BAB I PENDAHULUAN
Kulit merupakan salah satu organ perlindungan bagi tubuh. Perlindungan yang dimaksud adalah dari mikroorganisme, jamur, paparan zat kimia, maupun paparan dari sinar UV. Anatomi kulit begitu sempurna untuk melakukan perlindungan tersebut. Lapisan pertama atau lapisan epidermis berfungsi menangkal paparan dari luar lingkungan (luar tubuh) sedangkan lapisan kedua atau dermis berfungsi sebagai tempat syaraf peraba dan tekanan serta kelenjar subasea dan keringat. Selain kedua lapisan tersebut terdapat pula lapisan pendukung non-skin yaitu lapisan subcutaneous atau lapisan ikat atau hypodermis. Ketika lapisan tersebut rusak maka fungsi kulit tidak maksimal dan perlu penanganan yang tepat. Perawat memiliki tugas untuk merawat luka tersebut agar dapat beregenerasi dengan normal dan mencegah terjadinya infeksi dari mokroorganisme.
Pada kasus PBL 2 telah membahas tentang luka tekan (pressure ulcer) yang di derita oleh tuan T akibat kelumpuhan (paraplegia) yang diderita. Penyusunan dari laporan ini bertujuan untuk membuat suatu intervensi untuk mengatasi permasalahan actual dari tuan T yang terangkum pada sub-pokok bahasan Asuhan Keperawatan. Laporan ini juga membahas tentang luka tekan (dekubitus) dan derajat luka tekan. Berikut adalah laporan PBL 2.
BAB II PEMBAHASAN
A. DEFINISI DEKUBITUS
(National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), 1989 dalam Potter &perry (2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama.
B. ETIOLOGI DEKUBITUS
Disebabkan oleh tekanan. Kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg (corwin, 2009).
C. MANIFESTASI KLINIS DEKUBITUS 1. Nyeri
2. Anoreksia
D. PATOFISIOLOGI DEKUBITUS
E. DERAJAT DEKUBITUS
Menurut Tambayong (2000), Ulkus Dekubitus, dapat diklasifikasikan menjadi beberapa stadium atau derajat yaitu :
1. Derajat 1
a. Terbentuknya abrasi yang mengenai epidermis b. Luka merah, hangat, mengeras
2. Derajat 2
a. Mengenai seluruh dermis
b. Ukuran membentuk cekungan dengan area merah disekitar tepian 3. Derajat 3
b. Menyebar sepanjang lapisan fasial
c. Luka mengalirkan cairan purulen dan/atau bau tak sedap d. Dapat terjadi infeksi sistemik
4. Derajat 4
a. Menembus fasia, tulang, otot, jaringan penyambung
b. Dapat menyebabkan osteomielitis, sepsis, dan dislokasi sendi
Berikut ini merupakan table klasifikasi ulkus dekubitus : Derajat Lapisan
Kulit
Penampilan Luka Perubahan Sistemik Resolusi I Ketebalan parsial Tidak teratur, hangat, eritema, nyeri, edema
Tidak ada Reversible dengan hilangnya tekanan dan pembersihan local II Ketebalan parsial Epidermis dermis Ulkus kulit dangkal, tepi berbatas, fibrosis, perubahan warna kulit
Tidak ada Reversible dengan hilangnya tekanan dan pembersihan local III Ketebalan penuh Epidermis Dermis Lapisan subkutan Tepian ulkus epidermal tebal, pigmentasi ringan dan gelap, distorsi lapisan kulit, mengalirkan cairan bau menyengat Infeksi, nekrosis lemak, kehilangan cairan dan protein, demam, dehidrasi, anemia, leukositosis Hilangkan tekanan, pengobatan sistemik dengan cairan IV, diet, obat-obatan, debridement dan graft IV Ketebalan penuh Epidermis Dermis Fasia Otot Area terbuka besar, tulang terlihat Osteomielitis, sepsis, dislokasi sendi, dapat menjadi fatal Pembedahan radikal untuk menghilangkan area nekrotik, tindakan pendukung
Tulang umum (IV, diet, obat-obatan)
Jaringan subkutan tertutup dan lebih dalam
Tidak ada tanda eksternal sampai lanjut, bila rupture kulit; tampilan bagian dalam seperti derajat III atau VI; rongga seperti bursa dengan debris nekrotik Jaringan infeksi Eksisi luka, pengangkatan sakus bursa, graft flap dengan otot.
