• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN PANCASILA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN PANCASILA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN PANCASILA

Makalah disajikan pada kegiatan pemadatan

Matakuliah Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

tanggal3-6Oktober 2011, di Kampus STMIK Amikom Yogyakarta.

Oleh : Latip Setiawan NIM : 11.02.7937 JURUSAN D3-MANAJEMEN INFORMATIKA Yogyakarta 2011

(2)

PENDIDIKAN PANCASILA

Makalah disajikan pada kegiatan pemadatan

Matakuliah Pendidikan Pancasila bagi Mahasiswa

tanggal 3-6 Oktober 2011, di Kampus STMIK Amikom Yogyakarta.

Oleh : Latip Setiawan NIM : 11.02.7937 Menyetujui Dosen Pengajar, M Khalis Purwanto, Drs, MM iii

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, makalah tentang “Pendidikan Pancasila” telah selesai disusun kembali.

Makalah ini pernah disajikan pada kegiatan pemadatan Matakuliah

Pendidikan Pancasila bagi mahasiswa tanggal 3-6Oktober 2011 di Kampus STMIK Amikom Yogyakarta. Makalah ini diajukan oleh penyusun untuk memenuhi Tugas Akhir

Matakuliah Pendidikan Pancasila.

Demikian makalah ini ditulis dan semoga dapat memenuhi ajuan dimaksud.

Yogyakarta, 6Oktober 2011 Penyusun,

Latip Setiawan NIM. 11.02.7937

(4)

DAFTAR ISI

Persetujuan Dosen Pengajar ……….……… iii

KATA PENGANTAR ………... iv

DAFTAR ISI ……….. v

A. Pendahuluan ………. 1

B. Hakikat Pancasila ………. 2

C. Tugas Hari Pertama (Filsafat/Nilai-nilai Pancasila)………. 3

3.1 Ketuhanan Yang Maha Esa ………. … 3

3.2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ………. ... 4

3.3 Persatuan Indonesia ………... 5

3.4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan ……….… 6

3.5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ……… 7

D. Tugas Hari Ke-2 (Mahasiswa Teknik Jadi Target Terorisme)……… 7

E. Tugas Hari Ke-3 (Penyebab Munculnya Aksi Golput Pada Pemilu di Indonesia)……… 8

F. Tugas Hari Ke-4 (Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia)…………. 9

G. Penerapan/Implementasi di Era Reformasi ……….. …. 11

H. Daftar Pustaka ……… 12

(5)

PENDIDIKAN PANCASILA* Latip Setiawan**

A. Pendahuluan

Pancasila di Perguruan Tinggi dikaji secara menyeluruh sebagai satu kesatuan sila-ideologis bangsa/negara Indonesia. Pancasila sebagai ideologi berhakikat sebagai sistem nilai bangsa Indonesia. Sistem nilai seperti ini

dipandang oleh studi filsafat yang secara historik digali pada budaya bangsa dan ditempa oleh penjajahan, yang kemudian diterapkan pada wilayah yuridiskenegaraan sebagai pedoman bermoral, berhukum, dan berpolitik dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hal itu sebagai hasil konsensus-nasional bangsa Indonesia melalui sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

(6)

B. Hakikat Pancasila

Sebagai ideologi, Pancasila berhakikat (berperanan utama) sebagai: (a) pandangan hidup bangsa, (b) dasar negara, dan (c) tujuan nasional (negara).

Sebagai pandangan hidup bangsa, hakikat Pancasila diwujudkan dalam P-4 (yang saat ini dicabut oleh MPR hasil Sidang Istimewa 1998), yang lebih lanjutdilaksanakan dalam bentuk Anggaran-Dasar (AD) bagi masing-masing organisasi sosial-politik (seperti Ormas, LSM, Parpol) dan Kode-Etik (KE) bagi masing-masing organisasi profesi/keahlian (seperti IDI, PGRI, Ikahi)—yang teknis-operasionalnya berbentuk Anggaran-Rumah-Tangga (ART).

