• Tidak ada hasil yang ditemukan

Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam. Disusun oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam. Disusun oleh"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam

Disusun oleh

Nama : Abu Rizal

NIM : I73214026

Telepon : 081333619080

Email : Aburizal777@gmail.com

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prodi : Sosiologi

Kelas : E-1

Mata kulia : Antropologi

Dosen Pembimbing : Amin Tohari, S.Ag, M.Si, M.Pd.i

Semester : Ganjil/01

Prodi : Sosiologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. terdapat berbagai petunjuk bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupanya secara lebih bermakna dan dalam arti yang seluas-luasnya. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, bersikap seimbang dalam memenuhi kehutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka serta berorientasi pada kualitas egaliter, kemitraan, kasih sayang dan mengutamakan persaudaraan.

(2)

Dalam Al quran dan Hadits ditemukan bahwa proporsi yang terbesar ditujukan pada urusan sosial.

Dalam kajian ilmu-ilmu sosial ditemukan adanya kajian tentang teori struktural fungsional, yang menyatakan bahwa segalah sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Sementara Islam sebagai agama yang tetap eksis. Itu artinya bahwa Islam mempunyai peran dan fungsi di masyarakat meskipun dalam kenyataanya Islam yang ditampilkan oleh pemeluknya jauh dari cita-cita ideal tersebut.

Ibadah yang dilakukan umat Islam seperti shalat. Zakat. Puasa, haji dan sebagainya hanya berhenti sebatas sebagai pembayar kewajiban dan lambang kesalehan sedang buah dari ibadah yang berdimensi pada kepedulian sosial kurang tampak. Hal ini membuktikan bahwa terjadi kesalahan dikalangan umat Islam dalam memahami dan menghayati pesan simbolik keagamaanitu.

Akibatnya agama dimaknai hanya sebagai penyelamatan individual bukan sebagai keberkahan bersama. Padahal Islam agama yang memiliki banyak dimensi, mulai ddari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik., pengetahuan teknologi, sejarah dan lain sebagainya.

Timbulnya permasalahan dikalangan umat Islam tersebut dilatar belakangi dengan ketidak pedulian umat Islam itu sendiri dalam memepelajari lingkungan sosialnya, sehinga melupakan bahwa dalam diri umat Islam terdapat berbagai macam model-model seperti model umat Islam yang primodial, model umat Islam yang ottoman, model peradaban Islam yang ada di daerah pesisir, model peradaban Islam yang dibawah kekuasan imperialisme barat dan yang terakhir adal model Islam yang kontemporer.1

B. Kegelisahan akademik

1 Baedhowi, “Antropologi Al Quran” Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam,(Yogyakarta,LKIS,2009).hal. 15.

(3)

Seperti apa model-model yang timbul dalam internal umat Islam serta problematika apa saja yang timbul akibat model-model yang ada dalam internal umat Islam, Seperti model umat Islam yang primodial, model umat Islam yang ottoman, model peradaban Islam yang ada di daerah pesisir, model peradaban Islam yang dibawah kekuasan imperialisme barat dan yang terakhir adal model Islam yang kontemporer.2

Serta bagaimana filosofi umat Islam menyikapi problematika moderinitas, politik dan kontemporerisme, serta sekularisme dalam Islam Menurut pandangan Muhammad Arkoun.

C. Metode atau Pendekatan

Dalam mengkaji tentang ‘Muhammad arkoun dan Permasalahan umat Islam’ penulis mengunakan metode penelitian kualitatif, historis dan deskriptif. Dengan tujuan agar lebih mengenal permasalahan yang terjadi dalam internal Umat Islam yang berfokuskan dengan kualitas hasil serta pendeskripsian terhadap masalah yang terjadi dalam model-model umat Islam serta kaitanya dengan historis dalam perjalanan eksistensi umat Islam.

Dengan metode diskriptif penulis berusaha mengambarkan tentang seperti apa permasalahan yang terjadi dengan dengan penalaran formal dan analitik terhadap inti dari permasalahan yang ada.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan bahwa metode penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku seseorang atau sekelompok kaum yang sedang jadi objeck pengamatan.

(4)

Serta dengan metode historis penulis berusaha menguraikan pokok persoalan yang terjadi dengan menghubungkanya melalui runtutan waktu antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lain yang saling berkaitan.3

D. Pendekatan Filosofi

Menurut filosofi penulis dalam mengkaji materi ini penulis lebih cenderung mengunakan pendekatan diskritif yang mengambarkan permasalahan umat Islam akibat dari model-model yang timbul dalam internal umat Islam

Selsin itu dengan mengunakan pendekatan Historis yang menghubungkan antara permasalahan yang dihadapai oleh umat Islam dalam sudut pandang sejarah serta kontemporerisme dalam perjalanan eksistensi umat Islam selama ini.4

E. Kerangka Teoretik

Dalam mengkaji pemikiran “Muhammad arkoun dan permasalah umat Islam” penulis mengunakan teori Interaksi simbolik yang diperkenalkan Herbert Blumer, istilah teori interaksisimbolik lahir pada tahun (1962) yang dipopulerkan oleh Herbert Blumer meskipun sebenarnya Mead-lah yang pertama kali meletakan dasar teori tersebut.

Dalm teori ini sosialisasi adalah proses bersifat dinamis. di dalam proses itu, manusia tidak hanya menerima informasi melainkan dia menginterpresentasikan dan menyesuaikan informasi itu sesuai kebutuhan dan problematika yang sedang terjadi pada dirinya.

