• Tidak ada hasil yang ditemukan

WRAP UP. BLOK ETIKA, MORAL DAN PROFESIONALISME Euthanasia Pilihan Terakhir KELOMPOK A6 KETUA : KRISNA ANWAR SUWANDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WRAP UP. BLOK ETIKA, MORAL DAN PROFESIONALISME Euthanasia Pilihan Terakhir KELOMPOK A6 KETUA : KRISNA ANWAR SUWANDI"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

WRAP UP

BLOK ETIKA, MORAL DAN PROFESIONALISME

Euthanasia Pilihan Terakhir

KELOMPOK A6

KETUA : KRISNA ANWAR SUWANDI 1102016099

SEKRETARIS : DITA SAFIRA SALSABILA 1102016058

ANGGOTA : DANTI FADHILA 1102016046

EKKI FHALZIMI 1102016059

ELVIRA ELDYSTA 1102016060

IRVAN MARTAWIJAYA 1102016091

ISMANU AJI 1102016092

JULIAN PRASSUMIWI H 1102016093

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2016/2017

(2)

Skenario 2

Euthanasia Pilihan Terakhir

Seorang wanita menderita tumor otak yang dinyatakan tim dokter yang merawatnya sebagai penyakit dengan tidak ada harapan sembuh kembali. Ia sudah beberapa kali melakukan usaha bunuh diri atau tentamen suicide karena nyeri kepala yang luar biasa. Anak laki-lakinya adalah dokter bedah yang sangat sayang dan prihatin terhadap keadaan ibunya. Ibunya beulang kali merengek agar diberi suntikan yang mematikan karena dia tidak tahan karena penyakitnya itu. Awalnya anaknya menolak mengabulkan permintaan ibunya, tetapi melihat penderitaan ibunya yang terus menangis kesakitan dan usaha bunuh diri terus menerus dengan membenturkan kepalanya, akhirnya anaknya mengabulkan permintaan ibunya dengan memberikan suntikan pengurang rasa sakit dengan dosis berlebihan agar ibunya tidak merasakan sakit kepala yang hebat itu lagi. Setelah memberikan suntikan yang mematikan itu sang dokter bedah melaporkan dirinya ke polisi. Tetapi di pengadilan hakim tidak menjatuhkan hukuman yang tidak sesuai dengan pasal pembunuhan, karena sang dokter bedah tersebut menyuntikan suntikan yang mematikan tersebut dengan rasa sayang yang dalam kepada ibunya karena penderitaan yang berkepanjangan dan tidak ada harapan untuk sembuh.

Kata sulit

1. Euthanasia: praktik pencabutan kehidupan manusia / hewan melalui cara yang dianggap tidak sah / menimbulkan rasa sakit minimal yang dilakukan dengan suntikan.

2. Tentamen suicide: Tindakan agresig yang dapat membunuh diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan sesuai kemauan sendiri dengan disengaja.

3. Tumor otak: penumbuhan sel sel yang abnormal. Benjolan atau pembengkakan pada otak, system syaraf pusat dan selaput meninges.

4. Suntik mati: - penyuntikan yang diberikan oleh dokter kepada pasien dengan persetujuan keluarga karena dia tidak kuat menahan penyakit yang diderita.`

- Tindakan menyuntikan racun atau zat kimia berdosis tinggi yang menyebabkan kematian.

5. Dokter bedah: - Seorang dokter yang merawat penyakit cidera / cacat melalui operasi atau pembedahan.

- Dokter yang sudah mendapat spesialisasi dalam bidang pembedahan atau operasi.

6. Pengadilan: Badan atau institusi yang mengadili suatu perkara yang dipimpin oleh hakim secara jujur dan sesuai hukum yang berlaku.

7. Penyakit: Suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan.

(3)

9. Hakim: Pemimpin sidang dalam pengadilan. 10. Nyeri: Rasa yang menimbulkan penderitaan. 11. Sembuh: Pulih dari penderitaan / penyakit.