Sebagai dasar negara, hakikat Pancasila diwujudkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, yang lebih lanjut dilaksanakan dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan (Tap. MPR, UU, PP, Keppres, Perda, dst.)—yang

teknisoperasionalnya berbentuk Surat-Edaran (SE) berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) atau Petunjuk Teknis (Juknis).

Sebagai tujuan nasional (bangsa)/negara, hakikat Pancasila diwujudkan dalam Garis-garis Besar daripada Haluan Negara (GBdHN) (seperti Propenas) yang lebih lanjut dilaksanakan dalam bentuk Repetanas (seperti APBN)—yang teknis-operasionalnya berupa Proyek (seperti DIP/DUK, DIK, DIKS).

Dengan demikian, hakikat pandangan hidup Pancasila berbentuk pada

norma moral bangsa Indonesia; hakikat dasar negara Pancasila berbentuk pada

norma hukum negara Indonesia; dan hakikat tujuan nasional/negara Pancasila

berbentuk pada norma politik (kebijakan) pembangunan nasional Indonesia.

(7)

Pemahaman tersebut bersumber pada kerangka dan substansi nilai-nilai yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945. Pembukaan ini merupakan Teks Proklamasi Kemerdekaan NKRI yang lengkap dan terinci. Teks Proklamasi itu sendiri lahir melalui proses sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, dari yang semula sebagai budaya suku-suku asli, berkembang dalam budaya kerajaan-kerajaan besar (Kutai, Sriwijaya, Majapahit, dst), kemudian dipengaruhi oleh budaya agama-agama/penjajah-penjajah, sampai akhirnya dipengaruhi pula oleh ideologi-ideologi besar dunia (bahkan sampai kini di era globalisasi

informasi). Jadi, hakikat Pancasila (demikian pula UUD 1945) tidak lahir secara mendadak, tetapi mereka ditempa oleh sejarah lahirnya Indonesia sebagai suatu bangsa.

C. Tugas Hari Pertama (Filsafat/Nilai-nilaiPancasila)

Secara filsafat, Pancasila merupakan sistem-nilai-ideologis yang berdera- berderajat. Artinya, di dalamnya terkandung nilai-luhur (NL), nilai-dasar (ND), nilai-instrumental (NI), nilai-praksis (NP), dan nilai-teknis (NT). Agar ia dapat menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia yang lestari tetapi juga

dinamis/berkembang, NL dan ND-nya harus dapat bersifat tetap, sementara NI, NP, dan NT-nya harus semakin dapat direformasi sesuai dengan perkembangan tuntutan zaman.

3.1 Ketuhanan Yang Mahaesa

Di dalamnya terkandung nilai-nilai bahwa NKRI bukan sebagai Negara Agama dan bukan pula sebagai Negara Sekuler, tetapi NKRI ingin dikembangkan sebagaiNegara Beragama.

(8)

Sebagai bukan negara-agama, NKRI tidak menerapkan hukum agama tertentu sebagai hukum positif, artinya: (1) ideologi negara tidak berasal dari ideologi agama tertentu, (2) Kepala Negara tidak harus berasal dari Kepala Agama tertentu, (3) konstitusi negara tidak dari Kitab Suci agama tertentu.

Sebagai bukan negara sekuler, NKRI tidak memisahkan urusan negara dari urusan agama, artinya: (1) keputusan negara harus didasarkan pada ajaran agama-agama, (2) suara terbanyak dalam lembaga MPR, DPR, dan lain sebagai- nya harus dilandaskan pada kesesuaiannya dengan ajaran Tuhan Yang Mahaesa. Sebagai negara beragama, NKRI mendasarkan pengelolaan negara pada hukum positif yang disepakai oleh bangsa (MPR, DPR+Pemerintah) yang warganegaranya beragam agama, sementara negara pun tidak boleh mencampuri urusan aqidah agama apapun, tetapi negara wajib melindungi agama apapun.

Di sini terkandung tekad bahwa mereka yang ber-Aliran Kepercayaan tidak diwajibkan (secara hukum positif) untuk beragama, tetapi mereka dibina oleh Negara (Pemerintah dan Masyarakat) untuk: (1) tidak menjadi atheis, (2) tidak membentuk agama baru, atau (3) sedapat mungkin memilih salah satu agama yang resmi diakui Negara (karena lebih banyak kedekatan ajarannya).

