COMIN BLOCK PLUS SEBAGAI PAKAN IMBUHAN UNTUK
DOMBA ANAK
(Comin Block Plus as Feed Additive for Lambs)
AGUSTINUS WILSON dan I. WAYAN MATHIUS Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT
A Study on the perpection of comin block as feed additive was conducted using 24 lambs for 28 weeks at Bogor Research Institut for Animal Production farm. Four models of comin block treatments were (R-i) comin block as a control, (R-ii) comin block with 2 ppm Cr-organic, (R-iii) comin block with protected protein and (R-iv) comin block with Cr and protected protein (protected soybean). Variables recorded in this experiment were the nutrient consumption, the nutrien digestibility, the nitrogen balance, the digestibility rate, and animal performance. The result of the experiment showed that the treatments with Cr and/or protected protein supressed the animal’s capability of consuming dry matter. Cr-organic mineral given in comin block had no effect on the dry matter consumption, but (with) protection protein or together with Cr-organic supressed the consumption rate (P > 0.05). Daily dry matter consumption with comin block and with Cr-organic mineral was 68.7 g/kg 0.75, while that with protected protein only or together with Cr-organic mineral was 60.33 g/kg BW0.75. Cr-organic and protected protein (R-iv) significantly influenced (P < 0.05) the nutrient consumption, while the nutrient consumption rate among the treatments with Cr-organic (R-ii) had no significant difference control treatment. The value of nutrient digestibility showed that both Cr-organic and protected protein increased (except for NDF and ADF) (P > 0.05). Mineral block with Cr-Cr-organic and protected protein as feed additive could increase the rate of nitrogen digestibility (P > 0.05). The increase in the nitrogen digestibility was 0.44 g/head/day, when compare the control treatment (comin block). The consequences of both Cr-organic and protected protein increased body weight gain and ration efficiency. Key Words: Comin Block, Feed Additives, Cr-Organic, Protection Protein, Ewes
ABSTRAK
Penelitian untuk penyempurnaan comin block sebagai pakan imbuhan telah dilakukan pada 24 ekor domba muda selama 28 minggu di kandang percobaan Balai Penelitian Ternak Bogor. Empat model comin block yang diuji cobakan, yaitu (R- i) comin block sebagai pembanding (kontrol), (R- ii) comin block yang telah diberi tambahan 2 ppm Cr–organik, (R–iii) comin block yang telah ditambah protein terproteksi dan (R– iv) comin block ditambah Cr dan protein terproteksi (bungkil kedelai terlindungi). Peubah yang diamati adalah konsumsi, kecernaan, neraca nitrogen, tingkat kecernaan, dan penampilan ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bahan pakan dengan penambahan Cr dan/atau protein terproteksi menekan tingkat kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering. Pemberian mineral Cr – organik pada comin block tidak berpengaruh pada konsumsi bahan kering (P > 0,05), namun pemberian protein terproteksi secara tunggal ataupun barsama-sama dengan mineral Cr-organik menurunkan tingkat konsumsi (P > 0,05). Rataan harian konsumsi bahan kering ransum oleh ternak yang hanya ditambahkan comin block dan yang mendapat tambahan mineral Cr–organik adalah 68,7 g/kg BH0,75, sedangkan yang diberi imbuhan protein terproteksi saja ataupun bersama–sama mineral Cr–organik adalah 60,33 g/kg BH0,75. Imbuhan Cr–organik dan protein terproteksi (R–iv) berpengaruh secara nyata (P<0,05) terhadap konsumsi nutrien (g/kg BH0,75), sedangkan tingkat konsumsi nutrien diantara perlakuan yang mendapat imbuhan Cr–organik (R-ii) tidak berbeda nyata (P < 0,05) dengan perlakuan kontrol. Terhadap nilai kecernaan nutrien terlihat bahwa imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi meningkat (kecuali NDF dan ADF) (P > 0,05). Pemberian imbuhan campuran Cr-organik dan protein terproteksi dapat meningkatkan nilai kecernaan nitrogen (P > 0,05). Dibandingkan dengan nilai kecernaan nitrogen pada perlakuan kontrol (comin block), peningkatan tersebut dapat mencapai 0,44 g/ekor/hari. Konsekuensinya imbuhan Cr-organik bersama protein terproteksi memberikan pertambahan bobot hidup harian yang tertinggi dengan tingkat efisiensi penggunaan pakan yang terbaik.