Interaksionalisme simbolik tidak Cuma tertarik pada Proses sosialisasi namun juga interaksi secara umum, interaksi adalah suatu proses dimana pola 3 Arikunto, Suharsimi, “Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik”, (Jakarta, PT. Bineka Cipta,2006), hal. 13.

(5)

pikir dikembangkan dan lebih dari itu berpikir untuk memepengaruhi seseorang dalam bertingkah-laku serta pastinya akan ada permasalahan yang timbul akaibat proses interaksi tersebut.5

F. Konsep dasar dan Penegasan judul

Alasan kenapa penulis memilih judul ‘Muhammad Arkoun dan permasalahan umat Islam’ adalah karena berbicara tentang Islam akan selalu dinamis dan progresif.

Sehinga akan menimbulkan problematika yang salah satunya akibat model-model umat Islam yang diperkenalkan oleh Muhammad. S. Akbar serta konsep Islam yang kotemporer dalam pemikiran Muhammad arkoun yang menarik jika digunakan untuk mengkaji tentang permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini.

Adapun definisi kata-kata dalam judul sebagai berikut :

1. Muhammad Arkoun : Adalah salah satu pakar Antropologi Muslim yang berasal dari tourit mimoun, kabilia suatu daerah pegunungan berpendudut berber di daerah sebelah timu aljir. Aljazair yang terkenal dengan “kritik humaniora terhadap umat Islam”.

2. Dan : Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu kata hubung. 3. Permasalahan : yang berasal dari kata dasar masalah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti suatu kasus yang terjadi atau problematika.

4. Umat : adalah sekumpulan orang atau dalam kata lain kaum yang tunduk pada suatu pemimpin.

5. Islam : artinya selamat atau agama yang selamat menurut kamus besar Bahasa Indonesia.6

5 Bernad Rabo, “Teori Sosiologi Modern”, (Jakarta, Prestasi Pustaka,2007), hal. 107.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

G. Model-model Umat Islam

Seorang antropolog muslim Muhammad S. Akbar mengambarkan tipe masyarakat Muslim menjadi 5 model, antara lain :

1. Tipe primodial atau model ini direlasikan dengan sejarah Islam awal yang saat ini masih eksis. Mereka adalah kelompok suku-suku yang ada dalam Islam seperti suku badui, barbar dan paktho.

2. Model Ottoman atau cantoment (Model Wilaya Islam) model ini kontras dengan model yang pertama

3. Model peradaban Islam dipesisir sangat besar yang hidup di indus, Tigris dan Nil, model ini menghasilkan peradaban masyarakat dan dinasti-dinasti yang megah dan mewah

4. Islam dibawah kekuasaan imperialisme barat yang menjadikan Islam stagnan dan mengalami kemunduran.

5. Islam kontemporer, yaitu model kebangkitan Islam seperti munculnya Pakistan dan Revolusi yang terjadi di Iran7

Model simbolis Islam kontemporer inilah yang sering dipakai oleh Arkoun dan dikaitkan dengan angan-angan sosial masyarakat muslim. Selain itu model Islam kontemporer ini sering dijadikan sebagai simbol yang hidup dari kebangkitan Islam dan kekuasaan yang mengerakan pemeluknya.8

6 Depdikbud,“kamus besar Bahasa Indonesia”,(Jakarta,Balai Pustaka,1976)

7 Ahmad S. Akbar, “Antropologi Islam” dalam Pengetahuan Model dalam Al Quran,(Suarabaya, Al ikhlas,1990), hal. 130.

8 Baedhowi, “Antropologi Al Quran” Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam,(Yogyakarta,LKIS,2009).hal. 15.

(7)

Berkaitan dengan kontemporerisme Arkoun mengamati didunia Arab-Islam. Misalanya pada abad XIX kaum muslimin menghadapi berbagai macam persoalan serius sebagai akibat hegemoni politik, ekonomi, budaya yang ditancapkan eropa di kawasan laut tengah hal ini telah memaksa kaum muslimin untuk bersandar pada agama untuk mengembangkan ideologi perjuangan.

H. Penyalahgunaan Islam sebagai tujuan Politik

Trauma akibat pengalaman sejarah dimasa lalu ternyata masih mengelayuti umat Islam diberbagai kawasan, bahkan setelah mereka mencapai kemerdekaan sebagai akibat mereka sering mengunakan agama Islam sebagai tujuan politik dan ideologi terutama dalam menolak dan mengembangkan sikap ekslusif mereka terhadap dunia barat.

Selain itu kaum Muslimin juga masih banyak mengunakan Islam sebagai kekuatan mitologis sosial dan historis untuk mencapai tujuan politik tertentu. Mereka belum merasa perlu untuk memikirkan dan menjadikan Islam sebagai agama yang mampu menghadapi tantangan yang lahir dari masyarakat muslim sendiri.9

Islam sebagai agama membawa misi pembebasan ketertindasan dan ketidak adilan namun dalam perjalanan sejarahnya misi Islam tersebut tidak selalu tampak ditingkat realitas. Realitas masyarakat muslim masih diliputi kebodohan. Kemiskinan. Ketidak adilan dan lain-lain karena pemahaman masyarakat muslim terhadap Islam masih hanya berada pada tataran simbolik dan formalistik, mereeka hanay berbondong bondong menjalankan ritual keagamaan yang di monopoli dengan kepentingan politik dan pada sejauh mana ajaran tersebut diformalkan sehinga Islam semakin menjauh dari masyarakatnya.

