, menurut AB Susanto banyak perusahaan ambruk pada saat krisis ekonomi karena kekurangsiapan manajemen menyikapi perubahan (A.B. Sutanto, Suara Merdeka, selasa 4 juni 2002).

Kemampuan organisasi untuk bertahan hidup (survive) sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk berubah, menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang dihadapi atau menyesuaikan diri dengan perubahan potensial yang akan terjadi di masa mendatang. Kemampuan organisasi untuk berkembang ditentukan oleh kemampuan organisasi dalam menciptakan perubahan.

Pada era persaingan saat ini banyak dorongan untuk melakukan perubahan terhadap organisasi, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (1998:626) bahwa …More and more organizations today face a dynamic and changing environment, This, in turn, is requiring these organizations to adapt "Change or Die" is the rallying cry among today’s managers worldwide. Artinya dewasa ini makin banyak organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis, dan menuntut agar organisasi itu menyesuaikan diri atau berubah. Pilihannya adalah “berubah atau mati.” Lebih lanjut disebutkan oleh Robbins (1998:627) bahwa Successful organizations will be the ones that can change in response to the competition. Maksudnya organisasi yang berhasil adalah organisasi yang dapat berubah untuk menghadapi persaingan itu. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh Daft (2006:95), bahwa organisasi-organisasi hari ini perlu untuk terus menerus beradaptasi pada situasi yang baru jika mereka ingin bertahan dan

(13)

berhasil. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Chatab (2009:10-11) bahwa jika organisasi ingin tetap “survive’” maka organisasi harus berinteraksi terhadap perubahan-perubahan. Apa yang dikemukakan oleh Robbins; Daft; dan Chatab bahwa suatu organisasi agar tetap “survive” maka harus dapat menyesuaikan dengan lingkungan atau situasi yang baru, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap organisasi yang ada. Lebih lanjut Azizy (2007:61) menegaskan bahwa “Perubahan perlu dilakukan karena situasi dan kondisi berubah, pangsa pasar berubah, permintaan terhadap produk berubah, tuntutan pasar berubah, dan sebagainya.”

Perubahan organisasi, juga dapat terjadi juga karena perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, sebagaimana dikemukakan oleh Margulies dan Raia (19978:4) bahwa perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat akan mempengaruhi keadaan dan kehidupan organisasi di masa yang akan datang.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan menurut Margulies and Raia (1978:4) adalah:

1. Perubahan peranan dan tujuan organisasi;

2. membesarnya ukuran dan kompleksitas organisasi; 3. tujuan organisasi menjadi lebih kompleks dan sukar;

4. penggunaan teknologi yang lebih maju; dan 5. Adanya bentuk organisasi yang baru.

Pendapat lain dikemukakan oleh Surya Dharma (Nasri Effendy, 2001) ada beberapa faktor yang mendorong atau menuntut organisasi untuk merubah cara berpikir para anggota organisasi dalam rangka mewujudkan kinerja organisasi yang diharapkan sebagaimana yaitu:

1. Tekanan ekonomi dan pemasaran (economy and marketing force); 2. Tekanan lingkungan dan ekologi (environmental and ecological presure); 3. Teknologi informasi (Information technology);

4. Era pengetahuan (Knowledge era);

5. Harapan karyawan dan tumbuhnyake ahlian baru dalam pekerjaan; 6. Struktur dan ukuran organisasi (Organization structure and size); 7. Society turbulence;

8. Gerakan total quality management; 9. Diversifikasi dan mobilitas tenaga kerja.

(14)

Management of Training 13

C.

Strategi Organisasi Berkinerja Tinggi

Dalam menghadapi tuntutan perubahan lingkungan pada abad global, persaingan semakin ketat, jaringan interaksi dan aliran informasi semakin luas, cepat dan terkoordinasi sehingga dituntut rancangan organisasi yang dapat mewadahi jenis kegiatan/usaha yang heterogen dan dinamis. Memang benar bahwa organisasi tidak pernah statis dan tidak pula bergerak pada kondisi kosong. Oleh karena itu suatu organisasi dituntut untuk melakukan perubahan guna menyesuaikan tuntutan dan perkembangan jaman.