PENDAHULUAN
Ternak dengan tingkat produksi tinggi tidak mampu memenuhi kebutuhan protein kasar yang hanya bersumber pada pasokan protein mikroorganisme rumen. Oleh karena itu, untuk mencapai tingkat produksi yang optimal, pemberian ransum dengan kadar protein yang tidak mudah dicerna dalam rumen (undegradable protein/by- pass protein ) tetapi dapat terhidrolasi secara enzimatis dalam organ pascarumen sangat diperlukan. Dilain sisi, ternak dengan tingkat produksi tinggi (pertumbuhan), sering mengalami cekaman sebagai akibat perubahan fisiologis ataupun cekaman lingkungan. Pada kondisi dimana ternak mengalami cekaman, konsentrasi hormon cortisol akan dikeluarkan dan diketahui bersifat antagonis dengan hormon insulin. Hormon memainkan peran yang cukup penting dalam penyerapan nutrien seperti glukose. Konsekuensinya, akan mengganggu laju penyerapan nutrien, menurunkan tingkat efisiensi penggunaan ransum sekaligus penampilan ternak menjadi tidak optimal. Telah dilaporkan bahwa kebutuhan Cr meningkat pada kondisi stress termasuk bunting tua dan laktasi. Dilaporkan pula bahwa suplementasi Cr–organik pada pakan sapi perah yang baru pertama kali beranak dapat meningkatkan produksi susu sejumlah 13%. Hal ini disebabkan karena induk yang baru pertama kali beranak lebih mengalami stress secara nutrisi dan fisiologi ataupun psikologi untuk beradaptasi dengan fenomena baru berupa kebuntingan dan laktasi serta beradaptasi dengan lingkungan yang baru terutama apabila induk–induk tersebut ditempatkan dalam suatu kelompok ternak. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan produktivitas domba melalui pemberian protein terproteksi dan Cr-organik yang diberikan bersama-sama
comin block.
MATERI DAN METODE
Ternak domba muda sejumlah 24 ekor dengan berat hidup 18 kg ± 3 kg diacak untuk mendapatkan salah satu dari empat perlakuan imbuhan pakan. Ternak diberi pakan dasar berupa cacahan rumput raja segar sejumlah 2 –
3 kg/ekor dan konsentrat kormesial sejumlah 2% BH. Konsentrat komersial mengandung protein kasar 16% dan energi sejumlah 3956 kal GE/g (Lampiran 1).
Perlakuan imbuhan pakan adalah: (R-i) comin block sebagai pembanding (kontrol), (R-ii) comin block yang telah diberi tambahan 2 ppm Cr–organik, (R–iii) comin block yang telah ditambah protein terproteksi dan (R–iv) comin block ditambah Cr dan protein terproteksi (bungkil kedelai terlindungi dengan getah pisang ).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan model matematik:
Y = µ + βj + εjk. (PETERSEN, 1985) dimana:
Y = nilai pengamatan µ = nilai rataan umum
βj = pengaruh perlakuanpada taraf j εjk = galat baku pada taraf j dan pengamatan ke-k.
