• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RABBIT GARDEN SEBAGAI WAHANA REKREASI DAN EDUKASI DI KARANGANYAR DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II RABBIT GARDEN SEBAGAI WAHANA REKREASI DAN EDUKASI DI KARANGANYAR DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB II

RABBIT GARDEN SEBAGAI WAHANA REKREASI DAN EDUKASI DI

KARANGANYAR DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR BERKELANJUTAN

2.1 Rabbit Garden sebagai Objek yang Direncanakan

2.1.1 Rabbit (kelinci) sebagai Objek dalam Rabbit Garden

Kelinci merupakan aspek utama yang menjadi bahasan dalam Rabbit Garden. Kelinci menjadi stimulan munculnya sebab akibat berbagai siklus rangkaian kegiatan dan penyebab munculnya berbagai wadah yang dibutuhkan sebagai bentuk fisik karya arsitektur. Terintegrasi dalam sinergisitas ruang-ruang yang saling berkesinambungan, mewadahi pola kegiatan beserta kebutuhan dari masing-masing karakter yang mucul akibat pengadaan kelinci. Berikut pemahaman secara lebih rinci mengenai kelinci sebagai objek dalam Rabbit garden.

Kelinci adalah hewan mamalia dari famili Leporidae. Kelinci diklasifikasikan dalam ordo Lagomorpha. Kelinci masuk di dalam Ordo Leporidae.

2.1.1.1 Jenis Kelinci yang dikembangkan

Jenis kelinci yang dikembangkan kedalam Rabbit garden adalah kelinci hias dan kelinci pedaging. Keduanya memiliki potensi yang nantinya diproyeksikan sebagi daya tarik utama dalam pengadaan ORB ini.

2.1.1.2 Karakter Kelinci sebagai Pemahaman Perilaku

Sifat dan karakter kelinci dapat dikenali semua dari gerakan hidung, telinga, mata, pola makan, cara menggali, meloncat, cara bersuara, suaranya, membuat tanda, dan komunikasi visualnya. Karekter kelinci ini akan memberikan nilai tarik tersendiri yang mempengaruhi nilai komersil dari karanganyar Rabbit Gaden.

2.1.1.3 Habitat Kelinci sebagai Input Kriteria Lokasi R.G. 1. Habitat kelinci dalam Ruang terbuka

Kelinci merupakan hewan komopolit, dapat beradaptasi dilingkungan manapun, namun habitat kelinci paling baik adalah pada suhu 15-22 C. Kelinci lebih menyukai suhu dingin daripada suhu panas. Hidup berada diantara area hijau yang merupakan alam kehidupan kelinci yang sebenarnya. Pencahayaan matahari yang cukup mutlak dibutuhkan sebagai habitat tepat hidup yang baik bagi perkembangbiakannya. Berada diladang terbuka hijau yang bebas memberikan ruang begi kelinci untuk bergerak, maupun perilakunya untuk

(2)

commit to user

Gambar 2.1 Taman Nasional Bukit Barisan, habitat kelinci belang Sumatera.

Sumber:http://www.mongabay.co.id/category/feature/page/14/

2. Deskripsi Habitat Kelinci dalam Ruang Peliharaan atau Kandang

Kandang merupakan ruang hidup buatan manusia bagi kelinci yang dipergunakan sebagai pemiliharaan dan perkembangbiakan dengan tujuan ternak. Terdapat dua jenis kandang yang harus dipersiapkan untuk memelihara kelinci. Pertama, yakni rumah kandang yang merupakan tempat berteduh bagi kelinci dari panas, angin dan hujan. Rumah kandang juga berfungsi sebagai kemanan. Kedua, yakni, kandang baterai, kandang yang berbentuk kotak sebagai tempat tinggal kelinci satu persatu atau koloni untuk anak kelinci maupun kelinci remaja. Kriteria kandang kelinci dijabarkan dalam buku Eksplorasi.

Gambar 2.2 Contoh Kandang Kelinci Sumber: /http:uraniwarabbit.blogspot.com/

2.1.1.4 Pemahaman Siklus Hidup Kelinci sebagai Manifestasi Penzoningan Ruang dan Tata Massa Objek Rancang Bangun

Siklus hidup atau tahapan hidup kelici diklasifikasikan menjadi beberapa tahapan, antara lain:

a. Masa hidup: 5 – 10 tahun b. Masa produksi: 1 – 3 tahun

(3)

commit to user

d. Masa penyapihan : 6-8 minggu

e. Umur dewasa: 4-10 bulan f. Umur dikawinkan: 6-12 bulan

g. Masa perkawinan setelah beranak (calving interval): 1 minggu setelah anak disapih.

h. Siklus kelamin : Poliestrus dalam setahun bisa 5 kali bunting i. Siklus berahi: Sekitar 2 minggu

j. Periode estrus : 11 – 15 hari

k. Ovulasi: Terjadi pada hari kawin (9 – 13 jam kemudian) l. Fertilitas: 1 – 2 jam sesudah kawin

m. Jumlah kelahiran: 4- 10 ekor (rata-rata 6 – 8) n. Volume darah: 40 ml/kg berat badan

2.1.1.5 Pemahaman Makanan dan Pola Makan Kelinci sebagai manifestasi pengembangan area hijau

Satu hal yang harus diperhatikan dari kelinci adalah karakter dasar dalam hal pencernaan makanan. Pembusukan makanan didalam perut dilakukan doleh bakteri didalam sekum. Dari sisi ilmu biologi, pembusukan makanan dengan bakterdi didalam sekum ini tidak sebaik dengan proses pencernaan yang melalui sekum dan lambung. Secara alamiah, kelinci seringkali menelan kotoran yang baru keluar. Hal ini karena secara naluri kelinci merasa seolah pembusukan makanan didalam perutnya belum selesai. Kotoran yang keluar dan dimakan kembali disebut

caecotroph.

