• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I BAB I.PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I BAB I.PENDAHULUAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.Penyakit DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena angka insidensinya terus meningkat dan penyebarannya semakin luas (Sungkar, 2007).

Saat ini diperkirakan ada 50 juta infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia Tenggara terdapat 100 juta kasus Demam Dengue (DD) dan 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DBD mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).

Penelitian Riyadi (2005) menyatakan ada hubungan kondisi sanitasi lingkungan rumah tangga dengan keberadaan jentik Ae.aegyptidanAe.albopictus. Praktik PSN-DBD memberikan kontribusi efektif sebesar 42,92% terhadap keberadaan jentik Aedes aegypti dan Aedesalbopictus, sedangkan keberadaan tempat sampah memberikan kontribusi keberadaan jentik Ae. albopictus sebesar 47,27%.

Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya kasus DBD adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Angka bebas jentik di Kota Pontianak pada tahun 2007 sebesar 51,23%, tahun 2008 sebesar 53,41%, tahun 2009 sebesar 45,83%, tahun 2010 sebesar 58,61 dan tahun 2011 sebesar 62,66%. Angka tersebut masih jauh di bawah angka target nasional untuk mencapai kondisi aman dari penularan yaitu 95%.Angka ABJ tahun 2011 sebesar 62,66% ini diperoleh dari perhitungan jumlah rumah/bangunan yang ada di Kota Pontianak berjumlah 159.229 dan sebanyak 14.920 rumah (12,95%) yang diperiksa dan hanya 9.349 rumah (62,66%) dinyatakan bebas jentik (Dinkes Kota Pontianak, 2012).

Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat yang berperan penting

(2)

dalam pengembangan sumberdaya manusia. Diharapkan para santri dan para pemimpin serta pengelola pondok pesantren, tidak saja mahir dalam aspek pembangunan moral dan spiritual dengan intelektual yang bernuansa agamis, namun dapat pula menjadi motivator dan inovator dalam pembangunan kesehatan, serta menjadi teladan dalam berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi masyarakat sekitarnya (Depkes, 2007).

Mengingat pondok pesantren di Indonesia telah tumbuh dan berkembang hampir di seluruh daerah, maka diharapkan kegiatan ini dapat menyebar secara merata di seluruh Indonesia.Santri yang belajar di ponpes pada umumnya berusia antara 7-19 tahun, dan di beberapa ponpes lainnya menampung santri berusia dewasa(Depkes,2007).Mengingat usia santri termasuk usia yang rentan terserang penyakit DBD, hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa penyakit DBD terutama dijumpai pada anak-anak di bawah usia 15 tahun, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat ada kecenderungan peningkatan proporsi penderita DBD pada golongan dewasa dan tidak dikemukakan perbedaan signifikan dalam kerentanan terhadap serangan DBD antar gender (Djunaedi, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Depkes RI menemukan jentik Aedes aegypti terbanyak ditemukan di sekolah yaitu 37%, kemudian didapatkan 34% di rumah dan 29% di tempat-tempat umum lainnya.

Kepadatan jentik Aedes sp dan praktik pemberantasan sarang nyamuk (PSN) menjadi faktor risiko kejadian DBD.Kepadatan nyamuk yang tinggi mempunyai risiko transmisi nyamuk yang cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD.Praktik PSN tersebut meliputi menguras tempat penampungan air, praktik menutup tempat penampungan air, dan praktik mengubur barang-barang bekas.

Sekolah maupun pondok pesantren dapat menjadi tempat yang potensial dalam penyebaran dan penularan penyakit DBD pada santri.Hal tersebut dikarenakan nyamuk penyebab DBD Ae.aegypti bersifatmultiple bitter (menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali) dan aktif menggigit pada siang hari (day biting mosquito) (Sucipto, 2011), bersama dengan aktivitas santri di pesantren. Walaupun risiko tertular virus dengue dapat terjadi tidak hanya di

(3)

sekolah namun penelitian menunjukkan di sekolah banyak habibat perkembangbiakan nyamuk Ae.aegypti(Sujariyakul, 2005). Ae.aegypti juga mempunyai kebiasaan mencari makan (menggigit manusia untuk dihisap darahnya) sepanjang hari terutama antara jam 08.00-13.00 dan antara jam 15.00-17.00 (Djunaedi, 2006). Kegiatan belajar dan mengajar di pondok pesantren berlangsung pada waktu pagi dan sore bahkan sampai malam hari, apalagi santri mukim 24 jam berada di pondok pesantren, hal ini memungkinkan terjadinya risiko tertularnya virus dengue.

