STUDI EXPERIMENTAL PERILAKU INELASTIK
ELEMEN BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENULANGAN BAJA
LUNAK DAN BAJA MUTU TINGGI AKIBAT BEBAN SIKLIK
EXPERIMENTAL STUDY OF BEHAVIOR INELASTIC
ELEMENTS OF CONCRETE BEAMS REINFORCED WITH MILD STEEL
REINFORCEMENT AND HIGH STRENGTH DUE TO CYCLIC LOADS
K.Budi Hastono [email protected]
program Studi Teknik Sipil Universitas DR. Soetomo Surabaya
ABSTRAK
Mutu baja tulangan yang tersedia dapat dikategorikan menjadi 2 yakni baja lunak (mild steel) dan baja mutu tinggi (high strength steel). Baja lunak mempunyai tegangan leleh antara 210 sampai 280 Mpa, sedangkan baja mutu tinggi mempunyai tegangan leleh antara 280 sampai 500 Mpa. Menurut SNI-03-2847-2002 serta ASTM A 706M, penggunaan baja sebagai tulangan
beton dengan kuat leleh fy lebih dari 400 Mpa boleh digunakan dalam struktur beton bertulang
tahan gempa selama masih mempunyai nilai tegangan pada regangan 0,35 % . Dijelaskan pula dalam pasal 23, tulangan yang memenuhi ASTM A 615M, yaitu tulangan mutu 300 Mpa dan 400 Mpa boleh digunakan dalam komponen struktur gedung tahan gempa apabila : Kuat leleh aktual berdasarkan pengujian dipabrik tidak melampaui kuat leleh yang ditentukan sebesar lebih dari 120 Mpa atau 30 % dari 400 Mpa ( uji ulang tidak boleh memberikan hasil yang melampaui harga ini sebesar lebih dari 20 Mpa ) dan Rasio kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual tidak
kurang dari 1,25. ( fs/fy > 1,25 ). Pada perkembangan dunia konstruksi saat ini, Produsen
memproduksi mutu tulangan yang banyak tersedia dilapangan yakni 300 Mpa, 400 Mpa, 500 Mpa, hingga 600 Mpa.
Mengacu pada persyaratan SNI-03-2847-2002 tersebut, bahwa pengujian dengan beban statis siklik antara penggunaan baja lunak mutu 240 Mpa dan baja mutu tinggi mutu 400 Mpa dan 500 Mpa pada elemen beton bertulang, baja tulangan mutu 400 Mpa lebih efektif berdasarkan perilaku inelastik , yaitu kuat leleh, kuat tarik, daktilitas, faktor kuat lebih (overstrength), dan rasio kuat tarik terhadap kuat leleh, yang terlihat pada kurva hubungan tegangan – regangan dan kurva hubungan beban dan defleksinya.
Kata kunci : baja lunak, baja mutu tinggi, kuat leleh, kuat tarik, daktilitas, kuat lebih, rasio kuat tarik kuat leleh.
ABSTRACT
strength ratio of actual to actual yield strength of not less than 1.25. (fs/fy > 1.25). In the development of the construction world today, manufacturers produce quality rebars that are readily available in the field that is 300 Mpa, 400 Mpa, 500 Mpa, up to 600 Mpa. Referring to the requirements of SNI-03-2847-2002 is, that static cyclic load testing with the use of quality mild steel and 240 MPa high strength steel quality 400 MPa and 500 MPa in reinforced concrete elements, steel reinforcement 400 MPa effective quality based on inelastic behavior , the yield strength, tensile strength, ductility, more powerful factor (overstrength), and the ratio of tensile strength to yield strength, which is seen in the relationship curve stress- strain and load curves and deflection relationship.
Keywords: mild steel, high stregth steel, yield strength, tensile strength, ductility, overstrength, the ratio of tensile yield strength.
PENDAHULUAN
Pada struktur beton bertulang, baja merupakan unsur terpenting dalam menerima gaya tarik yang kurang mampu diterima oleh beton. Oleh karena itu, penggunaan tulangan baja haruslah memenuhi standart perencanaan yang telah ditentukan, sehingga penggunaan atau pemilihan mutu baja yang tepat adalah sangat diperlukan dalam struktur beton bertulang. Untuk struktur gedung beton bertulang tahan gempa, sifat mekanik dasar material baja tulangan yang perlu diperhatikan adalah kuat leleh, kuat tarik, daktilitas, faktor kuat lebih (overstrength), dan rasio kuat tarik terhadap kuat leleh.