Menurut Anna Meredith, M.A. dari British Rabbit Council Amerika Serikat (2006) rata-rata standar kebutuhan kelinci adalah protein sekitar 20%, serat kasar 20%-25%, lemak 2,5%-4%, dan vitamin A sebanyak 10.000 IU/kg. Pada prinsipnya, kelinci memakan rumput dan sayuran, termasuk bijian. Namun cara yang paling baik memberi makan kelinci adalah konsetrat ditambah rumput dan sayuran. Standarisasi untuk sebuah keseimbangan diperlukan agar kesehatan dan kestabilan pencernaan tidak terganggu.

2.1.1.6 Pemahaman Manfaat Kelinci sebagai Manifestasi Pengembangan Potensi Kelinci dalam R.G.

Semua bagian dari kelinci dapat dimanfaatkan, baik secara langsung maupun melalui beberapa proses terlebih dahulu. Pengembangan potensi manfaat

(4)

commit to user

kelinci yang dikelola Rabbit garden ialah, daging, bulu, tulang, urine dan feses kelinci.

2.1.1.7 Pemahaman Penyakit, Pencegahan dan Pengobatan sebagai Manifestasi Suksesi Pengembangan Kelinci

Sebagaimana makhluk hidup lainnya, kelinci merupakan hewan yang rentan terserang penyakit apabila tidak dipelihara dengan metode pemeliharaan yang tepat.Macam-macam penyakit yang biasanya dialami oleh kelinci antara lain Luka, Radang Kornea mata, Tungau Telinga, jamur Kulit, Bisul, kanibal, Strees, Mastitis, dan penyakit Pencernaan.

2.1.2 Rabbit Garden sebagai Objek Rancang Bangun Arsitektur 2.1.2.1 User dalam Rabbit Garden

User dalam Rabbit Garden adalah gambaran umum mengenai siapa saja pelaku yang terdapat dalam Rabbit Garden. Pelaku ini berperan sebagai kontributor aktivitas yang menjadi ruh bagi setiap ruang yang terwujud. User dalam rabbit garden, tidak terdapat batasan tertentu. Dalam bahasan sebagai ruang publik, memberikan pemahaman bahwa user dalam rabbit garden dapat di klasifikasikan mulai dari anak-anak, dewasa, maupun orang tua. Tidak terbatas pada golongan kelompok pelajar, keluarga, ataupun individu.

2.1.2.2 Rabbit Garden sebagai Public Place

Publik place atau ruang publik, adalah sebuah ruang dimana semua orang memiliki hak yang sama untuk mengaksesnya atau mengadakan berbagai kepentingan dan kegiatan publik. Pada umumnya ruang publik merupakan ruang terbuka yang mampu menampung kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang ini memungkinkan terjadinya pertemuan antar manusia untuk saling berinteraksi. Karena pada ruang ini seringkali timbul berbagai kegiatan bersama, maka ruang-ruang terbuka ini dikategorikan sebagai ruang umum.

Gambar 2.3 salah satu bentuk Ruang publik Sumber: http:// piotruhle.pl/

(5)

commit to user

Rabbit garden dalam pemahaman sebagai public space adalah ruang yang bersifat terbuka untuk dikunjungi secara umum, tidak terdapat batasan dan kriteria tertentu dalam golongan ataupun usia, sebagai ruang yang mewadahi kegiatan interaksi antara manusia dan kelinci.

Ruang-ruang dalam rabbit garden dikemas sebagai ruang yang merayakan alam. Mencakup komponen alam dan komponen buatan manusia, rabbit garden berfungsi sebagai habitat bagi kelinci sekaligus sebagai ruang bagi manusia untuk mengenal lebih jauh tentang kelinci. Alam sebagai media interaksi antara keduanya. 2.1.2.3 Rabbit Garden sebagai Play Ground

Play ground adalah ruang publik yang berfungsi sebagai tempat bermain, dengan fasilitas yang lebih lengkap, merupakan pusat rekreasi bagi penghuni suatu kawasan.

Rabbit garden dapat dipahami sebagai play ground yang merupakan ruang bermain untuk kelompok usia tertentu, yaitu anak-anak. Direncanakan sebagai ruang bermain yang layak untuk anak, sistem interaksi yang berlangsung dalam wadah tersebut mengajarkan anak untuk bermain dalam ruang alam serta mengajak untuk bercengkrama dengan kelinci. Wadah arsitektur dapat menjadi media bermain anak sekaligus sebagai ruang pengenalan anak terhadap hal baru, yang akan membentuk kecintaan terhadap kelinci.