Tabel 1. Klasifikasi Ulkus Dekubitus (Tambayong, 2000)
Derajat Dekubitus berdasarkan NPUAP 1. Deep Tissue Injury
Deep tissue injury ditandai dengan lokalisasi area berwarna ungu atau merah marun atau blister yang terisi darah pada kulit utuh akibat kerusakan jaringan lunak yang disebabkan karena tekanan atau gesekan. Cedera dapat didahului rasa nyeri, tegas, lunak, hangat atau dingin pada jaringan. Deep tissue injury kadang sulit dideteksi pada individu dengan warna kulit gelap.
Deep tissue injury biasanya tampak kulitnya utuh berwarna kebiruan atau keunguan, tetapi sebenarnya didalamnya sudah membusuk (William, 2008).
2. Unstageable
Unstageable ditandai dengan area kulit berwarna kehitaman. Sehingga pada Unstageable sulit dideteksi pada derajat berapa lukanya, karena tidak diketahui kedalaman luka sudah mengenai otot dan tulang atau belum.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ulkus dekubitus didiagnosis dengan bantuan riwayat yang menunjang dan hasil pemeriksaan fisik. Orang yang beresiko terkena ulkus harus diperiksa untuk mengetahui derajat ulkus. Derajat awal ditandai dengan kulit yang tetap pucat (kemerahan) akibat tekanan yang lama. Pengkajian Fisik Kulit
1. Inspeksi kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas. Yang harusdiperhatikan oleh perawat yaitu :
a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen. b. Edema, Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari
daerah edema.
c. Kelembaban, Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivita satu suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
d. Integritas, Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.
e. Kebersihan kulit
f. Vaskularisasi, Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis. 2. Palpasi kulit, Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur
atau elastisitas, turgor kulit (kozier, 2009).
G. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN Pencegahan, menurut Potter & Perry (2005)
Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji factor-factor resiko klien. Kemudian perawat mengurangi factor-factor lingkungan yang mempercepat terjadi decubitus seperti kelembaban atau linen tempat tidur yang berkerut. 3 area intervensi keperawatan utama mencegah terjadi decubitus adalah :
1. Hygiene dan perawatan kulit
Perawat harus menjaga kulit klien agar tetap bersih dan kering. Ketika kulit klien dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari pemakaiannya. Sabun dan lotion yang mengandung alcohol dapat menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu alkalin pada kulit akan menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit, dan meningkatkan pertumbuhan oportunistik yang berlebihan yang nantinya dapat masuk kedalam luka terbuka.
2. Pengaturan posisi
Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 20o atau kurang akan
menurunkan peluang terjadi decubitus akibat gaya gesek. Posisi klien imobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan persepsi dan rutinitas sehari hari. 3. Pendidikan
Penyuluhan klien tentang matras dan tempat tidur terapeutik kepada pasien dan keluarga pasien.
Penatalaksanaan
1. Pencegahan ulkus decubitus sangatlah penting yaitu berupa mengubah posisi pasien yang bertirah baring paling sedikit 2 jam. Selain itu juga asupan kalori pasien harus
dipertahankan tetap tinggi untuk merangsang fungsi imun dan mempertahankan kesehatan.
2. Menghilangkan tekanan pada kulit yang memerah, dan penempatan pembalut yang bersih, rata dan tipis jika telah terbentk ulkus decubitus (corwin, 2009).
