• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pendidikan terdiri dari interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber-sumber pendidikan lain, dan berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu mengembangkan potensi, kecakapan, dan karakterisik peserta didik agar berkembang sesuai dengan harapan masyarakat. Setiap kegiatan pendidikan memiliki tujuan pendidikan tertentu.

Tujuan pendidikan merupakan sasaran-sasaran yang harus dicapai atau dikuasai oleh peserta didik untuk kehidupannya sebagai pribadi, warga masyarakat, belajar lebih lanjut dan melaksanakan tugas-tugas pekerjaan. Tujuan pendidikan tersebut akan dapat dicapai dengan pelaksanaan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu akan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang kompetitif dan kreatif. Namun, dalam kenyataannya ditemukan bahwa sumber daya manusia di negara kita kurang kompetitif akibat mutu pendidikan yang relative masih rendah.

Rendahnya kualitas pendidikan di Indonsia dapat dilihat dari rendahnya pencapaian kognitif siswa pada setiap tingkatan pendidikan. Sebagian besar siswa memiliki kelemahan dalam menguasai konsep-konsep dan aplikasi dari setiap bidang mata pelajaran. Kelemahan siswa dalam menguasai konsep dan aplikasi tersebut dapat kita tinjau dari salah satu mata pelajaran yang terdapat pada pendidikan menengah yaitu fisika.

(2)

Fisika merupakan bagian dari sains yang mempelajari fenomena dan gejala alam secara empiris, logis, sistematis dan rasional yang melibatkan proses dan sikap ilmiah. Ketika belajar fisika, siswa akan dikenalkan tentang produk fisika berupa materi, konsep, asas, teori, prinsip dan hukum-hukum fisika. Siswa juga akan diajarkan untuk bereksperimen di dalam laboratorium atau di luar laboratorium sebagai proses ilmiah untuk memahami berbagai materi pokok dalam pelajaran fisika.

Konsep fisika sangat berhubungan erat dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Pembelajaran konsep fisika membutuhkan sistematika dan struktur berjenjang dari konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks melalui proses interaktif, inspiratif, menyenangkan, serta memberikan ruang yang cukup bagi kreativitas. Pembelajaran konsep yang lebih tinggi memerlukan dasar pemahaman pada konsep sebelumnya. Lawson (1995) menyatakan bahwa proses pendidikan sains harus membantu siswa dalam mencapai tujuan : (1) membangun sejumlah konsep dan sistem konseptual bermakna; (2) mengembangkan keterampilan berpikir bebas, kreatif dan kritis; (3) kemampuan menerapkan pengetahuannya untuk belajar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

Berbagai hasil penelitian terhadap kemampuan sains siswa Indonesia menunjukkan bahwa tujuan pendidikan sains belum tercapai. Hasil studi TIMSS

(Trend in International Mathematics and Science) tahun 2003, bidang sains

Indonesia menempati peringkat 37 dari 46 negara dengan skor 420, dan pada tahun 2007 menempati peringkat 35 dari 49 negara dengan skor 427. Perolehan skor Indonesia jauh di bawah standar internasional yaitu 474 untuk tahun 2003

(3)

dan 500 untuk tahun 2007 (Survey internasional TIMSS, Balitbang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012). Penemuan TIMSS tahun 2009 yang menyatakan bahwa siswa Indonesia hanya mampu menjawab konsep dasar atau hapalan tetapi tidak mampu menyelesaikan soal yang memerlukan analisis (Efendi, 2010). Hasil penelitian Samudra (2014) juga menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran fisika akibat pembelajaran fisika yang tidak kontekstual.

Hasil wawancara kepada guru fisika di Madrasah Aliyah Mulia Sei Balai Kabupaten Batu Bara, mendapatkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kurang mengacu pada standar proses dan karakteristik sains. Pada kegiatan inti pembelajaran yang dilakukan guru yaitu menjelaskan materi pembelajaran dan kegiatan siswa antara lain mengamati, bertanya kepada guru tentang materi yang telah disampaikan. Guru melakukan pembelajaran tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa tentang konsep yang akan diberikan sebagai dasar pembelajaran. Akibatnya, siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep baru yang berhubungan dengan materi pelajaran sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan siswa tidak mampu memproses informasi secara benar dan mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi sehingga hasil belajar siswa masih ada yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Kegiatan eksperimen jarang sekali dilakukan yaitu hanya sekali dalam sebulan sehingga kemampuan proses sains siwa juga relatif rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum. Media pendukung pembelajaran misalnya infocus sudah tersedia di sekolah namun belum dimanfaatkan secara maksimal.