Gambar 2.4 The Silver Towers Playground, NYC Sumber: http://foblog.psikomedia.com/ 2.1.2.4 Rabbit Garden sebagai Taman Kota

Rabbit Garden diproyeksikan sebagai taman kota yaitu ruang publik yang memiliki batasan pengertian sebagai berikut :

1. Taman merupakan wajah dan karakter bahan atau tapak, berarti bahwa menikmati taman mencakup dua hal, yaitu penampakan visual, dalam arti yang bisa dilihat dan penampakan karakter dalam arti apa yang tersirat dari taman tersebut.

(6)

commit to user

2. Taman mencakup semua elemen yang ada, baik elemen alami (natural), elemen buatan manusia (artificial), bahkan makhluk hidup yang ada didalamnya, terutama manusia.

2.1.2.5 Relevansi Rabbit Garden dengan Konservasi Sumber Daya Alam

Relevansi rabbit garden dengan konservasi adalah sebagai tujuan. Rabbit garden direncanakan sebagai wadah untuk pemeliharaan, perkembangbiakan, pengembangan potensi dari spesies kelinci yang tumbuh dan berkembang di Indonesia dalam upaya pelestarian dan pengelolaan secara bijak.

2.1.2.6 Rabbit Park sebagai Ruang Interaksi pengunjung dengan Kelinci

Rabbit park merupakan istilah area interaksi manusia sebagai pengunjung dengan kelinci yang terdapat dalam rabbit garden. Rabbit park direncanakan sebagai ruang terbuka hijau yang merupakan duplikasi dari habitat asli kelinci, dan ruang observasi yang ditujukan sebagai ruang peiharaan bagi kelinci hias. Sehingga dengan terdapatnya rabbit park, kelinci dapat hidup dan bersimbiosis dengan alam dan manusia.

Gambar 2.5 interaksi manusia dengan kelinci di Pulau Okunoshima, Jepang

Sumber: http://nydailynews.com/

2.1.2.7 Rabbit Farming sebagai Fisik Arsitektur Ruang Pengembangan, Pemeliharaan, Konservasi dan Pengolahan Limbah Kelinci

Rabbit farming, atau dapat disebut sebagai peternakan kelinci adalah ruang untuk memelihara dan mengembangbiakkan kelinci, baik kelinci pedaging maupun kelinci hias. Rabbit farming ini memiliki fungsi utama sebagai ruang penghasil kelinci yang dapat dimanfaaatkan potensinya berupa daging, bulu, kulit maupun tulang kelinci. Potensi yang diperoleh dalam rabbit farming ini dikembangkan dalam komponen ruang yang lain dalam rabbit garden. Misalnya, untuk daging yang dihasilkan dari rabbit farming sebagai pemaok bahan utama bagi rabbit resto dan raabit market yang menjadi bahasan selanjutnya.

(7)

commit to user

Gambar 2.6 Kandang breeding dalam IMRA, Lembang, Bandung Sumber: http://imraindonesia.co.id/

Rabbit farming yang direncanakan dalam rabbit garden dilengkapi dengan ruang pengelolaan limbah kelinci sebagai barang yang memiliki nilai guna, yaitu pemanfaatan kotoran padat dan cair sebagai pupuk. Berdasar penelitian, urine kelinci apabila dimanfaatkan menjadi pupuk, maka menghasilkan tanaman yang lebih baik mutu hasilnya. Hasil dari pengelolaan tersebut disalurkan dalam ruang organic farming.

2.1.2.8 Rabbit Resto sebagai Wadah Pengembangan Kuliner Potensi Daging Kelinci

Rabbit resto merupakan wadah bagi potensi daging kelinci hasil pengembangan dari rabbit farming. Pada wadah ini, daging kelinci diolah menjadi beberapa masakan yang menjadi substansi daya tarik rabbit resto.

2.1.2.9 Rabbit Craft sebagai Wadah Pengembangan Potensi Kelinci pada bagian Bulu, Kulit dan Tulang

Potensi kelinciyang berupa bulu, kulit dan tulang kelinci akan dimanfaatkan sebagai kerajinan. Kegiatan pemrosesan kerajinan ini ditampung dalam komponen ruang rabbit craft. Diruang ini kegiatan pengolahan, pembuatan dan pemasaran dilakukan sebagai penambah dayatarik wisatawan dan pengembangan potensi kelinci yang bermuara pada peningkatan profit sebagai tujuan didirikannya ORB.

2.1.2.10Organic Farming sebagai Area Pengembangan Tanaman Holtikultura Organik Organik adalah semua produk yang ditanam atau dihasilkan tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia, hormone, antibiotik, maupun bahan-bahan kimia tambahan lainnya dan diharapkan setidaknya 95% menggunakan bahan-bahan organik (Wikipedia, 2010)

(8)

commit to user

Pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi yang bertujuan untuk produksi yang sehat dengan menghindari penggunaan kimia berbahan aktif dalam hal ini pupuk kimia maupun pestisida kimia untuk menghindari pencemaran udara tanah dan air juga hasil produksi pertanian pada khususnya. selain itu, pertanian organik juga menjaga keseimbangan ekosistem dan sumberdaya alam yang terlibat langsung dalam proses produksi. Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan (Sutanto, 2002).