(8)

Islam yang seharusnya sebagai alat justru malah semakin jauh dari realitas sosial Islam dan teksnya hanya duduk di menara gedung, prinsip-prinsip kemanusiaan terlupakan dan tidak mendapat perhatiaan sama sekali. Islam hanya berputar dirana teologis oleh karena itu tugas umat Islam adalah untuk mengembalikan fungsi dasar dan tujuan diturunkanya Islam ditengah kehidupan manusia, membumikan agama dan mengkomunikasikanya dengan realitas empirik serta memposisikan Islam agar amampu berdialog dengan berdialektika dengan manusia dengan kondisi rillnya bukan dimonopoli dengan tujuan tertentu demi mencapai kekuasaan.10

I. Islam dan moderenitas

Modern di istihlahkan oleh beberapa pemimpin muslim sebagai sikap untuk mengikuti model barat dibidang pendidikan tehnologi, modernisme ide-ide atau impor tentang sekularisme dan industrialisasi isu sentral modernitas dibidang pemikiran Islam adalah mengharmonikan keyakinan agama dengan pemikiran modernlebih jauh lagi moderenisasi lebih menekankan kemajuan progresif, ilmia dan rasional.

Arus modernitas telah mempengaruhi berbagai pola fikir contohnya dalam hal kepemimpinan dari polimorfik menjadi monomorfik, para kiai yang mengurusi banyak peran menjurus pada satun peran. Para cendikiawan muslim yang barang kali keilmuan keagaamaan lebih rendah dari kiai dijadikan sumber acuan keagaamaan karena diangap lebih rasional dan empirik.

Modernitas dan tradisionalitas merupakan suatu fenomena global yang dapat dijumpai diberbagai masyarakat yang menganut agama, modernitas pada awalnya dijadikan suatu aliran keagamaan yang melakukan penafsiran terhadap doktrin agama kristen untuk menyesuaikan dengan perkembangan pemikiran modern akan tetapi yang sering terjadi menurut Faziur Rahman beberapa sarjana 10 Hamis Syafaq, Amin Tohari, dkk,“Pengantar Studi Islam”,

(9)

barat memahami Islam lewat pemahaman Ulama Islam klasik sehinga muncul dikotomi bahwa Islam adalah Agama yang anti Modernitas.

Dengan demikian, anatara pandangan dunia dengan para penganut Islam lebih terdapat keterkaitan karena Islam disatu sisih berperan sebagai subjeck dengan berperan mendominasi serta progresif namun disatu sisi juga berperan sebagai objeck karena ada dalam tekanan dari kekuatan lain yang anti Islam11 J. Pemikiran Umat Islam yang didominasi pemikiran barat/Imperialisme

Dalam hal pemikiran pemahaman umat Islam masih terpaku pada episteme pemikiran model barat abad pertengahan pemikiran yang menguasai kristen barat sebelum Reinanssance dan abad pencerahan meskipun warisan pemikiran tersebut tidak mesti berkonotasi negatif, Pemahaman semacam ini, misalnya terlihat jelas dari kesulitan yang dialami umat Islam dalam menghadapi tantangan moderenitas mengabungkan sikap yang berorientasi kemasa lalu dengan sikap yang beorientasi keperadaban modern yang bersifat materil permasalahan modernitas ini tentunya juga menyangkut masalah politik, sosial ekonomi dan budaya yang disebabkan oleh hegemoni barat di dunia Islam ini merupakan masalah serius dan penting karena menyangkut masa depan umat Islam itu sendiri.12

K. Aliran-aliran Pemikiran Modern dalam Islam

Jika diteliti dengan secara gelobal dikalangan umat Islam terdapat empat orientasi pemikiran ideologis yang diangap mewakili kelompok kelompok yang ada tradisioanl konservatif, revormis-modernis, radikal-puritan dan sekuler-liberal.

11 Ibid hal. 118-120.

12 Baedhowi, “Antropologi Al Quran” Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam,(Yogyakarta,LKIS,2009).hal. 16.

(10)

Kelompok tradisional konservatif adalah yang menentang kecenderungan pembaruan. Yang terjadi beberapa abat yang lalu atas nama Islam, seperti yang dipahami dan dipraktikan dikawasan kawasan tertentu, kelompok ini juga ingin mempertahankan tradisi dan ritual yang dipraktikan oleh ulama shalaf para pendukung orientasi ideologis semacam ini bisa ditemukan dikalangan penduduk desa dan masyarakat bawah.

Kelompok reformis modernis adalah kelompok yang memandang Islam cocok untuk semua lapangan kehidupan publik dan pribadi bahkan mereka menyatakan bahwa pandangan dan praktik-praktik tradisional harus direformasi bedasarkan sumber-sumber otoritatif Al quran dan Hadits (purifikasi agama) dalam konteks situasi dan kebutuhan kontemporer.

