• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN HITUNGAN DEBIT ALIRAN MELALUI PIPA BERPORI SUMUR KOLEKTOR BERJARI DENGAN BEBERAPA METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN HITUNGAN DEBIT ALIRAN MELALUI PIPA BERPORI SUMUR KOLEKTOR BERJARI DENGAN BEBERAPA METODE"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Edy Sriyono

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Janabadra Yogyakarta, Jl. Tentara Rakyat Mataram 57 Yogyakarta Email: edysriyono@gmail.com

ABSTRAK

Sumur kolektor berjari terdiri dari sumur gali dan pipa-pipa berpori. Seringkali digunakan untuk mengambil air bawah muka tanah. Air tanah meresap masuk ke dalam pipa kemudian dari pipa berpori ini air akan masuk ke dalam sumur.

Terdapat beberapa metode hitungan debit aliran melalui pipa berpori, diantaranya metode: Mikels dan Klaer, Spiridonoff dan Hantush, Nasjono dan Das; Saha; Rao dan Uththamanathan.

Berdasarkan hasil hitungan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

Debit (Q) menurut Mikels dan Klaer lebih besar daripada debit (Q) menurut Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan, tetapi lebih kecil daripada debit (Q) menurut Spiridonoff dan Hantush dan lebih kecil daripada debit (Q) menurut Nasjono.

Debit (Q) menurut Spiridonoff dan Hantush lebih besar daripada debit (Q) menurut Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan dan lebih besar daripada debit (Q) menurut Mikels dan Klaer, tetapi lebih kecil daripada debit (Q) menurut Nasjono.

Debit (Q) menurut Nasjono adalah yang paling besar dibandingkan dengan nilai debit (Q) yang lainnya. Debit paling besar ini terjadi dikarenakan elevasi muka air pada kondisi penelitian Nasjono berada di atas elevasi muka tanah sehingga gradient hidraulik (h/l)nya adalah yang paling besar. Debit (Q) menurut Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan Uththamanathan adalah yang paling kecil dibandingkan dengan debit yang lainnya.

Kata kunci: debit aliran, pipa berpori, beberapa metode 1. PENDAHULUAN

Suharyadi (2004) mendefinisikan sumur kolektor/pengumpul berjari adalah sumur gali dengan garis tengah lebih besar daripada sumur gali biasa (> 1,00 m) dan di bagian bawahnya dipasang sejumlah pipa berlubang sepanjang beberapa meter mendatar ke semua arah. Air tanah akan terkumpul lebih banyak disebabkan melalui pipa-pipa berlubang yang banyak akan masuk air tanah dari lapisan pembawa airnya (lihat Gambar 1).

Ranney dan Fehlmann dalam Todd (1980) mengembangkan sumur kolektor yang dikenal dengan nama”collector well” yang dipasang di bawah dasar sungai untuk mengambil air tawar. Sistem ini terdiri dari sumur kolektor yang berdiameter 15 ft (= 4,50 m) dilengkapi dengan pipa-pipa porous horisontal diameter 6 atau 8 in dengan panjang 200-300 in (5,00-7,50 m). Dengan cara ini debit yang dihasilkan bervariasi tergantung lokasi dan dapat mencapai 5.000 gpm (315 lt/det). Beberapa instalasi”collector well” memberikan debit rerata sekitar 2800 gpm (175 lt/det). Mikels dan Klaer (1956) dalam Walton (1970), serta McWhorter dan Sunada (1977), juga mengembangkan sumur kolektor sejenis yang juga dikenal dengan nama ”collector well”, namun digunakan untuk mengambil debit air tawar pada akuifer terkekang (confined aquifer). Sistem ini juga terdiri dari sumur kolektor dan pipa-pipa porous yang dipasang horisontal.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Spiridonoff (1964) dan Hantush (1964) dalam Walton (1970), yaitu dengan membuat”collector well” yang digunakan untuk mengambil debit pada akuifer bebas (unconfined aquifer).

Rosene (1973) mengemukakan bahwa sumur kolektor radial yang terdiri dari: diameter sumur 16 ft, kedalaman sumur 55 – 70 ft, ketebalan sumur 24 in, dan 5 buah pipa berpori, kapasitas debit yang dapat dipompa lebih dari 5 juta gallon per hari (219 lt/det). Adapun recharge yang tersedia sebesar 9 juta gallon per hari (394 lt/det).