Pemahaman pertanian organik dalam rabbit garden adalah pertanian organik sebagi suplay pakan bagi kelinci sekaligus sebagai supplay bagi pasar dalam rabbit garden untuk memperoleh income. Limbah hasil pertanian organik seperti sisa akar, daun, dan batang dari sayuran holtikultura yang tidak dipasarkan menjadi pakan bagi kelinci.

2.1.2.11Market sebagai Wadah Pemasaran Potensi Daging Kelinci dan Holtikultura Organik Rabbit and organic market adalah ruang yang berfungsi sebagai wadah pemasaran bagi hasil rabbit farming dan organic farming. Pasar dalam rabbit garden ini mewadahi kegiatan ransaksi antara pembeli sekaligus sebagai pengunjung rabbit garden atau memang hanya berujuan sebagai pembeli.

2.2 Rabbit Garden Sebagai Wahana Rekreasi dan Edukasi 2.2.1 Rabbit Garden sebagai Wahana Rekreasi

2.2.1.1 Rabbit Garden Splesialisasi Rekreasi Kelinci

Rabbit Garden merupakan fasilitas rekreasi. Pengertian rekreasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk penyegaran kembali rohani dan jasmani seseorang. Rabbit garden merupakan wahana kebun binatang yang khusus memelihara, mengkonservasi, dan mengembangkan potensi kelinci, sebagai bagian dari kegiatan wisata pengenalan keanekaragaman fauna spesies dan populasi kelinci. Melalui ORB ini masyarakat dapat memperoleh pengalaman rekreasi dengan berinteraksi bersama kelinci. Kegiatan rekreasi yang ditawarkan merupakan kegiatan wisata untuk kesenangan, bersantai, relaksasi, menikmati hidangan dan berinteraksi dengan kelinci.

(9)

commit to user

Gambar 2.7 Gambaran kelinci sebagai wahana rekreasi dalam alam terbuka

Sumber: www.akibanation.com

2.2.1.2 Fasilitas yang Direncanakan di Rabbit Garden sebagai Wahana Rekreasi

Dalam pengembangan Rabbit garden sebagai wahana rekreasi, Rabbit garden dilengkapi dengan sarana penginapan yang bertujuan sebagai penunjang kebutuhan pengunjung dalam rekreasi. Penginapan disini sebagai penambah substansi daya trik bagi pengunjung.

Gambar 2.8 Contoh Hotel yang berada di alam Sumber: properti.kompas.com

2.2.2 Rabbit Garden sebagai Wahana Edukasi

2.2.2.1 Rabbit Garden sebagai Sarana Edukasi Holistik mengenai Kelinci bagi Konsumen Sarana edukasi yang dimaksud dalam rabbit garden ini adalah edukasi rekreasi (pendidikan rekreasi) yang bersifat nonformal. Pengunjung mengalami kegiatan edukasi yang bersifat santai namun bertujuan mendapatkan pengalaman sebagai bentuk media pembelajaran. Pendidikan Rekreasi adalah suatu program pendidikan non-formal yang menyediakan kesempatan bagi setiap individu untuk mengembangkan keterampilan jasmani, sikap sosial, mental kebiasaan dan penghayatan (psiko-sosial) dan keterampilan intelektual (kognitif) secara harmonis dan proporsional yang pada gilirannya nanti akan membentuk kepribadian serta tingkah laku seseorang. Kegiatan ini memberikan pengalaman langsung dilapangan melalui kegiatan-kegiatan seperti pendidikan di alam terbuka (out door education / school).

(10)

commit to user

2.2.2.2 Fasilitas yang Direncanakan di Rabbit Garden sebagai Sarana Edukasi

Dalam pengembangan Rabbit garden sebagai wahana edukasi, Rabbit garden dilengkapi dengan sarana pembelajaran nonformal yang bertujuan sebagai penunjang kebutuhan pengunjung dalam edukasi. Yaitu ruangan workshop.

Gambar 2.9 Contoh Ruang pembelajaran (workshop) dalam Green School, Bali

http://www.michaelfreemanphoto.com/media/af08e984-c211-11e1-b335-ed2fffdf5f02-green-school 2.2.3 Preseden Rabbit Garden sebagai Wahana Rekreasi

2.2.3.1 Okunoshima Pulau Kelinci sebagai Referensi Destinasi Wisata Berbasis Kelinci Okunoshima adalah sebuah pulau kecil yang terletak antara Hiroshima dan Shikoku. Selama Perang Dunia II pulau ini digunakan untuk menjadi situs rahasia militer yang memproduksi gas-gas beracun sebagai senjata kimia. Hari ini, Okunoshima benar-benar dibanjiri oleh mahluk berbulu nan lucu, yang merupakan penghuni utama pulau itu.

Gambar 2.10 Tampak Udara Pulau Okunoshima Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.co.id/2015/04/

Menurut beberapa sumber, kelinci dibawa ke Okunoshima untuk menguji efek dari racun dan dilepaskan oleh tentara sekutu saat Perang Dunia II berakhir. Sumber lain menyatakan bahwa sekelompok anak sekolah yang pergi ke pulau ini, melepaskan delapan kelinci pada tahun 1971. Terlepas dari siapa yang melepaskan

(11)

commit to user

mereka, kelinci Okunoshima dan generasi-generasi keturunan mereka berkembang di lingkungan yang bebas dari predator mereka.