Kelompok modernis ingin menjadikan agama sebagai landasan dalam menjalani moderenitas, agama tidak bertentangan dengan perkembangan zaman modern.kelompok ini menganjurkan penafsiran ulang Islam secara fleksibel dan berkelanjutan sehinga umat Islam dapat mengembangkan pemikiran keagamaan sesuai dengan kondisi modern, Menurut mereka hukum Islam tidak baku dan harus dirubah sesuai kondisi sosial yang berkembang.13

Kaum radikal puritan adalah kaum yang menafsikan Islam bedasarkan sumber-sumber asli yang otoritatif sesuai dengan kebutuhan kebutuhan kontemporer tapi mereka sangat keberatan dengan pandangan moderenis untuk memberatkan Islam kelompok ini mengunakan pendekatan konservatif dalam menjalankan reformasi keagamaan bersifat literalis dan menekankan pada kemurnian doktrin, kelompok ini juga bisa disebut kelompok fundamentalis

13 Hamis Syafaq, Amin Tohari, dkk,“Pengantar Studi Islam”, (Surabaya,MKD IAIN Sunan Ampel,2011), hal. 144-145.

(11)

Bagi kelompok radikal syariah memang fleksibel dan bisa berkembang untuk memenuhi kebutuhan namun dalam penafsiranya harus dilakuakan melaui Islam yang murni14

Kelompok sekuler liberal adalah mereka yang memandang Islam untuk mereformasi masyarakat dengan membatasi dan menyerahkan segalah urusan agama pada personal dan menegaskan kekuatan logika dalam kehidupan publik, kelompok ini dipengaruhi oleh ideologi barat khususnya nasionalisme.15

L. Islam dan sekularisme

Permasalahan lain yang penting untuk dikaji sekaligus permasalahan yang polemik sepanjang masa adalah menyangkut sekulerisme yang melanda dunia Islam sering diangap sebagai momok yang harus dijauhi dengan alasan bahwa Islam tidak pernah memisahkan anatara agama, dunia dan negeri. (Din, Dunya, dan daulah) kesatuan dari tiga D ini terus menerus dipaksakan pada pemahaman umat tanpa emikirkan secara serius konseptualisasi masing-masing dari bagian tiga D lebih parah lagi kesatuan dari ketiga bagian tersebut seringkali disalah gunakan pihak-pihak tertentu untuk kepentingan sendiri, baik sosial , politik maupun ekonomi. Dalam pengamatan arkoun sekularisme yang diterapkan di Prancis yakni pemisahan anatara agama dengan negara justru sebagai salah satu kemenangan moderenitas, sementara disisih lain berbagai negara dibelahan dunia Islam masih mengkalim berpegang dan berlandaskan agama.16

Permasalahan Permasalahan umat Tersebut tidak terlepas dari sejarah yang membentuknya termasuk di dalamnya adalah pengalaman umat Islam 14 Ibid hal. 146

15 Ibid hal. 149-150.

16 Muhammad Arkoun “Pengantar” Dalam Nalar Islam dan Nalar Modern berbagai tantangan dan jalan baru, (Jakarta,INIS,1994),hal. 12.

(12)

sebagai bangsa yang pernah dijajah oleh bangsa lain setelah kemerdekaan dapat diraih timbulah suatu kebangaan akan nasionalisme, akan tetapi peristiwa ini juga diikuti dengan berbagai peristiwa serius seperti konflik antara umat Islam atau anatara berbagai negara Islam terjadinya perebutan kekuasaan dan pengalangan persatuan antar negara Islam diberbagai bidang. Permasalahan tersebut juga berimbas pada pemikiran keagamaan, dalam bidang agama Arkoun melihat bahwa kekuatan dari angan-angan agama umat Islam lebih banyak digunakan untuk memobilisasi atau membentuk suatu identitas baru secara ideologis memang semakin kokoh namun dalam segi intelektualitas semakin merosot.17

M. Pandangan Arkoun tentang permasalahan yang terjadi pada Umat Islam

Dari berbagai persoalan yang telah dihadapi oleh umat Islam, Arkoun mencoba mengkaji permasalahan tersebut secara intelektual sesuai dengan kopetensi dan situasi saat ini. Untuk itu tulisan Arkoun menurut penulis merupakan upaya transformasi dari berbagi problematika yang dihadapi oleh umat saat ini. Dalam mengaktualisasi pemikiranya arkoun mengacuh pada ilmu sosial. Bahasa dan filsafat yang berkembang didunia barat dengan merujuk pada keilmuan barat Arkoun berharap bisa memahami berbagai macam persoalan yang dihadapi umat Islam, sebab dalam pemikiranya pemikiran barat adalah sarana yang paling baik untuk melakukan hal itu, selain itu juga untuk menyibak kejumudan pemikiran pemikiran Islam sehinga masalah itu pada akhirnya bisa ditiadakan, sebagai contoh arkoun sering mengunakan teori antropologi meskipun ia sendiri belum dapat dikatakan sebagai antropolog sebenarnya, menurut arkoun antropologi merupakan disiplin ilmu yang sangat penting bagi umat Islam ia banyak membantu dalam memeberikan pemahaman dan memecahkan problematika Islam kontemporer dengan antropologi arkoun berharap bisa memahami dan membandingkan antara celah celah kenyataan dan cita-cita ideal

17 Baedhowi, “Antropologi Al Quran” Muhammad Arkoun dan Permasalahan

(13)

masyarakat muslim dan pada akhirnya bisa menjembatani berbagai kesenjangan tersebut

Akan tetapi pemikiran Arkoun khusunya di dunia arab masih belum bisa diterima bahkan masih banyak mendapat cercahan dari berbagai pemikir muslim yang berbeda episteme-nya perbedaan itu terutama timbul dari kalangan yang mengidealkan “Islam” dalam mengejar ketertingalanya dari barat dengan tanpa menimbangkan keaktualisasian nilai normatifnya (al Quran dan Hadit) dalam kesejarahan pemikiran muslim dengan perkembangan nalar modern barat kritik-kritik tersebut juga dialami pemikir-pemikir kontemporer Abd larous, Hachem Ze’in dan Abd Zaid.18