Pertanyaan

1. Apa itu euthanasia? 2. Apa penyebab euthanasia? 3. Sebutkan jenis jenis euthanasia?

4. Apakah euthanasia diperbolehkan di Indonesia dan dalam pandangan islam? 5. Apa contoh suntikan yang mematikan?

6. Apakah sah hukumnya di kedokteran jika doketer melakukan euthanasia walaupun itu permintaan pasien sendiri?

7. Apakah ada hukuman bagi dokter yang menyetujui euthanasia? 8. Apa dasar yang membuat orang bias melakukan tentamen suicide? 9. Apakah ada dasar hukum yang mengatur tentang euthanasia? 10. Mengapa dokter tidak langsung memberikan suntikan? 11. Apa hukum islam tentang bunuh diri?

Jawaban

1. Praktik pencabutan kehidupan manusia / hewan melalui cara yang dianggap tidak sah / menimbulkan rasa sakit minimal yang dilakukan dengan suntikan.

2. Gen keturunan, terjadi trauma saat terjadi benturan dikepala, sering merokok, menggunakan karsiogenik ( contohnya minyak mentah yang digunakan berulang kali ), sering mengkonsumsi makanan berlemak dan yang mengandung zat pengawet.

3. Dibagi menjadi dua yaitu,

 Aktif: euthanasia yang keputusannya diambil oleh dokter langsung. Dibagi menjadi dua yaitu

1. Direct / langsung: dokter langsung menyuntik mati pasien

2. Indirect / tidak langsung : dokter secara perlahan melakukan euthanasia pada pasien

 Pasif ( menghentikan / mencabut segala tindakan / pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup ) : dokter secara perlahan melakukan euthanasia pada pasien. Dibagi menjadi dua yaitu

(4)

2. Involunteer : euthanasia yang dilakukan pada pasien yang tidak sadar, dalam hal ini keluarga pasien yang bertanggung jawab

4. Hukumnya sangat dilarang, tetapi dalam pandangan islam euthanasia diperbolehkan jika niatnya utnuk meringankan beban seseorang karena factor ekonomi dan hukumnya mubah

5. Suntikan menggunakan pantomium bromida, povulon ( obat pelumpuh )

6. Tetap dilarang menurut hukum di Indonesia. Diatur dalam pasal 344 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

7. Dipidana selama 12 tahun, Diatur dalam pasal 344 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.” Dipidana selama 15 tahun, diatur dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.”

Dipidana selama 20 tahun, diatur dalam pasal 340 KUHP yang berbunyi : "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."

8. Depresi, frustasi, stress, dan gangguan kejiwaan.

9. Tidak ada yang mengatur secara pasti tentang euthanasia, namun selain disinggung pada pasal 344 KUHP, 340 KUHP, 338 KUHP juga disinggung dalam KODEKI pasal 2 yang berbunyi : “Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.” . dan dalam pasal 7d yang berbunyi : “Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.” 10. Karena dokter harus mempertimbangkan dahulu segala aspek kerugian dan keuntungan

pasien dan keluarga karena merupakan pelanggaran untuk melakukan euthanasia. 11. Haram karena melanggar ketetapan yang diberikan Allah.

(5)

HIPOTESA

Euthanasia merupakan proses yang dilakukan untuk mengakhiri hidup pasien. Terdapat dua jenis, yaitu aktif dan pasif. Namun, berdasarkan hukum yang ada di Indonesia, euthanasia merupakan perbuatan yang dilarang, sedangkan menurut pandangan Islam masih terjadi pro dan kontra.

(6)

SASARAN BELAJAR

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Euthanasia LO. 1.1 Definisi Euthanasia

LO. 1.2 Jenis Euthanasia

LO. 1.3 Landasan Hukum yang Behubungan Dengan Euthanasia

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Etika Kedokteran dan Kaidah Dasar Bioetik LO. 2.1 Etik Kedokteran Indonesia

LO. 2.2 KODEKI

LO. 2.3 Kaidah Dasar Bioetik

LO. 2.4 Hubungan Etik dengan Hukum Kedokteran

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Tentang Euthanasia Menurut Pandangan Islam

(7)

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Rekam Medis LO. 1.1. Definisi Euthanasia

Sesuai dengan rumusan yang dibuat oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (ikatan dokter belanda ) : “euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri”.

