• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) melaporkan penyakit tidak menular sebagai penyebab utama kematian di seluruh dunia. Penyakit tidak menular membunuh lebih banyak orang setiap tahun dibandingkan dengan gabungan semua penyebab kematian lainnya. Dari 57 juta kematian global di tahun 2008, sebanyak 36 juta atau 63% di antaranya disebabkan oleh penyakit tidak menular, terutama penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker dan penyakit pernapasan kronis. Berlawanan dengan pendapat umum, data yang tersedia menunjukkan bahwa hampir 80% dari kematian penyakit tidak menular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebanyak 27% kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah terjadi pada usia < 60 tahun (WHO, 2011a).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian dikarenakan prevalensinya yang tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkan mempunyai konsekuensi yang fatal (Depkes RI, 2007). Hipertensi adalah suatu kondisi tekanan darah yang melebihi batas normal, yakni sistolik ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Pada umumnya, penderita tidak menyadari jika dirinya menderita hipertensi, karena hipertensi seringkali tanpa tanda dan gejala. Oleh sebab itulah hipertensi sering disebut sebagai silent killer (WHO, 2011b).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler. Secara global, prevalensi hipertensi pada orang dewasa berusia ≥ 25 tahun adalah sekitar 40% pada tahun 2008. Pertumbuhan penduduk dan penuaan menyebabkan jumlah orang dengan hipertensi tidak terkontrol meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi hampir 1 miliar pada tahun 2008 (WHO, 2011a).

Hipertensi merupakan salah satu penyebab kematian dini yang menjadi perhatian paling penting di seluruh dunia. Setiap tahunnya hipertensi membunuh hampir 8 juta orang di seluruh dunia, dan hampir 1,5 juta orang per tahun di

(2)

wilayah Asia Tenggara. Secara global, hampir 1 miliar orang memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi), 2/3 di antaranya di negara berkembang. Saat ini, 1/3 dari populasi orang dewasa di Asia Tenggara telah menderita tekanan darah tinggi. Permasalahan hipertensi akan terus berkembang, diperkirakan 1,56 miliar orang dewasa akan terkena hipertensi pada tahun 2025 (WHO, 2011b).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prevalensi hipertensi sebesar 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan, yakni 39,6%. Beberapa provinsi lainnya memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional Indonesia. Sepuluh besar provinsi dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sepuluh besar prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2007 No Provinsi Prevalensi (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kalimantan Selatan Jawa Timur Bangka Belitung Jawa Tengah Sulawesi Tengah D.I Yogyakarta Riau Sulawesi Barat Kalimantan Tengah Nusa Tenggara Barat

39,6 37,4 37,2 37 36,6 35,8 34 33,9 33,6 32,4 Sumber: Riskesdas, 2007 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa Provinsi D.I. Yogyakarta menempati urutan ke-6 dengan prevalensi 35,8%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Sementara itu, menurut rekapitulasi surveilans terpadu penyakit (STP) berbasis puskesmas (kasus baru) tahun 2007, penyakit hipertensi di D.I. Yogyakarta sebanyak 41.094 kasus.

Kabupaten Kulon Progo adalah salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang mengalami peningkatan kasus hipertensi dalam 3 tahun terakhir. Insiden hipertensi mengalami kenaikan dari 8.139 kasus pada tahun 2010 menjadi 11.011 kasus pada tahun 2011, kemudian naik menjadi 13.240 kasus sampai dengan

(3)

bulan Oktober tahun 2012. Peningkatan insiden hipertensi menurut data surveilans terpadu penyakit (STP) berbasis puskesmas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tren kasus hipertensi baru di Kabupaten Kulon Progo tahun 2010 - 2012

(Sumber: STP Puskesmas Kabupaten Kulon Progo tahun 2010 - 2012) Hipertensi merupakan penyakit yang menduduki peringkat ke-2 dalam 10 besar penyakit berdasarkan STP puskesmas di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2011. Dengan kata lain, hipertensi merupakan peringkat pertama dalam kategori penyakit tidak menular. Berdasarkan data surveilans terpadu penyakit (STP) berbasis puskesmas, diketahui bahwa kasus hipertensi sampai dengan Oktober 2012 paling banyak ditemukan di Puskesmas Wates (45,9%).