Mohammed Arkoun menyatakan bahwa Islam akan mencapai kejayaan jika umat Islam mau membuka diri terhadap pluralisme pemkiran dan pluralisme bisa dicapai bila pemahaman sgama dilandasi paham kemanusiaan, sehingga umat Islam bisa bergaul dengan siapapun. Arkoun mengungkapkan, humanisme Timur Tengah muncul pada abad ke-10, di Irak dan Iran yang didasarkan pada pendekatan humanis terhadap manusia. Para ahli teologi, hukum, ilmuwan, dan ahli-ahli filsafat berkumpul dalam satu majelis dengan saling berhadapan untuk berbicara dan bertukar pikiran. Namun memasuki abad ke-13, umat Islam mulai melupakan filsafat dan debat teologi.

Dalam Islam klasik, Arkoun menyatakan, ketika debat didasarkan pada pendekatan keragaman budaya, keragaman pemikiran, dan keragaman teologi, maka akan terjadi perdebatan seru tentang bagaimana menginterpretasikan Al-quran dan mengelaborasikan dengan hukum yang didasarkan pada teks suci. Dengan tetap mempertahankan pluralisme, seseorang akan tetap menjadi kritis, baik dalam filsafat maupun teologi. Pluralisme inilah ynag hilang dalam Islam, sehingga Islam harus berusaha memunculkan kembali damn mempertahankan kebebasan bagi setiap muslin untuk berpartisipasi dalam ijtihad. Pemahaman ni 18 Ibid hal. 18

(14)

penting untuk membangun demokrasi di negara-negara Islam dan untuk memulihkan kembali kebebasan berpikir dalam Islam.

Menurut Arkoun, umat Islam bisa membandingkan dengan agama Kristen secara teologis dan agama Katolik secara politik. Sebenarnya, umat Islam menemukan 6

(15)

periode yang bisa memberiakn harapan besar bagi munculnay kembali keragaman dalam berpikir pada saat munculnya negara-negara pascakolonial. Namun sayangnya kesempatan itu hilang. Islam kemudian dipergunakan tidak lebaih sebagai alat politik, bukan untuk berpikir dengan pendekatan humanis dan dalam keragaman. Arkoun berpendapat, pemulihan pengajaran sejarah akan memungkinkan Eropa dan Islam akan bekerjasama dalam menbangun demokrasi yang tidak hanya berlandaskan pada negara dan bangsa tetapi juga pada manusia.

Menurut dia, munculnya Uni Eropa merupakan sebuah lompatan sejarah. Ada sebuah ruang baru kewarganegaraan dengan membuka kesempatan manusis di seluruh belahan bumi untuk mendapat kewarganegaraan. Ada sebuah gaya baru pemerintahan yang berdiri di atas bangsa ini. Model ini bis adiadopsi oleh negara-negara Islam dan bertemu dengan pengalaman Eropa dalam perspektif humanisme. Arkoun juga menekankan pentingnya pendidikan yang didasarkan pada humanisme. Sehingga di sekolah-sekolah menengah perlu diajarkan multibahasa asing, sejarah, dan antropologi serta perbandingan sejarah dan antropologi agama.19

Arkoun dengan pemikirannya berusaha memperkenalkan pendekatan pemikiran hermeneutika sebagai metodologi kritis yang akan memunculkan informasi, makna dan pemahaman baru ketika suatu teks dan aturan didekati dengan sara pandang baru, terutama dengan menggunakan metode hermeneutika historis-kontekstual. Karena sikap dari setiap pengarang, teks dan pembaca tidaklah lepas dari konteks sosial, politis, psikologis, teologis dan konteks lainnya dalam ruang dan waktu tertentu. Maka dalam memahami sejarah yang diperlukan bukan hanya transfer makna, melainkan juga transformasi makna. Pemahaman tradisi Islam selalu terbuka dan tidak pernah selesai, dalam istilah lain bahwa pintu ijtihad belum tertutup karena pemaknaan dan pemahamannya selalu 19 Mohammed Arkoun. “Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama”. (Yogyakarta,Pustaka Pelajar.2001),hal. 190.

(16)

berkembang seiring dengan perkembangan umat Islam yang selalu terlibat dalam penafsiran ulang dari masa ke masa. Dengan begitu, tidak semua doktrin dan pemahaman agama berlaku sepanjang zaman. Gagasan universal Islam tidak semua tertampung dalam bahasa Arab yang bersifat lokal kultural, serta terungkap dari tradisi kenabian saat itu. Itulah sebabnya dari masa ke masa selalu muncul ulama tafsir yang berusaha mengaktualisasikan pesan Al-quran dan Al Hadits dan tataran keislaman yang tidak mengenal batas akhir waktu.

Ketika mendekati (membaca dan memahami) Al-qur’an dan tradisi keislaman muncullah tiga kesimpulan:

 Sebagian kebenaran pernyataan Al-Quran baru akan terlihat di masa depan.

 Kebenaran yang ada pada Al-quran adalah berlapis-lapis stau berdimensi majemuk, sehingga potensi pluralitas pemahaman terhadap kandungan Al-quran adalah hal yang sangat wajar dan lumrah atau bahkan dikehendaki oleh Al-quran itu sendiri.