Menurut Oxford English Dictionary, defenisi euthanasia yang lainnya adalah kematian dengan lemah lembut, kematian tanpa rasa sakit yang mereka rasakan, penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan sangat menyakitkan.

Baru-baru ini sudah ada istilah mercy killing yang berarti sengaja mengakhiri hidup seseorang dalam rangka untuk menghindarkan penderitaan individu. (Manning, 1998)

LO. 1.2. Jenis Euthanasia

 Aktif : Perbuatan yang dilakukan seccara medis melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan mengakhiri hidup manusia. Dibagi menjadi dua yaitu

1. Direct / langsung : dilakukannya tindakan medik secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau mempendek hidup pasienn.

2. Indirect / tidak langsung : saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien (memberikan obat penenang dan menghilangkan rasa nyeri ), tetapi mengetahui adanya risiko dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.  Pasif ( menghentikan / mencabut segala tindakan / pengobatan yang perlu untuk

mempertahankan hidup ) : perbuatan menghentikan segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia . Dibagi menjadi dua yaitu :

1. Volunteer : euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang ulang

2. Involunteer : euthanasia yang dilaksanakan pada pasien yang (sudah) tidak sadar, dan biasanya keluarga pasien yang meminta.

Jenis euthanasia

1. Euthanasia aktif, yakni secara sengaja melakukan tindakan/langkah/perbuatan mengakhiri atau memperpendek hidup penderita.

2. Euthanasia pasif, yakni secara sengaja tidak (lagi) memberikan perawatan atau bantuan medik yang dapat memperpanjang hidup penderita

3. Auto-euthanasia, yakni penolakan secara tegas oleh pasien untuk memperoleh bantuan atau perawatan medik terhadap dirinya, dan ia tahu pasti bahawa hal itu akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. (Achadiat, 2007 : 182)

(8)

LO. 1.3 Landasan Hukum yang Behubungan Dengan Euthanasia Pasal 344 KUHP

Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun

Pasal 338 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP

Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.

Pasal 359 KUHP

Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun

Pasal 345 KUHP

Barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalm perbuatan itu atau member sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengigat kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Etika Kedokteran dan Kaidah Dasar Bioetik

(9)

Etik berasal dari kata Yunani Ethos yg berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut KBBI dari Depkes (1988), etika :

1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral 2. Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Etika lebih kepada ilmu yang mempelajari asas akhlak, sedangkan etik adalah seperangkat asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak seperti dalam Kode Etik.

Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra kerja sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama pemerintah. Tiap-tiap jenis tenaga kesehatan telah memiliki Kode Etiknya, namun Kode Etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etika kedokteran Indonesia (KODEKI).

LO. 2.2. Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI)

Lampiran SK MENKES No. 434/MENKES/SK/X/1983 (disempurnakan dalam RAKERNAS MKEK-MP2A tanggal 20-22 Mei 1993 dan MUKERNAS IK Kedokteran II tanggal 21-22 April 2001 di Jakarta serta keputusan PB IDI No. 221/PB/A4/2002).

Kewajiban Umum

Pasal 1 : Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter

Pasal 2 : Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi

Pasal 3 : Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi

Pasal 4 : Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5 : Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis

maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien setelah memperoleh persetujuan pasien

Pasal 6 : Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7 : Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya

a) Seorang dokter harus dalam setiap praktek medisnya memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih sayang (compasion) dan penghormatan atas martabat manusia

b) Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien

c) Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien

(10)

d) Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani

Pasal 8 : Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan yang menyeluruh

(promotif, prevemtif dan rehabilitatif) baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya Pasal 9 : Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat dibidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat harus saling menghormati

Kewajiban Dokter terhadap Pasien

Pasal 10 : Setiap dokter wajib bersikap tulus, ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut

Pasal 11 : Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Pasal 12 : Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seseorang penderita bahkan setelah penderita itu meninggal dunia

Pasal 13 : Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat

Pasal 14 : Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan

Pasal 15 : Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis

Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri

Pasal 16 : Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik Passal 17 : Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

dan tetap setia kepada cita-citanya yang luhur.

Pasal-pasal dalam KODEKI dalam prinsip-prinsip bioetik ialah pasal 5, 6, 7, 7a, 7c, 10, 11, 12, dan 13.