Dari segi daya tarik wisata, 700.000 meter persegi tanah di pulau, adalah rumah bagi lebih dari 300 kelinci yang berkeliaran dengan bebas, sehingga pulau ini mendapatkan julukan baru, yaitu Usagi Shima, atau Pulau Kelinci. Meskipun liar, kelinci di pulau ini tidak takut dengan manusia, bahkan akan mendekati pengunjung untuk mencari camilan, dan naik ke pangkuan. Pengunjung diperbolehkan untuk merawat dan memberi makan kelinci, tetapi dalam upaya melestarikan populasi kelinci, anjing dan kucing tidak diperbolehkan di pulau. Pelet makanan kelinci dijual dengan harga ¥ 100 per cangkir di Kyukamura Okunoshima resort hotel yang terletak di pulau. Hotel-hotel baru lainnya telah bermunculan seiring melonjaknya pengunjung ke pulau karena berita tentang pulau yang penuh kelinci ini telah tersebar di Internet.

Gambar 2.11 Pesona Kelinci dan Bangunan Pendukung rekreasi di Pulau Okunoshima Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.co.id/

Gambar2.12 Interaksi Kelinci dengan manusia di Pulau Okunoshima Sumber: http://versesofuniverse.blogspot.co.id/

Pulau ini bahkan telah menjadi destinasi wisata yang populer di akhir pekan. Namun di balik itu semua, Okunoshima memiliki peran kunci selama Perang Dunia II, yakni sebagai pabrik gas beracun untuk membuat senjata kimia. Lebih dari 6.000 ton dari sekitar 5 jenis gas beracun yang diproduksi di pulau ini digunakan

(12)

commit to user

dan kini Okunoshima telah menjadi tujuan wisata yang indah. Rakuten, perusahaan perjalanan Jepang, menawarkan paket wisata yang disebut Let's Play with Rabbits kepada para wisatawan yang ingin berbaur dengan kelinci di Okunoshima. Sebagian besar yang datang ke Okunoshima memang para pecinta binatang, khususnya kelinci. Sayangnya, hingga hari ini pulau Okunoshima masih dianggap berbahaya bagi manusia. Warisan gas beracun yang tertanam di beberapa titik di pulau tersebut dikhawatirkan dapat menyebarkan penyakit pada manusia.

Para pengunjung pulau ini boleh memberi makan dan mengajak main kawanan kelinci, namun untuk menjaga populasi kelinci, pengunjung tak diperbolehkan membawa peliharaan seperti anjing dan kucing.Pulau itu kini memiliki hotel, tempat penginapan, dan enam tempat untuk main golf. Airnya sangat bersih sehingga banyak wisatawan menyukainya. Ada taman yang indah untuk jalan-jalan di pulau ini. Kelinci tersebut dilarang untuk diburu. Pulau tersebut tersambung dengan Chushi Powerline Crossing, jalur listrik tertinggi di Jepang.

2.3 Rabbit Garden Sebagai Wahana Rekreasi dan Edukasi dengan Arsitektur Berkelanjutan Arsitektur berkelanjutan adalah arsitektur yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan itu berbeda dari satu masyarakat ke masyaraakat lain, dari satu kawasan ke kawasan lain dan paling baik bila ditentukan oleh masyarakat terkait. (James Steele, 1943:3) 2.3.1 Penerapan Aspek Pokok interaksi Arsitektur Berkelanjutan dalam Rabbit Garden

Pembangunan berkelanjutan menyangkut interaksi antara 4 sistem, yaitu biologis & sumber daya, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Dengan demikian maka konsep pembangunan berkelanjutn berkembang lebih jauh, tidak lagi terpancang pada konsep awal yang lebih terfokus pada pemikiran pelestarian keseimbangan lingkungan semata. (Stren, White & Whitney, 1992)

1. Biologis dan Sumber Daya

Penerapan konsep berkelanjutan dari segi biologis dan sumber daya adalah pertama, pemanfaatan potensi sumber daya alam Karanganyar yang maksimal tanpa menimbulkan akibat yang buruk pada lingkungan.

Kedua, penerapan arsitektur berkelanjutan atas petimbangan respon terhadap fenomena kerusakan alam yang terdapat di karanganyar. Kerusakan alam yang terjadi adalah tanah longsor di beberapa titik lokasi terutama yang berbatasan dengan Gunung Lawu. Peristiwa longsor tersebut merugikan warga dan menelan korban jiwa. Arsitektur berkelanjutan dinilai sebagai teori desain yang

(13)

commit to user

tepat untuk diterapan kedalam rabbit garden sebagai bentuk upaya pengelolaan terhadap lingkungan.

2. Ekonomi

Rabbit garden merupakan ORB yang bergerak untuk memperoleh profit, sehingga aspek ekonomi yang diterapkan dapat dilihat dari sudut pandang profit ekonomi ORB itu sendiri maupun dampak ORB terhadap profit ekonomi bagi masyarakat setempat. Dari dalam ORB sendiri meliputi, pemilihan lokasi lahan yang tepat sehingga efisiensi pada proses konstruksi, efisiensi dalam penataan ruang sehingga tercipta ruang-ruang tepat guna, pemilihan material yang tepat harga, dan aspek yang terpenting adalah pengolahan bangunan sehingga dapat menghadirkan daya tarik bagi masyarakat untuk mengunjunginya. Dari sudut pandang terhadap profit ekonomi bagi masyarakat setempat, ORB diaplikasikan menjadi percontohan masyarakat untuk mengembangkan ternak kelinci. Sehingga dengan masyarakat mengembangkan ternak secara mandiri, masyarakat dapat memperoleh manfaat berupa profit ekonomi dari potensi kelinci.

