• Tidak ada hasil yang ditemukan

Argumentasi Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Argumentasi Hukum"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU SUI GENERIS

ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU SUI GENERIS

Ilmu hukum sebagai ilmu sui generis artinya hukum merupakan ilmu Ilmu hukum sebagai ilmu sui generis artinya hukum merupakan ilmu  jenis

 jenis sendiri sendiri karena karena ilmu ilmu hukum hukum sulit sulit dikelompokkan dikelompokkan kedalam kedalam salah salah satusatu cabang pohon ilmu. Ilmu hukum sebagai ilmu sui generis digambarkan oleh 4 cabang pohon ilmu. Ilmu hukum sebagai ilmu sui generis digambarkan oleh 4 hal, yaitu :

hal, yaitu :

1.

1. Karakter Normatif Ilmu HukumKarakter Normatif Ilmu Hukum

Ilmu hukum memiliki karakteristik yang khas. Karakteristik tersendiri Ilmu hukum memiliki karakteristik yang khas. Karakteristik tersendiri itu dapat dilihat dari ciri khas ilmu hukum yang bersifat normatif. Namun itu dapat dilihat dari ciri khas ilmu hukum yang bersifat normatif. Namun demikian banyak kalangan hukum yang mengembangkan ilmu hukum demikian banyak kalangan hukum yang mengembangkan ilmu hukum menggunakan metode sosial (secara empiris) untuk melakukan kajian menggunakan metode sosial (secara empiris) untuk melakukan kajian hukum normatif, sehingga pengembangan dengan cara mengempiriskan hukum normatif, sehingga pengembangan dengan cara mengempiriskan hukum tersebut hanya menghasilkan pandangan bahwa hukum sebagai hukum tersebut hanya menghasilkan pandangan bahwa hukum sebagai fenomena sosial.menetapkan metode penelitian seharusnya beranjak dari fenomena sosial.menetapkan metode penelitian seharusnya beranjak dari hakikat keilmuan hukum. Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan hakikat keilmuan hukum. Terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjelaskan hakikat keilmuan hukum yang berkaitan dengan untuk menjelaskan hakikat keilmuan hukum yang berkaitan dengan konsekuensi pada metode kajiannya, yaitu :

konsekuensi pada metode kajiannya, yaitu :

a.

a. Pendekatan dari sudut falsafah ilmu.Pendekatan dari sudut falsafah ilmu.

Falsafah ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandang, yaitu Falsafah ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandang, yaitu  pandangan

 pandangan positivistik positivistik yang yang melahirkan melahirkan ilmu ilmu normatif, normatif, pada pada satu satu sisisisi ilmu hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dari pada ilmu hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dari pada sisi lain ilmu hukum memiliki sendi-sendi empiris yang dengan sisi lain ilmu hukum memiliki sendi-sendi empiris yang dengan demikian dari sudut pandang ini ilmu hukum normatif metode demikian dari sudut pandang ini ilmu hukum normatif metode kajiannya khas, sedangkan ilmu hukum empiris dapat dikaji melalui kajiannya khas, sedangkan ilmu hukum empiris dapat dikaji melalui  penelitian kuantatif dan kualitatif tergantung dari sifat datanya.

 penelitian kuantatif dan kualitatif tergantung dari sifat datanya.

 b.

 b. Pendekatan dari sudut pandang teori hukum.Pendekatan dari sudut pandang teori hukum.

Dari sudut pandang teori hukum. ilmu hukum dibagi atas tiga Dari sudut pandang teori hukum. ilmu hukum dibagi atas tiga  bagian

 bagian lapisan lapisan utama utama yaitu yaitu dokmatik dokmatik hukum, hukum, teori teori hukum hukum (dalam (dalam artiarti sempit) dan filsafat hukum. Ketiga lapisan tersebut akhirnya memberi sempit) dan filsafat hukum. Ketiga lapisan tersebut akhirnya memberi dukungan pada praktik hukum yang masing-masing mempunyai dukungan pada praktik hukum yang masing-masing mempunyai karakter khas dengan sendirinya juga memiliki metode yang khas. karakter khas dengan sendirinya juga memiliki metode yang khas.

