• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 10 Bidang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pos dan Telekomunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 10 Bidang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pos dan Telekomunikasi"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

| 208

Bab 10

Bidang Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pos dan

Telekomunikasi

Penyajian data statistik pada bidang Unit Pelaksana Teknis (UPT) bidang Pos dan Telekomunikasi mencakup penyajian data pada tiga Unit pelaksana teknis yang ada Ditjen Pos dan Telekomunikasi dengan fungsi teknis yang berbeda-beda. Ketiga UPT tersebut adalah Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), Balai Teknologi Informasi Pedesaan (BTIP) dan UPT Monitor Spektrum frekuensi radio yang mencakup Balai/Loka/Pos Monitoring di daerah-daerah yang melakukan monitoring penggunaan frekeunsi di daerah (sebanyak 35 UPT).

Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi adalah Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Peranan Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi dalam proses Pengujian alat/perangkat telekomunikasi adalah melakukan pengujian alat/perangkat telekomunikasi berbasis radio dan radio, Electromagnetic Compatibility alat/perangkat telekomunikasi dan pelayanan kalibrasi perangkat telekomunikasi. Produk atau hasil akhir dari pengujian ini adalah bukti hasil pengujian alat yang diterbitkan oleh Balai Besar Pengujian perangkat Telekomunikasi (RHU ). BBPPT dalam melaksanakan pengujian alat/perangkat telekomunikasi mengacu pada Persyaratan Teknis Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi (Technical Specification Regulation), Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Acuan Internasional seperti ISO, ETSI, RR, ITU, IEC.

Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan (BTIP) adalah balai yang dibentuk dalam rangka pengelolaan pembiayaan penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan informatika perdesaan yang dilaksanakan melalui pihak ketiga. BTIP bertujuan untuk mempercepat pemerataan penyediaan akses dan layanan telekomunikasi dan informatika

(2)

| 209 perdesaan sebagai bentuk tanggungjawab pelayanan dari Departemen Komunikasi dan Informatika. Pembentukan BTIP didasari atas azas adil dan merata dalam pelayanan telekomunikasi. Azas adil dan merata, bahwa penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasil dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Monitor Spektrum Frekuensi Radio mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian di bidang penggunaan spektrum frekuensi radio yang meliputi kegiatan pengamatan, deteksi sumber pancaran, monitoring, penertiban, evaluasi dan pengujian ilmiah, pengukuran, koordinasi monitoring frekuensi radio, penyusunan rencana dan program, penyediaan suku cadang, pemeliharaan dan perbaikan perangkat, serta urusan ketatausahaan dan kerumahtangga-an. Salah satu tugas penting dari UPT Monitoring Spektrum frekuensi adalah Koordinasi monitoring spektrum frekuensi radio, penertiban dan penyidikan pelanggaran terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio dan pelayanan/pengaduan masyarakat terhadap gangguan spektrum frekuensi radio.

10.1. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyajian data pada bidang Unit Pelaksana Teknis ini dibagi untuk masing-masing UPT yang akan dipaparkan pada bagian ini.

10.1.1. Ruang Lingkup Penyajian Data BBPPT

Data yang dimunculkan dalam statistik bidang pengujian perangkat telekomunikasi berupa rekapitulasi hasil uji (RHU) dan Surat Perintah Pembayaran (SP2) atas pengujian yang telah dilakukan. Kedua jenis instrumen ini diterbitkan oleh BBPPT sebagai pelaksana pengujian perangkat di Ditjen Postel. Setiap alat/perangkat telekomunikasi yang masuk ke Indonesia wajib dilakukan pengujian, sebelum digunakan dan diperdagangkan di wilayah Indonesia dengan informasi pengujian yang terdiri dari nama pemohon, nama alat, merek/type, asal negara pembuat dan informasi nomor dan tanggal RHU. Pengujian dilakukan terhadap setiap perangkat yang diajukan oleh pemohon pengujian yang berbeda.

(3)

| 210 Pada bagian pertama, data yang disajikan dan dianalisis adalah data rekapitulasi hasil uji atas pengujian yang dilakukan terhadap perangkat-perangkat telekomunikasi oleh BBPPT. Penyajian meliputi jumlah pengujian bulanan dan tahunan dan jumlah perangkat yang diuji menurut kelompok jenis perangkat dan negara asal perangkat. Pada bagian kedua penyajian data adalah besarnya penagihan dari jasa pengujian yang tercantum dalam Surat Perintah Pembayaran (SP2). Data yang digunakan berasal dari data penanganan SP2 yang menyediakan informasi nama permohonan, nama alat, merek/type, negara pabrik pembuat, tanggal diterima, jenis perangkat, besarnya pembayaran dan waktu pembayaran. Penyajian data SP2 juga akan dilakukan menurut bulan, kelompok jenis perangkat dan negara asal perangkat. Secara keseluruhan, lingkup penyajian data statistik pengujian perangkat ini.

1) RHU bulanan Januari-Desember tahun 2009 menurut negara asal perangkat 2) RHU bulanan Januari-Desember tahun 2009 menurut kelompok jenis perangkat 3) RHU bulanan Januari-Juni tahun 2010 menurut negara asal perangkat

4) RHU bulanan Januari-Juni tahun 2010 menurut kelompok jenis perangkat 5) SP2 bulanan Januari-Juni tahun 2010 menurut negara asal perangkat 6) SP2 bulanan Januari-Juni tahun 2010 menurut kelompok jenis perangkat

10.1.2. Ruang Lingkup Penyajian Data BTIP

Data-data yang disajikan dalam statistik Balai Teknologi Informasi Pedasaan meliputi data-data yang menunjukkan kierja BTIP dalam penyebaran dan pemerataan telekomunikasi dan teknologi informasi ke daerah-daerah di Indonesia. Indikator kinerja tersebut berasal dari program-program yang dijalankan oleh BTIP dalam mencapai tujuan pemerataan tersebut yaitu program Desa Berdering (Dering), Desa Pakai Internet (Desa Pinter) dan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Pemyajian data meliputi :

1). Perkembangan jumlah Desa Berdering menurut propinsi sampai Juni 2010 2). Perkembangan jumlah Desa Pinter menurut propinsi sampai Juni 2010

3). Perkembangan jumlah kecamatan dalam program PLIK menurut propinsi sampai Juni 2010

10.1.3. Ruang Lingkup Penyajian Data UPT Monitoring Spektrum Frekuensi

Penyajian data monitoring dan pelanggaran yang dilakukan UPT monitoring spektrum frekuensi merupakan wujud dari hasil pengaturan frekuensi oleh Direktorat Pengelolaan

(4)

| 211 Spektrum Frekuensi Radio sebagai regulator. Pengaturan dan penataan frekuensi dilakukan untuk menghindari terjadinya interferensi baik interferensi antar sistem maupun interferensi antar pengguna dalam suatu sistem. Pengaturan dan penataan frekuensi juga dilakukan untuk tujuan efisiensi penggunaan spektrum frekuensi sehingga tidak terjadi pemborosan dalam pemakaiannya. Data yang dimunculkan dalam statistik UPT Monitoring spektrum frekuensi ini meliputi :

1) Monitoring penertiban penggunaan frekuensi oleh UPT Tahun 2009 – Juni 2010; 2) Tindakan terhadap pelanggaran penggunaan frekuensi oleh UPT Tahun 2009 – Juni

2010.

10.2. Konsep dan Definsi

Beberapa konsep dan definisi yang terdapat dalam pemaparan data tentang UPT Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi, UPT Balai Teknologi Informasi pedesaan dan UPT yang meliputi UPT monitoring spektrum frekuensi, adalah sebagai berikut :

Spektrum Frekuensi Radio adalah susunan pita frekuensi radio yang mempunyai frekuensi lebih kecil dari 3000 GHz sebagai satuan getaran gelombang elektromagnetik yang merambat dan terdapat dalam dirgantara (ruang udara dan antariksa);

Proses pengujian adalah proses pengujian terhadap perangkat telekomunikasi di Indonesia oleh BBPPT. Proses ini diawali dengan pengajuan oleh pemohon (pemilik alat) lengkap dengan persyaratan yang dibutuhkan ke BBPPT. Permohonan selanjutnya diperiksa kelengkapan persyaratan pengujian. Setelah dinyatakan lengkap, pengujian terhadap alat/perangkat dilakukan sesuai dengan jenis alatnya dan laboratorium atau saran pengujian yang tersedia di BBPPT.

Rekapitulasi Hasil Uji (RHU) adalah rekapitulasi dari hasil pengujian terhadap perangkat yang diuji oleh UPT BBPPT dan didokumentasikan sebagai data untuk disampaikan ke Direktorat Standarisasi.

Surat Perintah Pembayaran (SP2) adalah surat yang memerintahkan kepada pemilik perangkat yang diuji di UPT BBPPT untuk membayar biaya pelaksanaan pengujian sesuai dengan tarif yang diberlakukan sesuai dengan jenis pengujian dan fungsi alat

(5)

| 212 yang diuji. Pendapatan dari pelaksanaan pengujian merupakan penerimaan negara bukan pajak di Ditjen Postel.

Kewajiban Pelayanan Universal (Universal Service Obligation/USO) bidang Telekomunikasi adalah kewajiban pelayanan dari pemerintah di bidang telekomunikasi dalam rangka mendukung peningkatan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap jaringan telekomunikasi khususnya telepon.

Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) adalah wilayah-wilayah yang menjadi sasaran dari program USO dibidang telekomunikasi di seluruh Indonesia. Propinsi-propinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta menjadi wilayah sasaran kebijakan dan program USO oleh pemerintah yang dibagi dalam 11 WPUT dengan pembagian :

WPUT I : Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat WPUT II : Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung

WPUT III : Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung WPUT IV : Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah WPUT V : Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan WPUT VI : Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah

WPUT VII : Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara WPUT VIII : Papua, Irian Jaya Barat

WPUT IX : Maluku, Maluku Utara

WPUT X : Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur

WPUT XI : Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur.

10.3. UPT Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi

Balai Besar Pengujian Perangkat telekomunikasi (BBPPT) memiliki tugas untuk melakukan pengujian terhadap perangkat telekomunikasi yang masuk dan akan dipergunakan di wilayah Indonesia. Pengujian ini dilakukan untuk memastikan perangkat tersebut aman dan layak untuk digunakan di wilayah hukum Indonesia. Hasil pengujian perangkat tersebut terangkum dalam rekapitulasi hasil uji yang diklasifikasi menurut merek perangkat, jenis perangkat, negara asal perangkat dan waktu pengujian.