3. Sosial Budaya

Dari segi sosial dan budaya, penerapan arsitektur berkelanjutan mengadopsi nilai budaya Gotong Royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia dari jaman dahulu kala hingga saat ini. Rasa kebersamaan gotong royong ini muncul, karena adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untuk meringankan beban yang sedang dipikul. Nilai sosial dan budaya tersebut diterapkan dalam bentuk gotong-royong atau kerjasama masyarakat dengan pengelola Rabbit Garden untuk bersama mengembangkan potensi kelinci. Dimana masyarakat menjadi peternak plasma kelinci yang hasilnya nanti akan disalurkan dalam pengolahan potensi kelinci di Rabbit garden. Pengolahan potensi kelinci tersebut dapat berupa pasar daging untuk penjualan daging kelinci, pengolahan bulu dan kulit sebagai upaya pengembangan potensi kerajinan, dengan kriteria yang telah ditetapkan olah Rabbit Garden itu sendiri.

2.3.2 Aplikasi Arsitektur Berkelanjutan dalam R.G. 1. Material

Aspek penting dalam konsep keberlanjutan adalah menjaga eksistensi material agar tetap tersedia di Bumi pada masa mendatang. Sebagian besar material

(14)

commit to user

bertanggung jawab maka kemungkinan besar akan habis dalam waktu singkat. Merupakan tindakan yang tepat dalam penentuan material adalah menerapkan konsep reuse terhadap komponen/material bangunan dan recycle terhadap limbah konstruksi dan bongkaran bangunan (Augenbroe dan Pearce, 1998). 2. Konstruksi

Konstruksi Berkelanjutan, menurut UNEP (United Nations Environment Programme) adalah cara industri konstruksi untuk berkembang mencapai kualitas pembangunan berkelanjutan dengan memperhitungkan pelestarian lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Secara spesifik hal ini melibatkan isu seperti desain, manajemen bangunan, material, kualitas operasional bangunan, konsumsi energi, dan sumber daya alam. Tujuan penerapan arsitektur berkelanjutan dalam bidang konstruksi memiliki tujuan meminimalkan kontribusi bidang konstruksi terhadap kerusakan alam.

3. Sistem pemanfaatan potensi lingkungan 4. Sistem manajemen limbah

2.3.3 Garden By The Bay sebagai Preseden Objek Rancang Bangun Arsitektur Berkelanjutan

Gagasan utama dalam pembangunan Gardens by the Bay adalah prinsip keberlanjutan lingkungan. Banyak upaya dilakukan untuk merencanakan dan merancang siklus energi dan air pada taman bagian selatan.

1. AREA KONSERVATORI

Terdiri dari dua rumah kaca, area konservatori berusaha menghadirkan iklim Mediterrania yang kering dan sejuk, iklim sub-tropis yang gersang, serta iklim tropis yang lembab dan sejuk. Area tersebut menampung koleksi tumbuhan-tumbuhan berharga yang tidak ditemukan di Singapura.

Area konservatori Gardens by the Bay merupakan sebuah prestasi dalam bidang teknik keberlanjutan lingkungan. Teknologi canggih diterapkan dalam penghawaan buatan, sehingga mampu menekan sampai dengan 30% penggunaan energy dibandingkan dengan teknologi penghawaan buatan konvensional.

a. Mengurangi Tingkat Penerimaan Radiasi Panas Matahari

Dua rumah kaca area konservatori menggunakan kaca khusus sebagai material bangunan. Kaca tersebut memungkinkan pencahayaan optimal untuk tumbuhan, namun secara bersamaan menekan jumlah energy panas yang

(15)

commit to user

masuk. Atap rumah kaca dilengkapi dengan layar otomatis yang akan membuka bila suhu dalam bangunan terlalu panas.

b. Penghawaan Buatan Tempatan

Penghawaan buatan dalam area konservatori hanya digunakan pada bagian tertentu yang membutuhkan. Hal ini mengurangi volume udara yang harus didinginkan. Lantai bangunan dialiri air dingin dalam pipa yang terdapat pada floor slab. Udara sejuk dipastikan menempati area bawah dan kemudian mendorong keluar udara panas.

c. Udara yang Diturunkan Kelembabannya

Untuk mengurangi energy dibutuhkan dalam proses pendinginan, udara pada Konservatori Flower Dome dikurangi tingkat kelembabannya melalui zat pengering (liquid desiccant) sebelum didinginkan. Zat pengering tersebut didaurulang menggunakan energy panas sisa pembakaran bahan biomassa. d. Menghasilkan dan Mendaurulang Energi

Listrik dihasilkan oleh mesin turbin uap yang ditenagai dari limbah tanaman dari taman-taman di Singapura. Listrik dihasilkan dalam site sehingga mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit listrik nasional. Listrik tersebut digunakan untuk operasi mesin penghawaan buatan. Energi sisa dari proses pembakaran tersebut, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, digunakan untuk mendaurulang liquid dessicant.