Tabel 2. Sepuluh besar penyakit di Kabupaten Kulon Progo tahun 2011

No. Penyakit Kasus

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Diare Hipertensi

ILI (Influenza Like Illness) Diabetes mellitus Tifus Tersangka TB Disentri Pneumonia Campak TBC Paru BTA + 16.121 11.011 9.007 2.682 908 415 390 268 166 131

(4)

Kejadian hipertensi secara umum dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Hipertensi dapat terjadi karena peran kedua faktor risiko tersebut secara bersamaan. Dengan kata lain, hipertensi tidak dapat disebabkan oleh satu faktor risiko saja (Suryati, 2005).

Tingginya prevalensi hipertensi menurut Basha (2004) dikarenakan perilaku tidak sehat, yaitu; merokok, obesitas, depresi, rendahnya status pekerjaan & kurangnya beraktivitas. Menurut Suyono (2001), kecenderungan hipertensi lebih banyak terjadi pada masyarakat perkotaan dikarenakan faktor risiko seperti stres, obesitas, kurangnya olah raga, merokok, alkohol dan makanan dengan kadar lemak yang tinggi. Faktor risiko obesitas, konsumsi sodium pada makanan, aktivitas fisik dan asupan alkohol tidak hanya meningkatkan tekanan darah, namun juga memberi dampak negatif terhadap risiko penyakit kardiovaskuler pada lansia (Chobanian, 2007).

Sejak awal abad 20, faktor psikologis telah diyakini mempunyai pengaruh jangka panjang terhadap peningkatan tekanan darah. Selama 1 dekade terakhir saja, lebih dari 10 penelitian longitudinal telah merilis bukti yang mengevaluasi efek faktor-faktor psikologis terhadap kejadian hipertensi. Menurut Rutledge & Hogan (2002), kejadian hipertensi sangat terkait dengan faktor psikologis seperti kecemasan, depresi, kemarahan (anger), permusuhan (hostility) dan stres. Banyak penelitian cross-sectional dan case control yang melaporkan bahwa tekanan darah tinggi terkait dengan faktor risiko yang berhubungan dengan karakteristik psikologis seperti permusuhan, ekspresi kemarahan, defensiveness, dan kecemasan. Menurut Everson et al. (1998), kemarahan dan permusuhan merupakan faktor psikologis yang telah lama diketahui sebagai faktor yang penting dalam kejadian hipertensi.

Kemarahan merupakan salah 1 faktor psikologis yang mempengaruhi kejadian hipertensi. Kemarahan adalah emosi yang kompleks dan terjadi sebagai akibat dari interaksi antara 1 atau lebih peristiwa (Paulus et al., 2004). Konsep kemarahan biasanya mengacu pada keadaan emosional yang terdiri dari perasaan-perasaan dengan intensitas yang bervariasi, mulai dari kejengkelan, kemarahan

(5)

ringan sampai dengan gangguan terhadap kemarahan yang intens (Spielberger & Sydeman, 1994).

Hipertensi adalah salah satu efek jangka panjang dari kemarahan yang berkepanjangan atau kronis. Kemarahan yang terus-menerus dan berkepanjangan akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap (Paulus et al., 2004). Everson, et al. (1998) mengemukakan bahwa mekanisme fisiologis tentang kemarahan yang dapat berdampak terhadap peningkatan tekanan darah dan hipertensi masih sulit untuk dijelaskan. Namun, beberapa bukti menunjukkan bahwa kemarahan dan stres mental mengaktifkan sistem saraf simpatik dan hipotalamus-pituitaryadrenal-axis menghasilkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, resistensi pembuluh darah, dan sekresi kortisol, katekolamin, glukosa, dan insulin, yang semuanya dapat berkontribusi terhadap terjadinya hipertensi.

Menurut Centre for Wellbeing (2013), stres emosional dan kemarahan memicu pelepasan hormon stres kortisol dalam tubuh. Hormon kortisol dapat memberikan tubuh energi dengan sangat cepat. Namun, kenaikan kortisol yang lebih tinggi dan berkepanjangan mengakibatkan efek negatif bagi tubuh. Hal ini dapat membuat ketidakseimbangan gula darah, menurunkan kepadatan tulang, menekan respon kekebalan tubuh dan membuatnya rentan terhadap peradangan kronis, kemudian dapat menekan fungsi tiroid, memperlambat metabolisme tubuh dan dapat mengganggu kemampuan berpikir otak dan meningkatkan tekanan darah.