 Terdapat doktrin dan tradisi keislaman historis-aksidental sehingga tidak ada salahnya jika doktrin dan tradisi keislamantersebut dipahami ulang dan memunculkan tradisi baru. Kesimpulan yang terakhir ini bisa berkaitan dengan ayat-ayat mengenai pembagian harta warisan, posisi wanita dalam masyarakat dan hubungan umat muslim dengan agama lain. Pembacaan Al-quran

Arkoun menyadari bahwa dengan kelahiran teks Al-quran, perubahan yang mendasar di kalangan umat dalam memahami wahyu telah terjadi. Raison graphique (nalar grafis) telah mendominasi cara berfikir umat sehingga logos kenabian (prophetique) didesak oleh logos pengajaran (professoral). Selain itu, kemiskinan usaha untuk memahami wahyu dari segala dimensi juga telah terjadi. Untuk itulah tujuan qira’ah menurut Arkoun adalah untuk comprende, yakni

(17)

mengerti komunikasi kenabian yang hendak disampaikan melalui teks yang bersangkutan dengan mengoptimalkan setiap kemungkinan untuk mereproduksi makna.

Arkoun melihat, paling tidak ada tiga macam cara pembacaan Al-quran, yaitu:  Secara litugris, yaitu memperlakukan teks secara ritual yang dilakukan saat shalat, doa-doa tertentu dan ibadah yang lain yang bertujuan untuk “mereaktualisasikan saat awal ketika Nabi mengujarkannya unruk yang pertama kali” agar didapatkan kembali seperti “ujaran pertama”. Dengan cara ini, manusia melakukan komunikasi secara ruhani secara vertikal maupun horisontal dan sekaligus melakukan pembatinan kandungan wahyu.

 Secara eksegesis yang berfokus pada “ujaran kedua”, yaitu ujaran yang termaktub di dalam mushaf.

 Dengan cara memanfaatkan penemuan dan inovasi metodologis yang disumbangkan oleh ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu bahasa.

Hal-hal tersebut yang diungkakan Arkoun dalam pemikirannya yang berkaitan dengan pembacaan Al-quran.20

N. Kecaman terhadap pemikiran Muhammad Arkoun

Posisi arkou yang berada di Eropi (Prancis) tampaknya lebih menguntungkan dari pada cendikiawan muslim liberal lainya, kasus paling tragis mungkin terjadi pada Nur Hamid Abu zaid yang difonis murtad oleh kaum fundamental mesir oleh adanya ancaman dari kaum fundamental mesir serta keputusan pengadilan yang menyatakan seorang muslimah tidak boleh dinikahi oleh seorang yang ingkar terhadap agama (murtad) maka abu zaid dan istrinya tercinta harus meningalkan kota mesir dan hijrah ke Belanda.

(18)

Meskipun tidak setragis Abu zaid Arkoun juga banyak menuai kecaman dan anacaman dari fundamentalis dala sebuah acar imposium 1984 yang diprakarsai oleh Centre of Arab Unity Student, Arkoun telah menangapinya dengan makalah yang berjudul The Heritage in Content and Identity Positive and negative characteristic inti dari makalah ini adalah jawaban dan tangapan atas cacian dan juga penghakiman yang dilakukan kaum fundamental terhadap dirinya.. Arkoun mengangap bahwa kesediaanya berbicara disimposium itu sebagai sesuatu yang percuma dan sia-sia karena yang disampaikanya ditangapi secara a priori dan bahkan cenderung ditolak

Dalam makalah ini arkoun menuliskan beberapa pemikiranya menyangkut persoalan keimanan yang benar serta perhatianaya terhadap postulat-postulat yang mendasari persepsi-persepsi muslim dalam realitas sosial, Psikologi dan kultural yang dijelaskan secara terbuka maka Arkoun dapat diangap sebagai orang yang murtad Hanya saja perlu dicatat disini adalah kecaman dan kritikan yang dialamatkan kepada Arkoun lebih banyak disebabkan pada kekeliruan dalam memahami pemikiran-pemikiranya, ketidak cermatan dalam menerjemahkan karya-karyanya, ketidak mengertian analisis yang digunakan atau hanya sekedar ingin mempertahankan kefanatikan keagamaan secara kaku sebagaimana tampak dalam tulisan Sultan Jamal dal Difil an Saqafina21

Dalam wacana pemikiran Islam, kajian “pemikiran Islam” model Muhammed Arkoun mempunyai corak yang sangat berbeda dengan corak pemikiran Islam yang selama ini dikenal secara umum, yakni telaah pemikiran Islam model orientalis. Untuk memperoleh kejelasan peta pemikiran keagamaan yang ada maka diperlukan kajian ulang dan radikalisasi terhadap naskah-naskah keagamaan era klasik skolastik yang biasanya diwarisi begitu saja tanpa adanya sikap kritis sedikitpun dari kaum muslimin yang hidup pada era sekarang ini. Dan

21 Baedhowi, “Antropologi Al Quran” Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam,(Yogyakarta,LKIS,2009).hal. 19-20.

(19)

corak pada kajian pemikiran keislaman model ini pula yang membedakan Arkoun dari corak dan pola kajian keislaman para orientalis.

Mohammed Arkoun, atau bisa disebut Arkoun saja menyatakan bahwa kenyataan Islam yang dialami masyarakat muslim dewasa ini telah dikuasai oleh nalar Islami yang memiliki karakter logosentris. Arkoun juga menyatakan, Islam akan meraih kejayaan jika umat islam membuka diri terhadap pluralisme pemikiran seperti pada masa awal Islam hingga abad pertengahan. Pluralisme bisa dicapai bila pemahaman agama dilandasi paham kemanusiaan sehingga umat Islam bisa bergaul dengan siapapun.