Tuntutan untuk mewujudkan perubahan dapat timbul dari dua sumber, yaitu dari dalam organisasi sendiri dan dari lingkungan organisasi. Dengan perkataan lain, setiap organisasi harus selalu peka terhadap aspirasi, keinginan, tuntutan dan kebutuhan berbagai kelompok dengan siapa organisasi berinteraksi. Berbagai kelompok itu dikenal dengan istilah pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), yaitu para pimpinan/ manajer, para karyawan, para karyawan, para pelanggan, serikat pekerja dan pemerintah.

Pemerintah pun adalah pihak yang jelas berkepentingan, keberhasilan dunia usaha penting bagi pemerintah suatu Negara bukan hanya dilihat dari sudut penerimaan pajak dengan berbagai jenisnya, seperti pajak penghasilan perorangan, pajak penghasilan badan dan sebagainya. Tuntutan berbagai pihak yang berkepentingan itu pada gilirannya mengharuskan para manajer atau pimpinan untuk selalu terlibat dalam perubahan organisasi. Instrumen ilmiah untuk mewujudkan perubahan tersebut dikenal dengan Pengembangan Organisasi (Organizational Development) selanjutnya disingkat PO adalah suatu disiplin ilmiah baru yang sangat banyak kaitannya dengan masalah-masalah perilaku oganisasi.

PO adalah aplikasi ilmu pengetahuan perilaku secara sistematis pada berbagai tindakan, seperti kelompok, intergroup dan organisasi secara total untuk membuat perubahan. PO dikatakan sebagai instrument ilmiah dalam meningkatkan efektivitas dan kesehatan organisasi karena PO mengandung unsur-unsur:

a. Terencana;

(15)

c. Berdampak jangka panjang; d. Melibatkan manajemen puncak;

e. Menggunakan berbagai bentuk intervensi berdasarkan pendekatan keperilakuan.

Dengan perkataan lain, upaya-upaya PO merupakan pendekatan yang terprogram dan sistematik dalam mewujukan perubahan organisasi. Sasaran utamanya PO adalah:

a. Meningkatkan efektivitas organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka; b. Mengembangkan potensi yang mungkin masih terpendam dalam diri para

anggota menjadi kemampuan operasional yang nyata;

c. Intervensi keperilakuan dilaksanakan melalui kerjasama antara manajemen dengan para anggota organisasi untuk menemukan cara-cara yang lebih baik demi tercapainya tujuan individu dalam organisasi dan tujuan organisasi sebagai keseluruhan.

Perlu diperhatikan bahwa salah satu sasaran penting dari PO adalah peningkatan semangat kerja dan penumbuhan perilaku yang positif, diperlukan parameter lain guna mengukur efektivitas dan kesehatan suatu organisasi.

Adapun ciri-ciri PO yang efektif adalah sebagai berikut:

a. PO merupakan suatu strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional. Perubahan dimaksud harus mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat tentang wilayah permasalahan yang dihadapi organisasi;

b. PO harus berupa kolaborasi antara berbagai yang terkena dampak perubahan yang akan terjadi. Artinya, keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi merupakan suatu keharusan mutlak;

c. Program PO menekankan cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi dan semua satuan kerja dalam organisasi terlepas dari type dan struktur organisasi yang diberlakukan dan digunakan;

d. PO mengandung nilai-nilai humanistic dalam arti bahwa dalam meningkatkan efektivitas organisasi, pengembangan potensi manusia harus menjadi bagian yang penting;

(16)

Management of Training 15 e. PO menggunakan pendekatan kesisteman yang berarti selalu memperhitungkan pentingnya interelasi, interaksi dan interdepedensi antara berbagai satuan kerja sebagai bagian integral dari suatu sistem yang utuh;

f. PO menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi.

Dalam proses PO, maka titik tolak untuk mulai menyelenggarakan suatu program pengembangan atau perubahan organisasi adalah memahami apa yang dimaksud dengan strategi perubahan total. Dengan perkataan lain perlu pengenalan yang tepat tentang proses pengembangan atau perubahan organisasi sebagai instrument yang handal dalam memikirkan, merencanakan dan mewujudkan perubahan. Secara konseptual, strategi perubahan menyeluruh, dengan pengertian bahwa dalam pengembangan organisasi menggunakan jasa konsultan PO, yang meliputi empat hal pokok, yaitu:

a. Proses konsultasi, dimana konsultan yang jasa-jasa digunakan memegang teguh dua prinsip dalam melakukan kegiatannya, yaitu cara bekerja yang efisien dan semangat yang kerja yang tinggi;