(2)

2. Terminologi Ilmu Hukum

Ilmu hukum memiliki berbagai istilah dalam berbagai bahasa, yaitu sebagai berikut :

  Rechtswetenschap (Belanda)

Istilah Rechtswetenschap berarti dogmatik hukum yang tugasnya adalah deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum positif dan saat tertentu juga eksplanasi (arti sempit). Sedangkan dalam arti luas meliputi dogmatic hukum, teori hukum, dan filsafat hukum.

  Rechtstheorie (Belanda)

Rechtstheorie dalam arti sempit berarti lapisan ilmu hukum di antara dogmatik hukum dan filsafat hukum. Sedangkan dalam arti luas sama dengan Rechtswetenschap (dalam arti luas).

  Jurisprudence, legal science, dan legal philosophy

Istilah Jurisprudence, legal Sciene dan legal philosophy dalam  bahsa inggris mempunyai makna yang berbeda dengan istilah –  istilah Belanda di atas. HPH Visser Thooft dari sudut pandang filsafat ilmu, menggunakan istilah Rechtswetenscappen (Ilmu-Ilmu Hukum) dan merumuskan sebagai disiplin yang objeknya hukum adalah ilmu hukum. Atas dasar itu dikatakan Recht is mede wetwnschap.

3. Jenis Ilmu Hukum

Ilmu hukum dibedakan menjadi dua dari segi obyeknya, yaitu ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris.beberapa perbedaan mendasar antara ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris adalah pertama dari hubungan dasar sikap ilmuwan dan teori kebenaran. Di dalam ilmu empiris sikap ilmuwan adalah sebagai penonton yang mengamati gejala-gejala obyeknya yang dapat ditangkap. Dan di dalam ilmu hukum normatif, yuris secara aktif menganalisis norma sehingga peranan obyek sangat menonjol.

Jika dari segi kebenaran ilmiah, kebenaran hukum empiris adalah kebenaran korespondensi (sesuatu itu benar karena didukung oleh fakta). Dalam ilmu hukum normatif dengan dasar kebenaran pragmatic yang dasarnya merupakan consensus sejawat sekeahlian.

4. Lapisan Ilmu Hukum

Perkembangan ilmu hukum diawali oleh filsafat dan disusul oleh dogmatic hukum (ilmu hukum positif). Dalam hubungan ini dibutuhkan disiplin tengah yang menjembatani filsafat hukum dan ilmu hukum positif yang mulanya berbentuk ajaran hukum yang kemudian berkembang menjadi teori hukum. Dogmatic, teori hukum, filsafat hukum pada akhirnya harus diarahkan kepada praktik hukum. Dimana praktik hukum menyangkut dua aspek, yaitu pembentukan hukum dan penerapan hukum.

(3)

BAB II

LOGIKA DAN ARGUMENTASI HUKUM

1. KESALAHPAHAMAN TERHADAP PERAN LOGIKA

Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara cepat. Teori argumentasi mengembangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk suatu argumentasi yang jelas dan rasional. Ada  perbedaan pendapat tentang peran logika formal dalam argumentasi hukum, seperti MacCormick, logika hanya mempunyai peran terbatas, bahkan Perelman dan Toulmin berpendapat bahwa logika tidak penting.

 Kesalahpahaman pertama  terhadap peran logika yang berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik. Ini terjadi karena pendekatan tradisional dalam argumentasi hukum yang mengandalkan model sillogisme.

 Kesalahpahaman yang kedua  mengenai peran logika dalam proses  pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan

yang melandasi keputusan.

 Kesalahpahaman yang ketiga  berkaitan denganalur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan.

 Kesalahpahaman yang keempat, logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi hukum.

 Kesalahpahaman yang kelima, menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakekat rasionalitas nilai di dalam hukum.

2. KESESATAN (FALLACY)

Kesesatan (fallacy) dalam suatu penalaran dapat terjadi karena yang sesat itu, karena sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal. Jika orang mengemukakan sebuah penalaran yang sesat dan tidak melihat kesesatannya maka penalaran tersebut disebut paralogis. Dan jika penalaran yang sesat itu dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain, maka disebut sofisme. Penalaran bias saja sesat karena bentuknya tidak valid, hal itu terjadi karena pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika. Selain itu jika penalaran sesat karena tidak ada hubungan logis antara premis dan konklusi disebut kesesatan relevansi.