3.2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Di dalamya terkandung nilai-nilai bahwa NKRI merupakan Negara berHAM (kemanusiaan), Negara ber-Hukum (yang adil), dan Negara ber-Budaya

(yang beradab).

Sebagai negara yang ber-HAM, NKRI ingin mengembangkan dirinya sesebagaiNegara yang melindungi dan menegakkan HAM bagi warganegaranya. HAM dimaksud adalahyang sesuai dengan hukum positif Indonesia

dan budaya bangsa Indonesia.

(9)

Contoh, karena hukum positif Indonesia bersumber pada Ketuhanan Yang Mahaesa, maka HAM seperti euthanasia (seperti di Selandia Baru, Belanda) atau aborsi (seperti di Irlandia Utara dan Skotlandia) tidak bisa diundang-undangkan (tidak bisa dijadikan hukum positif di Indonesia).

Sebagai negara yang ber-Hukum, NKRI ingin melindungi dan mengembangkan: (1) supremasi hukum, (2) persamaan di muka hukum,

(3) menegakkan HAM, dan (4) membudayakan kontrol publik/sosial/masyarakat atas jalannya pemerintahan yang baik dan bersih (good governance).

Sebagai negara yang ber-Budaya/Adab, NKRI ingin mengembangkan: (1) cipta, yang dapat melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) karsa, yang dapat melahirkan moral dan etika, (3) rasa, yang dapat melahirkan seni dan estetika, serta (4) karya, yang dapat melahirkan karya-karya monumental dalam arti yang seluas-luasnya. Sebagaimana diketahui, keempatnya itu merupakan unsur dari budaya/adab

3.3 Persatuan Indonesia

Di dalamnya terkandung nilai-nilai bahwa NKRI menyatakan diri sebagai negara yang diikat oleh „persatuan‟ dan „kesatuan‟.

Nilai persatuan berprinsip pada ‘bersatu dalam keberagaman/

keberbedaan/ketidaksamaan/heterogenitas’. Sementara, nilai kesatuan berprinsip pada‘bersatu dalam keseragaman/ketidakberbedaan/kesamaan/homogenitas’.

Nilai-persatuan sebagai faktor penopang dan pemberi peluang nilai-nilai demokratisasi, sivilisasi, penegakkan HAM, madanisasi, dan partisipasi

(singkatnya kedaulatan rakyat). Sementara, nilai-kesatuan sebagai faktor

penopang dan pemberi peluang nilai-nilai otokratisasi, militerisasi, etatisasi, dan mobilisasi (singkatnya kedaulatan negara).

(10)

Sila ketiga ini (Persatuan Indonesia, bukan Kesatuan Indonesia)—dengan demikian—lebih akan mengedepankan dan memprioritaskan NKRI sebagai negara yang berjiwa civil society.

3.4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Di dalamnya terkandung makna bahwa NKRI menerapkan asas

kerakyatan; asas ini sebagai landasan penerapan kedaulatan rakyat; kedaulatan rakyat ini sebagai basis demokrasi; dan prinsip-prinsip demokrasi itu bersifat universal bagi bangsa-bangsa beradab di dunia. Sebagai negara demokrasi, NKRI menerapkan prinsip-prinsip: (1) pembagian kekuasaan antarlembaga negara, (2) pemilu yang bebas, (3) multi parpol, (4) pemerintahan mayoritas, perlindungan minoritas, (5) pers yang bebas, (6) kontrol publik/sosial, (7) negara untuk kesejahteraan rakyat dan pelayanan publik, (8) dan seterusnya.

Jadi, NKRI merupakan negara demokrasi yang dipimpin oleh

hikmatkebijaksanaan. Pemimpin yang hikmat adalah pemimpin yang berakal sehat, rasional, cerdas, terampil, dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat

fisis/jasmaniah; sementara kebijaksanaan adalah pemimpin yang berhatinurani, arif, bijaksana, jujur, adil, dan seterusnya pada hal-hal yang bersifat psikis/ rohaniah. Jadi, pemimpin yang hikmat-kebijaksanaan itu lebih mengarah pada pemimpin yang profesional (hikmat) dan juga dewasa (bijaksana).