Moore (2004) mengemukakan bahwa sistem “collector well” yang digunakan untuk keperluan irigasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: merupakan teknologi skala kecil dengan pengoperasian mudah, tidak mahal, dan ramah lingkungan. Hal ini menggambarkan bahwa sumur kolektor dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

(2)

Fournier (2005) mengemukakan bahwa sistem sumur kolektor radial digunakan untuk mensuplai kebutuhan air di daerah Noida India. Kebutuhan suplai air tersebut per hari adalah 59,4 gallons (225 liter) per kapita. Dengan menggunakan 6 buah sumur kolektor radial Ranney, maka kapasitas total suplai air yang dihasilkan adalah 78,52 juta gallon (302 juta liter) per hari atau 3.435 lt/det.

Gambar 1. Sumur kolektor berjari

Ladesich (2006) mengemukakan bahwa sumur kolektor horisontal dengan kapasitas besar dapat menjamin suplai kebutuhan air terhadap 157.000 pelanggan.

French (2007) mengemukakan bahwa sumur kolektor yang telah dibuat dan beroperasi sejak tahun 1957 dan dikembangkan pada tahun 2006, dilaporkan dapat memproduksi air di atas 10 juta gallon per hari (437 lt/det). Sumur kolektor tersebut terdiri dari diameter dalam sumur 13 ft, kedalaman sumur 106 ft, dan 10 buah pipa berpori dengan diameter 12 in.

Layne (2008) mengemukakan bahwa sumur kolektor dapat digunakan untuk mengambil resapan air laut dengan beberapa keuntungan yaitu: suplai air sepanjang garis pantai tetap stabil, bangunan dapat meminimalisir dampak perubahan bentuk garis pantai, resapan alami memberikan kualitas air sangat bagus, dan biayanya ringan. Layne (2008) juga mengemukakan bahwa sumur kolektor telah digunakan untuk mengambil resapan air permukaan dari Danau Great, Sungai Ohio, Sungai Platte, Sungai Colorado, dan Sungai Colombia.

Das et al. (2009) mengusulkan sumur kolektor radial untuk mengambil sumber air. Dengan asumsi kecepatan masuk air ke dalam pipa berporinya yang umum digunakan adalah 0,5 cm/det. Kemudian diameter pipa berpori yang direkomendasikan adalah 30 cm. Dengan mengingat luas pori daripada pipa berporinya 20 %, maka debit yang dihasilkan adalah 10.750,33 GPD (0,47 lt/det) untuk tiap m panjang pipa berpori. Jika kapasitas yang diperlukan dari sumur kolektor radial adalah 5,0 MGD (374 lt/det), maka panjang pipa berpori yang ditentukan adalah 796,18 m.

Higgins et al. (2009) mengemukakan bahwa ketika suplai air yang dibutuhkan besar dan akuifer yang tersedia dangkal dekat dengan sumber recharge (danau atau sungai), maka sumur kolektor horisontal baik untuk digunakan. 2. BEBERAPA METODE HITUNGAN

Metode Mikels dan Klaer

Mikels dan Klaer (1956), dalam Walton (1970) serta McWhorter dan Sunada (1977) mengadakan penelitian “collector well” yang terdiri dari sebuah sumur dan beberapa pipa berpori yang dipasang secara radial dan horisontal sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh persamaan debit:

W

R

Q

=

p

.

2

.

(1)

dengan R = panjang pipa berpori, diukur dari garis tengah sumur dan W = kecepatan aliran rembesan.

Sumur kolektor berjari ini digunakan untuk mengambil debit air tawar pada akuifer terkekang (confined aquifer). Pompa

Muka tanah

Muka air tanah

Pipa berlubang h

l L

(3)

Gambar 2. Skema “collector well” (Mikels dan Klaer, 1956) Metode Spiridonoff dan Hantush

Hal yang sama juga dilakukan oleh Spiridonoff dan Hantush (1964) dalam Walton (1970). Gambar 3 memperlihatkan penurunan muka air tanah akibat “collector well”, dan diperoleh hubungan sebagai berikut ini.