Kemarahan (anger) dikategorikan menjadi 2 berdasarkan cara mengekspresikannya. Anger-out adalah kemarahan yang cenderung diekspresikan ke luar pada orang lain atau benda di sekitar lingkungan, baik diekspresikan secara verbal ataupun melalui tindakan fisik seperti membanting pintu dan lain-lain. Kemarahan yang cenderung ditekan ke dalam diri sendiri dan tidak diungkapkan secara verbal ataupun melalui tindakan fisik disebut sebagai anger-in. Sementara itu, kemarahan yang dikendalikan disebut sebagai anger-control (Spielberger & Sydeman, 1994).

(6)

Prevalensi yang tepat terkait dengan permasalahan kemarahan tidak diketahui sampai saat ini. Beberapa penelitian telah mengangkat isu spesifik gender dan ekspresi kemarahan. Secara khusus, antagonisme fisik dan verbal lebih sering ditemukan pada laki-laki, sedangkan perempuan dilaporkan lebih pasif (Biaggio, 1989). Tingkat kemarahan telah dilaporkan lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih muda (18-24) dibandingkan dengan kelompok usia 25-30 dan pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Scherwitz et al., 1991). Dari beberapa penelitian cohort diketahui bahwa efek dari anger terhadap hipertensi pada perempuan kurang konsisten dan dengan bukti yang terbatas (Rutledge & Hogan, 2002). Bahkan Markovitz et al. (1993) melaporkan tidak ada efek anger terhadap hipertensi pada perempuan. Hasil berbeda dilaporkan Helmers, et al. (2000), perempuan dilaporkan memiliki skor in dan anger-out yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Kemarahan dan permusuhan telah lama diketahui sebagai faktor yang penting dalam kejadian hipertensi (Everson et al., 1998). Beberapa penelitian di tahun 1970-an telah mengkaitkan tingkat kemarahan dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa individu dengan tingkat kemarahan yang tinggi memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat kemarahan yang rendah. Hasil serupa pada penelitian Celik et al. (2009) yang menemukan bahwa skor kemarahan rata-rata pada kelompok pasien hipertensi (21.9 ± 5.2) lebih tinggi dibandingkan dengan skor kemarahan rata-rata pada kelompok kontrol (19.6 ± 6.2), (p < 0.05).

Funkenstein et al. (1954) menemukan bahwa denyut nadi pada kelompok anger-in 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan denyut nadi pada kelompok anger-out. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah antara kelompok dengan ekspresi kemarahan anger-in dengan anger-out. Harburg et al. (1991) melaporkan hubungan yang impresif antara ekspresi kemarahan dengan tekanan darah dan hipertensi, bahwa ekspresi kemarahan anger-in dan anger-out memiliki efek yang berbeda terhadap tekanan darah.

(7)

Everson et al. (1998) menemukan bahwa anger-out positif terkait dengan hipertensi. Setelah follow-up selama 4 tahun, diketahui bahwa laki-laki dengan skor anger-out tinggi memiliki risiko hipertensi 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki skor rendah (OR = 2,00, 95% CI 1,20-3,38), sedangkan laki-laki dengan skor anger-in tinggi memiliki risiko hipertensi 1,66 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki skor rendah, namun secara statistik tidak bermakna (OR = 1,66, 95% CI 0,98-2,82). Sementara itu, laki-laki dengan skor anger-control tinggi memiliki risiko 0,64 dibandingkan dengan yang memiliki skor rendah, namun secara statistik tidak bermakna (OR = 0,64, 95% CI 0,37-1,10).

Hasil berbeda ditemukan pada penelitian cross sectional yang dilakukan oleh Ohira et al. (2002). Dari penelitian tersebut diketahui bahwa risiko hipertensi 1,6 kali lebih tinggi pada kelompok laki-laki dengan skor anger-out rendah dibandingkan dengan kelompok laki-laki dengan skor anger-out tinggi (OR = 1,60, 95% CI 1,19-2,15). Di samping itu, tidak ada hubungan yang bermakna antara anger-in dengan kejadian hipertensi pada laki-laki dan perempuan.