(4)

Berikut lima model kesesatan hukum, yaitu :

a. Argumentum ad ignorantiam

Kesesatan hukum ini terjadi apabila orang yang mengargumentasikan suatu proposisi sebagai benar karena tidak terbukti bersalah atau terbukti benar jika proposisi salah. Argumentum ad ignorantiam dapat dilakukan apabila dimungkinkan oleh hukum acara dalam bidang hukum tersebut.

 b. Argumentum ad verecundiam

Menolak atau menerima suatu argumentasi karena orang yang mengemukakannyan adalah orang yang berwibawa, berkuasa, ahli, dan dapat dipercaya bukan karena nilai penalarannya. Argumentum ad verecundiam tidak sesat jika suatu yuirisprudensi menjadi yurisprudensi tetap.

c. Argumentum ad hominem

Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena  penalaran tetapi keadaan orangnya. Argumentasi seperti ini tidak sesat  jika digunakan untuk mendiskreditkan seorang saksi yang tidak

mengetahui secara pasti kejadian yang sebenarnya. d. Argumentum ad misericordiam

Argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas kasihan. Argumentasi ini tidak sesat jika digunakan untuk memperoleh keringanan hukuman dan jika untuk pembuktian tidak bersalah merupakan suatu kesesatan hukum.

e. Argumentum ad baculum

Menerima atau menolak suatu argumentasi karena suatu ancaman. Argumentasi ini tidak sesat jika digunakan untuk mengingatkan seseorang tentang suatu ketentuan hukum.

3. KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM

Suatu argumentasi memiliki makna jika dibangun dengan logika. Dengan kata lain agar suatu keputusan dapat diterima adalah apabila didasarkan pada proses nalar, sesuai dengan system logika formal yang merupakan syarat mutlak dalam beragumentasi. Ada 2 hal yang menjadi dasar kekhususan argumentasi hukum :

i. Tidak ada hakim ataupun pengacara, yang mulai berargumentasi dari suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum  positif. Hukum positif bukan merupakan suatu keadaan yang tertutup ataupun statis, akan tetapi merupakan satu perkembangan yang  berlanjut. Dari suatu ketentuan hukum positif, yurisprudensi akan menentukan norma-norma baru. Orang dapat bernalar dari ketentuan hukum positif dari asas-asas yang terdapat dalam hukum positif untuk mengambil keputusan-keputusan baru.

(5)

ii. Kekhususan yang kedua dalam argumentasi hukum atau penalaran hukum berkaitan dengan kerangka prosedural, yang di dalamnya  berlangsung argumentasi rasional diskusi rasional.

Dalam kaitan ituada tiga lapisan hukum yang rasional (Drive niveaous van rationale jurisdische argumentatie), yang meliputi :

a. Lapisan logika

Lapisan ini merupakan bagian dari logika tradisional dan untuk struktur intern dari suatu argumentasi. Isi yang muncul disini berkaitan dengan premies yang digunakan menarik suatu kesimpulan yang logis.  b. Lapisan dialetik

Di lapisan ini ada dua pihak yang beragumentasi yang bias saja  pada akhirnya tidak menemukan jawaban. Lapisan ini membandingkan

argumentasi pro maupun kontra. c. Lapisan procedural

Suatu dialog atau argumentasi harus berdasarkan pada aturan main yang sudah ditetapkan dengan syarat-syarat prosedur yang rasional dan syarat penyelesaian sengketa yang jelas.

Legal reasoning digunakan dalam dua arti, yaitu dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas legal reasoning berkaitan dengan proses psikologi yang dilakukan oleh hakim, untuk sampai pada keputusan atas kasus yang dihadapi. Sedangkan dalam arti sempit berkaitan dengan jenis-jenis argumentasi, hubungan antara reason ( pertimbangan dan alasan), dan keputusan, serta ketepatan alas an atau pertimbangan yang mendukung keputusan.