LO. 2.3. Kaidah Dasar Bioetik

Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti norma-norma atau nilai-nilai moral. Bioetika atau Biomedisal Ethics merupakan cabang dari etika normatif merupakan etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian dibidang biomedis. Menurut F. Abel, Bioetika adalah studi interdisipliner tentang masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan biologi dan kedokteran, tidak hanya

(11)

memperhatikan masalah-masalah yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya masalah pada masa yang akan datang.

1. Beneficence

Seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia, dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan sehat.

Kriteria

1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain)

2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya

5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang 6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia

7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk

10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat 11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran

13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah 16. Menerapkan golden rule principle

(12)

Suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling sedikit resiko buruknya bagi pasien.

Kriteria

1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb :

- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat)

- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

- manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka

3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )

4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional

7. Mencegah pasien dari bahaya

8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup

11. Melindungi pasien dari serangan

12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan

3. Autonomi

Seorang dokter menghormati martabat pasien dimana setiap pasien diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat keputusan sendiri.

(13)

1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien 2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif) 3. Berterus terang

4. Menghargai privasi 5. Menjaga rahasia pasien

6. Menghargai rasionalitas pasien 7. Melaksanakan informed consent

8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri 9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien

10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan termasuk keluarga pasien sendiri

11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi

12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien 13. Menjaga hubungan (kontrak)

Dibedakan menjadi 2 yaitu:

1 Otonomi klinis kebebasan profesional dari dokter merupakan hak dokter

2 Otonomi diagnostik dan terapeutik dari pasien merupakan hak pasien setelah ada penjelasan

4. Justice

Suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama rata dan adil terhadap setiap pasien untuk kebahagian dan kenyaman pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan social, dan kewarganegaraan tidak mengubah sikap dokter terhadap pasiennya.

Kriteria

1. Memberlakukan sesuatu secara universal

(14)

3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama 4. Menghargai hak sehat pasien

5. Menghargai hak hukum pasien 6. Menghargai hak orang lain 7. Menjaga kelompok yang rentan 8. Tidak melakukan penyalahgunaan 9. Bijak dalam makro alokasi

10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien 11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya

12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil 13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten

14. Tidak member beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah

15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan kesehatan 16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb

Setiap kasus di klinik, terutama yang menonjol aspek etiknya dianjurkan pendekatan praktis dalam mengambil keputusan dengan menggunakan 4 topik berikut.

A. Indikasi Medik (Medisal Indication) B. Pilihan Pasien (Patient Preferences) C. Kualitas Hidup ( Quality of Life)

D. Gambaran Kontekstual (Contextual Features) MEDISAL INDICATIONS

1. What is the patient’s medisal problem? History? Diagnosis? Prognosis?

2. Is problem acute? Chronic? Critical? Emergent? Reversible?

3. What are the goals of treatment? 4. What are the probabilities of success? 5. What are plans in case of therapeutic failure?

6. In sum, how can this patient be benefited by medisal and nursing care, and how can harm be avoided?

PATIENT PREFERENCES

1. What has the patient expressed about preferences for treatment?

2. Has patient been informed of benefits and risks, understood, and given consent? 3. Is patient mentally capable and legally competent? What is evidence of incapacity? 4. Has patient expressed prior preferences, ie advance directives?

5. If incapacitated, who is appropriate surrogate? Is surrogate using the

(15)

appropriate standards?

6. Is patient unwilling or unable to cooperate with medisal treatment? If so, why?

7. In sum, is patient’s right to choose being respected to extent possible in ethics and law?

QUALITY OF LIFE

1. What are the prospects, with or without treatment for a return to patient’s normal life?

2. Are there biases that might prejudice provider’s evaluation of patient’s quality of life?

3. What physical, mental, and social deficits is patient is patient likely to experience if treatment succeeds?

4. Is patient’s present or future condition such that continued life might be judged undesirable by them?

5. Any plan and rationale to forgo treatment? 6. What plans for comfort and palliative care?

CONTEXTUAL FEATURES

1. Are there family issues that might influence

treatment decisions?

2. Are there provider (physicians and nurses) issues that might influence treatment

decisions?