(6)

| 213 10.3.1. Rekapitulasi Hasil Pengujian

Pengujian perangkat telekomunikasi yang dlakukan BBPPT pada tahun 2009 jumlahnya mencapai 2173 buah yang tersebar untuk berbagai jenis perangkat. Selama 12 bulan kegiatan pengujian yang berlangsung di BBPPT pada tahun 2009, pengujian paling banyak dilakukan pada bulan November , April dan Juni. Pada bulan November dilakukan pengujian terhadap 227 perangkat, bulan April 212 perangkat dan bulan Juni 207 perangkat seperti terlihat pada tabel 10.1.

Tabel 10.1. Rekapitulasi Hasil Pengujian Perangkat menurut Jenis Perangkat Tahun 2009

Negara BULAN Total

Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agst Sept Okt Nov Des

Ponsel 50 43 45 82 53 77 75 53 52 69 92 64 755 Low Power 14 16 9 11 18 8 14 8 5 9 6 25 143 Modem Selular 5 12 12 9 16 20 9 9 14 14 6 12 138 Antenna 19 10 11 10 18 7 4 2 10 16 16 8 131 WLAN 16 10 3 10 7 11 14 12 12 10 13 6 124 Radio Siaran 1 3 30 7 10 10 13 9 6 11 4 3 107 Bluetooth 4 11 8 13 7 6 8 12 4 10 8 5 97 Faksimile 2 9 3 11 4 5 6 3 4 2 17 0 66 VSAT 3 6 14 9 6 11 2 3 4 4 2 1 65 Rec- Satellite 1 1 0 0 5 12 7 11 1 4 1 3 46 WLAN Router 3 2 3 7 4 1 6 3 0 2 5 7 43 Gateway 2 3 11 3 1 12 3 0 1 0 3 0 39 WLAN AccPoint 2 2 6 4 3 3 4 6 0 1 3 3 37 Komrad 4 5 0 3 3 1 1 5 3 1 6 4 36 Rad- Microwave 0 0 5 5 1 0 0 1 6 1 16 1 36 Psw Telp Analog 6 3 4 4 2 0 2 2 5 4 0 1 33 TV Siaran 6 1 0 2 3 2 2 1 0 4 2 8 31 IP Phone 0 0 0 1 1 2 0 1 8 2 11 4 30 Router 1 0 0 7 1 2 0 1 5 2 2 8 29 Lainnya 11 14 9 14 22 17 17 14 4 7 13 11 153 Jumlah 150 151 173 212 185 207 188 156 146 173 227 174 2173 Dari persebarannya menurut bulan, pengujian perangkat pada tahun 2009 cenderung tinggi pada kuartal II tahun 2009 dibanding periode lainnya. Sementara pengujian perangkat pada kuartal III tahun 2009 justru cenderung rendah sebagaimana yang terjadi pada kuartal pertama. Pola ini menunjukkan cenderung tingginya perangkat telekomunikasi yang masuk yang kebanyakan berupa telepon seluler masuk pada akhir semester pada tiap tahunnya.

Proporsi terbesar dari perangkat telekomunikasi yang diuji pada tahun 2009 adalah perangkat dalam bentuk telepon seluler. Dari total perangkat yag diuji pada tahun 2009,

(7)

| 214 34,7% merupakan perangkat dalam bentuk telepon seluler, diikuti low power (6,6%), modem seluler 6,4% dan Antenna (6%). Komposisi menunjukan dominanya telepon seluer sabagi perangkat telekomunikasi yang masuk ke Indonesia seperti ditunjukkan pada gambar 10.1. Secara implisit hal ini juga menunjukkan Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi produk telepon seluler dari luar negeri.

Gambar 10.1. Komposisi perangkat yang Diuji menurut Jenis Perangkat Tahun 2009

Jika dilihat negara asal perangkat tersebut, sebagian besar perangkat telekomunikasi yang masuk Indonesia dan dilakukan pengujian pada tahun 2009 adalakah perangkat telekomunikasi asal China. Sekitar 60,3% dari perangkat telekomunikasi yang masuk dan diuji di BBPPT adalah perangkat telekomunikasi dari China, diikuti perangkat asal Amerika Serikat (8%) dan Taiwan (4,2%). Dibandingkan dengan perangkat asal China, proporsi perangkat telekomunikasi asal negara lainnya yang masuk Indonesia sangat kecil

Ponsel; 34,7% Low Power; 6,6% Modem Selular; 6,4% Antenna; 6,0% WLAN; 5,7% Radio Siaran; 4,9% Bluetooth; 4,5% Faksimile; 3,0% VSAT; 3,0% Receiver Satellite; 2,1% WLAN Router; 2,0% Gateway; 1,8% WLAN Access Point; 1,7% Komrad; 1,7% Radio Microwave; 1,7% Pesawat Telepon Analog; 1,5% TV Siaran; 1,4% IP Phone; 1,4% Router; 1,3% Lainnya; 7,0% Other; 16,0%

(8)

| 215 Gambar 10.2. Komposisi perangkat yang Diuji menurut Negara Asal Tahun 2009

Lebih jauh lagi jika dilihat proporsi perangkat telepon yang diuji menurut jenis perangkat telepon dan negara asal pada tahun 2009 menunjukkan untuk telepon seluler, dominasi produk asal China yang masuk ke Indonesia sangat menonjol. Tabel 10.2 menunjukkan bahwa dari 755 telepon seluler yang diuji di BBPPT, 647 diantaranya merupakan telepon seluler asal China atau komposisinya mencapai 85,7% dari total telepon seluler yang diuji di BBPPT sebelum digunakan di wilayah Indonesia. Produk telepon seluler dari negara lain yang juga banyak masuk dan diuji di Indonesia adalah dari Korea Selatan.

Dominasi perangkat asal China juga sangat terlihat untuk jenis perangkat WLAN baik WLAN, WLAN access point dan WLAN router yang proporsinya masing-masing mencapai 53,2%, 72% dan 83,7%. Hanya untuk jenis perangkat radio siaran saja yang tidak didominasi produk asal China dimana peragkat dari Italia lebih banyak masuk dan diuji. Sementara untuk perangkat jenis faksimile produk dari Jepang dan Malaysia cukup dapat mengimbangi produk asal China seperti ditunjukkan pada gambar 10.3. Sementara untuk perangkat jenis VSAT, tidak ada perangkat asal China yang diuji di dan lebih banyak perangkat asal Amerika Serikat. China; 60,3% Amerika Serikat; 8,0% Taiwan; 4,2% Italia; 3,7% Jepang; 3,0% Korea Selatan; 2,9% Jerman; 1,7% Indonesia; 1,7% Malaysia; 1,6% Thailand; 1,5% Hong Kong; 1,4% Mexico; 1,2% Kanada; 1,2% Inggris; 1,2% Singapore; 1,1% Swedia; 0,7% Spanyol; 0,7% Perancis; 0,5% Honggaria; 0,5% Lainnya; 2,9% Other; 7,5%

(9)

| 216 Tabel 10.2. Jumlah perangkat yang diuji menurut jenis perangkat dan negara asal tahun 2009

Jenis Perangkat Negara Asal Total Kana-da China Jer-man Hong Kong Indo-nesia Italia Je-pang Korsel Malay sia Meksi ko Singa pore Tai-wan

Thai-land Inggris USA

Lain-nya Antenna 0 67 6 3 6 1 0 0 0 1 0 1 3 0 24 19 131 Bluetooth 2 54 2 0 0 0 5 1 5 4 3 8 2 1 5 4 96 Faksimile 0 21 0 0 1 0 18 3 16 0 0 1 3 0 0 3 66 Gateway 1 26 1 0 1 0 0 0 0 3 1 2 0 0 4 0 39 Komrad 0 18 2 0 0 0 7 1 0 0 1 0 0 1 0 6 36 Low Power 0 87 9 0 2 0 13 2 2 0 4 10 0 4 6 4 143 Modem Selular 0 103 3 0 2 0 0 6 2 0 1 6 0 0 6 9 138 Ponsel 5 647 1 14 4 0 0 30 0 13 0 12 15 1 0 13 755 Rad- Microwave 2 16 0 0 0 5 2 0 0 0 0 0 0 0 5 6 36 Radio siaran 0 2 1 0 13 59 4 0 0 0 0 0 0 3 15 10 107 Rec- Satellite 0 28 0 0 1 0 0 3 0 0 0 1 0 7 4 2 46 VSAT 6 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 4 43 9 65 WLAN 1 66 0 0 3 0 2 1 1 2 11 24 3 0 9 1 124 WLAN Access Point 1 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 1 0 5 0 37 WLAN Router 0 36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 1 1 43 Lainnya 7 69 12 12 4 14 14 14 9 2 2 16 5 4 47 47 278 Total 25 1267 37 29 37 79 65 62 35 26 23 90 32 25 174 134 2140

Hampir 86% peragkat telekomunikasi jenis telepon seluler yang diuji di BBPPT adalah telepon seluler yang berasal dari China. Komposisi ini kembali menegaskan dominannya produk telepon seluler asal China yang masuk ke Indonesia dan melalui pengujian di BBPPT.

(10)

| 217 Gambar 10.3. Komposisi jumlah perangkat yang diuji menurut jenis perangkat dan negara asal tahun 2009

51,1%55,7% 31,8% 66,7% 50,0% 60,8% 74,6% 85,7% 44,4% 1,9% 60,9% 0,0% 53,2% 73,0%83,7% 33,3% 59,4% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Lainnya USA Inggris Thailand Taiwan Singapore Mexico Malaysia Korsel Jepang Italy Indonesia Hong Kong Jerman China Kanada

(11)

| 218 Pada tahun 2010, sampai dengan semester I telah diuji sebanyak 983 perangkat dari berbagai jenis dan berbagai negara. Jumlah ini hanya 44,6% dari pengujian yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengsn semester I tahun 2009, jumlah perangkat yang diuji pada tahun 2010 ini juga hanya 89,7% dari jumlah perangkat yang diuji pada semester I tahun sebelumnya. Dari distribusi pengujian yang dilakukan tiap bulannya pada tahun 2010 menunjukkan pengujian perangkat cenderung tinggi pada setiap akhir kwartal seperti pada bulan Maret dan Juni.