(6)

BAB III

DASAR-DASAR DALAM ARGUMENTASI HUKUM

1. DARI LOGIKA INTERNASIONAL

Teori argumentasi ditelusuri kezaman Aristoteles dengan studinya yang sistematis tentang logika yang intinya dalah konsistensi. Dari logika  berkembang sampai kedialektika sampai pula pada retorika. Teori-teori ini  berkaitan dengan cara meyakinkan terhdap argumen.

2. BATAS JUSTIFIKASI DEDUKSI

 Neil MacCormik tentang batas justifikasi deduksi menjelaskan bahwa tidak semua aturan hukum dirumuskan secara untuk menjawab persoalan hukum praktis. Karena hamper sebagian hukum membigungkan dan tidak  jelas bahkan kabur. Sengketa praktis dapat diselesaikan secara deduksi setelah

meninterprestasikan aturan hukum. Dalam mengahadapi keadaan seperti ini maka diperlukan suatu rechtsvinding.

Ada 3 tipe rechtsvinding yang dikemukakan oleh Montesquieu yang  pertama adalah hakim merupakan corong undang-undang disini hakim sebagai  penterjemah dari undang-undang dan sebgai orang-orang yang baik menilai dari sudut keadilan,lalu yang kedua adalah dinegara monarki undang-undang merupakan pedoman bagi para hakim,jika pedoman itu tidak ada maka undang-undang menjadi jiwa atau spirit untuk mencarinya, yang ketiga adalah interprestasi menurut jiwa jadi hakim tidak hanya menjadi corong undang-undang tapi juga menggali jiwa daripada undang-undang-undang-undang tersebut.

Setelah kodifikasi perancis UU tidaklah dianggap sempurna karena  para pembentuknya tidak dapat melihatnya secar utuh atau keseluruhan. Ada  perbedaan antara pembuat undang yang hanya membuat undang-undang saja dengan hakim yang harus menerapkan undang-undang-undang-undang secra factual dengan asas-asa yang ada. Maka perlu diingat adanya system terbukanya hukum dimana hakim selalu menemukan sesuatu yang baru yang  bersifat mandiri.

Model penalaran dan kontruksi hukum terdiri atasnalar analogi dan gandengannya dan ditambah lagi dengan penghalusan hukum serta  penyempitan hukum. Berkaitan dengan inteprestasi sendiri Bruggink

mengelompokkannya dalam 4 model yakni interprestasi bahasa,historis undang-undang,sitematis dan kemasyarakatan.

(7)

3. PENALARAN (KOSTRUKSI HUKUM)

Kontruksi hukum sangat dibutuhkan dalam mengisi kekosongan hukum,terdapat tiga model kontruksi hukum yakni analogi,rechtvervinding dan argument a contarario.

Analogi adalah proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio ledis (genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada hal-hal lain yang sebenarnya tidak diatur oleh undang-undang itu.

Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan. Jenis konstruksi ini sebenarnya merupakan bentuk kebalikan dari konstruksi analogi, sebab bila di satu pihak analogi memperluas lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan, maka di lain pihak Penghalusan Hukum justru mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif).

Argumentum a Contrario dalam keadaan ini, hakim akan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang ada seperti pada kegiatan analogi, yaitu menerapkan suatu peraturan pada perkara yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diselesaikan oleh peraturan itu.

4. KONFLIK NORMA

Ada tipe yang berkaitan dengan asas preferensi hukum (yang meliputi asas lex superior, asas lex spesialis dan asas lex posterior), yaitu:

1. Pengingkaran (disavowal)

Langkah ini seringkali merupakan suatu paradok dengan mempertahankan bahwa tidak ada konflik norma. Seringkali konflik itu terjadi berkenaan dengan asas lex spesialis dalam konflik pragmatis atau dalam konflik logika diinterprestasi sebagai pragmatis..

2. Reinterpretasi

Dalam penerapan 3 asas preferensi hukum harus dibedakan yang pertama adalah reinterpretasi, yaitu dengan mengikuti asas-asas  preferensi, menginterpretasikan kembali norma yang utama dengan cara yang lebih fleksibel. Cara yang kedua dengan menginterpretasikan norma preferensi, dan menerapkan norma tersebut dengan menyampingkan norma yang lain.