Bila ditilik dari sisi kesehatan, pada umumnya kondisi kesehatan lingkungan di pondok pesantrenmasih memerlukan perhatian dari pelbagai pihak terkait, baik dalam aspek akses pelayanan kesehatan, perilaku sehat maupun aspek kesehatan lingkungan lainnya agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Pontianak pada tahun 2012 pondok pesantren yang ada di Pontianak berjumlah 24 buah.Keadaan sanitasi pondok pesantrendi Pontianak masih kurang memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih yang masih kurang, masih terdapat sampah yang berserakan di pondok pesantren dan sekitarnya.Keadaan ini dapat menimbulkan penyakit berbasis lingkungan.Hal ini dapat dilihat dari data penyakit yang diperoleh dari Pos Kesehatan Pesantren, penyakit tersebut salah satunya adalah DBD.Kasus penyakit DBD yang pernah terjadi di pondok pesantren sejumlah 4kasus pada tahun 2011. Walaupun hanya empatkasus dalam setahun namun sebenarnya bisa lebih, hal ini dikarenakan pencatatan pasien yang berobat di fasilitas kesehatan seperti puskesmas,rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya menggunakan alamat yang tertera pada kartu identitas yang dimiliki oleh pasien seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) dan kartu identitas lainnya. Jadi yang tercatat sesuai alamat yang tertera di kartu identitas tersebut, sedangkan santri yang ada di pondok pesantren banyak yang berasal dari luar Kota Pontianak sehingga tidak tercatat sebagai warga Pontianak atau penemuan kasus DBD yang tercatat tidak berdasarkan alamat pondok pesantren.

Jumlah sebaran kasus DBD di Puskesmas yang wilayah binaannya terdapat pondok pesantren dapat dilihat pada Tabel 1:

(4)

Tabel 1.Jumlah kasus DBD di Wilayah Puskesmas yang memiliki Pondok Pesantren di Kota Pontianak Tahun 2011

NO PUSKESMAS NAMA PONPES JUMLAH

PONPES

KASUS DBD

1 Pal III Darul Khairat 2 17

2 Karya Mulya Wali Songo

Darunnaim Matlaul Anwar Darul Faizin 5 17 3 Perum I Al Jihad Nahdathus Syubban 2 13 4 KomYos Al Hasani Darul Ulum 2 5 5 Pal V As Salam Al Murabbi 3 4

6 Gang. Sehat Mu’tashim billah 1 11

7 Kampung Dalam Mamba Ushafa

Harunniyah

2 1

8 Siantan Hilir Al Itqom

Darul Ikhsan

2 2

9 Siantan Tengah Nurul Huda

Khusnul Yaqin Al Aziz Asyariyah Al Mujtahidin 5 4 J U M L A H 24 74

Sumber : Dinkes Kota Pontianak, 2012

Penyakit DBD terbanyak berada di wilayah binaan Puskesmas Pal III dan Puskesmas Karya Mulya masing-masing sebanyak 17 kasus, sedangkan kasus yang terendah ada di wilayah Puskesmas Kampung Dalam sebanyak 1 kasus dan jumlah kasus DBD keseluruhan sebanyak 74kasus.

Berdasarkan laporan puskesmas yang pernah melakukan pemeriksaan jentik pada tahun 2011 di pondok pesantren, dari 15 pondok pesntren yang diperiksa hanya 5 yang bebas jentik atau 33,33% saja, hal ini masih jauh dari harapan yang seharusnya bebas jentik sebesar lebih dari 95%.

Hasil studi awal yang dilakukan peneliti pada 5 pondok pesantren di Kota Pontianak pada bulan Januari 2013, ditemukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kondisi sanitasi di pondok pesantren masih sangat kurang, seperti sarana

penyediaan air bersih yang tidak terawat, kecukupan air bersih yang masih kurang, adanya bak penampungan air yang tidak tertutup ,tempat wudhu yang

(5)

berupa bak besar dan terbuka serta berlumut sehingga memungkinkan menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

2. Adanya sampah yang berserakan di tempat yang terbuka seperti kaleng-kaleng bekas, ban bekas, kantong plastik dan lain-lain pada beberapa pondok pesantren hal ini di musim penghujan memungkinkan sebagai tempat berkembang biak nyamuk Ae.aegypti.