Pengamatan akan berlangsung selama 28 minggu dengan rincian masa adaptasi selama 2 minggu, pengamatan penelitian selama 24 minggu dan masa kolekting data selama 2 minggu. Peubah yang diamati adalah konsumsi, kecernaan, neraca nitrogen, tingkat kecernaan, efisiensi pakan dan penampilan ternak. Komposisi nutrien contoh pakan, feses dan urin dianalisa dengan metoda yang disarankan AOAC (1984). Sementara itu, untuk nutrien serat (NDF dan ADF) akan mengikuti metoda yang disarankan VAN SOEST
et al. (1991). Analisa bahan kering contoh dilakukan dengan cara mengeringkan dalam oven dengan suhu 700C selama 48 jam/sampai bobot contoh relatif konstan. Sementara itu, analisa protein/nitrogen dilakukan dengan metoda makro-Kjeldhal (AOAC, 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menujukkan bahwa perlakuan bahan pakan dengan penambahan Cr dan/atau protein terproteksi menekan tingkat kemampuan ternak untuk mengkonsumsi bahan kering seperti tertera pada Tabel 1. Secara umum, Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian pakan imbuhan, mengurangi kemampuan konsumsi bahan kering, baik
untuk konsumsi bahan kering hijauan maupun pakan konsentrat (P < 0,05). Pemberian mineral Cr–organik pada comin block tidak berpengaruh pada konsumsi bahan kering (P > 0,05), namun pemberian protein terproteksi secara tunggal ataupun barsama-sama dengan mineral Cr-organik menurunkan tingkat konsumsi (P > 0,05). Pola konsumsi total ransum terlihat mengikuti pola yang terjadi pada konsumsi bahan kering hijauan, baik kemampuan konsumsi perekor maupun per kg BH0,75 (Tabel 1). Rataan harian konsumsi bahan kering ransum oleh ternak yang hanya ditambahkan comin block dan yang mendapat tambahan mineral Cr–organik adalah 68,7 g/kg BH0,75, sedangkan yang diberi imbuhan protein terproteksi saja ataupun bersama–sama mineral Cr–organik adalah 60,33 g/kg BH0,75. Nilai tersebut hampir sama dengan yang dilaporkan terdahulu oleh MATHIUS et al. (2002), dengan mempergunakan pakan imbuhan berupa batang pisang. Namun demikian kemampuan konsumsi tersebut masih lebih rendah dari hasil yang dilaporkan WILSON, et al. (1999), GREENHALGH (1979) dan KEARL (1982). Perbedaan nilai konsumsi bahan kering ransum per kg BH0,75 tersebut boleh jadi disebabkan oleh perbedaan lingkungan penelitian, bangsa ternak, jenis dan bentuk pakan yang dipergunakan. NEWTON dan ORR (1981) melaporkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan akan energi maka ternak domba berusaha untuk mengkonsumsi lebih banyak ransum. Namun demikian bahan dan bentuk ransum yang dipergunakan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan konsumsi ransum (GREENHALGH et al., 1976). Ransum ternak ruminansia di daerah temperate memiliki tingkat palatabilitas yang lebih baik daripada bahan ransum ternak ruminansia di daerah
tropis seperti di Indonesia. Kemungkinan penyebab rendahnya tingkat konsumsi bahan kering ransum adalah tingginya serat kasar ransum, khususnya kandungan serat deterjen netral. VAN SOEST et al. (1991) melaporkan bahwa kandungan serat deterjen netral (NDF) sangat berpengaruh terhadap kemampuan ternak ruminansia untuk dapat mengkonsumsi pakan. Selanjutnya dikatakan bahwa, kandungan SDN ransum lebih besar dari 56% akan menekan tingkat konsumsi bahan kering. Tingginya tingkat kandungan komponen serat kasar akan memperlambat laju alir nutrien dalam saluran pencernaan (STENSIG et al., 1994), sekaligus mengakibatkan makin lamanya waktu tinggal nutrien pakan dalam saluran pencernaan (KETELLARS dan TOLKAMP, 1992). Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat konsumsi pada penelitian ini jika dibandingkan dengan pernah dilaporkan OSBURN et al. (1976). Kandungan serat deterjen netral (NDF) dan serat deterjen asam (ADF) hijauan rumput raja pada penelitian ini secara berurutan mencapai 74,3 dan 62,73% dari bahan kering (BK). Tingginya kandungan serat deterjen (SDN dan SDA) rumput raja dalam penelitian ini disebabkan umur panen rumput raja yang diberikan cukup tua.
Konsekuensi menurunnya konsumsi bahan kering ransum berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi nutrien (Tabel 2). Imbuhan Cr–organik dan protein terproteksi (R–iv) ternyata berpengaruh secara nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi nutrien (g/kg BH0,75), sedangkan tingkat konsumsi nutrien diantara perlakuan yang mendapat imbuhan Cr–organik (R-ii) tidak berbeda nyata (P < 0,05) dengan perlakuan kontrol.