3. Are there financial and economic factors? 4. Are there religious, cultural factors? 5. Is there any justification to breach confidentiality?

6. Are there problems of allocation of resources?

7. What are the legal implications of treatment decisions?

8. Is clinical research or teaching involved? 9. Any provider or institutional conflict of interest?

(16)

(Jonsen, 1998)

LO. 2.4. Hubungan Etik dengan Hukum Kedokteran

Etik dan Hukum memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengatur tertib dan tenteramnya pergaulan jidup dalam masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hukum mempunyai arti yaitu:

1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah.

2. Undang-undang atau peraturan untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat. 3. Patokan (kaidah atau ketentuan) mengenai peristiwa yang tertentu.

4. Keputusan (pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim)

Menurut Utrecht, hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah. (Sari, 2013 : 3).

Persamaan etik dan hukum adalah:

1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat. 2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.

3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar tidak saling merugikan.

4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi,

5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman anggota senior. (Hanafiah, 2014 : 7)

Perbedaan etik dan hukum adalah:

ETIKA HUKUM

1.Etik berlaku untuk lingkungan profesi.

1. Hukum berlaku untuk umum

2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi

2. Hukum dibuat oleh suatu kekuasaan atau adat.

3. Sanksi terhadap pelanggaran etik

umumnya berupa tuntunan 3. Sanksi terhadap pelanggaranhukum berupa tuntutan 4. Pelanggaran etik diselesaikan oleh

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Majelis

4. Pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan atau di luar

(17)

Kehormatan Disiplin Etik Kedokteran Indonesia/MKDKI (KKI) dan kalau perlu diteruskan kepada Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran (P3EK), yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan

(DepKes).

pengadilan (Alternatif Penyelesaian Sengketa).

5.Tidak seluruhnya tertulis 5.Seluruhnya tertulis 6.Barang bukti: tidak selalu bukti fisik 6.Selalu bukti fisik

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa etik merupakan seperangkat perilaku yang benar atau norma-norma dalam suatu profesi. Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang perilaku professional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya, sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dank ode etik masing-masing, yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah.

Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan. Hukum kesehatan adalah peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan.

Pelanggaran etik kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etik kedokteran. Pelanggaran etik kedokteran diproses melalui MKEK-IDI dan kalu perlu diteruskan ke P3EK-DEPKES, sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Euthanasia Menurut Pandangan Islam

LO. 2.1. Dalil tentang Euthanasia

Menurut syariah Islam dan fatwa ulama mengharamkan euthanasia, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya. Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :

(18)

Artinya :

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)

(19)

Artinya :

“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka hendaklah (si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa tidak memperolehnya, maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tobat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisaa’ : 92)

(20)

3. An-Nisaa’ : 93

Artinya :

”Dan barang siapa yang membunuh seorang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.”(Q.S An-Nissa’ : 93)

4. An-Nisaa’ : 29

Artinya:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29)

(21)

5. Yunus : 49

Artinya:

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfa`atan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah." Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).”

6. Al-Maidah : 32

. . .

اععيعممِجج سجاننلا ايعجححأج امجننأجكجفج اهجايعجححأج نحمجوج اععيعممِجج سجاننلا لجتجقج امجننأجكجفج ضمِ رحلجا ي فمِ دداسجفج وحأج سدفحنج رمِيعحغجبمِ اسعفحنج لجتجقج نمج

”Siapa pun yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya”.

Rasulullah saw. bersabda:

Tidaklah suatu musibah menimpa seseorang Muslim, kecuali Allah menghapuskan dengan musibah itu dosanya, hatta sekadar duri yang menusuknya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hadis di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadis ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadis terakhir ini menjadi indikasi (qarînah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandûb), bukan wajib (Zallum, 1998: 69), termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien.