(4)

Masalah lain yang juga menjadi penyebab rendahnya hasil belajar siswa adalah pengggunaan model pembelajaran yang kurang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran Fisika. Dalam mengajarkan fisika, guru cenderung menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada guru misalnya metode ceramah, pemberian tugas, dan pekerjaan rumah (PR), penggunaan media juga hanya terbatas berupa penggunaan gambar, sehingga siswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat bertentangan dengan fisika yang membutuhkan peran aktif siswa untuk memahami konsep-konsep fisika.

Untuk membantu siswa memahami konsep dan mengonstuksi pengetahuan dibutuhkan berbagai keterampilan intelektual diantaranya keterampilan berpikir kritis. Menurut Nurhadi (2004: 75) berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi atau pertimbangan yang sama. Kemampuan berpikir kritis antar siswa berbeda, karena berpikir kritis merupakan proses mental yang dapat tumbuh pada setiap individu secara berbeda sehingga diperlukan suatu iklim atau aktivitas untuk menunjangnya. Siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis tinggi cenderung lebih mudah memahami konsep dan mengonstruksi pengetahuannya.

Menurut pandangan teori konstruktivis, pikiran individu merupakan sistem pemrosesan dan penyimpanan informasi yang dapat dibandingkan dengan struktur konseptual suatu disiplin akademik. Keberhasilan pembelajaran terletak pada kebermaknaan antara struktur konsep yang dikelola dengan konstruksi informasi baru yang muncul. Untuk kesinambungan struktur konsep akademik

(5)

dan struktur individu dalam mengelola informasi, diperlukan pengembangan strategi pengantar pembelajaran yang disebut advance organizer.

Advance organizer merupakan model pembelajaran yang dikembangkan

berdarsarkan teori Ausubel. Model Advance organizer dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa-pengetahuan mereka tentang pelajaran tertentu dan bagaiman mengelola, memperjelas, dan memelihara pengetahuan tersebut dengan baik (Ausubel, 1963). Nilai-nilai instruksional dari model ini tampak jelas, gagasan-gagasan yang digunakan sebagai advance organizer itu sendiri juga dipelajari, sebagaimana informasi “lain” yang disajikan pada siswa. Kemampuan untuk belajar dari bacaan, ceramah dan media lain yang digunakan untuk presentasi merupakan pengaruh lain, yang pada akhirnya membentuk minat penelitian siswa dan kebiasaan berpikir secara cermat (Joyce, 2011).

Hasil penelitian Rachel (2013) melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam pencapaian dan ingatan pada konsep gravitasi siswa yang diajar dengan advance organizer. Penelitian Wachanga (2013) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari penggunaan advance organizer dalam pembelajaran kimia. Temuan Ivie (1998) menyimpulkan bahwa advance

organizer mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi pada level analisis,

sintesis dan evaluasi. Hasil yang sama ditemukan oleh Shihusa dan Keraro (2009) melaporkan bahwa kelas yang diberikan pembelajaran biologi melalui advance

organizer memiliki level motivasi lebih tinggi daripada pembelajaran tradisional

tanpa advance organizer. Hasil penelitian Tasiwan (2013) menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran advance organizer berbasis proyek siswa mengalami peningkatan kemampuan analisis-sintesis dalam aspek

(6)

menguraikan, mengkategorikan, mengidentifikasi, merumuskan pernyataan, mengkonstruksi, menentukan konsep, dan menganalisis konsep dengan rata-rata peningkatan delta skor sebesar 54,46 %.