Berdasarkan SNI, parameter baja sebagai tulangan yang paling signifikan, selain daktilitas, yang terkait dengan desain pada struktur gedung tahan gempa adalah nilai kuat lebih (overstrength). Nilai ini digunakan pada perencanaan elemen struktur yang diharapkan tetap elastis pada saat sendi plastis terbentuk pada elemen struktur yang langsung berhubungan dengannya. Selanjutnya dalam SNI-03-2847-2002, yang mengacu pada ASTM A 706M, penggunaan baja sebagai tulangan
beton dengan kuat leleh fy yang melebihi
400 Mpa boleh digunakan selama fy adalah
nilai tegangan pada regangan 0,35 %. Lebih lanjut dalam pasal 23, tulangan yang memenuhi ASTM A 615M, yaitu tulangan mutu 300 Mpa dan 400 Mpa boleh digunakan dalam komponen struktur tahan gempa apabila :
a. Kuat leleh aktual berdasarkan
pengujian dipabrik tidak
melampaui kuat leleh yang ditentukan sebesar lebih dari 120 Mpa atau 30 % dari 400 Mpa (uji ulang tidak boleh memberikan hasil yang melampaui harga ini sebesar lebih dari 20 Mpa).
b. Rasio kuat tarik aktual terhadap
kuat leleh aktual tidak kurang dari 1,25.
Berdasarkan persyaratan ini, nilai individu kuat lebih (overstregth) baja tulangan, yang didefinisikan sebagai rasio kuat leleh aktual terhadap kuat leleh spesifikasi, dibatasi maksimum 1,30 sampai 1,35. Berdasarkan besar tegangan lelehnya, menurut ASTM, tegangan berkisar antara 210 sampai 280 Mpa, dapat dikatakan sebagai baja lunak (mild steel) sedangkan untuk baja mutu tinggi (high yield steel ) mempunyai tegangan berkisar antara 280 sampai 500 Mpa.
Pada perkembangan dunia konstruksi saat ini banyak produsen yang memproduksi baja tulangan dengan mutu yang tinggi, bahkan hingga 600 Mpa, dan ini banyak digunakan pada struktur-strukur gedung. Untuk struktur gedung tahan gempa, penggunaan baja tulangan dengan mutu yang sangat tinggi adalah berbahaya yang dapat menyebabkan keruntuhan struktur gedung tersebut.
penggunaan tulangan baja lunak (mild steel) dan baja mutu tinggi (high yield steel) pada elemen balok beton bertulang akibat beban statis siklik.
Permasalahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah perbedaan
perilaku inelastik yang berkaitan dengan penggunaan baja lunak mutu 240 Mpa dan baja mutu tinggi mutu 400 Mpa dan 500 Mpa, terkait dengan kuat leleh, kuat tarik, daktilitas, faktor kuat lebih (overstregth), dan rasio kuat tarik terhadap kuat leleh yang diterapkan pada elemen balok beton bertulang yang dibebani dengan statis siklik.
b. Manakah yang memenuhi
syarat berdasarkan perilaku inelastik antara baja tulangan lunak dan baja tulangan mutu tinggi apabila digunakan dalam elemen struktur beton tahan gempa.
Pada penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui perbedaan perilaku
inelastik antara baja tulangan lunak dan baja tulangan mutu tinggi, yaitu kuat leleh, kuat tarik, daktilitas, faktor kuat lebih (overstrength) dan rasio kuat tarik terhadap kuat leleh, yang diterapkan pada elemen balok beton bertulang yang dibebani dengan statis siklik.
b. Mengetahui penggunaan mutu
tulangan yang tepat apabila dipergunakan sebagai tulangan struktur beton tahan gempa.
c. Mengetahui seberapa besar
perbandingan perbedaan perilaku antara penggunaan baja tulangan lunak dengan baja tulangan mutu tinggi pada elemen balok beton bertulang yang dibebani statis siklik.
TINJAUAN PUSTAKA Spesifikasi Baja Tulangan
Baja lunak (mild steel) berkelakuan seperti suatu bahan elastis, dengan regangan sebanding terhadap tegangan sampai pada titik leleh (yield point), pada titik dimana terjadi peningkatan regangan mendadak tanpa adanya perubahan dalam tegangan. Setelah melewati titik leleh, baja lunak merupakan suatu bahan plastis dan
regangan meningkat dengan cepat sampai ke harga ultimit. Sebaliknya, baja mutu tinggi (high yield steel), tidak mempunyai suatu titik leleh tertentu, tetapi memperlihatkan perubahan yang lebih bertahap dari kelakuan elastis ke kelakuan plastis. (W.H. Mosley & J.H. Bungey).