3. Adanya temuan jentik di tempat-tempat penampungan air seperti bak kamar mandi, tempat wudhu yang terbuka, tempat penampungan air hujan, dan di tempat pembuangan sampah.

4. Kurangnya kesadaran para santri dalam perilaku hidup bersih dan sehat.Hal ini dapat dilihat masih banyaknya pakaian yang bergantungan di asrama yang dapat menjadi tempat peristirahatan nyamuk Ae.aegypti.

Hasil dari studi awal diperkuat dengan penelitian Van (2011) tentang penyediaan air bersih berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Ae.aegypti. Demikian juga hasil penelitian Suwanbamrung (2012) dan Ibrahim et al (2009) tentang pengetahuan dasar dan kegiatan anak-anak di sekolah Islam tentang demam berdarah berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Ae.aegypti.Penelitian Tzong et al (2013) tentang perilaku, pengetahuan dan praktik pemberantasan sarang nyamuk berpengaruh terhadap keberadaan jentik nyamuk Ae.aegypti. Menurut Fathi dkk (2005) faktor lingkungan berupa keberadaan kontainer air, baik yang berada di dalam maupun diluar rumah yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Ae. aegypti sebagai vektor penyakit DBD, merupakan faktor yang sangat berperan terhadap penularan ataupun terjadinya kejadian luar biasa penyakit DBD.Penelitian Sari dkk (2012) yang dilakukan pada sekolah dasar di Kota Semarang menyatakan ada hubungan kepadatan jentik Ae.aegypti dan praktek Pemberantasan Sarang Nyamuk – Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan kejadian DBD

Bertitik tolak dari latar belakang dan survei awal tersebut di atas penelititerdorong untuk melakukan penelitian tentang hubungan sanitasi lingkungan dengan keberadaan jentik Ae.aegyptidi pondok pesantrenKota Pontianak.

(6)

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: seberapa besar hubungan kondisi sanitasilingkungan dengan keberadaan jentikAedes aegyptiyang ada di pondok pesantren Kota Pontianak.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum.

Untuk menganalisis hubungan kondisi sanitasi lingkungan dengan keberadaan jentikAe.aegyptidi pondok pesantren Kota Pontianak.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis hubungan kondisi sanitasi lingkungan dengan keberadaan jentikAe.aegypti di pondok pesantrenKota Pontianak.

b. Untuk menganalisis hubungan antara penyediaan air bersih berupa:tempat wudhu, kamar mandi/WC, air bersih di dapur dan tandon airdengan keberadaan jentik Ae.aegypti di pondok pesantrenKota Pontianak.

c. Untuk menganalisis hubungan antara tingkat kebersihan lingkungan dengan keberadaanjentik Ae.aegypti di pondok pesantren Kota Pontianak.

d. Untuk menganalisis hubungan antara praktik pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan keberadaan jentikAe.aegypti di pondok pesantren Kota Pontianak.

e. Untuk mendapatkan gambaran jenis kontainer apa saja yang positif pupa Ae. aegypti/Ae. albopictus di Pondok Pesantren Kota Pontianak

f. Untuk mendapatkan gambaran jenis kontainer yang memberikan kontribusi terbesar pada populasi vektor DBD di Pondok Pesantren Kota Pontianak

g. Untuk mendapatkan gambaran rasio pupaAe. aegypti dan Ae. albopictus di Pondok Pesantren Kota Pontianak.

(7)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak.

Sebagai bahan masukan untuk menyusun kebijakan dan program dalam pemecahan masalah pada program kesehatan dibidang penyakit menular khususnya masalah penyakitdemam berdarah di Kota Pontianak.

2. Bagi Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak

Sebagai bahan masukan guna menyusun kebijakan dan program guna meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan di pondok pesantrenagar parasantri dan pengasuh dapat terhindar dari berbagai penyakit terutama Demam Berdarah Dengue (DBD).

3. Bagi Pondok Pesantren

Sebagai bahan masukan bagi pesantren dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).Sehingga dapat terhindar dari penyakit yang mematikan itu.

4. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

(8)

Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan

Pituari, 2005

Jentik nyamukAe.

aegyptipada beberapa di sekolah dasar Kota Bengkulu

Kepadatan jentik nyamuk Ae.aegypti ternyata ada perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000) terhadap ketiga jenis container yaitu semen, fiber dan keramik. Rerata urutan tertinggi adalah container yang terbuat dari semen 215,73 dan terendah container yang terbuat dari fiber 120,53.

