• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengapa Partai Islam Gagal di Pentas Nasional?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengapa Partai Islam Gagal di Pentas Nasional?"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Mengapa Partai Islam Gagal di Pentas

Nasional?

Bergulirnya gerakan reformasi seiring dengan lengsernya Soeharto telah memberikan harapan baru bagi semua kelompok politik di tanah air, termasuk kelompok agama. Dengan nilai-nilai kebebasan, keterbukaan dan keadilan yang dibawanya, gerakan reformasi telah memberikan peluang bagi kelompok agama untuk kembali tampil, ikut bermain di pentas politik nasional. Tokoh-tokoh agama kritis yang pada masa Orde Baru hanya dapat bermain di belakang layar, banyak yang menjadi pelaku utama. Mereka tersebar di beberapa partai yang berasas dan berorientasi Islam. Misalnya, Deliar Noer di Partai Umat Islam (PUI), Soemargono dan beberapa kolega ideologisnya di Partai Bulan Bintang (PBB), Husein Umar di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), A.M. Fatwa di Partai Amanat Nasional (PAN), dan lain-lain. Mereka telah mendapatkan kembali hak-hak mereka untuk ikut bertarung secara adil di pentas politik nasional.

Partai Islam adalah partai yang memakai label Islam (nama, asas,

dan tanda gambar); atau partai yang tidak memakai label Islam tetapi hakekat perjuangannya adalah terutama untuk kepentingan umat Islam tanpa harus mengabaikan kepentingan umat agama lainnya; atau partai yang tidak memakai label Islam dan tujuan/programnya untuk kepentingan

Judul : Catatan Kritis Politik Islam Era Reformasi Penulis : Muhammad Sirozi

Penerbit : Ak Group Yogyakarta Terbit : 2004

Cetakan : Pertama, Januari 2004 Tebal : xii dan 114 halaman.

(2)

semua warga Negara RI, tetapi konstituen utamanya berasal dari umat Islam

(halaman 75-76).

Tidaklah sulit memahami mengapa pimpinan partai-partai Islam menonjolkan label Islam pada nama, asas dan tanda gambar mereka. Mereka tentu berharap bahwa dengan cara itu mereka dapat meyakinkan umat Islam di negeri ini bahwa partai mereka memperjuangkan aspirasi umat. Mereka sepertinya berasumsi bahwa semakin kental identitas keislaman pada partai mereka, semakin besar dukungan yang akan mereka dapatkan dari konstituen Muslim. Akan tetapi ternyata asumsi seperti itu tidak terbukti. Hasil akhir perhitungan suara menunjukkan bahwa yang paling banyak mendapat simpati rakyat adalah PDI Perjuangan pimpinan Megawati Soekarno Putri.

Hasil tersebut tidak hanya mengagetkan para pimpinan partai-partai Islam itu sendiri, tetapi juga telah menangkis analisis sebagian besar pengamat politik. Hanya beberapa pengamat politik saja yang sejak semula bersikap skeptic terhadap kemampuan partai-partai Islam menarik simpati rakyat. Misalnya, Nurcholish Madjid, pernah memperkirakan sebelum pemilu bahwa akan ada partai politik yang terlanjur besar, tetapi hanya mendapat dukungan kecil dari rakyat. Demikian pula, Hermawan Sulistiyo dan Indira Samego dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI), dalam salah satu nasional Forum Rektor di Bandung, pada pertengahan April 1999 mengatakan bahwa ada partai-partai yang besar di Koran, tetapi kecil dalam pemilu. Semua orang tahu bahwa yang dimaksud oleh para pengamat politik tersebut adalah partai-partai Islam khususnya Partai Amant Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Di negeri Muslim terbesar di dunia, kekalahan PAN, PKB, PPP dan partai-partai Islam lainnya dari partai-partai non-agama seperti PDI-Perjuangan pimpinan Megawati Soekarno Putri adalah suatu hal yang patut direnungkan dan dipertanyakan. Mengapa rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim tidak tertarik dengan partai-partai Islam? Buku yang berjudul Catatan