Tabel 1. Konsumsi Bahan Kering dan Penampilan Ternak
Konsumsi bahan kering (g)/ekor Uraian Petambahan bobot
hidup harian (g) Rumput Konsentrat
GTO-3 Total Efisiensi ransum (BK/ADG) Ransum R-i Ransum R-ii Ransum R-iii Ransum R-iv 98,35 96,25 98,44 111,21 343,88 347,85 320,95 321,69 408,39b 416,57b 362,78a 337,93a 752.27b 764.42b 683,73a 659,60a 7,6 7,9 6,9 6,1 Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata (P < 0,05)
Terhadap nilai kecernaan nutrien terlihat bahwa imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi meningkat (kecuali NDF dan ADF) (P > 0,05) (Tabel 3). Dari Tabel 3, terlihat bahwa imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi meningkatkan kemampuan ternak untuk mencerna lebih banyak protein ransum
Tingkat kecernaan protein kasar tertinggi diperoleh pada ternak yang mendapat perlakuan dengan imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi secara bersama-sama, yakni meningkat sebesar 5,8% unit jika dibandingkan dengan nilai kecernaan protein kasar pada perlakuan kontrol (R-i).
Dari hasil penelitian ini juga diperoleh tingkat ketersediaan dan penggunaan nitrogen, sebagai akibat pemberian pakan imbuhan (Tabel 4). Meskipun pemberian ransum (hijauan dan konsentrat) dilakukan dalam jumlah yang sama, ternyata jumlah nitrogen yang berhasil dikonsumsi dan dimanfaatkan berbeda. Pemberian imbuhan campuran Cr-organik dan protein terproteksi dapat meningkatkan nilai kecernaan nitrogen (P >
0,05), dengan nilai tertinggi yakni 57,98%. Dibandingkan dengan nilai kecernaan nitrogen pada perlakuan kontrol (comin block), peningkatan tersebut dapat mencapai 0,44 g/ekor/hari.
Selanjutnya dari Tabel 4 terlihat bahwa retensi nitrogen pada penelitian ini meningkat (g/ekor/hari) (P > 0,05) dengan imbuhan campuran Cr-organik dan protein terproteksi (6,6 vs 7,34). Baik imbuhan Cr-organik dan protein secara terpisah tidak meningkatkan retensi nitrogen (P < 0,05) (Tabel 4). Konsekuensinya lebih banyak jumlah protein kasar/nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh ternak yang bersangkutan. Meningkatnya nilai ketersediaan dan pemanfaatan nitrogen tercemin juga pada Tabel 5. Imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi dapat meningkatkan ketersediaan dan manfaat nitrogen ransum. Sebagai konsekuensinya pemberian ransum dengan penambahan imbuhan campuran Cr-organik dan protein terproteksi dapat meningkatkan konsumsi nutrien dan ketersediaan nitrogen untuk dapat Tabel 2. Pengaruh perlakuan pakan terhadap konsumsi nutrien (g/kg BH0,75)
Uraian Ransum R-i Ransum R-ii Ransum R-iii Ransum R-iv
Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Energi (MJ) Serat Deterjen Netral Serat Deterjen Asam
67,65b 58,33b 8,54bc 0,909 30,19b 15,55b 68,74b 61,78b 8,81c 0,913 30,39b 15,91b 61,50a 52,51a 8,21ab 0,894 29,22b 13,21a 59,32a 53,36a 8,07a 0,885 26,17a 13,04a Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata (P<0,05) Tabel 3. Nilai kecernaan nutrien pakan perlakuan (%)
Uraian Ransum (R-i) Ransum (R-ii) Ransum (R-ii)i Ransum (R-iv) Nutrien:
Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Serat Detergen netral Serat Detergen Asam Energi 52,95a 54,87a 52,11a 42,29 33,15 64,11 51,42a 53,16a 53,69a 43,17 30,01 64,02 51,83a 54,01a 54,91a 41,65 31,45 64,72 55,62b 59,41b 57,96b 42,31 33,38 67,22 Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata (P<0,05)
Tabel 4. Ketersediaan Nitrogen dan Pemanfaatannya (g/ekor/hari)
Uraian Ransum R-i Ransum R-ii Ransum R-iii Ransum R-iv
Nitrogen: Pakan Feses Tercerna Urine Retensi 15,194b 7,275b 7,919a 1,314a 6,605a 15,675c 7,259b 8,416ab 2,010b 6,406a 14,607a 6,586a 8,021b 1,502a 6,519a 14,358a 6,035a 8,322a 0,980a 7,342b Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama, tidak berbedanyata (P<0,05)
Tabel 5. Persentase Ketersediaan Nitrogen
Uraian Ransum R-i Ransum R-ii Ransum R-iii Ransum R-iv
Nitrogen Pakan Feses Tercerna Urine Retensi nitrogen (% konsumsi) (% tercerna) 100 47,88 52,11 8,65 43,47 83,41 100 46,31 52,69 12,82 40,87 76,12 100 45.09 54,90 10,28 44,63 81,27 100 42,03 57,97 6,80 51,13 88,22
dimanfaatkan oleh ternak. Hal tersebut terekspresi dengan meningkatnya pertambahan bobot hidup harian dari 89 g menjadi 111 g (Tabel 1). Respons terbaik yang ditampilkan oleh ternak, terjadi pada ternak domba yang mendapat ransum dengan imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi. Meskipun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05), efisiensi penggunaan ransum lebih baik pada ternak yang diberi imbuhan Cr-organik dan protein terproteksi (7,6 vs 6,1).