(8)

3. Pembatalan (invalidation)

Ada dua macam pembatalan yaitu abstrak formal dan  praktikal.Pembatalan abstrak dan formal dilaksanakan oleh lembaga khusus, kalau di Indonesia pembatalan peraturan pemerintah ke bawah dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Pembatalan Praktikal, yaitu tidak menerapkan norma tersebut didalam kasus konkrit.

4. Pemulihan (Remedy)

Mempertimbangkan pemulihan dapat membatalkan satu ketentuan. Misalnya dalam hal satu norma yang unggul dalam arti Overruled Norm, berkaitan dengan aspek ekonomi maka sebagai ganti membatalkan norma yang kalah dengan cara memberikan kompensasi.

5. PENALARAN INDUKSI

Penalaran Induksi dalam Hukum

Penanganan perkara di Pengadilan selalu berawal dari langkah induksi. Langkah pertama adalah merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, mereka-reka probabilitas. Dengan langkah itu, hakim pengadilan pada tingkat  pertama adalah judex facti. Langkah induksi ini dibatasi oleh asas hukum  pembuktian.

Hubungan Kausal

Hubungan kausal memainkan peranan penting dalam penanganan  perkara. Hubungan kausal dalam hukum sangat tergantung dari jenis hukum

atau macam-macam hukum.

Hubungan Kausal dalam Hukum Pidana Hubungan kausal diperlukan dalam delik materiil dan delik yang dikwalifisir oleh akibatnya. Apakah suatu  perbuatan tertentu menimbulkan matinya seseorang dapat dijelaskan dengan menggunakan teori hubungan kausal. Teori hubungan kausal dalam pidana, yaitu:

· Teori conditio sinequa non (teori ekuivalensi)

· Teori aquadet

· Teori yang menggeneralisir

· Teori Obyektif

(9)

Dari berbagai teori tersebut, yurisprudensi kita berpegang pada: akibat langsung dan teori aquadet (secara wajar dapat diduga menimbulkan akibat)

Hubungan kausal dalam Hukum Perdata.

Dalam hukum perdata dikenal teori hubungan kausal, yaitu:

· Teori conditio sinequa non

· Teori cause proxima

· Teori aquadet (secara wajar diduga menimbulkan akibat)

Hubungan Kausal dalam hukum Adminstrasi Negara (sengketa TUN)

Teori yang digunakan dalam hukum administrasi adalah hubungan langsung. Probabilitas merupakan konsep sentral dalam penalaran induktif. Probabilitas dalam hukum tergantung dari standar pembuktian. Standar  pembuktian didukung oleh alat bukti dan beban pembuktian.

6. DIALEKTIK DAN RETORIKA

Selanjutnya adalah Terdapat beberapa tahapan argumentasi dialektik dan retorik. Langkah dialektik diawali dengan paparan argumentasi yang  berbeda. Dalam perkara perdata atau tata usaha Negara, hal itu dilakukan

dengan membuat matriks dalil-dalil penggugat dan dalil-dalil tergugat. Di dalam perkara pidana disusun matriks dalil penuntut umum dan dalil terdakwa atau penasehat hukum.

Langkah selanjutnya adalah menyusun argumentasi untuk mematahkan dalil-dalil lawan. Berdasarkan argumentasi terebut disusunlah legal opinion. Langkah retorika diawali dengan usaha menarik simpati. Kemudian langkah langkah argumentasi yang sampai kepada legal opinion.

7. LEGAL REASONING DALAM COMMON LAW SYSTEM

Dalam kepustakaan hukum Anglosaxon, terdapat dua tipe legal reasoning, yaitu:

1. Reasoning based on precedent

Ada tiga langkah, antara lain:

(10)

 b. Identifikasi kesamaan dan perbedaan yang didasarkan kepada  preseden dengan kasus yang dihadapi atau dengan menganalisis

fakta dibandingkan atau dipertentangkan dengan preseden.

c. Tentukan apakah dari kesamaan-kesamaan ataupun perbedaan factual lalu memutuskan apakah mengikuti preseden atau tidak. 2. Reasoning based on rules

Pola ini pada dasarnya adalah deduksi. Perbedaan dengan pola  pertama:

a. Pengundangan suatu aturan lazimnya mendahului kasus. Titik tolaknya adalah rules bukan case.

 b. Asas supremasi legislatif, sehingga hakim memainkan peran yang sub-ordinasi, hakim tidak boleh merubah bahasa aturan.