Kritis Politik Islam Era Reformasi yang ditulis oleh Muhammad Sirozi patut

diberi apresiasi. Buku ini terdiri dari lima bagian, yaitu bagian ke-1 membahas globalisasi, otonomisasi dan agenda kepemimpinan partai politik Islam, bagian ke-2 memahami ketegangan kelompok agama dan sekuler, bagian ke-3 politik libur sekolah di bulan ramadhan sebagai manuver politik, bagian ke-4 kilas balik kegagalan partai-partai politik Islam dalam pemilu 1999, dan bagian ke-5 tentang argument dan retorika agama di pentas politik kilas balik siding tahunan MPR 2000.

(3)

Fokus utama, kalau tidak malah inti buku ini sesuai dengan judulnya adalah mencoba memetakan dan menganalisis secara kritis tentang fenomena dan faktor penyebab mengapa partai-partai Islam (selalu) kalah dalam pentas politik nasional, terutama dalam pemilu 1999. Dalam buku ini dideskripsikan setidaknya ada lima hal yang menjadi penyebab kekalahan partai-partai Islam dalam pemilu 1999. Lima hal tersebut adalah:.

Pertama, metode dan materi kampanye yang kurang tepat. Kampanye

adalah upaya terorganisasi untuk mendapatkan dukungan publik. Kampanye politik bertujuan meyakinkan publik bahwa aspirasi mereka akan diperjuangkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan kampanye membutuhkan metode dan materi yang tepat. Jika dicermati, kampanye partai-partai Islam menjelang pemilu 1999 umumnya bersifat

verbalis-normatif, hanya dalam bentuk ceramah-ceramah yang sarat dengan

pesan-pesan normatif agama. Pada saat umat sangat membutuhkan program-program konkrit untuk dapat keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, metode dan materi kampanye tersebut tentu saja tidak efektif.

Kedua, rendahnya kredibilitas tokoh-tokoh partai di mata umat. Credibility is a precondition for getting your message heard ( kredibilitas

adalah prasyarat agar agar pesan-pesan anda didengar orang). Bahkan dikemukakan lebih lanjut bahwa you are known by your good name and

integrity ( anda dikenal karena nama baik dan itegritas anda). Sebagian

tokoh-tokoh partai Islam, seperti Amien Rais, Abdurrahman Wahid dan Deliar Noer, memang cukup lama malang melintang di pentas politik nasional dan integritas mereka sudah cukup teruji. Akan tetapi mereka adalah kaum intelektual yang banyak berteori, tetapi kurang praktek. Ucapan-ucapan mereka kurang membumi dan gaya hidup mereka sehari-hari tak ubahnya gaya hidup para selebritis ibu kota, berpindah dari satu studio rekaman ke studio rekaman lainnya untuk wawancara, dialog atau debat dan dari satu jumpa pers ke jumpa pers lainnya. Sebagiannya lagi adalah debutan baru tokoh-tokoh lokal yang namanya begitu akrab di telinga masyarakat dan belum begitu teruji integritasnya.

Pimpinan-pimpinan partai-partai Islam di atas sama-sama sulit menyatu dengan umat di tingkat akar rumput (grassroots). Umat mungkin saja mengenal wajah mereka karena setiap hari muncul di media cetak dan elektronik, tetapi umat kurang mengenal isi hati mereka. Hubungan umat dengan mereka lebih bersifat long distance (jarak jauh), tanpa jabat tangan, tanpa tutur salam dan tanpa bicara dari hati ke hati. Bagaimana mungkin hubungan seperti itu dapat menimbulkan rasa hormat, cinta dan kesetiaan,

(4)

yang sangat dibutuhkan untuk meramu komitmen politik.