Gambar 3. Muka air akuifer pada “collector well” (Spiridonoff dan Hantush, 1964)

Q = Sv . Af . h (2) dengan Q = debit “collector well” (gpm), Sv = “specific yield of aquifer” (“fraction”), nilai Sv diberikan pada Tabel 1, Af = luas pori (ft2) dan h = ketinggian muka air (ft).

Sumur kolektor berjari atau ”collector well” tersebut digunakan untuk mengambil debit pada akuifer bebas (unconfined aquifer).

(4)

Tabel 1. Nilai specific yield of aquifer (Sv), (Hantush, 1964) Material Specific yield, Sv (%)

Lempung 2

Pasir 22

Kerikil 19

Metode Nasjono

Nasjono (2002) dan Nasjono dkk. (2003) melaksanakan penelitian di laboratorium mengenai Studi Debit Aliran Rembesan Melalui Pipa Berpori dengan membuat wadah berbentuk kotak persegi panjang (panjang = 70 cm, lebar = 30 cm, dan tinggi = 70 cm) terbuat dari lembaran kayu tripleks dengan ketebalan 1 cm dan diperkuat dengan balok-balok kayu berukuran 5 cm x 5 cm. Pipa berpori terbuat dari pipa PVC (diameter : 0,75 inch, 1,00 inch dan 1,25 inch) dengan permukaan pipa tersebut diberi lobang ukuran tertentu (diameter pori : 1 mm, 2mm dan 3 mm) dengan jarak antar lobang pori tertentu (1 cm, 2 cm dan 3 cm) dan diletakkan dalam wadah tersebut kemudian ditimbun dengan pasir pada ketinggian pasir tertentu (30 cm, 35 cm dan 40 cm dari garis tengah pipa), setelah mencapai ketinggian yang diinginkan air dialirkan ke dalam wadah sampai ketinggian air mencapai nilai tertentu (54 cm, 51 cm, 49 cm dan 47 cm).

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh persamaan empirik hasil regresi aliran melalui pipa berpori sebagai berikut ini. 2366 , 0

.

41

,

148

.

.

þ

ý

ü

î

í

ì

÷

ø

ö

ç

è

æ

÷

ø

ö

ç

è

æ

=

l

h

d

L

App

d

L

k

Q

(3) dengan Q = debit yang mengalir melalui pipa (m3/det), k = koefisien permeabilitas tanah (m/det), L = panjang pipa (m), d = diameter pipa (m), App = luas pori (m2), l = kedalaman pipa dalam tanah (m) dan h = ketinggian air diatas pipa (m).

Gambar 4. Hasil penelitian Nasjono Metode Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan

Das et al. (2009) mengembangkan sumur kolektor radial untuk mengambil sumber air dan memperbaiki kualitas air. Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan mengasumsikan besarnya luas pori daripada pipa berporinya adalah 20 %, terdapat pula penyumbatan pori yang diasumsikan sebesar 50 % dan kecepatan aliran dalam pipa berpori juga diasumsikan sebesar 0,5 cm/det.

Luas tampang aliran pipa berpori dapat dihitung dengan persamaan:

%

50

.

.

.

.

L

D

A

f

A

=

p

(4)

dengan L = panjang pipa berpori, D = diameter pipa berpori, Af = luas pori, diasumsikan = 20 %, 50 % = besarnya penyumbatan pori yang diasumsikan.

(5)

V

A

Q

=

.

(5)

dengan V = kecepatan aliran dalam pipa berpori, diasumsikan = 0,5 cm/det 3. DATA HITUNGAN

Dalam rangka mengkaji hitungan debit aliran melalui pipa berpori sumur kolektor berjari sebagaimana terlihat pada Gambar 1 dengan beberapa metode, dijelaskan dengan contoh data sebagai berikut ini.