Itu semua—negara demokratis yang dipimpin oleh orang yang

dewasaprofesional—dilakukan melalui tatanan dan tuntunan permusyawaratan/ perwakilan. Tegasnya, sila keempat menunjuk pada NKRI sebagai negara demokrasi-perwakilan yang dipimpin oleh orang profesional-dewasa melalui sistem musyawarah (government by discussion).

(11)

3.5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Di dalamnya terkandung makna keadilan-sosial (keadilan-socius) atau pemerataan-bersama bagi seluruh-rakyat (atas dasar keadilan distributif), bukan keadilan bagi segolongan/pemerintah/penguasa.

Dengan demikian—secara filsafat (hakikat)—kelima-sila tersebut dipahamisebagai sistem-nilai-yang-mencakup/meliputi (satu kesatuan nilai Pancasila), yaitu bahwa Sila-1 melandasi Sila-sila ke-2, 3, 4, 5; Sila ke-2

melandasi Sila-sila ke-3, 4, 5; Sila ke-3 melandasi Sila-sila ke-4, 5; dan Sila ke-4 melandasi Sila ke-5. Sehingga, sebagai contoh, bila berbicara Demokrasi

Pancasila misalnya, maka dapat dipahami bahwa Sila ke-4 (negara demokrasi) itu yang dilandasi oleh Sila ke-1 (norma agama), yang menjunjung tinggi Sila ke-2 (HAM, negara hukum, negara budaya), yang mengutamakan Sila ke-3 (persatuan dan kesatuan bangsa), dan yang untuk kepentingan Sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat).

D. Tugas Hari Ke-2 (Mahasiswa Teknik Jadi Target Terorisme)

Menurut pengamat teroris Al-Chaidar, mahasiswa teknik dan ilmu alam memiliki kemampuan teknis yang sangat berguna bagi kelompok teroris untuk melakukan aksinya."Sesuai penelitian saya, kalau mahasiswa-mahasiswa ilmu sosial seperti jurusan psikologi, hukum, antropologi jarang direkrut. Kelompok ini bermain di fakultas-fakultas teknik dan MIPA," ujar Chaidar di sela-sela acara pelatihan guru se-Jabodetabek di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat (29/11/2010).

Selain itu Al-Chaidar mengatakan, bahwa kelompok terorisme beraksi di universitas- universitas terkemuka, bukan universitas kecil. Mereka kerap beraksi di universitas besar

(12)

"Kalau universitas kecil di daerah itu kurang dilirik, mungkin karena kualitas mahasiswanya," jelasnya.Pola perekrutan kalangan muda ini, menurut Al-Chaidar, lebih berbahaya. Ini disebabkan karena kalangan muda memiliki energi lebih yang tidak tersalurkan dengan baik."Mereka memiliki jiwa berjuang yang tinggi dan tidak ada tempat untuk penyaluran jiwa perjuangan mereka. Jadi, saat diiming-imingi perjuangan, ya, mereka mau ikut," jelasnya.Untuk itulah, Al-Chaidar berpendapat, perlu dilakukan defundamentalisasi terorisme, bukan hanya deradikalisasi. "Yang buat mereka mau bergabung itu fundamentalnya, bukan radikalnya. Makanya, melawan terorisme harus dengan defundamentalisasi, misalnya dengan membuka perdebatan tentang NII, jihad atau lainnya," paparnya.

E.Tugas Hari Ke-3 (Penyebab Munculnya Aksi Golput Pada Pemilu di Indonesia)

Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 : Apa arti Golput? Pastinya kita semua

sudah tahu apa arti dari istilah tersebut. Golput atau Golongan Putih (barisan abstain) ini

bisa diartikan dengan tidak hadirnya seseorang pada waktu pemilihan (tidak ikut nyoblos). Adakah diantara kita (khususnya para blogger) yang berencana ikut golput dalam Pemilu 2009 nanti? Semoga saja tidak ada yang golput. Apalagi dengan adanya SEO Contest Kampanye Damai Pemilu Indonesia 2009 ini, mendorong kita semua untuk

lebih semangat dalam mengikuti "Pemilu 2009" nanti. Nah sekarang, apa penyebab sehingga seseorang menjadi golput? Berikut beberapa alasan munculnya aksi golput tersebut :

(13)

Pertama. Golput teknis, yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah.