Baja tulangan mutu tinggi atau disebut juga dengan baja tulangan paduan rendah kekuatan tinggi merupakan baja karbon dengan menambah unsur bahan paduan microalloying antara lain vanadium, niobium atau titanium, yang mana dengan penambahan unsur tersebut akan meningkatkan kuat leleh baja hingga 500 Mpa.
Tegangan leleh (yield stress) adalah menunjukkan pada titik leleh (yield point), sebagai deviasi yang didefinisikan dengan jelas dari elastisitas sempurna, atau kekuatan leleh (yield strength), nilainya ditentukan oleh regangan permulaan yang ditetapkan untuk bahan yang tidak memiliki titik leleh yang jelas (Chu-kia wang).
Pada pasal 23 SNI-03-2847-2002, tulangan sebagai komponen struktur yang digunakan desain sistem pemikul beban gempa harus memenuhi ketentuan ASTM A 706M – 93a, yaitu :
Kuat tarik minimum, Mpa 550 A
Kuat leleh minimum, Mpa 400
Kuat leleh maksimum, Mpa 540
Perpanjangan minimum dalam 200 mm, % Ukuran diameter tulangan :
10, 15, dan 20 elongation 14%
25, 30, dan 35 elongation 12%
45 dan 55 elongation 10%
A Kuat tarik tidak boleh kurang dari 1,25
kali kuat leleh actual
Berdasarkan spesifikasi ini, nilai kuat leleh aktual maksimum dibatasi 540 Mpa. Dengan kata lain, nilai kuat lebih individu baja tulangan, yaitu rasio antara kuat leleh aktual terhadap kuat leleh spesifikasi dibatasi maksimum sebesar 540/400 = 1,35. Selain itu, rasio kuat tarik terhadap kuat leleh tulangan tidak boleh lebih kecil dari 1,25.
Spesifikasi pada ASTM A 706M tersebut sebenarnya mengacu pada tulangan karbon dengan persentase yang ditentukan untuk kandungan carbon maximum 0,30–
0,33 %, Manganese 1,5–1,56 %, Phosphorus 0,035–0,043 %, Sulfur 0,045– 0,053 %, Silicon 0,50–0,55 %.
Selain spesifikasi ASTM A 706M-93a, SNI juga memperbolehkan
penggunaan baja tulangan yang memenuhi spesifikasi ASTM A 615M sebagai desain sistem pemikul beban gempa, yaitu :
Uraian Mutu 300 Mutu 400 Mutu 500
Kuat tarik minimum, Mpa Kuat leleh minimum, Mpa
Perpanjangan dalam 200 mm, minimal, % Ukuran diameter tulangan :
10 15 20 25 30, 35 45, 55
500 300
11 12 12 … … …
600 400
9 9 9 8 7 7
700 500
… … 7 7 6 6
Pada ASTM A 615M-93a ini, komposisi kimia untuk baja tulangan yang digunakan ditekankan pada persentase kandungan phosphorus yang tidak boleh melebihi dari 0,006 %. Berdasarkan SNI-03-2847-2002, parameter baja tulangan yang penting diperhatikan dalam penerapannya pada struktur beton yang diharapkan memikul beban gempa adalah daktilitas, nilai kuat lebih (overstregth), rasio kuat ultimit ( rasio nilai kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual ). Nilai kuat lebih diperlukan untuk perencanaan struktur yang berbasis pada konsep desain kapasitas dan digunakan untuk perencanaan elemen struktur yang diharapkan tetap elastis pada saat sendi plastis terbentuk dielemen struktur yang langsung berhubungan dengannya. Sebagai contoh, pada perencanaan geser, pada lokasi yang berpotensi membentuk sendi plastis, seperti pada daerah hubungan balok–kolom dan didaerah ujung–ujung balok atau kolom. Gaya geser rencana pada lokasi sendi plastis harus dihitung berdasarkan nilai kuat momen ujung terbesar yang mungkin terjadi dilokasi tersebut. Dalam
penerapannya, momen–momen ujung (Mpr),
dihitung dengan menggunakan nilai kuat leleh baja tulangan yang diperbesar 1,25 kalinya. Perbesaran ini untuk mengantisipasi kuat lebih yang dimiliki oleh tulangan lentur.
Prinsip yang sama juga diterapkan pada perencanaan daerah pertemuan balok kolom, yang berdasarkan peraturan yang berlaku harus memenuhi persyaratan kolom kuat balok lemah . Dalam memenuhi persyaratan ini, kolom–kolom yang me-rangka pada suatu hubungan balok–kolom harus memiliki kuat lentur 1,2 kali lebih besar dibandingkan dengan kuat lentur balok–balok yang ada pada hubungan balok–kolom tersebut. Nilai perbesaran tersebut pada dasarnya digunakan untuk mengakomodasi nilai overstregth yang dimiliki oleh baja tulangan lentur balok.