Diketahui:

Koefisien permeabilitas pasir: k = 1.103 m/det Pipa berpori : Panjang: L = 4,0 m

Diameter: D = 0,3 m Jumlah: n = 8 buah Pori : Diameter: Df = 3 cm = 0,03 m

Jarak: s = 15 cm = 0,15 m

Kedalaman muka air di atas pipa berpori: h = 3,0 m Kedalaman muka tanah di atas pipa berpori: l = 4,5 m

Ditanyakan: Berapa besarnya debit aliran melalui pipa berpori (Q) berdasarkan metode: Mikels dan Klaer, Spiridonoff dan Hantush, Nasjono, dan Das; Saha; Rao dan Uththamanathan untuk n = 1 pipa dan n = 8 pipa 4. HASIL HITUNGAN DAN PEMBAHASAN

Jumlah pori: nf = L/s.(π.D/s) = 4,0/0,15.(π.0,3/0,15) = 27.6 = 162 buah Luas pori tiap pipa berpori: Af = ¼.π.Df2. nf = ¼. π.0,032.162 = 0,114557 m2 Metode Mikels dan Klaer

Debit:

Q

=

n

.

p

.

R

2

.

W

Panjang pipa berpori: R = 4,0 m

Panjang jalur yang ditempuh aliran dalam porous media: l = h = 3,0 m Kecepatan aliran rembesan:

0

,

001

0

,

3

0

,

3

.

10

.

1

.

.

=

=

3

=

=

-l

h

k

i

k

W

m/det

Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa:

050286

,

0

001

,

0

.

0

,

4

.

.

1

2

=

=

p

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa: Q = 0,050286 m3/det Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa:

402285

,

0

001

,

0

.

0

,

4

.

.

8

2

=

=

p

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa: Q = 0,402285 m3/det Metode Spiridonoff dan Hantush

Debit:

Q

=

n

.

S

v

.

A

f

.

h

Specific yield of aquifer: Sv pasir dan kerikil = 20 %

Luas pori tiap pipa berpori: Af = ¼.π.Df2. nf = ¼. π.0,032.162 = 0,114557 m2 Kedalaman muka air di atas pipa berpori: h = 3,0 m.

Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa:

068734

,

0

0

,

3

.

114557

,

0

%.

20

.

1

=

=

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa: Q = 0,068734 m3/det Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa:

549874

,

0

0

,

3

.

114557

,

0

%.

20

.

8

=

=

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa: Q = 0,549874 m3/det Metode Nasjono Debit:

k

L

D

l

h

D

L

A

Q

f

.

.

.

.

.

.

41

,

148

2366 , 0

÷÷

ø

ö

çç

è

æ

=

(6)

Kedalaman muka air di atas pipa berpori: h = 3,0 m Panjang pipa berpori: L = 4,0 m

Diameter pipa berpori: D = 0,3 m

Panjang jalur yang ditempuh aliran dalam porous media: l = h = 3,0 m Koefisien permeabilitas pasir: k = 1.10-3 m/det

Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa:

102159

,

0

3

,

0

.

0

,

4

.

001

,

0

.

0

,

3

0

,

3

.

3

,

0

.

0

,

4

114557

,

0

.

41

,

148

.

1

2366 , 0

=

÷

ø

ö

ç

è

æ

=

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa: Q = 0,102159 m3/det Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa:

817268

,

0

3

,

0

.

0

,

4

.

001

,

0

.

0

,

3

0

,

3

.

3

,

0

.

0

,

4

114557

,

0

.

41

,

148

.

8

2366 , 0

=

÷

ø

ö

ç

è

æ

=

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa: Q = 0,817268 m3/det Metode Das, Saha, Rao dan Uththamanathan

Debit:

Q

=

n

.

(

p

.

L

.

D

.

A

f

)

.

50

%.

V

Luas pori tiap pipa berpori: Af diasumsikan = 20 % 50 % = besarnya penyumbatan pori yang diasumsikan Panjang pipa berpori: L = 4,0 m

Diameter pipa berpori: D = 0,3 cm

Kecepatan aliran dalam pipa berpori: V = 0,5 cm/det = 0,005 m/det Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa:

018857

,

0

005

,

0

%.

50

%.

20

.

3

,

0

.

0

,

4

.

.

1

=

=

p

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 1 pipa: Q = 0,018857 m3/det Debit aliran melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa:

150857

,

0

005

,

0

%.

50

%.

20

.

3

,

0

.

0

,

4

.

.