Tabel 10.3. Jumlah Peragkat yang Diuji menurut negara asal per bulan pada Semester I 2010 Negara Januari Februari Maret April Mei Juni Total

China 76 92 115 77 87 129 576 USA 15 4 14 9 8 7 57 Jepang 2 11 14 10 5 8 50 Taiwan 10 7 7 9 2 6 41 Rep. Korea 5 4 8 5 3 6 31 Malaysia 3 2 6 3 6 10 30 Indonesia 2 3 7 7 0 9 28 Jerman 3 4 5 2 7 0 21 Italia 2 3 6 3 5 2 21 Thailand 0 14 2 1 0 1 18 Kanada 4 0 0 3 2 3 12 Singapore 3 2 3 0 1 3 12 Inggris 0 3 5 2 1 1 12 Lainnya 14 12 12 9 16 11 74 Total 139 161 204 140 143 196 983

Seperti juga pada tahun sebelumnya, perangkat telekomunikasi yang masuk dan diuji pada tahun 2010 juga paling banyak adalah perangkat asal China, diikuti oleh perangkat asal Amerika Serikat dan Jepang. Namun juga perangkat asal China yang diuji sangat jauh lebih tinggi dibanding perangkat telekomunikasi dari negara lain dan mendominasi pengujian perangkat di BBPPT pada tahun 2010. Proporsi perangkat yang diuji di UPT BBPPT pada semester I tahun 2010 mencapai 58,6% dar total perangkat yang diuji. Sementara proporsi perangkat telekomunikasi asal Amerika Serikat dan Jepang masing-masing hanya 5,8% dan 5,1% Perangkat telekomunikasi produksi dalam negeri yang diuji di UPT BBPPT. Sampai

(12)

| 219 semester I tahun 2010 ini, jumlah perangkat telekomunikasi asal Indonesia yang diuji mencapai 28 buah atau 2,8% dari total perangkat yang diuji.

Gambar 10.4. Komposisi perangkat yang diuju menurut negara asal Semester I 2010

Komposisi pengujian perangkat menurut jenis perangkat menunjukkan bahwa peragkat telekomunikasi yang paling banyak dilakukan pengujian pada semester I tahun 2010 adalah telepon seluler, diikuti oleh Modem seluler dan Low Power. Sampai Juni 2010, jumlah telepon seluler yang dilakukan pengujian di UPT BBPPT sebanyak 389 buah atau 39,3% dari total perangkat yang diuji. Sementara untuk jenis perangkat lain, jumlah maupun proporsinya masih kecil dibandingkan dengan telepon seluler. Dari komposisi jenis perangkat ini juga menunjukkan bahwa jenis perangkat yang melekat atau terkait dengan telepon seluler adalah yang paling banyak diuji seperti modem seluler, bluetooth disamping telepon seluler itu sendiri. Secara implisit ini menunjukkan bahwa pasar telepon seluler dan perangkat pendukungnya di Indonesia masih merupakan pasar yang potensial yang dibanjiri perangkat-perangkat yang masuk dari luar. Sementara untuk perangkat jenis lain, karena penggunaannya yang juga tidak banyak, maka jumlah perangkat yang diuji di BBPPT juga tidak banyak seperti yang ditunjukkan pada tabel 10.4 dan gambar 10.5.

China; 58,6% USA; 5,8% Jepang; 5,1% Taiwan; 4,2% Rep. Korea; 3,2% Malaysia; 3,1% Indonesia; 2,8% Jerman; 2,1% Italia; 2,1% Thailand; 1,8% Kanada; 1,2% Singapore; 1,2% Inggris; 1,2% Lainnya; 7,5% Other; 13,0%

(13)

| 220 Tabel 10.4. Jumlah Peragkat yang Diuji menurut jenis perangkat per bulan pada Semester I 2010

Jenis Januari Februari Maret April Mei Juni Total

Ponsel 64 61 60 42 66 96 389 Low Power 7 10 15 4 6 15 57 Antenna 3 6 14 25 3 5 56 Modem Selular 5 8 18 7 17 9 64 Komrad 1 10 6 5 6 15 43 WLAN 4 7 9 8 3 8 39 Bluetooth 8 6 3 7 4 6 34 IP Phone 6 9 7 3 1 3 29 Radio Siaran 2 6 9 5 4 1 27 Faksimile 2 8 8 0 2 2 22 Media Gateway 2 0 3 6 7 1 19 Radio Microwave 2 7 2 6 1 1 19 Repeater 2 2 5 0 3 2 14 Router 5 0 4 1 1 2 13 Receiver Satellite 1 1 0 5 1 4 12 TV Siaran 0 4 3 2 2 1 12 GPS Selular 0 3 4 0 0 3 10 Lainnya 30 14 35 15 16 22 132 Total 144 162 205 141 143 196 991

Besarya jumlah perangkat telekomunikasi jenis telepon seluler dan perangkat pendukung telepon seluler yang masuk dan diuji di UPT BBPPT dibanding perangkat lainnya secara implisit menunjukkan Indonesia merupakan pasar yang potensial untuk dimasuki perangkat dari luar.

(14)

| 221 Gambar 10.5. Komposisi perangkat yang diuji menurut jenis perangkat Semester I 2010

Jika dilihat dari sebaran menurut perangkat dan negara asal, untuk perangkat jenis telepon seluler, dominasi produk perangkat telekomunikasi dari China sangat menonjol diantara perangkat yang diuji. Tabel 10.5 dan gambar 10.6 menunjukkan jumlah perangkat dalam bentuk telepon seluler asal China yang diuji jauh lebih banyak dibandingkan dari negara lain. Proporsi telepon seluler asal China yang diuji mencapai 83,8% dari total telepon seluler yang masuk dan diuji. Sementara nehara asal terbamyak kedua untuk telepon seluler yaitu Korea Selatan, proporsinya hanya 4,4%.

Ponsel; 39,3% Low Power; 5,8% Antenna; 5,7% Modem Selular; 6,5% Komrad; 4,3% WLAN; 3,9% Bluetooth; 3,4% IP Phone; 2,9% Radio Siaran; 2,7% Faksimile; 2,2% Media Gateway; 1,9% Radio Microwave; 1,9% Repeater; 1,4% Router; 1,3% Receiver Satellite; 1,2% TV Siaran; 1,2% GPS Selular; 1,0% Lainnya; 13,3% Other; 19,5%

(15)

| 222 Tabel 10.5. Jumlah Peragkat yang Diuji menurut Jenis Perangkat dan Negara Asal Semester I 2010

Untuk jenis perangkat lainnya, dominannya perangkat asal China yang diuji di UPT BBPPT juga terlihat untuk perangkat telekomunikasi jenis modem seluler, antenna dan bluetooth. Proporsi untuk ketiga jenis perangkat telekomunikasi yang merupakan produk asal China masing-masing adalah 73,4% untuk modem seluler, 61,8% untuk bluetooth dan 60,7% untuk antenna. Dari jenis perangkat tersebut terlihat bahwa untuk perangkat jenis telekomunikasi seluler, produk dari China sangat dominan masuk Indonesia yang ditandai dengan besarnya proporsi jenis perangkat tersebut yang berasal dari China yang masuk Indonesia dan diuji di UPT BBPPT. Hanya untuk jenis perangkat komunikasi radio (komrad) dan radio siaran yang produk dari China tidak terlalu dominan. Untuk jenis Komrad, proporsi terbesar perangkat yang diuji adalah dari Jepang (41,9%) dan Malaysia (20,9%). Sementara untuk radio siaran proporsi terbesar adalah perangkat dari Italia (44,4%) dan Indonesia (37%).

Negara Antenn a Blue-tooth Faksi-mile GPS Selular IP Phone Kom-rad Low Power Media Gateway Modem Selular Ponsel Radio Microw ave Radio

Siaran WLAN Lainnya Total

China 34 21 11 5 11 9 21 7 47 326 6 0 20 58 576 USA 7 1 0 0 11 0 4 5 1 0 6 1 3 18 57 Japan 4 3 1 0 1 18 9 0 0 1 3 0 3 7 50 Taiwan 0 1 0 0 1 0 2 2 3 7 0 1 8 16 41 Rep. Korea 0 2 0 1 0 0 5 0 2 17 0 0 2 2 31 Malaysia 0 3 9 0 1 9 1 0 0 0 0 0 0 7 30 Indonesia 0 0 1 0 0 0 0 0 3 1 0 10 3 10 28 Germany 0 0 0 0 0 3 7 1 1 0 0 0 0 9 21 Italy 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 12 0 7 21 Thailand 1 0 0 0 4 0 0 0 1 8 0 0 0 4 18 Singapore 0 0 0 0 0 0 1 0 3 3 0 0 0 5 12 Inggris 0 0 0 2 0 2 0 0 0 1 0 0 0 7 12 Kanada 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 1 0 0 5 12 Lainnya 10 3 0 2 0 2 7 4 3 18 2 3 0 20 74 Total 56 34 22 10 29 43 57 19 64 389 19 27 39 175 983

(16)

| 223 Gambar 10.6. Komposisi perangkat yang diuji menurut Jenis Perangkat dan Negara Asal Semester I 2010

Antenn a Bluetoo th Faksimil e GPS Selular IP Phone Komrad Low Power Media Gatewa y Modem Selular Ponsel Radio Microw ave Radio

Siaran WLAN Lainnya Lainnya 17,9% 8,8% 0,0% 20,0% 0,0% 4,7% 12,3% 21,1% 4,7% 4,6% 10,5% 11,1% 0,0% 11,4% Kanada 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 1,5% 5,3% 0,0% 0,0% 2,9% Inggris 0,0% 0,0% 0,0% 20,0% 0,0% 4,7% 0,0% 0,0% 0,0% 0,3% 0,0% 0,0% 0,0% 4,0% Singapore 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 1,8% 0,0% 4,7% 0,8% 0,0% 0,0% 0,0% 2,9% Thailand 1,8% 0,0% 0,0% 0,0% 13,8% 0,0% 0,0% 0,0% 1,6% 2,1% 0,0% 0,0% 0,0% 2,3% Italia 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,3% 5,3% 44,4% 0,0% 4,0% Jerman 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 7,0% 12,3% 5,3% 1,6% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 5,1% Indonesia 0,0% 0,0% 4,5% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 4,7% 0,3% 0,0% 37,0% 7,7% 5,7% Malaysia 0,0% 8,8% 40,9% 0,0% 3,4% 20,9% 1,8% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 0,0% 4,0% Republik Korea 0,0% 5,9% 0,0% 10,0% 0,0% 0,0% 8,8% 0,0% 3,1% 4,4% 0,0% 0,0% 5,1% 1,1% Taiwan 0,0% 2,9% 0,0% 0,0% 3,4% 0,0% 3,5% 10,5% 4,7% 1,8% 0,0% 3,7% 20,5% 9,1% Jepang 7,1% 8,8% 4,5% 0,0% 3,4% 41,9% 15,8% 0,0% 0,0% 0,3% 15,8% 0,0% 7,7% 4,0% USA 12,5% 2,9% 0,0% 0,0% 37,9% 0,0% 7,0% 26,3% 1,6% 0,0% 31,6% 3,7% 7,7% 10,3% China 60,7% 61,8% 50,0% 50,0% 37,9% 20,9% 36,8% 36,8% 73,4% 83,8% 31,6% 0,0% 51,3% 33,1% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