Panjang sendi plastis yang terbentuk pada ujung–ujung elemen struktur yang diharapkan mengurangi energi, pada dasarnya sangat di pengaruhi oleh nilai rasio kuat ultimit, yaitu nilai rasio kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual material baja tulangan yang digunakan. Panjang pendeknya daerah sendi plastis tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kapasitas rotasi inelastis yang dapat diberikan elemen struktur, sehingga daktilitas struktur juga akan dipengaruhi. Jika baja tulangan yang digunakan memiliki nilai rasio kuat ultimit yang rendah, maka daktilitas struktur yang dihasilkan juga akan rendah. Dengan rendahnya tingkat daktilitas struktur, maka kemampuan struktur dalam memikul gempa akan menjadi berkurang.
c = 0.003
c
0,85 fc’
a = 1.c a/2
jd= (d – a/2)
C
h
d
T
T=Asfs
b
Distribusi tegangan tekan aktual yang terjadi pada penampang mempunyai bentuk parabola. Menghitung volume blok tegangan tekan dapat digunakan blok
tegangan segiempat ekuivalen (Whitney), tanpa kehilangan ketelitiannya dan juga dapat digunakan untuk menghitung kekuatan lentur penampang.
Gambar 2.1. Distribusi tegangan dan regangan pada balok.
Kondisi kegagalan tarik :
Untuk kondisi gagal tarik,
f
s=
f
y , danagar keseimbangan gaya horisontal terpenuhi,gaya tekan C pada beton dan gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, maka C = T , dapat dirumuskan :
f
s=
0
,
003
β
1.
d
−
a
a
E
suntuk keseimbangan, C = T , maka :
0
,
85 .
f
c'
.
a
.
b
=
A
s.
f
s=
0
,
003
β
1.
d
−
a
a
E
s.
A
s(
0
,
85 .
f
c'
0
,
003.
E
s.
ρ
)
a
2
+
a
.
d
−
β
1.
d
2=
0
Momen tahanan penampang, dapat ditulis :
M
u=
0
,
85.
f
c'
.
a
.
b
.
(
d
−
0,5.
a
)
Kondisi kegagalan seimbang :
ε
s=
f
yE
s ;0. 003
fy
/
E
=
d
−
c
bc
bDimana
c
b = tinggi garis netral untuk kondisiseimbang
c
b=
0
,
003 .
E
s0
,
003.
E
s+
f
yd
atau
a
b=
0
,
003.
E
s0
,
003 .
E
s+
f
yβ
1.
d
dimana
a
b = Tinggi ekuivalen bloktegangan persegi untuk kondisi seimbang. Untuk keseimbangan, C = T , maka :
0
,
85.
f
c'
.
a
b.
b
=
A
s.
f
y=
ρ
b.
b
.
d
.
f
ydimana :
ρ
b=
A
sb
.
d
;untuk kondisi seimbang :
ρ
b=
0
,
85.
f
c'
.
a
bf
y.
d
ρ
b=
0
,
85.
f
c'
.
β
1
f
y.
0
,
003.
E
sf
y+
0
,
003 .
E
speningkatan titik leleh akibat Pengerasan regangan
Regangan tetap
Hubungan Tegangan Regangan Elastis – Plastis Ideal
0
Tegangan Tarik Ultimate
E
F D
C
B A
Daerah pengerasan regangan Daerah
plastis Daerah
elastis
Regangan
T
eg
an
ga
n
sebesar : fy + 120 Mpa , sedangkan untuk
nilai kuat lebih sama dengan 1,25 fy .
Strain Hardening ( Pengerasan regangan )
Gambar 2.1. Bentuk kurva ideal hubungan tegangan – regangan akibat adanya regangan yang melebihi pada daerah elastis.
( Charles G Salmon ( 1991 ), Struktur Baja Desain dan Perilaku )
Pada gambar 2.1. memperlihatkan suatu sifat baja secara ideal, yang dapat dikatakan sebagai kurva perilaku mekanik tegangan – regangan baja. Pada saat batang baja diberikan pembebanan sampai suatu tegangan tertentu yang belum terjadi leleh, maka apabila pembebanan dilepaskan, batang baja akan kembali ke dalam keadaan semula, kembali ketitik 0, karena batang baja masih dalam daerah elastis. Apabila pembebanan dilakukan dan telah melampaui titik leleh ( yield point ) hingga ke titik A , kemudian pembebanan dilepaskan, maka akan terjadi suatu regangan yang tertinggal atau regangan sisa sebesar 0B. pada kondisi ini kapasitas daktilitasnya atau banyaknya regangan tetapnya berkurang menjadi sebesar BF. Pembebanan kembali memperlihatkan seperti perilaku tegangan – regangan semula, tetapi dengan permulaan pembebanan pada titik B, sehingga daerah
plastis yang mendahului pengerasan regangan tersebut juga menjadi berkurang. Apabila batang baja diberikan pembebanan kembali yang dimulai dari titik B sampai pada titik C, pada saat pembebanan dilepaskan, maka kurva yang terjadi adalah titik CD. Titik C adalah menunjukkan suatu titik leleh sebagai akibat pengaruh pengerasan regangan ( strain hardening ), dengan tegangan yang lebih besar dari tegangan semula, dengan kata lain titik C dapat dikatakan sebagai peningkatan titik leleh akibat pengerasan regangan. Pada kondisi ini kapasitas daktilitasnya kembali berkurang tinggal sebesar DF.