b. Pengenalan dan penggunaan strategi PO. Dalam kegiatan PO harus didasarkan pada pendekatan “taylor made” tidak dengan pendekatan “konfeksi” atau dengan menggunakan pendekatan “kunci wasiat”, artinya seolah-olah satu strategi cocok digunakan untuk memecahkan semua permasalahan yang dihadapi berbagai organisasi;

c. Melakukan suatu bentuk intervensi tertentu. Artinya konsultan melibatkan diri pada proses perubahan bagi organisasi kliennya dengan mengusulkan kepada kliennya penggunaan tehnik-tehnik tertentu, baik dalam rangka menghilangkan atau mengurangi kecenderungan para anggota menolak perubahan dengan berbagai alasan dan argumentasi maupun dalam upaya menjamin bahwa perubahan yang disarankan benar-benar mencapai sasaran dalam arti peningkatan kinerja organisasi menghadapi tantangan sekarang dan memberikan respon yang tepat kepada tuntutan lingkungan;

d. Keadaan yang didambakan. Telah dimaklumi bahwa kegiatan PO diselenggarakan karena dirasakan adanya ketidak seimbangan dalam

(17)

kehidupan organisasi antara kondisi sekarang dan kondisi ideal yang didambakan.

Dalam PO lazimnya dikaitkan dengan struktur oraganisasi (desain organisasi). Struktur organisasi (desain organisasi) dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola (Handoko,1999). Struktur organisasi sering disebut juga sebagai desain organisasi (organizational structure) (Kusdi, 1989: 186). Cahayani (2003: 49) mendefenisikan struktur adalah pola hubungan antara berbagai komponen dan bagian organisasi. Lebih lanjut Cahayani (2003: 49) menyebutkan bahwa pada organisasi formal strukturnya direncanakan dan merupakan usaha sengaja untuk menetapkan pola hubungan antara berbagai komponen, sehingga dapat mencapai sasaran secara efektif. Sementara Hatch (1997:161), mengemukakan bahwa, bicara struktur organisasi harus dibedakan kedalam dua aspek, yaitu physical and social. Lebih lanjut Hatch (1997:161) juga menjelaskan bahwa struktur fisik seperti gedung/ bangunan, sedangkan struktur sosial disini dimaksudkan adalah …to relationships among social elements including people, position, and the organizational units to which they belong (e.g departements, divisions)..

Sedangkan struktur organisasi (organization structure) sebagaimana dikemukakan oleh Robbins (1990:5) dalam (Kusdi, 1989:168) mengemukakan bahwa struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai how tasks are allocated, who reports to whom, and the formal coordinating mechanisms and interactions pattern that will below.

Jadi, struktur organisasi didefinisikan bagaimana tugas-tugas dialokasikan, siapa melapor kepada siapa, serta mekanisme-mekanisme koordinasi formal dan pola-pola interaksi yang menyertainya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Stoner dan Freeman (1989:264) struktur organisasi adalah sebagai …the arrangement and interrelationship of the component parts and positions of a company. Artinya bahwa suatu struktur organisasi sebagai susunan dan hubungan antar bagian-bagian komponen dan posisi dalam suatu perusahaan. Suatu struktur organisasi merinci pembagian kegiatan kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda dihubungkan sampai batas tertentu, juga menunjukkan tingkat spesialisasi kegiatan kerja.

(18)

Management of Training 17 Keberhasilan organisasi seringkali berkaitan dengan pilihan mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi. Apakah organisasi diusahakan untuk berhasil menjadi organisasi yang efektif atau organisasi itu diinginkan menjadi organisasi yang efisien. Efektifitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasarannya. Efektifitas disini merupakan sebuah konsep yang memiliki pengertian luas karena pencapaian tujuan atau sasaran bagi sebuah organisasi tentunya melibatkan keseluruhan aspek organisasi, baik yang yang bersifat internal maupun eksternal, dan tidak hanya terbatas pada bagian-bagian organisasi yang berkaitan dengan proses transformasi input menjadi output saja. Sedangkan efisien organisasi merupakan sebuah konsep yang sifatnya lebih terbatas, dan pada dasarnya hanya menyangkut proses internal yang terjadi dalam suatu organisasi. Efisiensi menunjukkan hematnya organisasi atau banyaknya input atau sumber yang diperlukan organisasi untuk menghasilkan satu satuan output (Etzioni, 1964: 8).