Kedua. Golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu). Ketiga. Golput politis, yakni mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan.

Keempat. Golput ideologis, yakni mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.

Nah hanya karena sebab-sebab lain itulah yang menjadikan mereka menjatuhkan pilihan

untuk golput.

F. Tugas Hari Ke-4 (Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia)

Menghilangkan korupsi bukanlan perkara gampang, karena ia telah berurat berakar dan menjalar ke mana-mana di negeri kita ini. Tidak semua orang rela jalan pintasnya untuk kaya diungkit-ungkit. Ada lagi yang menjelaskan mereka korupsi kecil-kecilan karena terpaksa oleh keadaan. Gaji kecil yang tidak mencukupi untuk hidup yang layak dari bulan ke bulan menjadi alasan untuk membenamkan diri. Apalagi kalauhampir semua orang di tempat itu telah menganggap hal itu adalah hal yang biasa. Tahu sama tahu, untuk tidak mengatakan atasan mereka juga meiakukan hal yang sama. Secara kultural dan struktural, memberantas korupsi adalah

mensosialisasikan nilai baru bahwa korupsi merupakan sebuah tindakan yang berisiko tinggi dan bemilai rendah, dan akan dikenakan pembuktian terbalik bahwa harta yang diperolehnya adalah barang yang halal. Secara struktural, memberantas

(14)

korupsi berarti memberantas KKN dengan memberdayakan komisi pemeriksaan kekayaan pejabat dan latar belakang kehidupannya.

membangun sistem pencegah dini korupsi, UU Antikorupsi yang konsisten, memberikan

jaminan hidup yang layak bagi pegawai, sistem pembuktian terbalik, pengumuman dan audit kekayaan pejabat sebelum dan sesudah bertugas, serta membuat iklan layanan masyarakat di media massa dan di kemasan produk-produk yang dikonsumsi semua orang. Bangsa ini perlu banyak belajar dan merenung untuk menghargai bahwa korupsi merugikan orang banyak yang telah bekerja keras dan berlaku jujur. Tindakan korupsi tidak menghargai fitrah manusia yang diilhamkan kepadanya untukcinta kepada kebaikan. Dengan begitu kita semua sedang belajar untuk hidup lebih lurus. Anak bangsa

yang berpunya dan ada yang lahir dalam serba berkekurangan. Dalam kemajemukan

tersebut, keragaman pandangan dan pilihan untuk memelihara dan menjinakkan perilaku

korupsi adalah hal biasa dan harus kita hargai. Dengan kemauan mengoreksi kesalahan

berarti kita berpeluang untuk mengatasi krisis apapun. Krisis adalah peluang di masa sulit. Bangsa ini perlu membangun kehidupan sehari-hari yang berdasar etika yang kuat,

aturan-aturan hukum yang dibuat aspiratif dan partisipatif, dengan begitu keadilan akan

datang

Masyarakat dapat berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk:

(15)

a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;

b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya

dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

c. hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada aparat penegak

hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.

d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak

hukur. dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal;

1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; 2) hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya mencegah pemberantasan tindak pidana korupsi;

4) hak dan tanggung jawab dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas-

asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya;

5) ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diatur tebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

(16)

G. Penerapan/Implementasi di Era Reformasi

Hakikat (sila-sila Pancasila) dalam penerapannya (implementasinya) pernah “disalahtafsirkan” di masa Orde Lama (berupa Trisila kemudian Ekasila),

disepihaktafsirkan” di masa Orde Baru (P-4, asas tunggal Pancasila, referendum,

massa-mengambang), dan “direformasitafsirkan” (masih diproses oleh BP-MPR,

karenanya belum final, dan direncanakan akan dituntaskan pada Sidang Tahunan MPR bulan Agustus 2002 pada agenda Perubahan-IV UUD 1945) di masa Era Reformasi.