Selain penggunaan model pembelajaran yang tepat, pemilihan media pembelajaran juga diperhatikan. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan informasi kepada siswa tentang materi yang diajarkan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan sisw untuk belajar. Penggunaan media pembelajaran secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar lebih banyak, mengaplikasikan apa yang dipelajarinya, dan meningkatkan penampilan dalam melakukan keterampilan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pembelajaran. Media pembelajaran dapat diklasifikasikan kedalam beberapa bentuk, salah satunya adalah bentuk media visual gerak.

Salah satu contoh media pembelajaran visual gerak adalah Physics

Education Technology (PhET). Media PhET menekankan hubungan antara

fenomena kehidupan nyata dengan ilmu yang mendasari, mendukung pendekatan interaktif dan konstruktivis, memberikan umpan balik, dan menyediakan tempat kerja kreatif (Finkelstein, 2006). Media interaktif PhET Colorado merupakan media simulasi interaktif yang menyenangkan dan berbasis penemuan (research

based) yang berupa software dan dapat digunakan untuk memperjelas

konsep-konsep fisis atau fenomena yang akan diterangkan yang merupakan ciptaan dari komunitas sains PhET Project di University of Colorado, USA

(PhET.colorado.edu ). Kelebihan dari media PhET yakni dapat dijadikan suatu

(7)

siswa, mendidik siswa agar memiliki pola berpikir konstruktivisme, dimana siswa dapat menggabungkan pengetahuan awal mereka dengan temuan-temuan virtual dari simulasi yang dijalankan, membuat pembelajaran lebih menarik karena siswa dapat belajar sekaligus bermain pada simulasi tersebut, dan memvisualisasikan konsep-konsep IPA dalam bentuk model.

Efek penggunaan media PhET dalam pembelajaran fisika dapat dilihat berdasarkan temuan Prihatiningtyas (2013) yang menunjukkan bahwa implementasi simulasi PhET dan KIT sederhana untuk mengajarkan keterampilan psikomotor siswa pada pokok bahasan alat optik dapat menuntaskan hasil belajar psikomotor siswa. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Sari (2013) bahwa pembelajaran IPA dengan LKS sebagai penunjang media virtual

PhET untuk melatih keterampilan proses pada matei hukum Archimedes dapat

tercapai hasil belajar kognititf produk dan keterampilan proses serta siswa merespons positif. Kombinasi antara advance organizer dengan media PhET diharapkan dapat menjadikan proses pembelajaran lebih efektif, karena selain dapat memperkuat struktur kognitif siswa berupa struktur-struktur konseptual juga dapat meningkatkan keterampilan proses dan kebiasaan berpikir secara cermat.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian yang relevan namun belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu merupakan kombinasi antara model advance organizer dengan media PhET. Penelitian yang dimaksud berjudul: “Efek Model Pembelajaran Advance Organizer Menggunakan Media PhET dan Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Hasil Belajar Siswa”.

(8)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar fisika siswa secara umum masih rendah atau tidak mencapai KKM.

2. Siswa hanya mampu menjawab konsep dasar atau hapalan tetapi tidak mampu menyelesaikan soal yang memerlukan analisis atau menggunakan kemampuan berpikir kritis.

3. Model pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran masih dominan model pembelajaran yang berpusat pada guru.

4. Siswa tidak terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

5. Kegiatan eksperimen jarang dilakukan sehingga siswa kurang memiliki keterampilan proses sains.

6. Media pembelajaran tidak dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

7. Motivasi siswa yang sangat kurang dalam proses belajar mengajar.

1.3. Batasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan kemampuan peneliti, peneliti merasa perlu memberi batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis hasil penelitian ini dapat dilakukan lebih dalam dan terarah, maka masalah yang dipilih dalam penelitian ini adalah :

(9)

2. Siswa tidak menggunakan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan persoalan fisika.

3. Model pembelajaran yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran masih dominan model pembelajaran yang berpusat pada guru.

4. Media pembelajaran tidak dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran advance organizer menggunakan media PhET dan pembelajaran konvensional?

2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dengan kemampuan berpikir kritis rendah?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis dalam mempengaruhi hasil belajar siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer menggunakan media PhET dan pembelajaran konvensional.

(10)

2. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dengan kemampuan berpikir kritis rendah.