Suhubungan dengan pengembangan organisasi terutama desain organisasi (struktur organisasi), maka dalam penyusunan perlu memperhatikan faktor efektivitas dan efisiensi. Menurut Mintzberg ada 5 (lima) desain organisasi yang masing-masingnya mempunyai keunggulan dan kelemahan yakni sebagai berikut:

1. Organisasi Struktur Sederhana

Struktur sederhana tidak rumit & kompeksitasnya rendah, mempunyai sedikit formalisasi, dan mempunyai wewenang yang di sentralisasi pada seseorang. Struktur sederhana digambarkan sebagai sebuah organisasi yang datar dengan operating core yang organik dan hampir semua orang melapor kepada seorang strategic apex di mana kekuasaan pembuatan keputusan di sentralisasi.

Kebaikan-kebaikannya:

Struktur sederhana terletak pada kesederhanaannya. Struktur ini cepat, fleksibel dan membutuhkan sedikit biaya untuk pemeliharaannya. Tidak terdapat lapisan struktur yang rumit. Pertanggung jawabannya jelas. Ketakpastian tujuan minimum karena para anggota dengan mudah dapat mengidentifikasikan diri dengan cepat dengan misi organisasi, dan cukup

(19)

mudah untuk melihat bagaimana tindakan seseorang memberi sumbangan terhadap tujuan organisasi.

Kelemahannya:

Yang paling dominan dari struktur sederhana adalah pengunaannya terbatas. Jika di hadapkan dengan besaran yang bertambah, struktur tersebut pada umumnya tidak dapat memenuhi kebutuhan. Selain itu, struktur sederhana mengkonsentrasikan kekuasaan di tangan satu orang. Jarang sekali struktur tersebut meberi kekuatan tandingan untuk mengimbangi kekuasaan eksekutif tertinggi.

2. Birokrasi Mesin

Mempunyai tugas operasi rutin yang sangat tinggi, peraturan yang sangat diformalisasi, tugas yang dikelompokkan kedalam departemen-departemen fungsional, wewenang yang disentralisasi, pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando dan sebuah stuktur administrasi yang rumit dengan perbedaan yang tajam antara aktivitas lini dan staf.

Kebaikan-kebaikannya:

Kelebihan utama dari birokrasi mesin terletak pada kemampuannya untuk melakukan aktivitas yang distandarisasi dengan cara sangat sangat efesien. Mengumpulkan para spesialis bersama-sama menghasilkan economies of scale, meminimalkan duplikasi dari personalia dan peralatan, serta pegawai yang puas dan senang yang mempunyai peluang berbicara dalam “bahasa yang sama” di antara para kawan sejawat mereka. Selanjutnya, birokrasi mesin dapat di jalankan dengan manager tingkat menengah dan rendah yang kurang berbakat – sehingga, dengan demikian, lebih murah. Penyerapan dari distandarisasi, bersama-sama dengan formalisasi yang tinggi, memberi kesempatan agar pengambilan keputusan disentralisasi. Oleh karena tidak ada kebutuhan akan pengambilan keputusan yang inovatif dan berpengalaman, dibawah tingkat eksekutif senior.

Kelemahannya:

Spesialisasi menciptakan konflik pada sub-sub tertentu. Tujuan fungsional unit-unit dapat mengalahkan tujuan keseluruhan organisasi tersebut.

(20)

Management of Training 19 Kelemahan utama lainnya dari birokrasi mesin adalah sesuatu yang pernah kita alami pada suatu saat kita harus berhadapan dengan orang yang bekerja dalam organisasi tersebut: perhatian yang berlebihan dalam mengikuti peraturan. Jika timbul masalah yang tidak secara tepat sesuai dengan peraturan, tidak ada tempat untuk melakukan modifikasi. Birokrasi mesin hanya akan efisien selama para pegawai menghadapi masalah yang pernah mereka jumpai sebelumnya dan keputusan yang terprogram telah di tentukan.

3. Birokrasi Profesional

Konfigurasi yang menggabungkan standarisasi dengan desentralisasi. Kekuatan desain ini terletak pada operating core karena desain ini mempunyai otonomi yang diberikan melalui desentralisasi untuk menerapkan keahlian mereka. Satu-satunya bagian birokrasi profesional yang telah dirinci secara penuh adalah staf pendukung, namun aktifitas mereka difokuskan untuk melayani operating core.

Kebaikan-kebaikannya:

Kekuatan birokrasi profesional adalah bahwa dia dapat mengerjakan tugas yang terspesialisasi yaitu yang membutuhkan keterampilan profesional yang sangat terlatih dengan efisiensi yang relatif sama seperti yang dapat dilakukan oleh birokrasi mesin.