(17)

| 224 Jika dibandingkan kegiatan pengujian pada tahun 2009 dan tahun 2010, terlihat bahwa kegiatan pengujian perangkat pada tahun 2010 semester I menunjukkan trend penurunan seperti ditunjukkan gambar 10.7. Jumlah perangkat yang diuji sampai pertengahan tahun 2010 ini baru mencapai 967 buah atau hanya 44,6% dari total perangkat yang diuji pada tahun 2009. Bahkan jika didibandingkan dengan jumlah perangkat yang diuji pada tahun 2009, jumlahnya juga masih rendah daripada jumlah perangkat yang diuji pada semester I tahun 2009. Jumlah perangkat yang diuji pada semester I tahun 2010 hanya mencapai 89,7% dari jumlah perangkat yang diuji pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Gambar 10.7. Perbandingan jumlah perangkat yang diuji setiap bulannya Tahun 2009 dan 2010

10.3.2. Surat Perintah Pembayaran (SP2) Pengujian

Indikator lain yang menunjukkan kegiatan yang dilakukan di UPT BBPPT adalah penerbitan surat perintah pembayaran (SP2) sebagai biaya yang dikenakan atas pengujian perangkat yang dilakukan. Sebagaimana jumlah pengujian yang dilakukan, jumlah penerbitan SP2 atas

0 50 100 150 200 250 150 151 173 212 185 207 187 165 159 175 228 174 139 149 204 141 142 192 2009 2010

Untuk perangkat jenis telekomunikasi seluler, produk dari China sangat dominan masuk Indonesia yang ditandai dengan besarnya proporsi jenis perangkat tersebut yang merupakan asal China yang masuk Indonesia dan diuji di UPT Balai Uji.

(18)

| 225 pengujian perangkat pada semester I tahun 2010 juga menunjukkan jumlah yang fluktuatif setiap bulannya. Jumlah penerbitan SP2 tertinggi terjadi pada bulan Juni dan bulan Januari masing-masing sebanyak 211 dan 190 buah. Penerbitan SP2 pada bulan Januari sebagian merupakan dari hasil pengujian perangkat pada bulan Desember tahun sebelumnya.

Tabel 10.6. Jumlah dan Nilai Penanganan Surat Perintah Pembayaran (SP2) Tahun 2010 No Bulan Jumlah SP2 Nilai Pembayaran

(Rp) Rata-Rata nilai per SP2 (Rp) 1 Januari 190 1.171.000.000 6.163.158 2 Februari 145 942.500.000 6.500.000 3 Maret 179 1.186.000.000 6.625.698 4 April 189 1.369.500.000 7.246.032 5 Mei 174 1.114.000.000 6.402.299 6 Juni 211 1.333.000.000 6.317.536 Total 1089 7.122.000.000 6.539.945

Gambar 10.8. Fluktuasi Jumlah dan Nilai Penanganan SP2 Semeter I 2010

Meskipun jumlah penerbitan SP2 terbanyak adalah pada bulan Juni, namun dari sisi nilainya, nilai pembayaran SP2 tertinggi pada semester I tahun 2010 justru terjadi pada bulan April seperti ditunjukkan gambar 10.8. Dengan jumlah SP2 yang diterbitkan sebanyak 189 buah, nilai pembayarannya mencapai Rp.1.369 juta atau rata-rata Rp. 7,246 juta per SP2 yang

0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400

Januari Februari Maret April Mei Juni

Jumlah SP2 190 145 179 189 174 211

(19)

| 226 diterbitkan. Sementara pada bulan Juni total nilai pembayaran SP2 hanya Rp. 1.333 juta dari 211 buah SP2 sehingga rata-rata hanya Rp. 6,317 juta per SP2 yang diterbitkan.

Jika dilihat dari jumlah SP2 dan nilai pembayarannya, jumlah penerbitan SP2 atas perangkat asal China adalah yang terbesar dan jauh lebih banyak dari perangkat asal negara lain. Pada semester I tahun 2010 ini telah diterbitkan 654 buah SP2 atas perangkat asal China dengan total nilai pembayaran atas SP2 tersebut sebesar Rp. 4511 juta. Rata-rata nilai per SP2 untuk perangkat asal China mencapai Rp. 6,893 juta. Negara berikutnya dengan penerbitan SP2 terbanyak adalah Jepang sebanyak 50 buah dan Amerika Serikat sebanyak 46 buah. Namun dari nilai pembayaran, meskipun jumlah penerbitan SP2 untuk perangkat asal Italia lebih sedikit, namun nilai pembayaran SP2 asal Italia ini lebih tinggi daripada perangkat asal Jepang dan Amerika Serikat. Dengan jumlah 34 buah SP2 yang diterbitkan, nilai pembayaran SP2 untuk perangkat asal Italia mencapai Rp. 257 juta.

Tabel 10.7. Jumlah dan Nilai Penanganan SP2 menurut negara asal Semester I 2010

No Negara Jumlah SP2 Nilai Pembayaran (Rp) Rata-Rata nilai per SP2 (Rp) 1 China 654 4.511.500.000 6.898.318 2 Jepang 50 181.500.000 3.630.000 3 USA 46 251.000.000 5.456.522 4 Malaysia 38 167.000.000 4.394.737 5 Taiwan 38 232.000.000 6.105.263 6 Italia 34 257.000.000 7.558.824 7 Rep. Korea 27 214.500.000 7.944.444 8 Indonesia 26 155.500.000 5.980.769 9 Jerman 19 106.500.000 5.605.263 10 Kanada 16 140.000.000 8.750.000 11 Inggris 16 118.500.000 7.406.250 12 Mexico 13 106.000.000 8.153.846 13 Thailand 13 93.000.000 7.153.846 14 Hongkong 12 61.500.000 5.125.000 15 Vietnam 11 65.000.000 5.909.091 16 Singapore 10 55.000.000 5.500.000 17 Lainnya 66 406.500.000 6.159.091 Total 1.089 7.122.000.000 6.539.945

Besaran nilai pembayaran SP2 ini memang tergantung dari jenis perangkat yang diuji. Nilai rata-rata per SP2 yang diterbitkan tertinggi adalah untuk perangkat asal Kanada dan

(20)

| 227 Meksiko. Nilai rata-rata per SP2 yang diterbitkan untuk perangkat asal Kanada mencapai Rp, 8,750 juta dan untuk perangkat asal Meksiko nilainya rata-rata mencapai Rp. 8,153 juta. Sementara untuk perangkat asal Cina, nilai rata-rata per SP2 yang diterbitkan hanya Rp. 6,898 juta. Bahkan untuk perangkat asal Jepang, nilai rata-rata per SP2 yang diterbitkan hanya Rp. 3,630 juta.

Dari sisi jumlah, proporsi penerbitan SP2 atas pengujian perangkat menunjukkan pada semester I tahun 2010 ini penerbitan SP2 untuk perangkat asal China memang sangat dominan. Proporsi penerbitan SP2 untuk perangkat asal China pada semester I tahun 2010 ini mencapai 60,1% dari total seluruh SP2 yang diterbitkan. Sementara proporsi penerbitan SP2 untuk perangkat asal Jepang dan Amerika Serikat yang merupakan terbanyak berikutnya hanya 4,6% dan 4,2%. Proporsi penerbitan SP2 untuk perangkat asal negara lainnya tidak ada yang lebih dari 4% seperti ditunjukkan pada gambar 10.9.

Gambar 10.9 Komposisi Penerbitan dari SP2 menurut Negara Asal Semester I 2010

Variasi yang berbeda antara jumlah penerbitan SP2 dengan nilai pembayarannya menunjukkan bahwa nilai pembayaran SP2 sangat ditentukan oleh jenis perangkat yang diuji. Hal ini semakin terlihat dari jumlah dan nilai pembayaran SP2 yang ditunjukkan pada tabel 10.8. Jumlah SP2 yang paling banyak diterbitkan adalah untuk perangkat jenis telepon seluler sebanyak 446 buah dengan total nilai pembayaran mencapai Rp. 3,668 juta.

China; 60,1% Jepang; 4,6% USA; 4,2% Malaysia; 3,5% Taiwan; 3,5% Italia; 3,1% Rep. Korea; 2,5% Indonesia; 2,4% Jerman; 1,7% Kanada; 1,5% Inggris; 1,5% Mexico; 1,2% Thailand; 1,2% Hongkong; 1,1% Vietnam; 1,0% Singapore; 0,9% Lainnya; 6,1% Other; 11,5%

(21)

| 228 Sementara penerbitan SP2 terbanyak berikutnya adalah untuk perangkat jenis low power dan modem seluler yaitu sebanyak 64 dan 61 buah dengan total nilai pembayaran mencapai Rp. 130 juta dan Rp. 395,5 juta. Dari tabel 10.17 terlihat bahwa meskipun penerbitan SP2 untuk perangkat jenis antenna lebih sedikit daripada low power, namun total nilai pembayaran untuk antenna lebih besar daripada SP2 untuk Low power.

Dari nilai rata-rata pembayaran per SP2 yang diterbitkan menurut jenis perangkat terlihat bahwa nilai rata SP2 tertinggi adalah untuk perangkat jenis telepon seluler. Nilai rata-rata SP2 yang diterbitkan untuk telepon seluler adalah sebesar Rp.8,270 juta, sementara untuk low power, nilai rata-rata per SP2 hanya Rp. 2,031 juta. Nilai rata-rata per SP2 yang mencerminkan biaya pengujian perangkat tersebut yang juga tinggi adalah untuk jenis perangkat repeater dan TV siaran yang nilainya mencapai Rp. 8 juta per SP2.