Dalam Islam prinsipnya segala upaya atau perbuatan yang berakibat matinya seseorang, baik disengaja atau tidak sengaja, tidak dapat dibenarkan, kecuali dengan tiga alasan; sebagaimana disebutkan dalam hadits: “Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga alasan, yaitu: pezina mukhshan (sudah berkeluarga), maka ia harus dirajam (sampai mati); seseorang yang membunuh seorang muslim lainnya dengan sengaja, maka ia harus dibunuh juga. Dan seorang yang keluar dari Islam (murtad), kemudian memerangi Allah dan Rasulnya, maka ia harus dibunuh, disalib dan diasingkan dari tempat kediamannya(HR Abu Dawud dan An-Nasa i).‟

(22)

Pada prinispnya pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang sakit berarti mendahului takdir. Allah telah menentukan batas akhir usia manusia. Dengan mempercepat kematiannya, pasien tidak mendapatkan manfaat dari ujian yang diberikan Allah Swt kepadanya, yakni berupa ketawakalan kepada-Nya Raulullah saw bersabda: “Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu.”(HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, pengobatan atau berobat hukumnya sunnah ataupun wajib apabila penderita dapat diharapkan kesembuhannya. Sedangkan jika secara perhitungan akurat medis yang dapat dipertanggungjhawabkan sudah tidak ada harapan sembuh, sesuai dengan sunnatullah dalam hukum kausalitas yang dikuasai para ahli seperti dokter ahli maka tidak ada seorang pun yang mengatakan sunnah berobat apalagi wajib.

Apabila penderita sakit kelangsungan hidupnya tergantung pada pemberian berbagai macam media pengobatan dengan cara meminum obat, suntikan, infus dan sebagainya, atau menggunakan alat pernapasan buatan dan peralatan medis modern lainnya dalam waktu yang cukup lama, tetapi penyakitnya tetap saja tidak ada perubahan, maka melanjutkan pengobatannya itu tidak wajib dan tidak juga sunnah sebagaimana difatwakan oleh Syeikh Yusuf Al-Qardhawi dalam Fatawa Mu ashirahnya, bahkan mungkin kebalikannya yakni tidak mengobatinya itulah‟ yang wajib atau sunnah.

Dengan demikian memudahkan proses kematian (taisir al-maut) semacam ini dalam kondisi sudah tidak ada harapan yang sering diistilahkan dengan qatl ar-rahma (membiarkan perjalanan menuju kematian karena belas kasihan), karena dalam kasus ini tidak didapati tindakan aktif dari dokter maupun orang lain. Tetapi dokter ataupun orang terkait lainnya dengan pasien hanya bersikap meninggalkan sesuatu yang hukumnya tidak wajib ataupun tidak sunnah, sehingga tidak dapat dikenai sanksi hukuman menurut syari ah maupun hukum positif. Tindakan‟ euthanasia pasif oleh dokter dalam kondisi seperti ini adalah jaiz (boleh) dan dibenarkan syari ah‟ apabila keluarga pasien mengizinkannya demi meringankan penderitaan dan beban pasien dan keluarganya.

(23)

Daftar Pustaka

Achadiat, M. Chrisdiono. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman. Jakarta:EGC. p.182

Manning, Michael. 1998. Euthanasia and Physcian-Assisted Suicide : Killing or Caring? Sari, E. Kartika. 2013. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo. p.3

Hanafiah, MJ. Amri, A. 2014. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Albert R. Jonsen. (1998). Clinical Ethics: A Practical Approach to Ethical Decisions in Clinical Medisine. [Fourth Edition]. McGraw Hill

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menunjang keberlangsungan usaha ini, maka diperlukan media online sebagai media promosi. Seperti melalui website yang menyediakan tempat untuk

Increasing the value of critical cohesive traction increases the extent of plastic zone at the crack tip which causes the fatigue crack growth to retard.. Plastic materials

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

Dikenal 2 tipe sebaran nematoda, yaitu sebaran secara vertikal dan sebaran secara horizontal. Faktor utama yang menentukan sebaran nema-toda secara vertikal adalah

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang

Taman Panorama Baru merupakan salah satu objek wisata alam yang ada di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, yang mempunyai vegetasi alami dan berpotensi untuk dikembangkan

1, Tahun 2014 Halaman 90 Rectangular adalah grafik pengendali yang mempunyai nilai variansi paling besar, atau dengan kata lain mempunyai batas – batas

Tindakan terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat pada Anak Sekolah Dasar Negeri 08 Moramo Utara Desa Wawatu Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe Selatan Tahun