(11)

BAB IV

LANGKAH PEMECAHAN MASALAH HUKUM

DAN LEGAL OPINION

1. STRUKTUR ARGUMENTASI HUKUM

Struktur argumentasi merupakan titik tolak dalam langkah pemecahan masalah hukum. Ada tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional (drie nieveaus van rationale juridische argumentatie), yaitu :

a. Lapisan Logika

Isu utama dalam lapisan ini adalah apakah alur premis sampai  pada konklusi dari suatu argumentasi itu logis. Langkah penalaran deduksi, analogi, abduksi dan induksi menjadi focus. Jika dengan langkah deduksi, pendekatan Undang-Undang dengan pendekatan  preseden berbeda. Sedangkan dalam civil law system, pendekatan

undang-undang merupakan yang pertama.

Menghadapi suatu fakta hukum dengan pendekatan undang-undang maka ditelusuri ketentuan hukum yang relevan dimana ketentuan tersebut berada di dalam pasal yang berisi norma. Untuk menjelaskan norma harus diawali dengan pendekatan konseptual dikarenakan norma sebagai bentuk proposisi tersusun atas rangkaian konsep.

 b. Lapisan dialektik

Dalam dialektik, suatu argumentasi diuji terutama dengan argumentasi pro dan kontra sehingga suatu argumentasi tidak berjalan dengan monoton. Proses dialektik dalam adu argumentasi menguji kekuatan nalar suatu argumentasi yang terletak dalam kekuatan logika.

c. Lapisan Prosedur

Dalam proses argumentasi di dalam penanganan perkara di Pengadilan, hukum acara merupakan suatu aturan main. Dengan demikian prosedur dialektik di Pengadilan diatur oleh hukum acara.

(12)

2. Langkah-Langkah Analisis Hukum (Pencegahan Masalah

Hukum)

1. Pengumpulan Fakta

Fakta hukum biasa berupa perbuatan, peristiwa, maupun keadaan. Pengumpulan fakta hukum di dasarkan kepada ketentuan tentang alat bukti. Jika pertama kali berhadapan dengan klien, lawyer harus mendengarkan paparan klien menyangkut fakta hukum. Lawyer mengajukan pertanyaan untuk menguji sekaligus menggali fakta hukum secara lengkapyang dalam pengajuan pertanyaan harus  berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dan asas-asas hukum yang

relevan.

2. Klasifikasi Hakekat Permasalahan Hukum

Klasifikasi hakekat permasalahan hukum berkaitan dengan  pembagian hukum positif.hukum positif diklasifikasikan atas hukum  public dan hukum privat yang masing-masing terdiri atas berbagai disiplin. Hakekat permasalahan hukum dalam system peradilan  berkaitan dengan lingkungan peradilan yang dalam penanganan  perkara berkaitan dengan kompetensi absolut pengadilan.

3. Identifikasi dan Pemilihan Isu Hukum yang Relevan

Isu hukum berisi pertanyaan tentang fakta dan pertanyaan tentang hukum. Pertanyaan tentang fakta akhirnya menyimpulkan fakta hukum yang sebenarnya didukung oleh alat bukti. Isu tentang hukum dalam civil law system, diawali dengan statue approach yang diikuti dengan konseptual approach.

4. Penemuan Hukum yang Berkaitan dengan Isu Hukum

Berdasarkan ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 1 angka 2, yaitu  peraturan perundang-undangan adalah produk hukum tertulis yang dibuat oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang yang isinya mengikat umum. Langkah ini merupakan langkah pertama (statue approach), langkah berikutnya adalah mengidentifikasi norma. Rumusan norma merupakan suatu proposisi. Kemudian langkah ketiga adalah rechsvinding yang dilakukan melalui 2 teknik, yaituinterpretasi dan konstruksi hukum.