Tabel 10.8. Jumlah dan Nilai Penanganan SP2 menurut jenis perangkat Semester I 2010

No Bulan Jumlah SP2 Nilai Pembayaran (Rp) Rata-Rata nilai per SP2 (Rp) 1 Ponsel 446 3.688.500.000 8.270.179 2 Low power 64 130.000.000 2.031.250 3 Modem Selular 61 397.500.000 6.516.393 4 Antenna 60 396.000.000 6.600.000 5 Komrad 57 290.000.000 5.087.719 6 Bluetooth 39 78.000.000 2.000.000 7 WLAN 39 156.000.000 4.000.000 8 Radio Siaran 23 138.000.000 6.000.000 9 Media Gateway 24 152.000.000 6.333.333 10 IP PHONE 20 90.000.000 4.500.000 11 Receiver Satellite 18 112.000.000 6.222.222 12 Radio Microwave 16 112.000.000 7.000.000 13 Repeater 15 120.000.000 8.000.000 14 TV Siaran 15 120.000.000 8.000.000 15 Lainnya 192 1.142.000.000 5.947.917 Total 1.089 7.122.000.000 6.539.945

Meskipun rata-rata biaya pengujian untuk perangkat jenis telepon seluler di UPT BBPPT paling tinggi dibandingkan dengan jenis perangkat telekomunikasi lainnya, namun jumlah pengujian terhadap telepon seluler tetap jauh lebih banyak dibandingkan dengan jenis perangkat lain. Secara implisit, ini menunjukkan besarnya minat produsen telepon seluler untuk masuk pasar Indonesia

(22)

| 229 Besarnya proporsi penerbitan SP2 untuk telepon seluler semakin jelas terlihat pada komposisi penerbitan SP2 menurut jenis perangkat. Dari total SP2 yang dikeluarkan pada semester I tahun 2010, 41% diantaranya adalah SP2 untuk perangkat jenis telepon seluler. Sementara untuk jenis perangkat lain, proporsi penerbitan SP2-nya tidak ada yang lebih dari 6% seperti ditunjukkan pada gambar 10.10. Beberapa jenis perangkat seperti low power, modem selular, antenna dan Komrad proporsi penerbitan SP2-nya memang lebh dari 5% tapi masih kurag dari 6%.

Gambar 10.10. Komposisi Penerbitan dari SP2 menurut Jenis Perangkat Semester I 2010

Jika dilihat lebih lagi berdasarkan jenis perangkat dan negara asal, penerbitan SP2 untuk perangkat asal China adalah yang terbesar pada hampir semua jenis perangkat. Hanya untuk perangkat jenis media gateway, radio microwave, radio siaran dan TV siaran dimana perangkat asal China tidak terlalu dominan seperti ditunjukkan tabel 10.9. Untuk jenis perangkat telekomunikasi seluler seperti telepon seluler, modem seluler dan bloetooth, penerbitan SP2 asal China perangkat asal cukup dominan dengan proporsi masing-masing mencapai 87,9%, 74,2% dan untuk perangkat jenis Media Gateway, proporsi terbesar adalah untuk perangkat asal Amerika Serikat yaitu sebesar 36,4%. Penerbitan SP2 untuk perangkat telekomunikasi asal Italia juga paling besar proporsinya untuk jenis radio microwave dan radio siaran dengan proporsi 31,3% dan 43,5%. Bahkan untuk perangkat jenis TV siaran asal

Ponsel; 41,0% Low power; 5,9% Modem Selular; 5,7% Antenna; 5,5% Komrad; 5,2% Bluetooth; 3,6% WLAN; 3,6% Radio Siaran; 2,1% Media Gateway; 2,0% IP PHONE; 1,8% Receiver Satellite; 1,6% Radio Microwave; 1,5% Repeater; 1,4% TV Siaran; 1,4% Lainnya; 17,8% Other; 23,6%

(23)

| 230 Italia, proporsi penerbitan SP2-nya mencapai 66,7% daro total penerbitan SP2 untuk perangkat TV siaran,

Tabel 10.9. Jumlah Penerbitan SP2 menurut jenis perangkat dan negara asal Semester I 2010

Jika dibandingkan penerbitan SP2 pada tahun 2009 dan 2010, terlihat terjadinya kecenderungan penurunan dalam penerbitan SP2 pada tahun 2010. Penerbitan SP2 pada tahun 2010 terlihat menurun dan lebih rendah daripada pada bulan Februari sampai dengan Mei dibandingkan periode yang sama tahun sebelumya. Penerbitan SP2 pada semester I tahun 2010 hanya mencapai 47,1% dari penerbitan SP2 selama satu tahun pada 2009. Bahkan jika dibandingkan dengan penerbitan SP2 pada periode yang sama tahun 2009, penerbitan SP2 pada semester I 2010 ini baru mencapai 97,1% atau lebih rendah daripada penerbitan SP2 pada semester I tahun 2009. Penurunan ini sejalan dengan kecederungan penurunan pengujian perangkat telekomunikasi yang masuk dan diuji di UPT BBPPT. Namun penurunan yang terjadi masih belum signifikan dan tidak mencerminkan terjadinya kejenuhan pasar pada pasar peragkat telekomunikasi di Indonesia, khususnya untuk perangkat telekomunikasi seluler yang masih tinggi.

Negara Antenn a Blue-tooth IP Phone Kom-rad Low power Media Gate-way Modem Selular Ponsel Radio Micro wave Radio Siaran Receiver Satellite Repeat er TV

Siaran WLAN Lainnya Total

China 33 15 13 12 28 6 46 392 6 0 8 6 1 21 67 654 Jepang 0 7 1 18 14 0 0 0 0 0 0 0 0 4 6 50 USA 7 1 1 0 3 8 2 0 3 1 2 1 0 1 16 46 Malaysia 0 7 1 11 1 0 0 0 0 0 0 3 0 0 15 38 Taiwan 0 2 2 0 2 0 2 5 0 1 0 0 0 9 15 38 Italia 4 0 0 2 0 0 0 0 5 10 0 0 10 0 3 34 Rep. Korea 0 1 0 0 4 0 2 14 0 0 0 2 0 1 3 27 Indonesia 0 0 0 1 0 0 4 1 0 6 4 0 1 2 7 26 Jerman 0 0 0 0 4 1 1 0 0 1 0 1 2 0 9 19 Kanada 0 0 0 0 0 3 0 5 1 0 2 0 0 0 5 16 Inggris 1 0 0 4 0 0 0 1 0 0 1 2 0 0 7 16 Mexico 2 3 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 1 2 13 Thailand 2 0 0 0 0 0 1 9 0 0 0 0 0 0 1 13 Hongkong 0 0 0 0 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 9 12 Vietnam 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 10 11 Singapore 0 0 0 0 1 0 3 2 0 0 0 0 0 0 4 10 Lainnya 11 3 2 9 6 4 1 9 1 4 0 0 1 0 15 66 Jumlah 60 39 20 57 64 22 62 446 16 23 17 15 15 39 217 1089

(24)

| 231 Gambar 10.11 Perbandingan Penerbitan SP2 per bulan Tahun 2009 dan 2010

10.4. UPT Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP)

UPT Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) didirikan salah satunya bertujuan untuk mengatasi kesenjangan penggunaan dan pemanfaatan telekomunikasi antar daerah dan meningkatkan penetrasi teknologi informasi ke wilayah pedesaan khususnya pada dearah-daerah yang masih minim penggunaan telekomunikasi dan teknologi informasi. Salah satu langkah yang dilakukan BTIP adalah dengan meningkatkan keterjangkauan sarana telekomunikasi ke daerah-daerah yang masih tertinggal melalui program yang diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat di pedesaan dalam memanfaatkan teknologi informasi. Terdapat tiga program utama yang dilakukan oleh BTIP pada saat ini untuk mendorong peningkatan akses masyarakat pedesaan terhadap sarana teknologi informasi yaitu program Desa Berdering (DeRing), Desa Pakai Internet (Desa Pinter) dan Program Layanan Internet Kecamatan (PLIK).

10.4.1. Pegawai BTIP

Dalam melaksanakan kegiatannya, BTIP sebagai salah satu struktur di Ditjen Pos dan telekomunikasi didukung oleh sejumlah petugas yang menjadi staf di BTIP. Sampai dengan semester I tahun 2010, jumlah pegawai di BTIP mencapai 32 orang dari berbagai jenjang pendidikan. Jumlah ini meningkat dua orang 6,6% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 30

0 50 100 150 200 250 182 147 187 227 179 199 199 226 129 229 222 188 190 145 180 189 174 211 2009 2010

(25)

| 232 orang seperti terlihat pada tabel 10.10. Disamping mengalami peningkatan jumlah, komposisi pegawai dari sisi tingkat pendidikan juga meningkat. Meskipun jumlah pegawai berpendidikan S2 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya akibat mutasi ke unit kerja lain, namun peningkatan signifikan terjadi pada jumlah pegawai yang berpendidikan S1 yang berasal dari staf yang baru masuk ke BTIP.

Tabel 10.10. Perkembangan Jumlah Pegawai di BTIP menurut tingkat Pendidikan

No Tahun SLTA D3 S1 S2 S3

1 2009 4 1 18 7 0

2 2010* 4 1 21 6 0

*) Sampai Juni 2010

Gambar 10.12. Komposisi pegawai BTIP menurut tingkat pendidikan

*) sampai 30 Juni 2010

Komposisi pegawai di BTIP menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa pegawai di BTIP lebih didominasi oleh pegawai berpendidikan sarjana (S1). Pada semester I tahun 2010, 65% pegawai BTIP berpendidikan S1 dan hanya 12,5% yang berpendidikan menengah. Proporsi pegawai berpendidikan S1 pada tahun 2010 ini lebih tinggi 5,6% dibanding proporsi pegawai berpendidikan S1 pada tahun sebelumnya yang sebesar 60.3%. Namun pegawai berpendidikan S2, proporsinya menurun dari 23,3% pada tahun 2009 menjadi 18,8% semester I 2010 karena adanya mutasi pegawai berpendidikan S2 dari BTIP ke unit kerja lain. 0% 20% 40% 60% 80% 100% 2009 2010* S3 0,0% 0,0% S2 23,3% 18,8% S1 60,0% 65,6% D3 3,3% 3,1% SLTA 13,3% 12,5%

(26)

| 233 10.4.2. Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT)

Dalam melaksanakan program-nya untuk penyebaran dan pemerataan akses teknologi informasi ke daerah-daerah, BTIP menetapkan Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) yang menjadi wilayah bagi pelaksanaan program BTIP sebagai wujud dari kewajiban pelayanan universal (Universal Service Obligation/USO) stakeholder di sektor telekomunikasi dalam memberikan akses telekomunikasi ke masyarakat. USO bertujuan untuk mendukung meratanya penyediaan akses layanan telekomunikasi baik layanan telepon maupun internet di wilayah perkotaan dan di wilayah perdesaan khususnya daerah rural yang tidak menguntungkan secara ekonomi.

WPUT ditetapkan dengan menentukan jumlah dan lokasi desa-desa yang menjadi sasaran dari upaya pemerataan pelayanan dan akses telekomunikasi di seluruh propinsi (kecuali DKI Jakarta). Desa yang ditetapkan menjadi WPUT inilah yang akan menjadi sasaran dari program peningkatan dan pemerataan akses teknologi informasi. Sampai dengan semester I tahun 2010, jumlah desa yang masuk dalam WPUT adalah sebanyak 40.052. Jumlah ini merupakan hasil penambahan desa WPUT yang dilakukan pada tahun 2009. Jumlah WPUT pada semester I tahun 2010 ini meningkat sebesar 4.1% atau sebanyak 1581 desa dibanding jumlah desa WPUT pada tahun 2007 yang tersebar di 32 propinsi.