ASKEP Kasus : Tn T Jatuh
Pasien Tn. T, umur 50 tahun, menderita paraplegi karena terjatuh dari pohon kelapa. Akibat dari paraplegi, klien hanya bisa terbaring di tempat tidur. Sudah sebulan ini klien dirawat dirumah sakit karena luka dekubitus yang luas di daerah sakrum. Saat perawatan luka, lukanya terlihat dalam sampai jaringan otot dan tulang. Di bagian tumit klien, terlihat tanda ada kemerah-merahan yang tidak hilang walau sudah ditekan.
Glosarium:
Paraplegi : Paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai (Dorland, 2008).
Dekubitus : Nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (Potter & Perry, 2005).
Sakrum : Tulang berbentuk baji tepat di bawah vertebrae lumbales, biasanya terbentuk melalui penyatuan lima vertebra yang terletak pada bagian dorsal diantara kedua tulang pinggul (Dorland, 2008).
ANALISIS DATA
PROBLEM ETIOLOGY SIGN & SYMPTOM
Kerusakan integritas kulit Imobilisasi fisik DO :
1. Terdapat luka dekubitus yang luas di daerah sakrum 2. Luka dekubitus terlihat dalam sampai otot dan tulang
3. Terdapat tanda kemerahan yang tidak hilang dengan penekanan di bagian tumit klien Risiko Infeksi Pertahanan tubuh
primer yang tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
DO :
1. Terdapat luka dekubitus yang luas di daerah sakrum 2. Luka dekubitus terlihat dalam sampai otot dan tulang
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan integritas kulit klien utuh, dengan kriteria hasil : Integritas Jaringan : Kulit dan membrane mukosa
Indikator Awal Tujuan a. Sensasi sesuai yang diharapkan b. Elastisitas sesuai yang diharapkan c. Warna sesuai yang diharapkan d. Tekstur 2 2 2 2 4 4 4 4
Manajemen Daerah Tekanan
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
3. Mobilisasi pasien (mengubah posisi yang sesuai)
4. Monitor status nutrisi pasien 5. Gunakan kasur dekubitus
6. Berikan perawatan luka sesuai derajat dekubitus (Tahap 1 di tumit diberikan balutan film atau hidrokoloid, tahap 4 di sakrum diberikan balutan hidrokoloid, hidrogel, atau balutan kasa)
1. Pakaian ketat akan menambah tekanan
2. Kulit kotor dapat menyebabkan infeksi
3. Menghindari tekanan terus menerus di satu bagian 4. Nutrisi berkaitan dengan
proses penyembuhan luka 5. Kasur dekubitus dapat
menditribusikan tekanan agar tekanan merata
6. Balutan yang sesuai dapat meningkatkan proses penyembuhan luka
sesuai yang diharapkan e. Ketebalan sesuai yang diharapkan f. Bebas lesi jaringan g. Perfusi jaringan 1 1 1 3 3 3 Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan infeksi tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
Kontrol Risiko
Indikator Awal Tujuan a. Pengetahuan tentang risiko b. Mengem-bangkan strategi 1 1 4 4 Kontrol Infeksi
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan pasien
4. Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan
5. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
1. Agen infeksi dapat ditularkan melalui pasien lain
2. Pengunjung dapat membawa berbagai agen infeksi dari lingkungan
3. Cuci tangan dapat mengurangi agen infeksi 4. Sabun anti mikroba dapat
menghilangkan agen infeksi 5. Cuci tangan dapat
kontrol risiko yang efektif c. Melaksana-kan strategi kontrol risiko yang dipilih d. Meng-hindari paparan yang bisa mengancam kesehatan e. Mengenali perubahan status kesehatan 1 2 2 4 5 4
7. Pertahankan lingkungan aseptik selama perawatan luka
8. Tingkatkan intake nutrisi
6. Baju dan sarung tangan dapat melindungi infeksi dari perawat ke pasien dan sebaliknya
7. Lingkungan aseptik mengurangi risiko pajanan agen infeksi
8. Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan imunitas pasien