2. SUPERTREES

Sebelas Supertrees yang ada dilengkapi teknologi bersifat berlanjut, seperti photovoltaic cell untuk menghasilkan listrik dari energy matahari. Supertrees ini juga bertindak sebagai saluran buangan udara dari area konservatori.

(16)

commit to user

3. DANAU

Gambar 2.14 Sistem Danau Kingfisher dan Danau Dragonfly dalam Gardens by the Bay Sumber: http://www.gardensbythebay.com.sg

Danau pada Gardens by the Bay memiliki peran dalam peresapan dan penyaringan air serta menjadi habitat bagi ikan-ikan dan capung. Danau Kingfisher dan Danau Dragonfly merupakan bagian dari area penampungan air Marina Reservoir. Limbah air dari Gardens by the Bay dialirkan menuju kedua danau dan dibersihkan dengan sistem filter tumbuhan air, kemudian disalurkan ke Marina Reservoir. Kebutuhan air site, terutama untuk perawatan tumbuhan, disediakan oleh kedua danau.

Sistem ini berusaha menghadirkan sebagaimana peran danau dan tumbuhan air di alam. Dua aspek tersebut sangat berpengaruh dalam keberlanjutan ekosistem dunia. Pengunjung diharapkan dapat menyadari betapa berharganya tumbuhan air dan air bersih.

a. Mengurangi Kadar Kimia Terlarut

Tumbuhan air pada danau ditanam untuk tujuan mengurangi zat kimia terlarut seperti nitrogen dan fosfor. Dengan demikian, populasi alga dalam air dapat dikontrol dan kualitas air menjadi lebih baik.

b. Mempertahankan Ekosistem Air

Danau bertindak sebagai habitat dari ikan dan capung. Didukung dengan adanya tumbuhan air, keberlangsungan ekosistem perairan dapat tercipta secara alami. Ketiga aspek tersebut mempertahankan kelancaran sirkulasi air, siklus oksigen, yang kemudian mencegah perkembangbiakan nyamuk.

2.4 Karanganyar sebagai Lokasi Rabbit Garden

(17)

commit to user

2.4.1.1 Deskripsi Umum Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kabupaten Sragen di sebelah utara, Propinsi Jawa Timur di sebelah timur, Kabupaten Wonogiri dan Sukoharjo di sebelah selatan dan Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali di sebelah barat. Bila dilihat dari garis bujur dan garis lintang, maka abupaten Karanganyar terletak antara 110040” – 1100 70” Bujur Timur dan 7028” - 7046” Lintang Selatan.

Gambar 2.15 Peta wilayah administrasi Kabupaten Karanganyar. Sumber: http://www.karanganyarkab.go.id/20110107/geografi/ 2.4.1.2 Data Lokasi dan Topografi Kabupaten Karanganyar

Karanganyar terletak di lereng Gunung Lawu, memiliki topografi yang berbukit-bukit dan curam pada daerah yang berbatasan langsung dengan Gunung Lawu. Ketinggian rata-rata kabupaten Karanganyar yaitu 511 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Karanganyar adalah 77.378,64 Ha, yang terdiri dari luas tanah sawah 22.474,91 Ha dan luas tanah kering 54.902,73 Ha.

(18)

commit to user

2.4.1.3 Data Iklim Kabupaten Karanganyar

Kabupaten Karanganyar beriklim tropis dengan temperatur 220– 310. Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada di Kabupaten Karanganyar, banyaknya hari hujan selama tahun 2008 adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret dan terendah pada Bulan Juli, Agustus, dan September.

No Data 2011 2012 2013

Rata-rata curah hujan mm 9,307,50 5,965,92 5,965,08 Rata-rata hari hujan hr 154,50 116,60 116,70 Suhu udara terrendah C 26,50 22,00 22,00 Suhu udara tertinggi C 31,00 31,00 31,00

Tabel 2.1 Curah hujan di Kabupaten Karanganyar. Sumber: http://www.karanganyarkab.go.id/20110107/geografi/

2.4.2 Prospek Positif Sinergisitas antara Rabbit Garden dengan Kabupaten Karanganyar sebagai Lokasi

2.4.2.1 Wisata

ORB dengan pengembangan potensi kelinci direncanakan sebagai salah satu tujuan wisata sehingga dari sektor pariwisata di Karanganyar menjadi berkembang varietas dan jumlahnya. ORB di rencanakan guna menambah daya tarik wisata dan meningkatkan presentase jumlah kunjungan wisatawan. Diharapkan citra pariwisata di Karanganyar semakin eksis dan memberikan konsekuensi positif bagi pemerintah dan masyarakat secara luas. Selain itu, permunculan ORB sebagai tujuan wisata merupakan program dalam pengadaan wisata edukasi di Karanganyar. ORB yang di proyeksikan sebagai destinasi wisata dengan pengembangan potensi kelinci ini memanfaatkan potensi unggulan karanganyar berupa potensi alam yang sesuai bagi habitat pengembangan kelinci. Nantinya, diharpkan ORB ini dapat menarik kunjungan wisatawan baik skala nasional maupun internasional.