3. Untuk menganalisis interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan berpikir kritis dalam mempengaruhi hasil belajar siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. Bagi guru, dapat menjadi salah satu acuan pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar, sehingga guru mempunyai penambahan variasi maupun model-model pembelajaran termasuk guru yang dapat membangun kreativitas mengajarnya.

2. Memotivasi pendidik untuk menerapkan model pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif sehingga peserta didik menjadi bersemangat dan tidak cepat jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilaksanakan. 3. Bagi kelembagaan, penelitian pengembangan inovasi pembelajaran di

sekolah diharapkan dapat menjadi referensi bagi guru dan dosen dalam mengatasi masalah-masalah pada proses belajar mengajar khususnya bidang pembelajaran fisika.

1.7. Defenisi Operasional

a. Model Pembelajaran Advance Organizer

Model advance organizer dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori Ausubel. Model ini dirancang untuk memperkuat struktur kognitif siswa-pengetahuan mereka tentang pelajaran tertentu dan bagaiman mengelola, memperjelas, dan

(11)

memelihara pengetahuan tersebut dengan baik (Ausubel, 1963).. Kemampuan untuk belajar dari bacaan, ceramah dan media lain yang digunakan untuk presentasi merupakan pengaruh lain, yang pada akhirnya membentuk minat penelitian siswa dan kebiasaan berpikir secara cermat (Joyce, 2011).

b. Media PhET

Media interaktif PhET Colorado merupakan media interaktif yang menyenangkan dan berbasis penemuan (research based) yang berupa

software dan dapat digunakan untuk memperjelas konsep-konsep fisis atau

fenomena yang akan diterangkan yang merupakan ciptaan dari komunitas sains PhET Project di University of Colorado, USA (PhET.colorado.edu ). Media PhET dalam penelitian ini diinjeksikan kedalam fase pertama model

advance organizer yaitu menyajikan organizer.

c. Kemampuan Berpikir Kritis

kemapuan berpikir kritis dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis yang diukur melalui lima indiator kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan oleh Angelo. Berpikir kritis menurut Angelo adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensistesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan dan mengevaluasi. Indikator kemampuan berpikir kritis diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang disebutkan dalam definisi berpikir kritis, yaitu kemampuan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi (Haryani, 2012:3).

(12)

d. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah tingkat pencapaian siswa terhadap tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Pencapaian siswa yang diukur adalah domain kognitif berupa pemahaman konsep yang diperoleh melalui tes hasil belajar. Dimyati dan Mudjiono (2006 : 250), memandang hasil belajar sebagai suatu puncak proses belajar, dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Ahmadi (2004 : 130) menyatakan bahwa, ”jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, dan pengetahuan”.

e. Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Menurut Ridwan (2008) model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa diterapkan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1991: 523) konvensional artinya berdasarkan kebiasaan atau tradisional. Jadi, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru. Pada umumnya pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang lebih terpusat pada guru sehingga membuat siswa pasif dalam kegiatan belajar dan pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas pembelajaran matematika adalah proses interaksi dan keterlibatan seluruh atau sebagian potensi diri siswa yang bersosialisasi dengan guru,

Nantinya semua informasi mengenai potensi daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo meliputi potensi industri, potensi pertanian, potensi perikanan, potensi kerajinan,

Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh sifat dinamika proses geomorfologi pantai yang besar seperti : perubahan garis pantai oleh manusia, dina- mika sedimen yang

Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian posisi miring kanan dan miring kiri terhadap pencegahan luka

Metode pelaksanaan yang digunakan dalam menyusun tugas akhir dengan judul “Perancangan dan Pembuatan Maximum Power Point Tracker (MPPT) pada Sistem Panel Surya

Simpanan dari Bank Lain, Surat Berharga, Nilai Tukar, BI rate, dan Inflasi. yang memiliki pengaruh dominan terhadap pertumbuhan kredit pada

Berikut adalah deskripsi data hasil analisis visual grafik yang didapat selama pengamatan pada kondisi baseline (A) yaitu untuk mengetahui keberhasilan membaca

Berdasarkan dari penelitian sebelumnya yang membuktikan antioksidan berperan dalam menetralkan radikal bebas dan pemberian madu yang terstandar sesuai Standar