KESIMPULAN DAN SARAN Dari uraian diatas disimpulkan bahwa baik imbuhan Cr–organik maupun protein terproteksi secara terpisah belum dapat memperbaiki penampilan ternak. Imbuhan campuran Cr-organik dan protein terproteksi dalam comin block mampu meningkatkan penampilan ternak dengan tingkat efisiensi penggunaan ransum yang tertinggi (6,1). Perlu pengkajian yang lebih mendalam pemanfaatan
comin block untuk ternak ruminansia lainnya, khususnya pada ternak perah.
DAFTAR PUSAKA
AOAC. 1984. Official Method of Analysis. 14th Ed. Association of official analytical Chemist. Washington, D.C
GREENHALGH, J.F.D., O.R. ORSKOV and S. FRASER. 1976. Pelleted herbage for intensive lamb production. Anim. Prod., 22: 148 – 149. GREENHALGH, J.F.D. 1979. Utilization of herbage.
In: The Management and Diseases of Sheep. Commonwealth Agric. Bureaux. London. pp. 201 – 212.
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries.Int. Feedstuff Ints. Utah State University, Logan,Utah,USA.
KETELLARS, J. J. and B. J. TOLKAMP.1992. Toward a new theory of feed intake regulation in ruminants. 1. Causes of differences in voluntary feed intake: critique of current views. Lives. Prod. Sci. 30: 269 – 296.
MATHIUS, I-W., D. YULISTIANI dan W. PUASTUTI. 2002. Pengaruh substitusi protein kasar dalam bentuk bungkil kedelai terproteksi terhadap penampilan domba bunting dan laktasi. JITV 7(2): 22 – 29
NEWTON J.E. and R.J. ORR. 1981. The intake of silage and grazed herbage by Masham ewes with single or twin lambs and its repeatability during pregnancy, lactation and after weaning. Anim. Prod. 33: 121 – 127.
OSBOURN, D.F., D.E. BEEVER and D.J THOMSON, 1976. The influence of physical processing on intake, digestion and utilization of dried herbage. Proc. Nutr. Soc. 35: 191 – 200. PETERSEN, R.G. 1985. Design and Analysis of
Experiments. Marcel Dekker Inc. New York. STEINSIG, T., M.R. WEISBJERG, J. MADSON and
T. HVLPLUND. 1994. Estimation of voluntary intake from in–sacco degradation and rate of DM and NDF. Livest. Prod. Sci. 39: 49 – 52. WILSON, A., I-W. MATHIUS dan B. HARYANTO.
1999. Respons pemberian protein dan energi terlindungi dalam pakan dasar untuk domba induk. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 18 – 19 September 1999. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 439 – 447.
VAN SOEST. P.J., J.B. ROBERTSON and B.A. LEWIS. 1991. Methods for dietary fiber, neutral detergent fiber and non – starch polysaccharides in relation to animal nutrition. J. Dairy Sci. 74: 3583 – 3597.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi Nutrien Hijauan Rumput Raja dan Pakan Tambahan Penelitian
Pakan Komposisi Nutrien Rumput
Raja Pakan Tambahan Bahan kering (%) 18.41 90.21 Protein Kasar (%BK) 9.45 16.01 SDN (%BK) 74.27 35.41 SDA (%BK) 62.73 17.92 Energi (kal/g) 36774 3956