2.4.2.2 Ekonomi

Deskripsi prospek ekonomi merupakan perspektif dari dalam ORB, pada kelinci sendiri, terdapat prospek ekonomi berupa penghasil daging, penghasil kulit, penghasil bulu (wool), serta air kencing maupun feses kelinci dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Sehingga, keseluruhan bagian pada tubuh kelinci dapat termanfaatkan.

(19)

commit to user

ORB menjadi sarana edukasi dengan pembelajaran non formal kepada pengunjung dengan tujuan guna mendapatkan pengalaman dan pengetahuan secara langsung mengenai berternak kelinci pedaging, pemeliharaan kelinci hias dan budidaya tanaman sebagai pakan kelinci namun dapat juga dipasarkan ke masyarakat luas.

2.4.2.4 Konservasi

Program konservasi yang direncanakan pada ORB ini merupakan tujuan yang nantinya akan diaplikasikan sebagai bentuk usaha pengembangan potensi kelinci.

2.4.3 Prospek Pengembangan Varietas Wisata sebagai Upaya Penggerak Profit Ekonomi bagi Kabupaten Karanganyar

Pengembangan potensi/wisata dalam suatu daerah dapat meningkatkan profit ekonomi dengan pengelolaan yang tepat. Profit ekonomi adalah perbedaan antara total pendapatan usaha dan semua biaya (termasuk laba normal). Berkaitan dengan pendapatan profit ekonomi bagi masyarakat tersebut, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa obyek wisata.

Untuk meningkatkan peran kepariwisataan, sangat terkait antara barang berupa obyek wisata sendiri yang dapat dijual dengan sarana dan prasarana yang mendukungnya yang terkait dalam industri pariwisata. Usaha mengembangkan suatu daerah tujuan wisata harus memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan suatu daerah tujuan wisata. (Zain dan Taufik, 2011).

Dalam kaitannya terhadap kabupaten karanganyar, sektor ternak dan wisata alam Karanganyar berpotensi untuk dikembangkan. Menginggat belum terdapatnya wahana rekreasi berbasis edukasi ternak sekaligus alam, Rabbit garden diproyeksikan dapat menjadi wahana rekreasi edukasi sebagai penghasil profit ekonomi sekaligus stimulan masyarakat untuk meningkatkan produktifitas pendapatan dari segi pembudidayaan kelinci.

Pengembangan Obyek wisata ternak dan alam sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktifitas sumber daya alam dalam konteks pembangunan ekonomi, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan alam, pemerintah daerah, aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalam suatu sistem tata ruang wilayah.

Kendala pengembangan obyek wisata yang berbasis pengelolaan kekayaan alam berkaitan erat dengan:

a. Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi obyek wisata alam;

(20)

commit to user

b. Efektifitas fungsi dan peran obyek wisata alam ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait;

c. Kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan obyek wisata alam di kawasan hutan; dan

d. Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam. Strategi pengembangan obyek wisata berbasis pengelolaan kekayaan alam meliputi pengembangan :

a. Aspek Perencanaan Pembangunan obyek wisata alam yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan

b. penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sistem informasi obyek wisata alam.

Aspek Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan peraturan yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.

Aspek Sarana dan Prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.

Aspek Pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan obyek wisata alam yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi obyek wisata alam secara lestari.

Aspek Pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan obyek wisata alam untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

Aspek Pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri. Aspek Peran Serta Masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari obyek wisata alam. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan obyek wisata.

Dalam rangka menemukenali dan mengembangkan obyek wisata alam perlu segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi nasional obyek wisata alam

(21)

commit to user

secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing dan keunggulan banding, kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta ketersediaan dana dan tenaga. Potensi daerah obyek wisata alam yang sudah ditemukenali segera diinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanam modal.

Dalam rangka optimalisasi fungsi obyek wisata alam perlu diupayakan pengembangan pendidikan konservasi melalui pengembangan sistem interprestasi obyek wisata alam dan kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga-lembaga pendidikan, penelitian, penerangan masyarakat, dan lain-lain.

Pengembangan obyek wisata alam merupakan sub-sistem dari pengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakat setempat.

Referensi

Dokumen terkait

Pengadian ini bertujuan untuk meningkatkan minat belajar siswa SMP Al Inayah dan SMP Islam dalam mata pelajaran matematika khususnya materi statistik melalui pelatihan penggunaan

Layanan konferensi kasus, layanan ini dilakukan oleh guru BK, kepala sekolah dan wali kelas serta orang tua, yaitu pada kasus Semangka yang lari-larian dari rumah

Dari beberapa temuan penelitian, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, maka di simpulan ini, penulis mengatakan bahwa sesungguhnya karya Hamka yang berjudul Di Bawah

[r]

Sebelum membahas tentang perancangan program yang akan dilakukan, dapat dilihat skema dari alat pelontar peluru dimana program pendeteksi, pelacak dan penentu koordinat

Bagi mahasiswa dengan SRL rendah maupun sedang hendaknya memiliki mereflesikan, mengidentifikasi dan mengawasi sejauh mana self regulated learning yang sudah ia miliki dan

Album packaging "Kamasutra" Julia Perez raises discourses related to personal branding Jupe, music albums, brand sponsorship, and brand social responsibility!.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kategori rendah lila ibu hamil trimester III dengan berat badan lahir bayi di RSUD Wates, Kulon Progo, Yogyakarta