Dari sisi jumlah, penambahan paling banyak dilakukan untuk Propinsi Sumatera Barat yang bertambah sebanyak 221 desa, diikuti oleh Nusa Tenggara Timur sebanyak 159 desa dan Kalimantan Barat sebanyak 128 desa. Namun dari persentasi peningkatannya, pertumbuhan desa yang masuk WPUT paling banyak terjadi di Nusa Tenggara Barat sebesar 39%, diikuti oleh Sulawesi Barat sebesar 29,5% dan Sumatera Barat sebesar 13% seperti ditunjukkan pada tabel 10.11.

(27)

| 234 Tabel 10.11. Perkembangan Jumlah Desa dalam Program WPUTdibanding Jumlah Total Desa

di tiap Propinsi NO PROPINSI Desa (2007) Desa Tambahan (2009) Total Desa WPUT Jumlah Desa Total 1 NAD 5.264 60 5.324 6378 2 Sumatera Utara 3.561 114 3.675 5616 3 Sumatera Barat 1.695 221 1.916 1916 4 Jambi 838 0 838 1231 5 Riau 872 5 877 1482 6 Kepulauan Riau 90 0 90 245 7 Bangka Belitung 167 12 179 321 8 Bengkulu 1.015 74 1.089 1233 9 Sumatera Selatan 1.891 62 1.953 2783 10 Lampung 805 0 805 2193 11 Kalimantan Barat 1.026 128 1.154 1531 12 Kalimantan Tengah 1.131 4 1.135 1395 13 Kalimantan Timur 879 6 885 1352 14 Kalimantan Selatan 1.330 36 1.366 1957 15 Sulawesi Utara 563 2 565 1280 16 Gorontalo 196 8 204 476 17 Sulawesi Tengah 745 75 820 1530 18 Sulawesi Barat 237 70 307 491 19 Sulawesi Selatan 1.134 52 1.186 2866 20 Sulawesi Tenggara 1.053 0 1.053 1705 21 Papua 2.247 113 2.360 2442

22 Irian Jaya Barat 768 0 768 1166

23 Maluku 720 26 746 886

24 Maluku Utara 589 57 646 793

25 Bali 201 0 201 701

26 Nusa Tenggara Barat 247 89 336 820 27 Nusa Tenggara Timur 2.091 159 2.250 2742 28 Banten 666 73 739 1483 29 Jawa Barat 1.196 83 1.279 5808 30 Jawa Tengah 2.921 51 2.972 8566 31 DI Yogyakarta 30 0 30 438 32 Jawa Timur 2.303 1 2.304 8484 Total 38.471 1.581 40.052 72.310

Lokasi desa yang masuk dalam program WPUT untuk pemerataan akses telekomunikasi dan teknologi informasi sampai semester I tahun 2010 adalah di propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yaitu sebanyak 5324 desa, diikuti oleh Sumatera Utara sebanyak 3675

(28)

| 235 desa Jawa Tengah 2972 desa. Hal yang menarik adalah meskipun berlokasi di pulau Jawa yang memiliki tingkat kemajuan ekonomi, pembangunan dan teknologi yang lebih baik, namun Jawa Tengah tetap mendapat alokasi desa WPUT yang semakin banyak. Jumlah desa yang masuk WPUT di Jawa Tengah bahkan lebih banyak dibanding Papua dan Nusa Tenggara Timur yang relatif tertinggal dalam kemajuan pembangunan, termasuk dalam teknologi dan membutuhkan peingkata infrastruktur telekomunikasi. Jumlah desa yang masuk WPUT di propinsi Papua sebanyak 2360 desa dan di NTT sebanyak 2250 desa. Propinsi lain di pulau Jawa yang juga mendapat alokasi yang cukup besar dalam WPUT adalah Jawa Timur sebanyak 2304 desa dan Jawa Barat sebanyak 1279 desa.

Namun jika dibandingkan dengan total jumlah desa yang ada di masing-masing propinsi, persentasi jumlah desa yang masuk WPUT di propinsi-propinsi di Jawa relatif kecil dibandingkan propinsi lain. Gambar 10.13 menunjukkan proporsi desa yang masuk WPUT di Jawa Tengah hanya 34,7%, sedangkan di Jawa Timur dan Jawa Barat proporsinya masing-masing 27,2% dan 22%. Hal ini disebabkan jumlah desa yang sangat banyak di propinsi-propinsi tersebut. Gambar 10.4 juga menunjukkan bahwa proporsi desa yang masuk WPUT di propinsi-propinsi di Jawa dan Bali adalah yang rendah. Hal ini karena infrastruktur telekomunikasi di Jawa dan Bali jauh lebih baik sehingga banyak desa yang sudah mendapatkan askes telekomunikasi.

Daerah-daerah yang memiliki proporsi desa yang masuk WPUT cukup besar adalah Sumatera Barat, Papua, Bengkulu, Maluku, Maluku Utara, NAD dan NTT. Proporsi desa yang masuk WPUT di propinsi-propinsi tersebut mencapai lebih dari 80% dari total desa yang ada di propinsi. Penambahan jumlah desa WPUT yang besar pada tahun 2009 menjadikan seluruh desa di Sumatera Barat masuk dalam desa WPUT. Besarnya proporsi ini diduga disebabkan oleh instrastruktur telekomunikasi dan akses masyarakat yang masih rendah terhadap telekomunikasi sehingga diperlukan program khusus untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap telekomunikasi seperti melalui WPUT ini.

(29)

| 236 Gambar 10.13 . Proporsi jumlah desa dalam program WPUT terhadap Total Desa yang ada di Tiap Propinsi sampai Juni 2010

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% N A D Su m at er a Ut ar a Su m at er a B ar at Ja m b i R ia u K ep u la u an R ia u B an gk a B el it u n g B en gk u lu Su m at er a Sel at an La m p u n g K al im an ta n B ar at K al im an ta n T e n ga h K al im an ta n T im u r K al im an ta n S e la ta n Su la wesi Ut ar a G o ro n ta lo Su la wes i T en ga h Su la wes i B ar at Su la we si S e la ta n Su la we si T e n gg ar a P ap u a Ir ia n Ja ya B ar at Ma lu ku Ma lu ku Ut ar a B al i Nu sa T e n gg ar a B ar at N u sa T en gg ar a Ti m u r B an ten Ja wa B ar at Ja wa T en ga h D I Y o gy ak ar ta Ja wa T im u r 83,5% 65,4% 100,0% 68,1% 59,2% 36,7% 55,8% 88,3% 70,2% 36,7% 75,4% 81,4% 65,5%69,8% 44,1%42,9% 53,6% 62,5% 41,4% 61,8% 96,6% 65,9% 84,2% 81,5% 28,7% 41,0% 82,1% 49,8% 22,0% 34,7% 6,8% 27,2%

(30)

| 237 Propinsi diluar Jawa yang memiliki proporsi desa yang masuk WPUT yang masih rendah adalah propinsi Kepulauan Riau, Lampung, Sulawesi Utara, Gorontalo dam Suawesi Selatan. Untuk Kepulauan Riau dan Sulawesi Utara, faktr kondisi geografis diduga menjadi penyebab masih rendahnya proporsi desa yang masuk WPUT karena infrastruktur telekomunikasi di kedua daerah tersebut sebenarnya juga belum sebaik pulau Jawa.

10.4.3. Program Desa Berdering

Program desa berdering (Dering) adalah program untuk meningkatkan akses telekomunikasi dalam bentuk telepon bagi desa-desa dengan meningkatkan keterjangkauan desa terhadap layanan telepon. Sampai dengan semester I tahun 2010, telah ditetapkan 33.187 desa sebagai desa target desa berdering. Dari target tersebut, sebanyak 26.015 desa telah tersambung telepon (on air) melalui program Dering. Dengan kata lain pencapaian program dering ini telah mencapai 78,4% dari target yang ditetapkan. Propinsi paling banyak yang menjadi target program Dering ini adalah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yaitu sebanyak 3847 desa, diikuti Sumatera Utara (2976 desa) dan NTT (2027 desa). Propinsi dengan jumlah desa target yang sedikit diantaranya adalah DI Yogyakarta (19 desa), Kepulauan Riau (88 desa), Bangka Belitung (159 desa) dan Bali (178 desa). Untuk Bali dan DI Yogyakarta, jumlah desa target yang rendah lebih disebabkan oleh akses telepon yang sudah cukup baik sampai ke desa-desa. Namun untuk propinsi Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, jumlah desa target yang sedikit disebabkan oleh kondisi geografis daerah yang berbentuk kepulauan yang menyebabkan sulitnya menyediakan infrastruktur untuk telekomunikasi. Dibandingkan dengan total desa yang ada, proporsi jumlah desa target di Kepulauan Riau bahkan hanya 36% dari total desa yang ada di propinsi. Sementara untuk Bangka Belitung, proporsinya mencapai 65% dari total desa.

Dari sisi pencapaian target, terdapat ketimpangan yang cukup mencolok antara wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah dengan wilayah Indonesia bagian Timur. Pada kawasan Barat dan Tengah Indonesia, pencapaian target desa berdering ini sudah cukup besar dan pada beberapa daerah bahkan sudah mencapai 100%. Artinya dari target desa yang ditetapkan, seluruhnya sudah dapat tersambung sambungan telepon. Beberapa propinsi di kawasan ini yang pencapaiannya belum 100% namun sudah cukup tinggi yaitu Sumatera Barat (97%), Riau (94%), Bangka Belitung (99%), Bengkulu (99%), Sumatera Selatan (94%),

(31)

| 238 Banten (99%) dan Kalimantan Tengah (99%). Namun untuk Kepulauan Riau, pencapaiannya baru 65% dari 88 desa yang menjadi target program Dering di propinsi ini.