8

=

=

p

Q

m3/det

Jadi besarnya debit melalui pipa berpori untuk n = 8 pipa: Q = 0,150857 m3/det

Berdasarkan hasil hitungan debit aliran melalui pipa berpori (Q) sesuai metode: Mikels dan Klaer, Spiridonoff dan Hantush, Nasjono, dan Das; Saha; Rao dan Uththamanathan untuk n = 1 pipa dan n = 8 pipa tersebut di atas selanjutnya akan diperbandingkan dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Nilai debit (Q) menurut Mikels dan Klaer lebih besar daripada debit (Q) menurut Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan, tetapi lebih kecil daripada debit (Q) menurut Spiridonoff dan Hantush dan lebih kecil daripada debit (Q) menurut Nasjono. Formula debit (Q) menurut Mikels dan Klaer ini baru menggambarkan hubungan antara panjang pipa berpori (L) dan kecepatan aliran rembesan (V). Sedangkan pengaruh luas pori (Af) belum diperhitungkan.

Nilai debit (Q) menurut Spiridonoff dan Hantush lebih besar daripada debit (Q) menurut Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan dan lebih besar daripada debit (Q) menurut Mikels dan Klaer, tetapi lebih kecil daripada debit (Q) menurut Nasjono. Formula debit (Q) ini sudah memperhitungkan luas pori (Af).

Nilai debit (Q) menurut Nasjono adalah yang paling besar dibandingkan dengan nilai debit (Q) yang lainnya. Formula debit (Q) ini juga sudah memperhitungkan luas pori (Af), diameter pipa berpori (D), ketinggian muka air (h), panjang aliran air menuju pipa berpori (l), dan koefisien permeabilitas (k). Debit paling besar ini terjadi dikarenakan elevasi muka air pada kondisi penelitian Nasjono berada di atas elevasi muka tanah sehingga gradient hidraulik (h/l)nya adalah yang paling besar.

Nilai debit (Q) menurut Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan Uththamanathan adalah yang paling kecil dibandingkan dengan debit yang lainnya. Formula debit (Q) ini juga sudah memperhitungkan luas pori (Af). Formula debit (Q) ini sudah memperhitungkan: panjang pipa berpori (L), diameter pipa berpori (D), Af = luas pori tiap pipa berpori (Af), diasumsikan = 20 %, besarnya penyumbatan pori yang diasumsikan = 50 %, dan kecepatan aliran dalam pipa berpori dianggap (V) = 0,5 cm/det.

(7)

Gambar 5. Grafik hubungan antara debit (Q) dengan luas pori (Af) untuk n = 1 pipa dengan beberapa metode 5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil hitungan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

Debit menurut Mikels dan Klaer baru menggambarkan hubungan antara L = panjang pipa berpori dan V = kecepatan aliran rembesan. Digunakan untuk mengambil debit air tawar pada akuifer terkekang (confined aquifer).

Debit menurut Spiridonoff dan Hantush sudah memperhitungkan Sv = Specific yield of aquifer, Af = luas pori dan h = ketinggian muka air. Digunakan untuk mengambil debit pada akuifer bebas (unconfined aquifer). Debit menurut Mikels dan Klaer ini mendekati debit menurut Spiridonoff dan Hantush.

Debit menurut Nasjono adalah yang paling besar dibandingkan dengan debit yang lainnya. Debit ini sudah memperhitungkan: Af = luas pori, L = panjang pipa berpori, D = diameter pipa berpori, h = ketinggian muka air, l = panjang aliran air menuju pipa berpori dan k = permeabilitas pasir. Debit paling besar ini terjadi dikarenakan elevasi muka air pada kondisi penelitian Nasjono berada di atas elevasi muka tanah sehingga gradient hidraulik (h/l)nya adalah yang paling besar.

Debit menurut Das, Saha, Rao dan Uththamanathan adalah yang paling kecil dibandingkan dengan debit yang lainnya. Debit ini sudah memperhitungkan: L = panjang pipa berpori, D = diameter pipa berpori, Af = luas pori tiap pipa berpori diasumsikan = 20 %, 50 % = besarnya penyumbatan pori yang diasumsikan dan V = kecepatan aliran dalam pipa berpori dianggap = 0,5 cm/det.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2000), Perforated Pipe Subdrains, Specification.