Ada beberapa ciri yang menunjukkan kenyataan tersebut. Pertama, nalar Islam dikuasai oleh nalar dogmatis dan sangat terkait dengan keberadaan abadi (Tuhan) yang tentunya lebih bersifat estetis-etis daripada ilmiah. Kedua, nalar yang bertugas untuk mengenali kembali kebenaran (fungsi ‘aql) telah menjadi sempit dan hany berkutat dalam wilayah tempat kelahirannya saja, misalnya bidang metafisika, teologi, moral dan hukum. Ketiga, nalar hanya bertitik tolak pada rumusan-rumusan umum dan menggunakan metode analogi, implikasi dan oposisi. Keempat, data-data empiris digunakan secara sederhana dan terus dikaitkan dengan kebenaran transendental, dan dimaksudkan sebagai alat legitimasi dalam penafsiran serta menjadi alat apologi. Kelima, pemikiran Islam cenderung menutup diri dan tidak melihat aspek kesejarahan, sosial, budaya dan etnik, sehingga cenderung dijadikan sebagai satu-satunya wacana yang harus diikuti secara seragam dan taklid. Keenam, pemikiran Islam lebih mementingkan suatu wacana yang lahir di dalam ruang bahasa yang terbatas, sesuai kaidah bahasa dan cenderung mengulang-ulang sesuatu yang lama. Selain itu, wacana batin yang melampaui batas-batas logosentris, dalam arti kekayaan spiritual cenderung diabaikan.

Dari kondisi demikian ini, Arkoun mencoba melontarkan pemikirannya yang bercorak kritik epistimologis, dan membebankan beberapa tugas kepada kaum intelektual muslim, termasuk dirinya sendiri. Pertama, melakukan

(20)

klarifikasi historis terhadap kesejahteraan umat Islam dan membaca Al-qur’an kembali secara benar dan baru. Kedua, menyusun kembali seluruh syari’ah sebagai sistem semiologis yang merelevankan wacana Al-qur’an dengan sejarah manusia, di samping sebagai tatanan sosial yang ideal. Ketiga, meniadakan dikotomi tradisional (antara iman dan nalar, wahyu dan sejarah, jiwa dan materi, dan sebagainya) untuk menyelaraskan teori dan praktik. Keempat, memperjuangkan suasana berfikir bebas dalam mencari kebenaran agar tidak ada gagasan yang terkungkung di dalam ketertutupan baru atau di dalam taqlid.22 O. Sumbangsih Pemikiran

Model Islam kontemporer harus dijadikan sebagai simbol yang hidup dari kebangkitan Islam dan kekuasaan yang mampu mengerakan pemeluknya.

Dalam menangapi nama Islam dijadikan tujuan politik tertentu tugas umat Islam adalah untuk mengembalikan fungsi dasar dan tujuan diturunkanya Islam ditengah kehidupan manusia, membumikan agama dan mengkomunikasikanya dengan realitas empirik serta memposisikan Islam agar amampu berdialog dengan berdialektika dengan manusia dengan kondisi rillnya bukan dimonopoli dengan tujuan tertentu demi mencapai kekuasaan.

dalam menghadapi tantangan moderenitas umat Islam harus mampu mengabungkan sikap yang berorientasi kemasa lalu dengan sikap yang beorientasi keperadaban modern yang bersifat materil permasalahan modernitas ini tentunya juga menyangkut masalah politik, sosial ekonomi dan budaya.

kekuatan dari angan-angan agama umat Islam lebih banyak digunakan untuk memobilisasi atau membentuk suatu identitas baru secara ideologis memang semakin kokoh namun dalam segi intelektualitas semakin merosot.

22 Mohammed Arkoun. “Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama”.(Yogyakarta,Pustaka Pelajar.2001),hal. 184.

(21)

kekuatan dari angan-angan agama umat Islam lebih banyak digunakan untuk memobilisasi atau membentuk suatu identitas baru secara ideologis memang semakin kokoh namun dalam segi intelektualitas semakin merosot.

(22)

BAB III

PENUTUP

P. Kesimpulan

Dalam diri umat Islam menurut Muhammad S. Akbar Terdapat 5 model dalam diri umat Islam.

Sedangkan menurut Muhammad Arkoun dalam diri umat Islam terdapat berbagai Problematika yang berkaitan dengan sikap kontemporerisme antara lain :

Penyalah gunaan nama Islam sebagai tujuan politik tertentu. Tantangan Islam dan modernitas.

Aliran-aliran Pemikiran Islam Modern. Pemikiran Islam yang didominasi oleh barat. Sekularisme dalam Islam.

Arkoun sering mengunakan teori antropologi meskipun ia sendiri belum dapat dikatakan sebagai antropolog sebenarnya, menurut arkoun antropologi merupakan disiplin ilmu yang sangat penting bagi umat Islam ia banyak membantu dalam memeberikan pemahaman dan memecahkan problematika Islam kontemporer dengan antropologi Arkoun berharap bisa memahami dan membandingkan antara celah celah kenyataan dan cita-cita ideal masyarakat muslim dan pada akhirnya bisa menjembatani berbagai kesenjangan tersebu.