Tabel 10.12. Posisi pencapaian Program DeRing di banding Jumlah Desa per propinsi semester I 2010 No Propinsi Jumlah Desa Target Jumlah Desa On Air Jumlah Total Desa No Propinsi Jumlah Desa Target Jumlah Desa On Air Jumlah Total Desa 1 NAD 3.847 3845 6378 17 NTB 388 387 820 2 Sumatera Utara 2.976 2981 5616 18 NTT 2.027 2027 2742 3 Sumatera Barat 1.804 1749 1902 19 Kalimantan Barat 986 986 1531 4 Riau 716 681 1482 20 Kalimantan Tengah 1.128 1120 1395 5 Kepulauan Riau 88 57 245 21 Kalimantan Timur 636 636 1352 6 Jambi 805 805 1231 22 Kalimantan Selatan 1.187 1187 1957 7 Bangka Belitung 159 158 321 23 Sulawesi Selatan 905 324 2866 8 Bengkulu 997 983 1233 24 Sulawesi Barat 236 67 491 9 Sumatera Selatan 1.704 1599 2783 25 Sulawesi Tengah 744 67 1530 10 Lampung 767 767 2193 26 Sulawesi Tenggara 928 12 1705 11 Banten 685 680 1483 27 Sulawesi Utara 474 8 1280 12 Jawa Barat 1.187 1185 5808 28 Gorontalo 184 7 476 13 Jawa Tengah 1.552 1551 8566 29 Maluku 710 65 886 14 DI Yogyakarta 19 19 438 30 Maluku Utara 576 10 793 15 Jawa Timur 1.579 1579 8484 31 Irian Jaya Barat 768 56 1166

16 Bali 178 178 701 32 Papua 2.247 239 2442

Sebaliknya untuk propinsi-propinsi di Kawasan Timur Indonesia, tingkat pencapainnya masih sangat rendah seperti terlihat pada gambar 10.14. Pencapaian terget tertinggi di Kawasan Timur Indonesia ini terdapat di propinsi Sulawesi Selatan sebanyak 36% diikuti olehSulawesi Barat sebesar 28%. Propoinsi lain di Kawasan Timur Indonesia hampir seluruhnya tingkat pencapaian program DeRing-nya masih dibawah 10%. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program DeRing lebih mendahulukan propinsi-propinsi di kawasan barat dan tengah Indonesia dan secara bertahap bergeser ke kawasan Timur Indonesia. Hal ini diduga terkait dengan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung program DeRing ini.

Terdapat ketimpangan dalam pencapaian target program DeRing dimana untuk propinsi-propinsi di Kawasan Barat dan Tengah Indonesia tingkat pencapaiannya sudah tinggi, namun untuk Kawasan Timur Indonesia tingkat pencapaiannya masih sangat rendah dibanding targetnya. Hal ini diduga terkait dengan ketersediaan infrastruktur pendukungnya.

(32)

| 239 Gambar 10.14. Pencapaian Target Desa Berdering dan Proporsi Desa Berdering Terhadap Tota Desa di Tiap Propinsi sampai 30 Juni 2010

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% N A D Su m u t Su m b ar R ia u K ep ri Ja m b i B ab e l B e n gk u lu Su m se l La m p u n g B an ten Ja b ar Ja ten g D I Y o gy ak ar ta Ja ti m B al i N TB N TT K al b ar K al ten g K al ti m K al se l Su lse l Su lb ar Su lt e n g Su lt ra Su lu t G o ro n ta lo Ma lu ku Ma lu ku Ut ar a Ir ja b ar P ap u a 100% 100% 97% 95% 65% 100%99% 99%94% 100% 99% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 99% 100% 100% 36% 28% 9% 1% 2% 4% 9% 2% 7% 11% 60% 53% 95% 48% 36% 65% 50% 81% 61% 35% 46% 20% 18% 4% 19% 25% 47% 74% 64% 81% 47% 61% 32% 48% 49% 54% 37% 39% 80% 73% 66% 92%

(33)

| 240 Jika dibandingkan dengan total desa yang ada terlihat adanya perbedaan dan variasi proporsi desa berdering terhadap total desa di propnsi tersebut. Porporsi terbesar terdapat di Sumatera Barat, Papua dan Bengkulu, Kalimantan Tengah dan Maluku. Jumlah desa yang menjadi target program DeRing di propinsi-propinsi tersebut mencapai lebih dari 80% total desa yang ada di propinsi. Bahkan untuk Sumatera Barat dan Papua, proporsinya mencapai 95% dan 02% dari total desa yang ada di propinsi. Sebaliknya, proporsi jumlah desa yang masuk program DeRing terhadap total desa di propinsi di pulau Jawa relatif rendah. Proporsi jumlah desa di DI Jogjakarta yang masuk program DeRing hanya 4% dari total desa yang ada di DI Jogjakarta. Sementara proporsi desa di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang masuk program DeRing hanya kurang dari 20% dari total desa di propinsi-propinsi tersebut. Hal ini disebabkan infrastruktur dan penetrasi layanan telepon di desa-desa di Jawa sudah cukup baik dan sudah menjangkau pedesaan sehingga tidak banyak lagi desa yang perlu masuk program DeRing. Hanya di propinsi Banten yang proporsi desa DeRing-nya masih xukup tinggi yaitu 46% dari total desa yang ada. Secara total, target jumlah desa yang masuk dalam program DeRing di seluruh Indonesia baru mencapai 46% dari total jumlah desa di Indonesia.

10.4.4. Desa PINTER (Punya Internet)

Program desa Pinter bertujuan untuk memberikan akses telekomunikasi berupa internet kepada desa agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa untuk lebih mengenal dan mampu menggunakan internet. Sifat dari program ini lebih bersifat pengenalan untuk penetrasi internet sampai ke desa. Perangkat minimal yang harus di ada di fasilitas telekomunikasi dimaksud yaitu antara lain : (i) Koneksi ke jaringan internet; (ii) Personal Computer multimedia (PC); (iii) modem; (iv) printer; dan (v) peripheral. Desa Pinter juga mengikuti Peraturan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor : 260/DIRJEN/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pos Dan Telekomunikasi Nomor 247/Dirjen/2008 Tentang Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) Beban Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal (KKPU) Telekomunikasi

Oleh karena itu jumlah desa yang menjadi target dalam Desa Pinter ini tidak banyak. Secara total terdapat 131 desa yang menjadi target lokasi program Desa Pinter yang tersebar di 32

(34)

| 241 propinsi. Jumlah alokasi terbanyak untuk program Desa Pinter ini adalah di propinsi Jawa Tengah sebanyal 10 desa, diikuti NAD sebanyak 9 desa dan Sumatera Utara sebanyak 7 desa. Sementara jumlah desa yang ditetapkan sebagai model untuk Desa Pinter di propinsi lain berkisar antara 3-4 desa.

Tabel 10. 13. Target dan Realisasi Jumlah Desa dalam Program Desa Pinter No Propinsi Target Realisasi No Propinsi Target Realisasi

1 NAD 9 9 17 NTT 6 6

2 Sumatera Utara 7 7 18 Jawa Timur 4 4

3 Sumatera Barat 4 4 19 Jawa Tengah 10 10

4 Riau 4 4 20 DI Yogyakarta 3 3

5 Jambi 3 3 21 Jawa Barat 6 6

6 Sumatera Selatan 3 3 22 Banten 4 4 7 Bengkulu 4 4 23 Sulawesi Utara 3 0 8 Lampung 3 3 24 Sulawesi Tengah 3 0 9 Bangka Belitung 4 4 25 Sulawesi Barat 3 0 10 Kepulauan Riau 4 4 26 Sulawesi Selatan 3 0 11 Kalimantan Barat 4 4 27 Sulawesi Tenggara 3 0 12 Kalimantan Tengah 4 4 28 Gorontalo 3 1 13 Kalimantan Selatan 3 3 29 Maluku Utara 3 0 14 Kalimantan Timur 5 5 30 Maluku 3 0 15 Bali 3 3 31 Irian Jaya Barat 4 0 16 NTB 3 3 32 Papua 3 0 Sampai dengan semester I tahun 2010, pencapaian realisasi dari program Desa Pinter ini sudah mencapai 101 desa atau 77,1% dari target yang ditetapkan. Sebagaimana pada program desa berdering, realisasi dari program desa Pinter ini didahulukan untuk wilayah kawasan Barat dan Tengah Indonesia. Sementara untuk propinsi-propinsi di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku dan Papua) realisasinya masih rendah. Realisasi pada kawasan ini baru satu dea di Gorontalo, sementara lainnya masih belum direalisasikan.

10.4.5. Program Layanan Internet Kecamatan (PLIK)

Program lain untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap telekomunikasi dan pemerataan akses teknologi informasi yang dilaksanakan oleh BTIP adalah program Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) yang dilaksanakan di 32 propinsi di Indonesia. Program ini berusaha menyediakan akses internet kepada kecamatan-kecamatan yang masih belum mendapat akses internet untk memiliki jaringan internet yang dapat dimanfaatkan warga

(35)

| 242 maupun aparat di kecamatan dan desa. 1 PLIK terdiri dari 1 Server, 5 Client, 1 Printer Multifungsi dengan Downlink 256 kbps dan uplink 128 kbps.

Sampai dengan semester I tahun 2010, pelaksanaan program PLIK telah dilakukan di 5748 titik diseluruh Indonesia. Dari sebaran lokasinya, pelaksanaan program PLIK paling banyak di lakukan di Jawa Timur sebanyak 538 lokasi, diikuti Jawa tengah dan Jawa Barat masing-masing 478 lokasi dan Jawa Barat sebanyak 448. Lokasi di luar pulau Jawa yang terbanyak program PLIK adalah di Sumatera Utara sebanyak 337 lokasi, NAD sebanyak 260 lokasi dan Sulawesi Selatan 224 lokasi. Pelaksanaan program PLIK di propinsi Nusa Tenggara Timur juga cukup banyak yaitu di 213 lokasi seperti ditunjukkan pada tabel 10.14. Nampaknya pelaksanaan program PLIK diprioritaskan pada daerah-daerah yang sudah tersedia infrastrukturnya untuk pelaksanaan PLIK ini disamping memperhatikan aspek kebutuhan masyarakatnya.