Kelemahannya:

Kelemahan dari birokrasi profesional adalah sama seperti yang terdapat pada bentuk mesin. Pertama, ada kecenderungan berkembangnya konflik antara sub-unit. Berbagai fungsi profesional tersebut mencoba untuk mengejar tujuan sempit mereka, sering membuat kepentingan fungsi lain dan organisasi secara keseluruhan tampak menjadi tidak penting. Kedua, para spesialis pada birokrasi profesional, seperti juga counterpart mereka pada birokrasi mesin, bersifat kompulsif dalam tekadnya untuk mengikuti peraturan. Hanya saja peraturan didalam birokrasi profesional dibuat oleh para profesional itu sendiri. Standar mengenai perilaku profesional dan kode etik untuk praktek yang etis telah diresapi oleh para pegawai selama pelatihan mereka. Jadi, misalnya, para pengacara dan jururawat mempunyai kebebasan dalam pekerjaan mereka, standar profesional mereka tentang bagaimana pekerjaan harus dilaksanakan dapat

(21)

merupakan hambatan terhadap keefektifan organisasi jika standar tersebut sangat kaku dan tidak dapat disesuaikan, dengan kondisi yang unik atau berubah.

4. Sistem Divisional

Struktur divisional adalah sejumlah unit yang otonom, masing- masing secara khas adalah birokrasi mesin, yang dikoordinasi secara terpusat oleh sebuah kantor pusat. Karena divisi-divisi tersebut berdiri sendiri, ia memberi kepada manajemen menengah para manjer divisi kontrol yang cukup besar.

Kebaikan-kebaikannya:

Salah satu kekuatan dari struktur divisional adalah bahwa ia berusaha untuk mengobati masalah tersebut dengan cara menempatkan tanggung jawab penuh bagi sebuah produk atau jasa ditangan sebuah manajer divisi. Jadi, salah satu keuntungan dari struktur divisional tersebut adalah bahwa ia memberi lebih banyak pertanggung jawaban dan memfokuskan diri pada hasil dari pada hanya pada birokrasi mesin. Kekuatan lain dari struktur divisional adalah bahwa ia membebaskan staf kantor pusat dari perhatiannya mengenai rincian kegiatan sehari-hari sehingga mereka dapat lebih memberi perhatian kepada masalah jangka panjang, kekuatan lain dari bentuk divisional adalah bahwa unit-unit otonomnya dapat dipotong dengan dampak minimal terhadap organisasi.

Kelemahannya:

Kelemahan struktur divisional, yang jumlahnya tidak pernah berkurang. Pertama, duplikasi kegiatan dan sumber daya. Setiap divisi, misalnya, mungkin mempunyai bagian penelitian pemasaran. Dengan tidak adanya divisi yang berdiri sendiri, semua panitia pasar dari organisasi itu dapat disentralisasi dan dilakukan dengan hanya sebagian dari biaya yang dibutuhkan dibanding jika menggunakan struktur divisi kelemahan lainnya adalah kecenderungan dari bentuk divisional tersebut yang dapat mendorong terjadinya konflik. Desain struktural hanya memberi sedikit insentif bagi terbentuknya kerjasama diantara divisi. Akhirnya, bentuk divisional menimbulkan masalah koordinasi.

(22)

Management of Training 21

5. Adhocracy

Adhocracy dicirikan oleh diferensiasi horisontal yang tinggi, diferensiasi vertikal yang rendah, formalisasi yang rendah, desentralisasi, fleksibilitas dan daya tanggap yang tinggi. Diferensiasi horisontal besar karena adhocracy pada umunya diisi oleh profesional dengan tingkat keahlian yang tinggi. Diferensiasi vertikal rendah karena tingkatan administrasi yang banyak akan membatasi kemampuan organisasi untuk melakukan penyesuaian. Juga, kebutuhan akan pengawasan adalah minimal karena para profesional telah menghayati perilaku yang diinginkan manajemen. Kita telah mengetahui bahwa profesionalisasi dan formalisasi berbanding terbalik. Adhocracy bukanlah suatu kekecualian. Peraturan hanya sedikit. Yang ada cenderung untuk tidak mengikat dan tidak tertulis. Sekali lagi, tujuan dari fleksibilitas menuntut tidak adanya formalisasi.