Perbedaan hasil pada beberapa penelitian sebelumnya sangat terkait dengan metode atau disain penelitian yang digunakan pada masing-masing penelitian. Penelitian cross sectional oleh Ohira et al. (2002) menunjukkan hasil berlawanan dengan penelitian cohort yang dilakukan oleh Everson et al. (1997) dikarenakan kelemahan pada disain cross sectional. Menurut Sastroasmoro & Ismael (2002), penelitian dengan disain cross sectional sulit untuk menentukan hubungan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat bersamaan. Oleh karena itu, hasil dari penelitian cohort oleh Everson et al. (1997) lebih kuat untuk mengidentifikasi efek dari anger expression terhadap kejadian hipertensi. Namun, penelitian Everson et al. (1997) hanya mengikutsertakan responden laki-laki dalam penelitiannya, sehingga efek anger expression terhadap hipertensi pada perempuan tidak diketahui. Adanya keterbatasan bukti dan hasil penelitian-penelitian yang bertentangan, serta inkonsistensi efek dari anger expression terhadap hipertensi pada perempuan, mendorong perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut yang mengikutsertakan

(8)

laki-laki dan perempuan sebagai responden penelitian, untuk memperkuat bukti efek dari anger terhadap hipertensi pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang hubungan antara anger expression (anger-in, anger-out dan anger-control) dengan kejadian hipertensi esensial pada laki-laki dan perempuan di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah risiko kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo meningkat pada laki-laki dan perempuan dengan skor anger-in yang tinggi?

2. Apakah risiko kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo meningkat pada laki-laki dan perempuan dengan skor anger-out yang tinggi?

3. Apakah risiko kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo berkurang pada laki-laki dan perempuan dengan skor anger-control yang tinggi?

(9)

C. Tujuan Penelitian

1. Membuktikan bahwa risiko kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo meningkat pada laki-laki dan perempuan dengan skor anger-in yang tinggi.

2. Membuktikan bahwa risiko kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo meningkat pada laki-laki dan perempuan dengan skor anger-out yang tinggi.

3. Membuktikan bahwa risiko kejadian hipertensi esensial di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo berkurang pada laki-laki dan perempuan dengan skor anger-control yang tinggi.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat mengenai hubungan antara anger expression (anger-in, anger-out dan anger-control) dengan kejadian hipertensi esensial pada laki-laki dan perempuan.

2. Bagi Puskesmas Wates

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan terkait dengan faktor risiko kejadian hipertensi pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Wates dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam menetapkan strategi guna membuat kebijakan dalam program pengendalian penyakit hipertensi.

4. Bagi peneliti

a. Melalui penelitian ini, peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan dan menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah.

b. Menambah pengetahuan peneliti tentang faktor risiko kejadian hipertensi. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya.

(10)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional dengan rancangan case control. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi efek anger expression (anger-in, anger-out dan anger-control) terhadap hipertensi esensial pada laki-laki dan perempuan. Penelitian ini mempertimbangkan variabel jenis kelamin sebagai variabel yang sangat penting untuk dikendalikan, dikarenakan adanya perbedaan angka kejadian hipertensi esensial pada laki-laki dan perempuan, serta perbedaan cara mengekspresikan kemarahan di antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini diharapkan akan melengkapi dan memperkuat bukti efek anger expression (anger-in, anger-out dan anger-control) terhadap kejadian hipertensi esensial pada laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Wates Kabupaten Kulon Progo. Penelitian yang hampir sama antara lain dapat dilihat pada Tabel 3.

(11)

Tabel 3. Keaslian penelitian

Peneliti Judul penelitian Persamaan Perbedaan Hasil

Gentry et al. (1982) Habitual Anger-Coping Styles: I. Effect on Mean Blood Pressure and Risk for Essential Hypertension Variabel independen: anger expression Variabel dependen: hipertensi