5. Penerapan Hukum

Langkah selanjutnya setelah menemukan norma konkrit adalah  penerapan pada fakta hukum. Seperti contoh pada tindak pidana korupsi oleh pejabat. Dimana unsur pertama adalah penyalahgunaan wewenang. Tanpa kejelasan konsep penyalahgunaan wewenang sulit

(13)

untuk dijadikan parameter untuk mengukur suatu perbuatan dikatakan  penyalahgunaan wewenang atau tidak.dimana jika salah konsep dapat

mengakibatkan kesalahan penarikan kesimpulan.

3. MENULIS LEGAL OPINION

Bentuk susunan da nisi :

1. Summary

 Ditempatkan pada awad (max. 1 halaman)

 harus memuat rumusan singkat fakta hukum, daftar isu hukum, dan summary legal opinion.

2. Rumusan Fakta

Fakta harus dirumuskan dengan lengkap dan padat yang intinya dijadikan landasan merumuskan isu hukum.

3. Isu Hukum

Isu hukum harus dirumuskan secara lengkap dan diberi nomor. Setiap isu hukum diikuti pertanyaan hukum.

4. Analisis Ilmu Hukum

 Mulai dengan isu pertama, dst

 Tiap isu telusuri ketentuan hukum, yurisprudensi, pendapat akademis yang diberikan dengan isu tersebut.

 Tulis ketentuan hukum dan yurisprudensi yang ditemukan.

 Identifikasi problematic hukum yang relevan dengan kasus yang dianalisis.

 Memberikan pendapat dan bagaimana ketentuan hukum tersebut diterapkan dalam kasus itu sendiri.

5. Kesimpulan

Rumuskan pendapat hukum yang berkaitan dengan fakta hukum tersebut.

(14)

BAB V

CONTOH-CONTOH LEGAL OPINION

Untuk lebih jelas dalam pengimplementasikan hal-hal yang diuraikan  pada bab sebelumnya. Dibawah ini akan dipaparkan contoh legal opinion :

CONTOH KASUS 1

Pendapat hukum tentang status pegawai PDAM (BUMD) dalam rangka UU Advokat

Kasus Posisi

Seorang advokat melakukan her-registrasi ketentuan UU no 18 Th 2003 tentang advokat. Permohonan her-registrasi yang bersangkutan ditolak dengan alas an yang bersangkutan berstatus sebagai pegawai PDAM. Permohonan didasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat (!) huruf c UU Advokat yang menentukan syarat bagi seorang advokat ialah : tidak berstatus sebagai  pegawai negeri atau pejabat Negara.

Isu hukum dalam kasus ini adalah apakah pegawai PDAM termasuk  pengertian Pegawai Negeri menurut UU advokat.

Berdasarkan isu hukum tersebut disusun pendapat hukum / legal opinion sebagai berikut :

I. Ketentuan UU Advokat (UU No. 18 Th. 2003)

Pasal 3 ayat (1) huruf c : tidak berstatus pegawai negeri atau  pejabat Negara.

II. Pertanyaan Hukum

Apakah berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Advokat, pegawai PDAM (BUMD) termasuk pengertian pegawai negeri?

III. Analisis a. Dasar hukum

1. UU No. 18 Th. 2003 tentang Advokat 2. UU No. 8 Th. 1974 tentang Kepegawaian 3. Peraturan Kepegawaian PDAM

 Keputusan MENDAGRI No. 34 Th 2000

 PERDA KMS No. 15 Th 1986

 b. Pengertian Pegawai menurut UU No. 8 Th. 1974

Pasal 1 huruf a : pegawai negeri adalah mereka yang…diangkat oleh Pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri…

(15)

Pasal 1 huruf c : jabatan negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif…

Berdasarkan ketentuan tersebut, pertanyaan muncul adalah : Apakah  pegawai PDAM menjalankan jabatan negeri dalam arti jabatan dalam  bidang eksekutif?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut perlu dijelaskan : 1. Apa arti jabatan dalam bidang eksekutif?

2. Apakah pegawai PDAM menjalankan jabatan dalam bidang eksekutif?

Bidang eksekutif adalah bidang kekuasaan Negara diluar kekuasaan legislatif dan yudikatif. Karakter hukum kekuasaan adalah hukum publik. Dengan demikian hubungan hukum pegawai negeri adalah hubungan hukum publik. Menjawab pertanyaan apakah  pegawai PDAM menjalankan jabatan dalam bidang eksekutif,

ketentuan hukum yang dapat dijadikan pijakan :

Pasal 1 huruf h. PERDA KMS No. 15 Th. 1986   : pegawai adalah  pegawai perusahaan daerah.