Kebaikan-kebaikannya:

Peran yang dilaksanakan dalam tim dapat ditukar menukar, dan bergantung pada sifat dan kompleksitas dari tugas tersebut, kelompok tersebut dapat di bagi ke dalam sub-unit, masing-masing bertanggung jawab atas dari berbagai fase dari pekerjaan yang harus dilaksanakan. Keuntungan dari tim-tim ad-hoc tersebut termasuk kemampuannya untuk dengan cepat menanggapi perubahan serta inovasi dan memungkinkan koordinasi dari berbagai spesialis.

Kelemahannya:

Konflik merupakan bagian yang biasa dari adhocracy. Tidak ada hubungan atasan-bawahan yang jelas. Terdapat ketakjelasan pengertian mengenai wewenang dan tanggung jawab kegiatan tidak dapat digolong-golongkan. Pendek kata, adhocracy tidak mempunyai keunggulan jika dibandingkan dengan pekerjaan yang distandarisasi.

Adhocracy dapat menciptakan tekanan sosial dan ketegangan psikologis bagi para anggotanya. Tidaklah mudah untuk mendirikan dan dengan cepat membubarkan hubungan kerja atas dasar terus menerus. Beberapa pegawai merasa sukar untuk menanggapi perubahan yang cepat, hidup dalam sistem kerja yang sementara, dan harus memberi tanggung jawab dengan anggota tim lainnya.

(23)

Berlawanan dengan birokrasi, adhocracy jelas merupakan konfigurasi yang tidak efisien. Adhocrary juga merupakan desain yang rentan. Seperti yang dikatakan oleh seorang penulis, “Banyak di antara mereka lekas mati atau pindah ke konfigurasi birokratis untuk menghindari ketakpastian”. Mungkin anda lalu bertanya, mengapa adhocracy digunakan? Karena ketakefisienannya, pada lingkungan tertentu, lebih dibutuhkan untuk fleksibilitas dan inovasi.

(24)

Management of Training 23

BAB III

TIPE DAN PERANAN KEPEMIMPINAN DALAM

PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA

Sebelum membahas tentang tipe dan macam-macam peran

kepemimpinan terlebih dahulu kita akan memaparkan tentang pengertian

peran kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan adalah adalah proses

mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke

arah pencapaian tujuan.

Dalam pengertian lain kepemimpinan adalah kemampuan dan

keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan

satuan kerja untuk mempengaruhi orang lain terutama bawahannya, untuk

berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang

positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan

organisasi.

Sedangkan

pengertian

manajemen

adalah

suatu

proses

perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian upaya

dari anggota organsasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada

pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan

sebelumnya. Dalam kerangka manajemen, kepemimpinan merupakan sub

sistem dari pada manajemen. Karena mengingat peranan vital seorang

pemimpin dalam menggerakan bawahan, maka timbul pemikiran di antara

para ahli untuk bisa jauh lebih mengungkapkan tipe dan peranan apa saja

yang menjadi beban dan tanggung jawab pemimpin dalam mempengaruhi

bawahannya.

Setelah mempelajari Bab III ini peserta diharapkan dapat menggali berbagai aspek dalam penerapan manajemen kinerja dilihat dari tipe

dan peranan kepemimpinan dalam penerapan manajemen kinerja dengan baik.

(25)

A. Tipe Kepemimpinan

Menurut beberapa kelompok sarjana (dalam Kartono, 2003); Shinta (2002) membagi Tipe Kepemimpinan dalam 8 (delapan) tipe yaitu:

1. Tipe Kepemimpinan Kharismatis

Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.

2. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik

Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh berbeda dengan tipe kepemimpinan paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih lebihan.

(26)

Management of Training 25

3. Tipe Kepemimpinan Militeristik

Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.

4. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)

Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10) pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

5. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau

(27)

karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.

6. Tipe Kepemimpinan Populistis

Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal, tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

7. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis yaitu teknologi, industri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

8. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.

Pada dasarnya tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan, karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu

(28)

Management of Training 27 dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.

B. Peranan Kepemimpinan

Pengertian peran itu sendiri adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin.

Dalam sebuah organisasi atau instansi, peran kepemimpinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya efektivitas kerja. Bahkan sekarang ini bisa dikatakan bahwa kemajuan yang dicapai dan kemunduran yang dialami oleh suatu instansi, sangat ditentukan oleh peranan pemimpinnya yang dapat dilihat dari gaya kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai efektivitas kerja. Jika seorang pemimpin mampu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, maka para pegawai pun akan dapat bekerja dengan nyaman dan semangat yang tinggi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, antara lain:

a. Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan atau penunjukannya, melainkan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang bersangkutan

b. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan berkembang

c. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi d. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui

(29)

e. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai tujuan organisasi.