Dengan perilaku pembebanan berulang yang terjadi diluar daerah elastis akan dapat mengurangi tingkat daktilitas dari batang baja tulangan.
2 6 cm
30
c
m
6 - 125 20 cm
2 16 cm
6 – 125 mm
25 cm 25 cm
150 cm
1.2 Py 1.0 Py 0.8 Py 0.6 Py 0.4 Py 0.2 Py 1.4 Py
0
t
P
0.7 Py
0 t
METODE PENELITIAN
Penelitan dilakukan terhadap baja tulangan mutu 240 Mpa, 400 Mpa dan 500
Mpa yang juga pada elemen balok beton bertulang , dengan pengujian monotonik dan statis siklik.
Gambar 3.1. Detail Pengujian Balok
Gambar 3.2 Pola pembebanan pengujian statis siklik
Pengujian Material Baja Tulangan
200 300 400 500 600 700
T
eg
an
ga
n
(
M
pa
Gambar 4.1. : Kurva hubungan tegangan-regangan baja lunak mutu 240 Mpa
( a )
( b )
Gambar 4.2. : Kurva Hubungan tegangan – regangan baja mutu tinggi.
( a ). mutu 400 Mpa ( b ). Mutu 500 Mpa
( a ) ( b )
8
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0 100 200 300 400 500 600 700 Mutu 240 Mutu 400 Mutu 500
Regangan ( cm/cm )
T eg an ga n ( M pa )
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0 100 200 300 400 500 600 700 800 Mutu 240 Mutu 400 Mutu 500
Regangan ( cm/cm )
T eg an ga n ( M pa )
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0 100 200 300 400 500 600 700 Dia 10 Dia 13 Dia 16 Dia 19
Regangan ( cm/cm )
T eg an ga n ( M pa )
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0 100 200 300 400 500 600 700 Dia 10 Dia 13 Dia 16 Dia 19
Regangan ( cm/cm )
T eg an ga n ( M pa )
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0 100 200 300 400 500 600 700 Mutu 400 Mutu 500
Regangan ( cm/cm )
T eg an ga n ( M pa )
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0 100 200 300 400 500 600 700 800 Mutu 400 Mutu 500
Regangan ( cm/cm )
( c ) ( d )
Gambar 4.3. : Kurva perbandingan hubungan tegangan – regangan dengan berbagai diameter. (a).dia 10 mm (b). dia 13 mm (c). dia 16 mm (d). dia 19 mm
Pada material baja tulangan baja lunak mutu 240 Mpa, nilai faktor kuat lebih individu tulangan ( overstrength ) atau rasio kuat leleh aktual terhadap kuat leleh spesifikasi untuk diameter 8 mm dan 10 mm mencapai nilai hingga 1,7 , dan nilai ini melebihi dari nilai yang disyaratkan dalam SNI sebesar 1,3 sampai 1,35 kecuali pada diameter 12 mm mencapai nilai 1,3 , untuk nilai rasio kuat tarik aktual terhadap kuat leleh aktual tulangan sebesar 1,51 yaitu pada diamter 12 mm, dan nilai tersebut telah memenuhi syarat dalam SNI, yaitu harus lebih dari nilai 1,25 sedangkan tingkat daktilitas baja tulangan baja lunak mutu 240 Mpa cukup panjang, dimana baja lunak mutu 240 Mpa mempunyai regangan mencapai 0,2375, maka berdasarkan nilai tersebut, baja lunak mutu 240 Mpa parameter yang dihasilkan dari berbagai diameter tulangan memenuhi persyaratan ASTM A 615M maupun SNI-03-2847-2002, yang dapat digunakan sebagai desain pemikul beban gempa.