Ketiga, rendahnya tingkat pendidikan umat. Pendidikan membuat

seseorang mampu mengembangkan dan menggunakan hati nurani, kemampuan mental, moral dan fisiknya untuk melaksanakan sesuatu dengan baik, berfikir secara rasional dan bersikap independen membuat pilihan-pilihan yang rasional, termasuk pilihan politik. Harus diakui bahwa tingkat pendidikan sebagian besar umat Islam di negeri ini masih rendah. Adalah wajar jika mereka belum mampu bersikap independen dan membuat pertimbangan-pertimbangan rasional dalam menentukan pilihan-pilihan politik mereka. Mereka lebih tidak mampu lagi memperhitungkan implikasi jangka panjang dari pilihan politik mereka tersebut. Bisa jadi dalam pemilu 1999 sebagian besar umat menentukan pilihan mereka tidak berdasarkan pertimbangan rasional, tetapi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan emosional.

Keempat, peran media. Peran mass media, termasuk buku, film,

surat kabar, televisi dan majalah memainkan peranan penting dalam politik. Media adalah information base karena sangat berpengaruh dalam rangka membangun opini publik dan mentransmisi informasi. Oleh sebab itu, peran media massa sama pentingnya dengan peran pemerintah dalam membentuk serajat respek dan kepercayaan publik pada sistem dan tokoh-tokoh politik.

Dengan demikian, media berperan penting dalam menetukan agenda setting karena media dapat menciptakan isu, mendramatisir, menarik perhatian, dan menekan pemerintah untuk merespons isu tersebut. Media adalah sarana vital bagi sebuah partai politik untuk menyampaikan pesan-pesannya pada masyarakat. Sebagian besar partai Islam kontestan pemilu 1999 belum memiliki sarana media massa yang memadai. Image mereka dalam masyarakat dibentuk oleh media massa yang belum tentu bersikap fair dan memahami misi politik mereka sehingga sangat mungkin bahwa kurangnya simpati masyarakat terhadap partai-partai Islam dalam pemilu 1999 karena masyarakat menerima informasi tidak utuh tentang mereka.

Kelima, sebagian umat bingung memilih. Memilih satu dari 20

bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi jika pilihan-pilihan tersebut tidak jelas bedanya satu sama lain dan si pemilih tidak punya independensi dan kemampuan rasional untuk menentukan pilihannya (halaman 77-82).

Demikianlah lima sebab kegagalan partai-partai Islam dalam pemilu 1999 yang lalu. Tentu saja masih banyak sebab-sebab lain yang turut

(5)

menentukan kegagalan tersebut. Sebab-sebab tersebut saling terkait, sehingga menjadi beban berat yang telah membuat partai-partai Islam terpuruk. Namun apapun penyebabnya, partai-partai Islam harus dapat mengambil hikmah dari kegagalan tersebut. Pengalaman adalah guru yang paling baik, kata pepatah. Jadikanlah kegagalan dalam pemilu 1999 sebagai bahan untuk berbenah diri, agar dapat tampil lebih baik pada pemilu yang akan dating. Partai-partai Islam perlu mengembangkan metode dan materi kampanye yang berorientasi pada situasi dan kebutuhan riil masyarakat (sicety-centered. Masyarakat jangan hanya diberikan wejangan normatif, jani-jani kosong dan eksibisi simbol keagamaan. Masyarakat membutuhkan program-program konkrit. Tokoh-tokoh Islam perlu meluangkan waktu lebih banyak untuk melakukan introspeksi dan auto-kritik, mengevaluai kesan elitis-selebritis pada diri mereka dan berupaya tampil populis.

Untuk bisa diajak berfikir rasional, bersikap kritis dan independen serta membuat pilihan-pilihan cerdas, umat harus dididik, diberi pemahaman tentang tanggung jawab mereka pada agama, nusa dan bangsa.Masing-masing partai Islam perlu mengembangkan programn pendidikan politik berkelanjutan untuk membina cara berfikir dan bersikap konstituen mereka, agar tetap berada dalam koridor keindonesiaan dan keislaman. Selain itu, partai-partai Islam perlu secara serius memikirkan sarana informasi bagi aktivitas politik mereka. Mereka tidak boleh pasrah dalam lautan informasi yang dikemas oleh media massa yang belum tentu memahami visi dan misi politik mereka. Mereka perlu memiliki media independen yang dapat menyampaikan pesan-pesan mereka pada masyarakat luas secara jelas, objektif, utuh dan seimbang.