Metode penelitian, variabel terikat.

Variabel bebas. Kontainer yang positif pupa, Gambaran kontainer kontribusi terbesar vektor DBD, Rasio pupa Ae.

aegypti dan Ae.

albopictuslokasi penelitian, dan jumlah sampel.

Murtiningsih, 2005

Indeks container sekolah dasar negeri di Kota Bengkulu tahun 2005

Container Index sekolah sebesar 51,2%. Tidak ada hubungan antara breedingplace dengan Container Index (p = 0,580), ada hubungan yang sangat signifikan antara frekuensi (0,000) dan cara (0,001) pengurasan bak mandi/wc sekolah dengan Container Index, ada hubungan antara supervisi (p = 0,007) dan penyuluhan (p = 0,002) oleh petugas/kader kesehatan dengan Container Index

Metodologi

penelitian, variabel terikat.

Variabel bebas (penyediaan air, tingkat kebersihan lingkungan,

dan praktik PSN-DBD),

Gambaran kontainer kontribusi terbesar vektor DBD, Rasio pupa Ae. aegypti dan Ae. albopictus, lokasi penelitian, dan jumlah sampel.

Sari, dkk, 2012

Hubungan kepadatan

jentik Ae. aegypti dan praktek PSN dengan kejadian DBD di sekolah dasar di Kota Semarang

Ada hubungan antara kepadatan jentik Ae.aegypti dengan kejadian DBD pada sekolah tingkat dasar di Kota Semarang (p value = 0,0001). Ada hubungan antara praktik PSN dengan kejadian DBD pada sekolah tingkat dasar di Kota Semarang (p value = 0,005).

Metodologi

penelitian, variabel bebas (praktik psn), variabel terikat.

Variabel bebas. Gambaran kontainer kontribusi terbesar vektor DBD, Rasio pupa Ae.

aegypti dan Ae.

albopictuslokasi penelitian, dan jumlah sampel.

Aryadi, 2012

Hubungan keberadaan jentik nyamuk Ae. aegypti dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap

kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Kota Jambi

Ada hubungan yang bermakna antara jumlah container dengan kejadian DBD dengan p value = 0,029 dan OR 0,322. Ada hubungan yang bermakna antara kondisi sanitasi rumah dengan kejadian DBD dengan pvalue = 0,001 dan OR 2.419. Ada hubgungan yang bermakna antara keberadaan jentik dengan kejadian DBD dengan OR=1 .802

Variabel bebas

(penyediaan air bersih dan tingkat kebersihan

lingkungan

sampah), variabel terikat.

Metodologi penelitian, lokasi penelitian, jumlah sampel dan

variabel bebas.Gambaran

kontainer kontribusi terbesar vektor DBD, Rasio pupa Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa tahun pertama yang kost merasa bahwa orangtua bukan sebagai orang yang paling ideal; dapat melihat dan berinteraksi dengan orangtua sebagai orang dewasa pada umumnya;

Konsep gitar akustik rotan ini adalah dengan mengaplikasikan papan rotan laminasi yang merupakan produk hasil riset Pak Dodi Mulyadi di PIRNAS (Pusat Inovasi

Selanjutnya pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema akan diperoleh beberapa manfaat yakni (1) dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta

Cagar Alam dengan luas 3.080 Ha ini berbatasan langsung dengan Makam Juang Mandor serta memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang cukup tinggi.Koleksi flora

Pluralisme yang ditunjukkan pada Pura Kebo Edan dan Pura Pusering Jagat-Pusering Tasik menunjukkan fungsi infrastruktur religi dalam suatu sistem religi pada Kerajaan

Ahmad Fathani : “khususnya bagi kami adoe-adoe yang baru masuk mungkin kami tidak bisa mengakrabkan diri dengan pengurus ee dan itu juga menjadi salah satu

Pada masa-masa perkembangan Islam di Aceh, kesenian rapa’i yang menggunakan alat musik jenis rebana yang beragam bentuk dan ukurannya digunakan para kaum sufi sebagai

Proses penyaluran Raskin kepada masyarakat penerima manfaat Raskin yang terjadi di Kecamatan Baturiti (Desa Bangli), Kecamatan Kediri (Desa Nyitdah) dan Kecamatan Pupuan