Pada baja tulangan mutu tinggi untuk mutu 400 Mpa, nilai faktor kuat lebih individu tulangan ( overstrength ) atau rasio kuat leleh aktual terhadap kuat leleh spesifikasi tulangan mempunyai nilai rasio maximal 1,319 yaitu pada diameter 13 mm, dimana rasio tersebut menunjukkan bahwa masih dibawah nilai maximal yang disyaratkan dalam ASTM maupun SNI, sebesar 1,3 sampai 1,35 , sedangkan nilai rasio kuat tarik terhadap kuat leleh tulangan juga tidak kurang dari 1,25. Untuk tingkat daktilitas, tulangan mutu 400 Mpa mempunyai tingkat daktilitas lebih rendah dibanding mutu 240 Mpa, dimana nilai regangan sebesar 0,225. Baja tulangan mutu 400 Mpa juga mempunyai nilai regangan tetap untuk tegangan lelehnya minimal sebesar 0,01 atau 1 %, dan ini melebihi dari nilai yang disyaratkan sebesar 0,35 % , Maka berdasarkan sifat mekaniknya, baja
tulangan mutu 400 Mpa secara umum memenuhi persyaratan ASTM A 615M
maupun SNI-03-2847-2002 yang
mengadopsi dari ASTM A 706M-93a, yang dapat digunakan sebagai desain pemikul beban gempa.
Pada baja tulangan mutu 500 Mpa, nilai faktor kuat lebih individu tulangan ( overstrength ) atau rasio kuat leleh aktual terhadap kuat leleh spesifikasi tulangan rata - rata mempunyai nilai rasio maximal 1,299 yaitu pada diameter 10 mm, dimana rasio tersebut menunjukkan juga bahwa faktor kuat lebih individual baja tulangan mutu 500 Mpa masih dibawah nilai maximal yang disyaratkan dalam ASTM maupun SNI, sebesar 1,3 sampai 1,35 . Untuk tingkat daktilitas, baja tulangan mutu 500 Mpa mempunyai regangan maximal 0,201, maka hal ini menunjukkan tingkat daktilitas tulangan baja mutu 500 Mpa sedikit lebih rendah dibandingkan dengan baja tulangan mutu 400 Mpa, sebesar 10 %. Pada baja tulangan mutu 400 Mpa mempunyai nilai regangan tetap untuk tegangan lelehnya minimal sebesar 0,01 atau 1 %, dan ini melebihi dari nilai yang disyaratkan sebesar 0,35 %. Maka berdasarkan sifat mekaniknya, baja tulangan mutu 500 Mpa secara umum memenuhi persyaratan ASTM A 615M maupun SNI-03-2847-2002 yang mengadopsi dari ASTM A 706M-93a, yang dapat digunakan sebagai desain pemikul beban gempa.
Dari semua hasil pengujian terhadap material baja tulangan, baik baja lunak mutu 240 Mpa maupun baja mutu tinggi mutu 400 dan 500 Mpa, menghasilkan nilai – nilai parameter kuat leleh, kuat tarik, daktilitas, overstrength
maupun rasio kuat tarik
terhadap kuat
Pengujian Baja Tulangan secara Statis siklik
( a ) ( b ).
Gambar 4.4. Kurva hubungan tegangan – regangan Baja tulangan dengan pembebanan statis siklik mutu baja tulangan 240 Mpa.
Tampak dalam gambar 4.4.(a), setelah dilakukan pengujian statis siklik pada baja tulangan baja lunak mutu 240 mpa, bahwa dalam pengujian statis siklik dengan pembebanan secara berulang mulai kenaikan pembebanan 0,2 Py, 0,4 Py, 0,6 Py, 0,8 Py, … sampai putus, terjadi adanya kenaikan tegangan leleh beberapa kali, hingga mencapai 46,5 % dari pembebanan secara lengsung. Hal ini disebabkan adanya pengerasan regangan setelah leleh pertama. Pada pengujian ini menunjukkan juga
tingkat daktilitas baja tulangan yang hampir sama dengan pembebanan langsung yaitu dengan nilai regangan sampai 0,221. Pada pengujian statis siklik dengan pembebanan 0,7 Py secara berulang – ulang, gambar 4.4. (b), menunjukkan terjadi penurunan kuat leleh sebesar 15,5 %, dan penurunan kuat tarik sebesar 12,4 % serta mengalami penurunan tingkat daktilitas sebesar 25,27 % dibandingkan dengan pembebanan secara langsung.
( a )
( b )
10
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0.28 0
100 200 300 400 500 600
Regangan ( cm/cm )
T
eg
an
ga
n
(
M
pa
)
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0.28
0 100 200 300 400 500 600
Regangan ( cm/cm )
T
eg
an
ga
n
(
M
pa
)
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0
100 200 300 400 500 600 700
Regangan ( cm/cm )
T
eg
an
ga
n
(
M
pa
)
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0
100 200 300 400 500 600 700
statis sikli k
Regangan ( cm/cm )
T
eg
an
ga
n
(
M
pa
Gambar 4.5. Kurva hubungan tegangan – regangan Baja tulangan dengan pembebanan statis siklik mutu baja 400 Mpa.