Atas dasar itu, tampak bagi kita bahwa pemahaman dan penerapan Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan dinamika global, dinamika nasional, dan dinamika lokal/daerah, yang pada akhirnya diarahkan untuk kepentingan bangsa/nasional dan NKRI. Ini yang dimaksud dengan salah satu makna reformasi-ideologis.

Namun demikian, proses reformasi itu dapat dipahami dari berbagai sudut pandang (kacamata), yang salah satunya (kacamata filsafat-nilai Pancasila) sebagaimana dilampirkan.

(17)

E. Daftar Pustaka B u k u :

Astrid S. Susanto Sunario, 1999,

Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke Duapuluh Satu, Jakarta: Ditjen Dikti

Depdikbud.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, 1996,

Penjabaran Nilai-nilai Pancasila dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Mubyarto, 2000,

Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE. Notonagoro, 1974,

Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: CV Pantjuran Tudjuh.

M a k a l a h :

Astrid S. Susanto Sunario, 2000,

Pancasila (untuk Abad ke-21), Jakarta. Agus Widjojo, 2000,

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan, Jakarta. ---, 2000,

Ceramah Kepala Staf Teritorial TNI pada Penataran Dosen Pendidikan dan Filsafat Pancasila tanggal 18 Oktober 2000, Jakarta.

A. Gunawan Setiardja, 2000,

(18)

A.T. Soegito, 1997,

Pokok-pokok materi: Sejarah Perjungan Bangsa Indonesia, Semarang. ---, 1998,

Sejarah Indonesia Kontemporer sebagai Materi Pendidikan Pancasila (Analisis Berbagai Permasalahannya), Bogor: Ditbinsarak Ditjen Dikti Depdikbud. ---, 1999,

Nasionalisme Indonesia (Pengertian dan Perkembangannya), Jakarta. ---, 2000,

Evaluasi Hasil Belajar Matakuliah Pendidikan Pancasila, Semarang: UPT MKU

Unnes. ---, 2000,

Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia sebagai Titik Tolak Memahami Asal Mula

Pancasila, Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

Koento Wibisono Siswomihardjo, 2000,

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Jakarta. ---, 2000,

Reposisi/Reorientasi Pendidikan Pancasila Menghadapi Tantangan Abad XXI, Semarang: FKDP Jawa Tengah.

S. Budhisantoso, t.t.,

Bangkitnya Kembali Kesukubangsaan dalam Masyarakat Majemuk Indonesia, t.k.

11---, t.t.,

Kesukubangsaan dan Kebangsaan, t.k.

(19)

---, t.t.,

Pancasila sebagai Paradigma dalam Pengembangan Kebudayaan Bangsa, t.k. Sri Soemantri M., 2000,

Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum, Bandung.

http://ugiq.blogspot.com/2009/02/penyebab-munculnya-aksi-golput-pada.html http://edukasi.kompas.com/read/2010/11/29/13425852/Mahasiswa.Teknik.Jadi.Target.Ter orisme http://klikbelajar.com/pelajaran-sekolah/korupsi-dan-upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia/ Yogyakarta, 6Oktober2011

Referensi

Dokumen terkait

Pada Kurikulum 2013, guru matematika diarahkan untuk menggunakan pendekatan saintifik di kelas yang meliputi lima langkah utama kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa,

Dari hasil univarian terdapat 4 parameter (SVL. lebar mulut) yang merupakan sifat dimorfisme seksual; untuk uji korelasi terdapat 14 nilai korelasi yang berbeda nyata antara betina

Dari pernyataan diatas bahwa secara proporsional kecerdasan emosional mempunyai pengaruh yang lebih signifikan dari pada kecerdasan intelektual terhadap kesuksessan seseorang,

Pengunaan daun kubis (3-5 lembar) sebagai kemasan primer kurang dapat mengurangi susut berat karena tidak berbeda nyata dengan kubis tanpa kemasan primer atau menggunakan

Tujuan Penelitian ini yaitu untuk menemukan solusi terbaik dalam upaya perbaikan nilai tegangan operasi yang memenuhi standar pelayanan distribusi lsitrik 20 kV