Analisis data: odds ratio

Subjek: laki-laki dan perempuan kulit putih dan hitam usia 25-60 tahun Lokasi: Detroit Disain: cross sectional Odds low vs high anger expression = 1,636 Harburg et al. (1991) Anger-Coping Styles and Blood Pressure in Black and White Males: Buffalo, New York Variabel independen: anger expression Subjek penelitian: laki-laki ≥ 19 tahun Variabel dependen: tekanan darah Lokasi penelitian: New York Desain penelitian: cross sectional Analisis data: risk difference anger-out memiliki efek yang signifikan meningkatkan tekanan darah pada laki-laki kulit hitam dan putih yang berusia lebih dari 40 tahun (p < 0,05). Everson et al. (1998) Anger Expression and Incident Hypertension Variabel independen: anger expression Variabel dependen: hipertensi

Analisis data: odds ratio Subjek: laki-laki dewasa Lokasi: Finlandia Disain: prospective cohort Odds high vs low anger-out = 2,00 Odds high vs low anger-in = 1,66 Odds high vs low anger control = 0,64 Ohira et al. (2002) The Relation of Anger Expression with Blood Pressure Levels and Hypertension in Rural and Urban Japanese Communities Variabel independen: anger expression Variabel dependen: hipertensi

Analisis data: odds ratio Subjek: laki-laki dan perempuan usia 30-74 tahun Lokasi: Jepang Disain: cross sectional Odds low vs high anger out = 1,60

(12)

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya belum mengobservasi efek anger expression (anger-in, anger-out dan anger-control) terhadap hipertensi esensial pada kelompok laki-laki dan perempuan secara komprehensif. Penelitian Gentry et al. (1982), Harburg et al. (1991), dan Everson et al. (1998) hanya mengukur efek anger expression terhadap hipertensi pada laki-laki, tanpa mengikutsertakan perempuan sebagai subjeknya. Hal ini mengakibatkan penelitian tersebut tidak dapat mengobservasi hubungan antara anger expression dengan kejadian hipertensi pada kelompok perempuan, sehingga efek anger expression terhadap hipertensi pada perempuan tidak diketahui dalam penelitian tersebut.

Penelitian Ohira et al. (2002) yang berjudul The Relation of Anger Expression with Blood Pressure Levels and Hypertension in Rural and Urban Japanese Communities, telah melibatkan kelompok laki-laki dan perempuan sebagai subjek dalam penelitiannya, sehingga penelitian tersebut dapat mengobservasi dan membandingkan efek anger expression (in dan

anger-out) terhadap hipertensi esensial pada kelompok laki-laki dan perempuan.

Meskipun demikian, penelitian yang dilakukan oleh Ohira et al. (2002) tidak mengukur variabel anger-control yang merupakan salah satu variabel yang penting terhadap kejadian hipertensi esensial, sehingga penelitian tersebut tidak dapat memperkuat bukti bahwa anger-control merupakan faktor protektif yang penting dalam mencegah risiko hipertensi esesnsial pada laki-laki dan perempuan.

Gambar

Tabel 1. Sepuluh besar prevalensi hipertensi di Indonesia  tahun 2007  No   Provinsi  Prevalensi  (%)  1
Gambar 1. Tren kasus hipertensi baru di Kabupaten Kulon Progo  tahun 2010 - 2012
Tabel 3. Keaslian penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Harga Pokok Standard ( Standard Costing ) adalah pembebanan harga pokok kepada produk atau jasa tertentu yang ditentukan di muka dengan cara menentukan besarnya biaya standar dari

Sedangkan dalam penelitian ini yang dimaksudkan adalah Mata Pelajaran wajib bermuatan Agama Islam yang diajarkan kepada peserta didik di Sekolah Menengah Atas

Unilever pun menggunakan kesempatan ini untuk memasarkan salah satu produknya yaitu Lifebuoy Clini-shield 10 Shower Gel Konsentrat dan menggunakan iklan televisi

Filter kedua yang dirancang seperti halnya filter pertama, dengan perbedaan, substrate yang digunakan memiliki kerugian yang kecil, yaitu TMM10 dengan

(2) Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing- masing dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pengendalian

Pada umumnya manusia sekarang ini, sudah memiliki ketergantungan pada suatu sistem informasi yang sudah terintegrasi dengan baik sehingga dapat melakukan komunikasi antara

Persentase campuran yang terdiri dari bahan/bahan-bahan dengan toksisitas akut yang tidak diketahui: 32.3% (mulut), 40.7% (kulit), 58.4% (Penghirupan).. Persentase campuran

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Komputer, Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Teknik Informatika,