Pengujian statis siklik pada baja mutu 400 Mpa dengan pembebanan secara berulang mulai kenaikan pembebanan 0,2 Py, 0,4 Py, 0,6 Py, 0,8 Py, … sampai putus, gambar 4.5.(a), terjadi adanya kenaikan tegangan leleh beberapa kali, hingga mencapai 18.1 % dari pembebanan secara lengsung. Hal ini disebabkan adanya pengerasan regangan setelah leleh pertama. Pada pengujian ini menunjukkan juga tingkat daktilitas baja tulangan mutu 400 Mpa mengalami
penurunan sebesar 11,6 % dibanding dengan pembebanan langsung yaitu dengan nilai regangan sampai 0,175. Pada pengujian statis siklik dengan pembebanan 0,7 Py secara berulang – ulang, gambar 4.5 (b), menunjukkan terjadi peningkatan kuat leleh sebesar 0,5 %, dan peningkatan kuat tarik sebesar 0,4 % serta mengalami penurunan tingkat daktilitas sebesar 28 % dibandingkan dengan pembebanan secara langsung.
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0
100 200 300 400 500 600 700 800
statis siklik
Regangan ( cm/cm )
T
eg
a
ng
an
(
M
p
a
)
0 0.04 0.08 0.12 0.16 0.2 0.24 0
100 200 300 400 500 600 700 800
Regangan ( cm/cm )
T
eg
a
ng
an
(
M
p
a
)
0
100 200 300 400 500 600 700 800 9001000110012001300140015001600
0 .0 0 2 .5 0 5 .0 0 7 .5 0 1 0 .0 0 1 2 .5 0 1 5 .0 0 1 7 .5 0
Defleksi ( x 1 0 -2 mm )
B
eb
a
n
L
en
tu
r
(
T
o
n
)
7.50 10.00 12.50 15.00 17.50
an
L
en
tu
r
(
T
on
( a )
( b )
Gambar 4.6. Kurva hubungan tegangan – regangan Baja tulangan dengan pembebanan statis siklik mutu baja 500 Mpa.
Pada Baja tulangan mutu 500 Mpa dengan pengujian statis siklik dalam gambar 4.6. , bahwa pada baja mutu 500 Mpa dengan pembebanan secara berulang mulai kenaikan pembebanan 0,2 Py, 0,4 Py, 0,6 Py, 0,8 Py, … sampai putus, gambar 4.6. (a), terjadi adanya kenaikan tegangan leleh beberapa kali, hingga mencapai 20.5 % dari pembebanan secara lengsung. Hal ini disebabkan adanya pengerasan regangan setelah leleh pertama. Pada pengujian ini menunjukkan juga tingkat daktilitas baja
tulangan mengalami penurunan sebesar 15,6 % dibanding dengan pembebanan langsung yaitu dengan nilai regangan sampai 0,1525. Pada pengujian statis siklik dengan pembebanan 0,7 Py secara berulang – ulang, gambar 4.6 (b), menunjukkan terjadi peningkatan kuat leleh sebesar 2 %, dan peningkatan kuat tarik sebesar 2,5 % serta mengalami penurunan tingkat daktilitas sebesar 39 % dibandingkan dengan pembebanan secara langsung.
Pengujian Statis Siklik Elemen Balok Beton Bertulang.
12
0
100 200 300 400 500 600 700 800 9001000110012001300140015001600
0 .0 0 2 .5 0 5 .0 0 7 .5 0 1 0 .0 0 1 2 .5 0 1 5 .0 0 1 7 .5 0
Defleksi ( x 1 0 -2 mm )
B
eb
a
n
L
en
tu
r
(
T
o
n
)
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 0.00
2.50 5.00 7.50 10.00 12.50 15.00 17.50
statis siklik
Defleksi ( x 10-2 mm )
B
eb
an
L
en
tu
r
(
T
on
Gambar 4.7. Kurva hubungan beban lentur dan defleksi balok dengan penulangan baja mutu 240 Mpa untuk pengujian rencana, monotonik dan statis siklik.
Gambar 4.8. Kurva hubungan beban lentur dan defleksi balok dengan penulangan baja mutu 400 Mpa untuk pengujian rencana, monotonik dan statis siklik.