Pasal 3 ayat (1). KEP.MENDAGRI No. 34 Th.2000 : untuk dapat diangkat menjadi pegawai harus memenuhi persyaratan sebagai  berikut:

Huruf I :  Tidak boleh merangkap menjadi pegawai negeri. Berdasarkan ketentuan tersebut jelas pegawai PDAM tidak menjalankan jabatan dalam bidang eksekutif. Menurut pasal 3 ayat (1) huruf I KEPMENDAGRI No. 34 Th 2000, jelas pegawai PDAM bukan  pegawai negeri. Di sisi lain, berdasarkan UU No. 21 Th. 2000 tentang Serikat Pekerja/ Buruh, pengertian perusahaan termasuk perusahaan milik Negara (vide pasal 1 angka 9). Jadi jelas pegawai PDAM bukan hubungan hukum public tetapi hubungan hukum perdata.

c. Apakah pegawai PDAM dapat disamakan dengan pegawai Negeri menurut UU advokat?

Dalam hal tertentu dapat disamakan sebagai pegawai negeri. Contoh : Pasal 1 PP 10 1983 tentang izin perkawinan dan perceraian  bagi PNS. Namun demikian prinsip hukum yang harus diperhatikan,

antara lain :

1. Pegawai BUMN/BUMD bukan pegawai negeri.

2. Ada ketentuan bagi pegawai negeri yang juga diberlakukan bagi  pegawai BUMN/BUMD namun tidak berarti pegawai

BUMN/BUMD adalah pegawai negeri.

(16)

Pemberlakuan ketentuan yang berlaku bagi pegawai negeri terhadap pegawai BUMN/BUMD harus jelas dasar hukumnya dan  bukan sekedar interpretasi ekstensif yang memperluas daya berlakunya suatu ketentuan hukum. Setiap ketentuan bagi pegawai negeri tidak otomatis berlaku bagi pegawai BUMN/BUMD.

A-Contrario, sepanjang tidak ada ketentuan khusus secara tegas, ketentuan yang berlaku bagi pegawai negeri tidak bias dengan sendirinya berlaku juga bagi pegawai BUMN/BUMD dalam hal ini  pegawai PDAM.

Dengan demikian sepanjang tidak ada ketentuan khusus yang menyatakan bahwa ketentuan larangan PNS menjadi advokat menurut UU Advokat berlaku bagi pegawai BUMN/BUMD atau pengertian  pegawai menurut UU Advokat termasuk pegawai BUMN/BUMD, TIDAK ADA LARANGAN bagi PEGAWAI PDAM menjadi ADVOKAT.

IV. Kesimpulan

1. Tidak ada ketentuan dalam UU Advokat bahwa termasuk  pengertian pegawai negeri adalah pegawai BUMN/BUMD.

2. Pegawai PDAM (BUMD) bukanlah pegawai negeri dalam makna  pegawai negeri menurut UU Advokat.

Legal Opinion

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara kecanduan gadget (handphone) terhadap rasa empati pada

Seperti yang tertulis dalam lagu ini terdapat ada beberapa ciri diantaranya : pertama orang yang beriman kepada Allah, iman di hati mulut dan langkahnya, kedua orang

semua murid gPB dan gM setiap bulan Buku log penggunaan murid disediakan Peningkatan penggunaan bahan berasaskan ICT dalam P&P Bilangan tugasan dibuat murid menggunakan

Perubahan komposisi jumlah kelas jalan tidak berpengaruh terhadap total biaya dalam komposisi kendaraan yang tetap, tetapi berpengaruh terhadap proporsi

Analisis Hubungan Antara faktor Teknologi dengan Produksi Padi Sawah Diuji Dengan SPSS17.

(7) Variabel BOPO secara parsial memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap skor kesehatan bank pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa Go Public

Pada 1 detik pertama, belitan fasa a di- energize sehingga gigi 1 dan gigi 5 rotor akan berhadap-hadapan dengan kutub-kutub fasa a atau rotor bergerak dari posisi 10

[r]