• Tidak ada hasil yang ditemukan

G 30 S PKI makalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "G 30 S PKI makalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

G 30 S PKI

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah

DISUSUN OLEH

Aina Aqila Rahma

(03)

Akhlis Suhada

(04)

Fachrotun Nisa’

(14)

Mabda Al-Ahkam

(21)

Shafira Nurul Rachma (28)

Widiyaningrum

(32)

Kelompok 6

XI MIA 7

SMA 1 KUDUS

TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016

Jalan Pramuka No.41Telepon (0291) 431368 Fax. 431368

Kudus 59319

Website : http://www.sma1kudus.sch.id email : sma1kds@yahoo.co.id

(2)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah rahmat dan karuniaNya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas sejarah.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan. Namun berkat dukungan dan semangat dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Karena itu sudah sepantasnya jika kami ucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Orang tua dan keluarga kami tercinta yang banyak memberikan motivasi serta

bantuan, baik secara moral maupun spiritual.

2. Bapak ibu guru yang tidak lelah dan bosan untuk memberikan arahan dan

bimbingan pada kami setiap saat.

3. Teman-teman seperjuangan

Study pustaka diperoleh dari buku-buku, media massa dan sumber data lain (tulisan) yang relevan dengan penulisan ini.

Kami berharap buku ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan pembaca. Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih ada kekurangan yang belum didata. Untuk itu saran dan kritik serta masukan yang bersifat perbaikan sangat diharapkan, sehingga makalah ini akan lebih lengkap dan sempurna.

(3)

Latar Belakang

Peristiwa G 30 S PKI adalah peristiwa berdarah bunuh membunuh yang tidak jelas kepastiannya, dalam peristiwa ini 7 jendral tewas dan PKI dituduh sebagai

pembunuhnya. Menurut isu beredar, ada kabar bahwa para jenderal tidak puas dengan pemerintahan Soekarno, kabar ini disebut Isu Dewan Jenderal, menurut isu beredar, kemudian digerakan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan

mengadili mereka, namun dalam proses penangkapan, secara tak terduga mereka terbunuh pada tanggal 30 September 1965.Menurut isu, setelah ke enam jenderal terbunuh, tersebarlah tuduhan bahwa PKI yang membunuh para jenderal

tersebut.Menurut isu, untuk menyikapi tuduhan atas PKI tersebut, diberantaslah PKI yang dianggap ingin mengudeta pemerintahan. Banyak anggota-anggota PKI yang terbunuh, juga banyak orang-orang kita yang terbunuh oleh PKI, semua itu terjadi pasca terbunuhnya jenderal pada 30 September 1965.

Pengenalan Kejadian

Gerakan 30 September (dahulu juga disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di saat 7perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta (perebutan kekuasaan) yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.

Faktor Malaysia

Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang

menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat. Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tuanku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia“ Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia. Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak mendukungnya, Soekarno merasa kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia.

(4)

Faktor Amerika Serikat

Dari kalangan korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah dekrit Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.

faktor ekonomi

Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin

memperparah keadaan Indonesia. Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang

menyebabkan mereka kabur. Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan 7 jenderal tersebut, yang berakibat adanya pukulan terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.

Peristiwa Kejadian

Pada hari Kamis malam, tanggal 30 September 1965. PKI mulai melaksanakan gerakan perebutan dengan nama Gerakan 30 September yang kemudian dikenal dengan singkatan G.30.S/PKI. Gerakan ini telah dipersiapkan oleh PKI beberapa tahun sebelumnya. Para Jenderal Pancasialis ini dipandang oleh PKI sebagai musuh Yang berat. Klimaks dari gerakan perebutan kekuasaan dari pemerintah yang syah ini, G.30.S/PKI mengadakan gerakan fisik/militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Sutopo,Komandan Batalyon atau Resimen Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden. Mereka mulai bergerak dengan mengadakan

penculikan dan pembunuhan pada tanggal 1 Oktober 1965 waktu dini hari. Enam orang perwira tinggi dan segenap perwira pertama Angkatan Darat diculik ditempat kediamannya masing masing. Kemudian dibunuh secara kejam diluar batas

perikemanusiaan oleh anggota-anggota Pemuda Rakyat, Gerwani dan lain-lain ormas PKI yang telah menunggu di Lubang Buaya, sebuah desa yang terletak di sebelah selatan Pangkalan Udara Utama (Lanuma) Halim Perdana Kusumah, Jakarta. Bersama-sama dengan para korban lainnya yang telah dibunuh ditempat kediaman mereka, jenasah dimasukkan ke dalam sebuah lubang sumur tua di desa tersebut. Dan lubang tersebut sekarang dinamakan Lubang Buaya.

Isu Dewan Jendral

Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat

(5)

yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya.

Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.

Isu Dokumen Gilchrist

Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat[4]. Kedutaan Amerika Serikat juga

dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti".

Isu Keterlibatan Soeharto

Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi

pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel Abdul Latief di Rumah Sakit Angkatan Darat. Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling

diuntungkan dari peristiwa ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA.

SUPERSEMAR

Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler

diktatur militer itu sampai Maret 1967. Kepemimpinan PKI terus mengimbau

massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah

melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.

Pertemuan Jenewa, Swiss

Menyusul peralihan tampuk kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakan

pertemuan antara para ekonom orde baru dengan para CEO korporasi multinasional di Swiss, pada bulan Nopember 1967. Tim Ekonomi Indonesia menawarkan:

tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar. Hal ini didokumentasikan oleh Jhon Pilger dalam

(6)

film The New Rulers of World (tersedia di situs video google) yang

menggambarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno. Freeport

mendapat emas di Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau, Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.

Pasca Kejadian

Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI Angkatan Darat, PKI mampu

menguasai dua sarana komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi . Pada tanggal 6 Oktober, Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan

bersenjata dan para korbannya untuk penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk tidak melawan angkatan bersenjata.

Tujuan G30S/PKI

• Bahwa G30SPKI adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk

merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya, dan tidak pernah terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk pemerintah Komunis.

• Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut

kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.

• Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.

• Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari

(7)

Kesimpulan

Selalulah waspada, jangan sampai peristiwa seperti ini

terjadi lagi.

Jangan melakukan pemberontakan di Negara sendiri

Belum tentu, sesuatu yang kita inginkan juga diinginkan

dan bermanfaat orang lain

Jadilah yang tapi jangan merasa yang paling baik.

(8)

Referensi

Dokumen terkait