Das, N. Saha, S.B. Rao, C.S. and Uththamanathan, T.N., (2009), Radial Collector Well, Kharagpur. Fournier, L.B., (2005), “Horizontal Wells in Water Supply Applications”, Water Well Journal.

French, J.A., (2007), Horizontal Collector Well – Galesburg, IL. a Layne Cristensen Company Technology, Columbus Ohio.

Kashef, A.I., (1986), Groundwater Engineering, McGraw-Hill Book Co. Inc., New York.

Ladesich, J., (2006), Nation’s Largest Horizontal Collector Wells Provide Utility’s Raw Water Supply, Government Engineering, Shawnee.

Layne Cristensen Company Technology, (2008), Ranney Applications Overview, Columbus Ohio. Layne Cristensen Company Technology. (2008), Ranney Infiltration Galleries, Columbus Ohio.

McWhorter, D.B. and Sunada, D.K., (1977), Ground-Water Hydrology and Hydraulics, Water Resources Publications, Colorado, 156-168. 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 Q (m3/dt) Af (m2) Mikels & Klaer

Spiridonoff & Hantush Nasjono

(8)

Moore, J.S., 2004, “Horizontal Well : Inexpensive, Small-Scale Technology to Improve Acces to Rural Water Supplies in El Salvador”, Water Well Journal.

Nasjono, J.K., (2002), Studi Debit Aliran Rembesan Melalui Pipa Berpori, Thesis, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nasjono, J.K.. Yuwono, N. dan Triatmadja, R., (2003), “Formulasi Sistem Pipa Berpori Bawah Tanah Dan Penerapannya”, Civil Engineering Forum Journal, Vol XII No 1, 12-20.

Rosene, R.W., (1973), “Radial Collector Well Solves Water Supply Problem”, Consulting Engineer, Vol 40 No 2, 62-64.

Sriyono, E., Hadihardaja, J. & Suharyanto, (2007), “Aliran Air Tanah Melalui Pipa Berpori”, PIT XXIV & Kongres IX HATHI, Makassar, 31 Agustus – 2 September.

Suharyadi, (2004), Pengantar Geologi Teknik Edisi 4, Biro Penerbit Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 109-120.

Todd, D.K. (1980). Ground-Water Hydrology, Second Edition. John Willey & Sons Inc., New York. Walton, W.C. (1970), Ground-Water Resources Evaluation, McGraw-Hill Inc., New York, 307-312.

Gambar

Gambar 1. Sumur kolektor berjari
Gambar 3. Muka air akuifer pada “collector well” (Spiridonoff dan Hantush, 1964)
Gambar 4. Hasil penelitian Nasjono  Metode Das, Saha, Rao, dan Uththamanathan
Gambar 5. Grafik hubungan antara debit (Q) dengan luas pori (A f ) untuk n = 1 pipa dengan beberapa metode  5

Referensi

Dokumen terkait

Setelah pengelasan selesai dilakukan maka perlu dilakukan kontrol dan pengecekan terhadap seluruh parameter proses lasan seperti arus listrik, tegangan listrik, komposisi

•injau apakah kadar /r saat ini mencerminkan fungsi ginjal yang sesungguhnya atau merupakan acute-on-chronic kidney diseases dengan cara membandingkan dengan kadar /r. minimal '

Bahwa benar pada tanggal 23 Agustus 2015 sekira pukul 16.30 WIB Terdakwa menghubungi Saksi-4 (Sdr. Agung) untuk mencarikan pinjaman uang sebesar Rp. Bahwa benar sekira pukul

Rencana Kerja (Renja) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Ngawi Tahun 2018 adalah dokumen perencanaan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

lebih baik dibandingkan bioethanol murni. Untuk pour point bioethanol wafer mix snack yaitu >-31oC sedangkan untuk bioethanol murni hanya mencapai -17oC. Hal ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pencapaian kebahagiaan pada ibu yang memiliki anak kandung penyandang Asperger’s Syndrome.. Penelitian menggunakan

Vaginitis dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung

Valbury Asia Securities or their respective employees and agents makes any representation or warranty or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the