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 0
5 10 15 20 25 30 35 40
statis siklik
B
eb
an
L
en
tu
r
(
T
on
)
Object 75
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Defleksi ( x 10-2 mm )
B
eb
an
L
en
tu
r
(
T
on
)
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 0
5 10 15 20 25 30 35 40
Defleksi ( x 10-2 mm )
B
eb
an
L
en
tu
r
(
T
on
)
0 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 9 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 2 0 0 0 .0 0
5 .0 0 1 0 .0 0 1 5 .0 0 2 0 .0 0 2 5 .0 0 3 0 .0 0 3 5 .0 0 4 0 .0 0
Defleksi ( x 1 0 -2 mm )
B
eb
a
n
L
en
tu
r
(
T
o
n
Gambar 4.9. Kurva hubungan beban lentur dan defleksi balok dengan penulangan baja mutu 500 Mpa untuk pengujian rencana, monotonik dan statis siklik.
Dari hasil pengujian terhadap elamen balok beton bertulang dengan pembebanan langsung dan statis siklik menunjukkan bahwa pada balok yang menggunakan penulangan mutu 240 Mpa , gambar 4.7 a. sampai 4.7.c. ,pada saat dilakukan pengujian secara statis siklik terjadi penurunan kekuatan lenturnya dan meningkatnya nilai defleksi, baik untuk pembebanan secara kenaikan 0,2 Pu maupun 0,7 pu , hal serupa terjadi untuk balok yang menggunakan baja tulangan mutu 500 Mpa , Gambar 4.9.a. sampai 4.9.c. Sedangkan pada balok dengan penulangan mutu 400 Mpa , gambar 4.8.a sampai 4.8.c. , tampak dengan pembebanan statis siklik terjadi peningkatan kuat lenturnya dan adanya penurunan nilai defleksi.
Maka berdasarkan dari hasil pengujian tersebut penggunaan tulangan dengan mutu
400 Mpa mempunyai perilaku secara mekanik yang lebih baik dibandingkan mutu 240 maupun 500 Mpa untuk digunakan sebagai elemen struktur penahan gempa, walaupun tulangan mutu 240 Mpa dan 500 Mpa masih memenuhi yang disyaratkan dalam SNI maupun ASTM.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian experimental yang dilakukan terhadap material baja tulangan baja lunak dan baja mutu tinggi serta elemen balok beton bertulang yang dibebani secara statis siklik, maka dapat diambil kesimpulan sbb : 1. Terhadap penggunaan baja mutu lunak
dan mutu tinggi yang dipergunakan dalam elemen beton bertulang, baja tulangan mutu tinggi mutu 400 Mpa mempunyai perilaku struktur inelastik, terkait kuat leleh, kuat tarik,
14
overstrength maupun rasio kuat tarik terhadap kuat leleh yang lebih baik dibandingkan dengan baja mutu 240 dan mutu 500 Mpa, terbukti dengan pengujian secara statis siklik baja tulangan mutu 400 Mpa pada pengujian elemen balok mampu meningkatkan beban lentur sebesar 30 % dan memperkecil nilai defleksinya hingga 21 % pada tingkat beban lentur yang sama. 2. Setelah dilakukannya pengujian
terhadap perilaku inelastis terhadap baja lunak mutu 240 Mpa, dan baja tulangan mutu tinggi mutu 400 Mpa dan 500 Mpa, maka didapatkan perbandingan - kuat leleh antara mutu 240 dan mutu
400 Mpa sebesar 34,8 %, dan antara mutu 400 Mpa dan 500 Mpa sebesar 13 %
- kuat tarik antara mutu 240 dan mutu 400 Mpa sebesar 24,4 %, dan antara mutu 400 Mpa dan 500 Mpa sebesar 11 %
- faktor kuat lebih mutu 240 dan mutu 400 Mpa sebesar 20,0 %, dan antara mutu 400 Mpa dan 500 Mpa sebesar 11,1 %
- faktor daktilitas antara mutu 240 dan mutu 400 Mpa sebesar 18,8 %, dan antara mutu 400 Mpa dan 500 Mpa sebesar 10,4 %
DAFTAR PUSTAKA :
1. ASTM A 615M–93, “Standart Spesification for Deformed and Plain Billet – Steel Bars for Concrete Reinforcement”, Annual Book of ASTM Standart.
2. ASTM A 706M–93, “Standart Spesification for Deformed and Plain Billet – Steel Bars for Concrete Reinforcement”, Annual Book of ASTM Standart.
3. SNI 03–2847–2002, “Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”.
4. R. Park and T. Paulay, “Reinforced Concrete Structures”.
5. W.H. Mosley and J.H. Bungey, “Reinforced Concrete Design”.
6. George Winter and Arthur H. Nilson, “Perencanaan Struktur Beton Bertulang”.