Mohammed Arkoun menyatakan bahwa Islam akan mencapai kejayaan jika umat Islam mau membuka diri terhadap pluralisme pemkiran dan pluralisme bisa dicapai bila pemahaman sgama dilandasi paham kemanusiaan, sehingga umat

(23)

Islam bisa bergaul dengan siapapun. Arkoun mengungkapkan, humanisme Timur Tengah muncul pada abad ke-10, di Irak dan Iran yang didasarkan pada pendekatan humanis terhadap manusia. Para ahli teologi, hukum, ilmuwan, dan ahli-ahli filsafat berkumpul dalam satu majelis dengan saling berhadapan untuk berbicara dan bertukar pikiran. Namun memasuki abad ke-13, umat Islam mulai melupakan filsafat dan debat teologi.

Dalam wacana pemikiran Islam, kajian “pemikiran Islam” model Muhammed Arkoun mempunyai corak yang sangat berbeda dengan corak pemikiran Islam yang selama ini dikenal secara umum, yakni telaah pemikiran Islam model orientalis. Untuk memperoleh kejelasan peta pemikiran keagamaan yang ada maka diperlukan kajian ulang dan radikalisasi terhadap naskah-naskah keagamaan era klasik skolastik yang biasanya diwarisi begitu saja tanpa adanya sikap kritis sedikitpun dari kaum muslimin yang hidup pada era sekarang ini. Dan corak pada kajian pemikiran keislaman model ini pula yang membedakan Arkoun dari corak dan pola kajian keislaman para orientalis.

Q. Saran

Dalam tulisan ini masih terdapat kekuranagan dalam hal sumber referensi yang masih terbatas dalam mendukung uraian materi namun dari tulisan yang sederhana ini penulis berharap semoga tulisan ini bisa menjadi salah satu referensi dalam mempelajari Antropologi khusunya dalam bidang problematika yang di hadapi umat Islam. Mohon maaf apabila ada kesalahan.

(24)

SKEMATIK Menentukan judul

Mencari referensi buku :

“Antropologi Al quran,Kamus besar Bahasa Indonesia, Arikunto,. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, Bernad. Teori Sosiologi Modern, Pengantar Studi Islam, Muhammad Arkoun suatu pengantar, Muhammad S. Akbar antropologi Islam, dan M. Arkoun Islam Kontemporer Menuju Dialog

Antar Agama”

Menyusun BAB I Pendahuluan, kegelisahan akademik,kerangka teoretik, metode, pendekatan filosofi, konsep dasar.

Menyusun BAB II Uraian Materi Model-model umat Islam umat Islam Penyalagunaan nama Islam untuk tujuan politik

Islam dan moderenitas Imperialisme dalam Islam Aliran Pemikiran modern dalam Islam

Islam dan sekularisme

Pandangan Muhammad Arkoun tentang Problematika Umat Islam Kecaman kaum fudamentalist terhadap pemikiran Arkoun

Sumbangsih pemikiran

Menyusun BAB III Kesimpulan dan Saran

Membuat Skematik

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud,“kamus besar Bahasa Indonesia”,Jakarta,Balai Pustaka,1976.

Ahmad S. Akbar. “Antropologi Islam” dalam Pengetahuan Model dalam Al Quran, Suarabaya, Al ikhlas,1990.

Arkoun, Muhammad.“Pengantar” Dalam Nalar Islam dan Nalar Modern berbagai tantangan dan jalan baru, Jakarta,INIS,1994.

Arkoun Muhammad. “Islam Kontemporer Menuju Dialog Antar Agama”.Yogyakarta,Pustaka Pelajar.2001.

Arikunto, Suharsimi. “Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik”,Jakarta,PT. Bineka Cipta,2006.

Rabo, Bernad. “Teori Sosiologi Modern”, Jakarta, Prestasi Pustaka,2007.

Baedhowi. “Antropologi Al Quran” Muhammad Arkoun dan Permasalahan Umat Islam,Yogyakarta,LKIS,2009.

Hamis Syafaq, Amin Tohari, dkk,“Pengantar Studi Islam”,Surabaya,MKD IAIN Sunan Ampel,2011.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pernyataan dan bukti-bukti terkait topik penelitian yang telah dikemukakan diatas maka, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai kualitas

Jenis sedimen pasir dan pasir lanauan banyak terdapat pada stasiun pengambilan sampel yang terletak di sekitar muara sungai sedangkan pada stasiun- stasiun pengambilan sampel

Estimasi kebutuhan kekuatan struktur ( strength demand ) akibat beban gempa pada prinsipnya adalah menentukan seberapa besar beban horisontal yang akan bekerja pada

Data yang diperoleh dari pelaksana- an siklus I adalah secara keseluruhan ber- dasarkan hasil pengamatan aktifitas siswa mengenai pembelajaran model kooperatif STAD pada

Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bunyi alarm ketika motion sensor mendeteksi kendaraan ketika mendekati pintu akses masuk atau keluar dan gerakan palang pintu

Setiap orang yang menodai atau secara melawan hukum merusak atau membakar bangunan tempat beribadah atau benda yang dipakai untuk beribadah, dipidana dengan pidana penjara

Hanya saja bedanya, pada lembaga pendidikan yang kedua hanya didatangi anak-anak dari golongan aristokrat, sedang pada lembaga pendidikkan yang pertama justru banyak dikunjungi anak

Penelitian ini menggunakan teori tanda-tanda oleh Peirce dan teori code oleh Chandler untuk menganalisis tanda-tanda yang digunakan dalam beberapa iklan billboard rokok di jalan