Ada beberapa peran kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam organisasi agar organisasi dapat berkinerja tinggi, antara lain:

1. Peran Pemimpin dalam manajemen SDM (Sumberdaya Daya Manusia)

Mengapa sering terjadi keluhan dari para pelanggan tentang mutu produk dan pelayanannya disuatu perusahaan. Hal ini wajar terjadi sejalan dengan semakin tinggi dinamika preferensi dan kritisnya para pelanggan tentang mutu. Karena itu dibutuhkan peran utama manajemen (seorang manajer) yakni melaksanakan fungsi-fungsi manajemen untuk memperoleh hasil yang ditargetkan perusahaan atau yang diinginkan oleh pelanggan. Sementara peran pemimpin dengan kepemimpinan mutunya adalah mengembangkan dan memperbaiki sistem agar program pengembangan mutu SDM berhasil sesuai harapan. Dalam prakteknya, seorang manajer di samping melaksanakan fungsi-fungsi manajemen juga harus mampu menjalankan kepemimpinan mutu SDM dengan efektif secara bersinambung.

2. Peran Pemimpin dalam Pengambilan Keputusan

Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia tidak dapat menjadi pemimpin.

Dilain hal, pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Oleh sebab itu, untuk mengetahui baik tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya dinilai dari konsekuensi yang ditimbulkannya, melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan salah satu bentuk kepemimpinan,

(30)

Management of Training 29 sehingga:

a. Teori keputusan merupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalisis situasi yang tidak pasti atau berisiko, dalam konteks ini keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif b. Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang

manajer memperoleh dan menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan informasi yang relevan dan menganalisis data; manajer, secara individual dan dalam tim, mengatur dan mengawasi informasi terutama informasi bisnisnya

c. Pengambilan keputusan adalah proses memilih di antara alternatif-alternatif tindakan untuk mengatasi masalah.

3. Peran Pemimpin dalam Membangun Tim

Unit kerja yang solider yang mempunyai identifikasi keanggotaan maupun kerja sama yang kuat. Proses pembentukan ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya. Pedoman umum dalam membentuk atau membangun tim, yaitu: a. Menanamkan pada kepentingan bersama; b. Menggunakan seremoni dan ritual-ritual; c. Menggunakan simbol-simbol untuk mengembangkan identifikasi dengan unit kerja; d. Mendorong dan memudahkan interaksi sosial yang memuaskan; e. Mengadakan pertemuan-pertemuan membangun tim; f. Menggunakan jasa konsultan bila diperlukan.

Keberhasilan tugas dalam tim akan tercapai jika setiap orang bersedia untuk bekerja dan memberikan yang terbaik. Anggota tim yang baik harus: a. Mengerti tujuan yang baik; b. Memiliki rasa saling ketergantungan dan saling memiliki; c. Menerapkan bakat dan pengetahuannya untuk sasaran tim; d. Dapat bekerja secara terbuka; e. Dapat mengekspresikan gagasan, opini, dan ketidaksepakatan; f.

(31)

Mengerti sudut pandang satu dengan yang lain; g. Mengembangkan keterampilan dan menerapkanya pada pekerjaan; h. Mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal; dan i. Berpartisipasi dalam keputusan tim.

Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya untuk mencapai tujuan akhir yang sama.

Adapun peranan pemimpin dalam tim adalah sebagai berikut: a. Memperlihatkan gaya pribadi

b. Proaktif dalam sebagian hubungan c. Mengilhami kerja tim

d. Memberikan dukungan timbal balik e. Membuat orang terlibat dan terikat

f. Memudahkan orang lain melihat peluang dan prestasi

g. Mencari orang yang ingin unggul dan dapat bekerja secara kontruktif

h. Mendorong dan memudahkan anggota untuk bekerja i. Mengakui prestasi anggota tim

j. Berusaha mempertahankan komitmen k. Menempatkan nilai tinggi pada kerja tim.

4. Peran Pemimpin sebagai Penyampai Informasi

Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi, artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja didalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan.

Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring tidak

(32)

Management of Training 31 dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.

C. Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja terkait dengan menilai kinerja, baik kinerja personal, kelompok, maupun kinerja organisasional serta bagaimana memberi penghargaan atas kinerja tersebut. Oleh karena itu manajemen kinerja sangat terkait dengan manajemen kompensasi. Prinsip penting dalam sistem manajemen kompensasi adalah kinerja yang tinggi harus diberi penghargaan (reward) yang layak, sedangkan kinerja yang buruk diberi hukuman (punishment) yang adil dan manusiawi. Pemberian penghargaan dan hukuman tersebut tidak dapat dilakukan tanpa alasan yang rasional, oleh karena itu diperlukan adanya penilaian kinerja yang obyektif dan akurat. Secara garis besar mekanisme reward dan punishment melibatkan beberapa variabel, antara lain: (1) motivasi; (2) kinerja; (3) kepuasan; dan (4) penghargaan dan hukuman.

Konsepsi manajemen. James A.F. Stoner (1996) menyatakan bahwa manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan berbagai upaya dari anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi demi tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya Kathryn M. Bartol dan David C. Marten, menyatakan bahwa manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan dari empat fungsi utama, yaitu merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), memimpin (leading) dan mengendalikan (controlling). Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah sebuah proses untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang dilakukan oleh

(33)

seseorang atau sekelompok orang dengan menggunakan fungsi-fungsi merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan (pendekatan fungsi).

Konsepsi kinerja, Otley (1999) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut. Selanjutnya Rogers (1994) berpendapat bahwa kinerja didefinisikan sebagai hasil kerja (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi. Lebih lanjut pengertian kinerja (kinerja instansi pemerintah) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan (LAN: 2003). Oleh karena itu, kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi dihubungkan dengan misi yang diemban. Kinerja juga merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas serta inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam organisasi.

Faktor penting dalam manajemen kinerja menurut Williams dalam Amstrong (2004) adalah penetapan sasaran. Dimana disebutkan bahwa penetapan sasaran adalah proses manajemen yang memastikan setiap anggota organisasi memahami aturan dan hasil yang perlu dicapai untuk memaksimalkan kontribusi mereka bagi organisasi secara keseluruhan. Selanjutnya disebutkan bahwa sasaran hendaknya: (1) disepakati bersama antara pimpinan dan seluruh anggota organisasi secara realistis dan menantang sehingga ada rasa memiliki; (2) mengukur tingkat sesungguhnya dari pencapaian, sehingga dasar penilaian kinerja dapat dimengerti sebelumnya dan jelas; (3) bersifat mendukung strategi organisasi secara keseluruhan, sehingga sasaran yang telah ditetapkan bersama dapat terintegrasi dan konsisten di dalam organisasi. Lebih lanjut disebutkan bahwa terdapat tiga bentuk penggunaan sasaran, yaitu: (a) sasaran yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian sasaran organisasi yang disebut

(34)

Management of Training 33 dengan “key result areas”; (b) sasaran yang memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja individu, yang disebut “standar kinerja”; dan (c) sasaran yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan diri individu yang disebut “pengembangan kinerja”.

Manajemen kinerja sektor publik. Dari konsepsi manajemen maupun kinerja sebagaimana tersebut di atas, maka manajemen kinerja sektor publik didefinisikan sebagai suatu metode untuk mengukur kemajuan program atau kegiatan yang dilakukan oleh organisasi sektor publik dalam mencapai hasil atau outcome (Mahmudi: 2005). Selanjutnya manajemen kinerja menurut Performance Management Handbook Departemen Energi USA, adalah suatu pendekatan sistematik untuk memperbaiki kinerja melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran kinerja strategik, mengukur kinerja, mengumpulkan, menganalisis, menelaah, dan melaporkan data kinerja, serta menggunakan data tersebut untuk memacu perbaikan kinerja.

(35)

BAB IV

KEUNGGULAN KOMPETITIF

A. Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok invidu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.

Konsep kinerja (Performance) dapat didefinisikan sebagai sebuah pencapaian hasil atau degree of accomplishtment (Rue dan Byars, 1981 dalam Keban 1995). Hal ini berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Mengingat bahwa Raison d’etre dari suatu organisasi itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya.

Setelah mempelajari bab IV ini peserta diharapkan dapat mengidentifikasi dalam mengadopsi dan/atau mengadaptasi keunggulan kompetitif strategi organisasi yang berkinerja tinggi

Referensi

Dokumen terkait