Tabel 10.14. Jumlah PLIK dan proporsinya terhadap total Kecamatan di Tiap Propinsi sampai Juni 2010 No Propinsi Jumlah PLIK Proporsi terhadap jumlah kecamatan No Propinsi Jumlah PLIK Proporsi terhadap jumlah kecamatan 1 NAD 260 94,2% 17 NTB 125 107,8% 2 Sumatera Utara 337 82,8% 18 NTT 213 74,7%

3 Sumatera Barat 176 106,0% 19 Kalimantan Barat 173 98,9%

4 Riau 145 95,4% 20 Kalimantan Tengah 132 110,9%

5 Kepulauan Riau 78 132,2% 21 Kalimantan Timur 158 116,2%

6 Jambi 125 97,7% 22 Kalimantan Selatan 156 104,7%

7 Bangka Belitung 81 202,5% 23 Sulawesi Selatan 224 73,7%

8 Bengkulu 118 107,3% 24 Sulawesi Barat 88 133,3%

9 Sumatera Selatan 182 84,3% 25 Sulawesi Tengah 135 91,8%

10 Lampung 149 73,0% 26 Sulawesi Tenggara 152 82,6%

11 Banten 206 133,8% 27 Sulawesi Utara 128 85,3%

12 Jawa Barat 448 72,3% 28 Gorontalo 72 110,8%

13 Jawa Tengah 478 83,4% 29 Maluku 84 120,0%

14 DI Yogyakarta 113 144,9% 30 Maluku Utara 74 67,3%

15 Jawa Timur 538 81,4% 31 Irian Jaya Barat 103 28,0%

16 Bali 90 157,9% 32 Papua 207 158,0%

Dari sisi jumlah pelaksanaan PLIK tersebut, proporsinya lokasi PLIK telah mencapai 88,8% dari total kecamatan yang ada di Indonesia. Jika dilihat dari sebarannya, pada beberapa propinsi, jumlah titik pelaksanaan PLIK lebih banyak dari jumlah kecamatan yang ada di

(36)

| 243 Indonesia seperti yang ditunjukkan pada propinsi Sumatera Barat, Banten, DI Jogjakarta, Bali dan lainnya di Kawasan Barat, Tengah maupun Timur Indonesia. Hal ini berarti pada propinsi tersebut terdapat lebih dari satu PLIK pada satu kecamatan. Sementara pada beberapa propinsi lain, jumlah PLIK masih rendah dibanding jumlah kecamatan yang ada. Di Irian Jaya Barat dan Maluku Utara, proporsi jumlah PLIK baru mencapai 28% dan 67,3% dari jumlah kecamatan yang ada. Jika dilihat dari proporsi lokasinya menurut pulau, hanya di Kalimantan yang jumlah PLIK-nya sudah lebih besar daripada jumlah kecamatan yang ada seperti ditunjukkan pada gambar 10.15. Sementara untuk lima pulau besar lainnya, jumlah PLIK masih beleum memenuhi jumlah kecamatan yang ada. Bahkan untuk Jawa, proporsi jumlah PLIK baru mencapai 85,5% dari julah kecamatan yang ada dan di Maluku dan Papua baru mencapai 68,9% dari jumlah kecamatan. Namun untuk pulau Jawa, hal ini diduga lebih disebabkan banyak kecamatan yang sudah terakses internet sehingga tidak diperlukan lagi program PLIK.

Gambar 10.15. Proporsi Jumlah PLIK terhadapTotal Kecamatan menurut Pulau sampai 30 Juni 2010

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 93,9% 85,5% 93,4% 106,9% 87,2% 68,9%

Meskipun dari sisi jumlah, program PLIK banyak dilakukan di propinsi yang memiliki infrastruktur pendukung sudah cukup baik, namun jumlah program PLIK di NTT dan Papua juga cukup tinggi untuk mendukung keterjangkauan akses interet didaerah tersebut

(37)

| 244

10.5. UPT Monitoring Spektrum Frekuensi

UPT monitoring spektrum frekuensi memiliki fungsi utama melakukan monitoring terhadap penggunaan frekuensi oleh berbagai pihak dalam rangka pengaturan pemanfaatan frekuensi secara benar. Tugas ini dilakukan oleh keberaadaan unit-unit monitoring di daerah yang berbentuk balai maupun loka dengan berbagai tingkatan. Terdapat 25 UPT monitoring yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk dua UPT yang baru beroperasi yaitu UPT Tahuna dan UPT Sorong.

10.5.1. Pegawai UPT

Seiring dengan penambahan unit monitoring dan semakin besarnya beban tugas monitoring yang dilakukan, jumlah pegawai UPT monitoring ini juga meningkat dari tahun ke tahun. Kecuali pada tahu 2007, pegawai UPT terus meningkat tiap tahunnya dengan peningkatan dalam enam tahun terakhir rata-rata mencapai 11% per tahun. Sampai semester I tahun 2010 ini pegawai UPT juga meningkat 8,7% dibanding tahun sebelumnya. Secara total dari tahun 2005, pegawai UPT monitoring pada semester I tahun 2010 ini telah meningkat sebesar 82,8% dibanding tahun 2005 seperti ditunjukkan tabel 10.15.

Tabel 10.15. Perkembangan Jumlah Pegawai UPT Ditjen Postel Menurut Tingkat Pendidikan. No Tahun S2 S1 D3 D2 SLTA SLTP SD Jumlah

1 2005 18 147 72 9 331 23 9 609 2 2006 32 240 98 5 303 17 11 706 3 2007 27 211 98 3 308 18 9 674 4 2008 48 270 132 4 340 26 18 838 5 2009 58 290 135 4 344 26 26 883 6 2010* 63 325 144 4 368 31 25 960 *) Sampai 30 Juni 2010

Peningkatan jumlah pegawai UPT monitoring spektrum frekuensi ini juga diikuti dengan peningkatan kualitas pegawai yang ada yang dicerminkan dari tingkat pendidikan pegawai. Jumlah pegawai berpendidikan tinggi (Diploma 3, sarjana dan magister) menunjukkan jumlah yang meningkat setap tahunnya. Meskipun jumlah pegawai berpendidikan dasar dan menengah juga meningkat, namun peningkatannya tidak sebesar jumlah pegawai berpendidikan tinggi. Pegawai berpendidikan S2 da S1 misalnya meningkata rata-rata 33,9% dan 19,7% setiap tahunnya. Sementara pegawai berpendidikan SLTA dan SLTP hanya meningkat masing-masing 2,3% dan 8,7% setiap tahunnya.

(38)

| 245 Dari sisi komposisinya, peningkatan jumlah pegawai terutama untuk pegawai berpendidikan tinggi juga menyebabkan terjadinya pergeseran proporsi pegawai berpendidikan tinggi. Proporsi pegawai berpendidikan sarjana dan magister yang pada tahun 2005 secara total baru mencapai 38%, pada semesteri Tahun 2010 telah mencapai 39,4%. Sebaliknya proporsi jumlah pegawai berpendidikan dasar dan menengah yang pada tahun 2005 secara total sudah mencapai 61,3%, pada semester I proporsinya tinggal 44,8% dari total pegawai seperti ditunjukkan gambar 10.16. Peningkatan jumlah dan proporsi pegawai berpendidikan tinggi ini adalah bagian dari upaya Ditjen Pos dan Telekomunikasi dalam meningkatkan kemampuan sumberdaya pegawai yang melakukan kegiatan monitoring penggunaan frekuensi. Apalagi penggunaan frekuensi juga semakin tinggi dengan penggunaan untuk kebutuhan yang semakin beragam oleh berbagai jenis stakeholder. Hal ini menuntut adanya peningkatan kapasitas dan kemampuan petugas yang ada di balai-balai monitoring frekuensi yang dimiliki oleh Ditjen Pos dan Telekomunikasi di berbagai daerah.

Persebaran jumlah pegawai menurut UPT menunjukkan adanya variasi jumlah pegawai antar UPT sesuai dengan kelas dari UPT balai monitoring di masing-masing daerah. UPT dengan beban kerja yang besar karena tingginya penggunaan frekuensi di daerah tersebut seperti UPT Jakarta, UPT Bandung, UPT Semarang dan UPT Surabaya memiliki jumlah pegawai yang juga lebih banyak (lebih dari 40 pegawai) dengan jumlah pegawai berpendidikan tinggi juga lebih besar. Sementara beberapa UPT lain pada daerah dengan tingkat penggunaan frekuensi yang tidak terlalu besar dengan dinamika sosial ekonomiserta tingkat kemajuan daerah yang tidak terlalu tinggi, jumlah pegawai di UPT tersebut juga cenderung tidak besar. UPT Kendari, UPT Jayapura, UPT Gorontalo, UPT Ternate dan UPT Banjarmasin memiliki jumlah pegawai yang sedikit (kurang dari 20). Hal ini terkait dengan beban monitoring frekuensi yang relatif lebih sedikit dibanding UPT lainnya. Tabel 10.16 yang memperlihatkan jumlah pegawai di masing-masing UPT menurut tingkat pendidikan huga menunjukkan jumlah pegawai berpendidikan S1 yang proporsinya cukup signifikan. Pada beberapa UPT juga sudah terdapat pegawai berpendidikan magister. Sementara jumlah pegawai berpendidikan dasar relatif lebih rendah.

(39)

| 246 Gambar 10.16. Perkembangan Komposisi Pegawai UPT menurut Tingkat Pendidikan 2005-Juni 2010

0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% 2005 2006 2007 2008 2009 2010* SD 1,7% 1,5% 1,6% 1,3% 2,1% 2,9% SLTP 4,4% 3,8% 2,4% 2,7% 3,1% 2,9% SLTA 55,2% 54,4% 42,9% 45,7% 40,6% 39,0% D2 1,7% 1,5% 0,7% 0,4% 0,5% 0,5% D3 9,0% 11,8% 13,9% 14,5% 15,8% 15,3% S1 24,8% 24,1% 34,0% 31,3% 32,2% 32,8% S2 3,2% 3,0% 4,5% 4,0% 5,7% 6,6%

Gambar

Tabel 10.1. Rekapitulasi Hasil Pengujian Perangkat menurut Jenis Perangkat Tahun 2009
Gambar 10.1. Komposisi perangkat yang Diuji menurut Jenis Perangkat Tahun 2009
Tabel 10.3. Jumlah Peragkat yang Diuji menurut negara asal per bulan pada Semester I 2010  Negara  Januari  Februari  Maret  April  Mei  Juni  Total
Gambar 10.4. Komposisi perangkat yang diuju menurut negara asal Semester I 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena cuaca, seperti hujan, mendung, cerah, kilat dan guntur yang kita alami sehari- hari merupakan manifestasi dari salah satu gas pembentuk atmosfer yang dikenal

Dalam pengujian hipotesis pada sampel berdasarkan kategori ukuran tenaga kerja dengan menggunakan uji anova yang dilakukan, hasil pengujian hipotesis menunjukkan

Berbagai pengertian di atas mengisyaratkan bahwa konsep good governance sesungguhnya sangat berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan negara baik

Sistem akan menampilkan data berupa nilai ADC dan tegangan yang kedua, besar absorban antara tegangan yang pertama dan yang kedua, absorban yang sudah

Seperti yang terlihat 12 prinsip dasar animasi memegang peranan penting dalam setiap gerakan maupun pengerjaan sebuah karya animasi, sehingga animasi menjadi lebih menarik

c. Pertama kali Anda akan diminta untuk memilih bahasa instalasi. Pilihan bahasa yang tersedia adalah Inggris, Perancis, Spanyol.. Selanjutnya akan dicek kesiapan sistem di

Untuk menganalisis hal tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian analisis framing yang dikembangkan dengan menggunakan model analisis Pan dan Kosicki

Karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut peraturan pemerintah no 71 tahun 2015 tentang standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah ukuran- ukuran normatif yang