Last but not least, partai-partai Islam harus tampil solid, bersatu

menjadi satu kekuatan politik yang kuat dan utuh. Tokoh-tokoh Islam harus mengurangi fanatisme ideologis, ambisi politik dan egoisme kekuasaan dalam diri mereka, demi terbinanya ukhuwah Islamiyah, menuju kerjasama dan persatuan. Mungkin benar suatu pernyataan mengatakan bahwa salah satu kunci keberhasilan PDI-Perjuangan pimpinan Megawati Soekarno Putri adalah kemampuan tokoh-tokoh partai ini melakukan artikulasi politik yang

assertive dan bulat… tidak ada suara yang berbeda-beda atau discordant.

Tokoh-tokoh Islam dapat tampil lebih assertive dan lebih bulat jika mereka bersatu. Persatuan hanya efektif jika disertai kesediaan untuk melakukan introspeksi dan auto-kritik, berkompromi dan bekerjasama dalam berbenah dan mengantisipasi tantangan ke depan.

(6)

terhadap beberapa peristiwa politik di tanah air, khususnya berkaitan dengan kiprah tokoh-tokoh dan partai-partai Islam. Catatan-catatan tersebut menyangkut konsep, retorika, argumentasi, dinamika, problem dan tantangan yang muncul dalam pengalaman politik umat Islam di era reformasi.

Catatan dan analisis kritis penulis melalui buku ini secara argumentatif memperkuat anggapan bahwa partai yang bernuansa Islam selalu dan pasti kalah bertarung di arena politik nasional karena tidak punya dukungan konstituen yang jelas sekalipun mayoritas penduduk Indonesia berstatus muslim. Inilah fakta dan sebuah ironi yang tidak bisa ditolak. Beberapa pengalaman tersebut mengandung pelajaran penting bagi umat Islam di negeri ini.

Buku ini berasal dari beberapa artikel penulis yang berserakan di berbagai media massa. Karena itu, hubungan antara satu bab dengan bab lainnya kurang sistematis bahkan terjadi tumpang tindih, dan inilah titik lemah buku yang ditulis sebagai antologi atau bunga rampai. Karena memang buku demikian tidak didesain dari awal untuk diterbitkan sebagai sebuah buku sehingga bahasa yang dipergunakanpun masih didominasi bahasa artikel media massa. Di samping itu, juga alur logika penulis tidak runtut dan sulit dipahami.

Terlepas dari beberapa kelemahan di atas, buku ini penting dan menarik dibaca oleh para mahasiswa, dan akademisi, terutama bagi mereka yang terlibat langsung di pentas politik nasional baik sebagai representasi partai politik Islam maupun partai politik lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

replacement grafts in the treatment of periodontal osseous defects. •Dental &

Sesuai dengan kegiatan di atas dengan bantuan program EVIEWS maka dapat dibahas sebagai berikut:.. 1) Keterbatasan penulis dalam membuat Tugas Akhir adalah data yang

Saat ini saya akan membuat suatu penelitian yang berjudul “Hubungan kadar serum laktat dan defisit basa sebagai indikator morbiditas dan mortalitas pada kasus multipel trauma di

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam perancangan sistem kontrol atmosfer untuk penanganan kadar CO2 di dalam reefer container untuk muatan

PENGARUH PROGRAM PROMOSI BISNIS NGOREA BISTRO DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEPUTUSAN PEMBELIAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Antara pelajar atau pelanggan yang berpotensi untuk memasuki TVET adalah mereka yang merupakan lepasan sekolah tinggi, lepasan sekolah menengah, pelajar kolej dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rantai pemasaran dan faktor yang mempengaruhi kinerja kelembagaan pemasaran ikan komoditas utama di

Berdasarkan hasil analsis dan pembahasan di bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa : (1) kepemilikan komputer dan penggunaan IT oleh dosen tidak berpengaruh