• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014)

http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2014

KEKUATAN BERLAKUNYA PENGGUNAAN BLANKO AKTA TANAH

OLEH NOTARIS/ PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM

PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DI KABUPATEN MALINAU

KALIMANTAN UTARA

Hendy Sarmyendra1 (hendysarmyendra@yahoo.co.id)

Haris Retno Susmiyati2 (harisretno@yahoo.co.id)

Hairan3

(harbrot@yahoo.co.id) Abstrak

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pejabat umum yang diberi kewenangan dalam melaksanakan pendaftaran tanah, khususnya pendaftaran tanah karena adanya peralihan hak, dimana pemindahan hak tersebut hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Berdasarkan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, PPAT dalam membuat akta tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 96 ayat (1) harus menggunakan blanko yang telah disedikan oleh BPN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan berlakunya penggunaan balnko akta tanah berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 8 Tahun 2012 serta mengetahui dan menganalisis perbandingan blanko akta yang disediakan BPN dengan blanko akta yang disiapkan oleh PPAT.Penelitian ini menggunakan metode normatif empiris yang menggunakan observasi dan studi lapangan/ wawancara sebagai data primer dan bahan hukum sebagai data sekunder.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kewenangan dan kepastian hukum kepada PPAT untuk membuat sendiri akta tanah untuk peralihan hak. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah bukti yang sah bahwa telah dilakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah. Akta otentik Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan syarat untuk mendaftarkan peralihan hak ke kantor Badan Pertanahan Nasional. Mengingat pentingnya pendaftaran tanah sebagaimana telah ditetapkan dalam pasal 19 UUPA, bahwa diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.

Kata kunci: Pendaftaran tanah, Peralihan hak, Blanko Akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah.

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 3

(2)
(3)

THE POWER OF ENACTMENT USAGE OF BLANKO DEED LAND BY

NOTARY/ OFFICIALS DEED LAND MAKER IN A DIVERSION LAND

RIGHTS IN MALINAU REGENCY NORTH KALIMANTAN

Hendy Sarmyendra4 (hendysarmyendra@yahoo.co.id)

Haris Retno Susmiyati5 (harisretno@yahoo.co.id)

Hairan6

(harbrot@yahoo.co.id) Abstract

The officials deed land maker (PPAT) is a public officials which given the authority in implementing the land registry, especially land registry for the transition rights, which those the transfer rights only can be registered with deed made by PPAT. Based on the minister of agrarian regulation No.3 in 1997, PPAT in creating deed land as referred in chapter 96 verse (1) must use prepared blanko by BPN. But with the enactment of minister of agrarian regulation republic Indonesia No. 8 in 2012, PPAT can make own deed blanko. The purpose of this research is to know the extent power of enactment minister of agrarian regulation republic Indonesia No. 8 in 2012 and to know and analyzing the comparison of deed blanko which prepared by BPN and PPAT.

This research using normative empirical method that using observation and field studies or interviews as primary data and legal materials as secondary data. The research showed that the minister of agrarian regulation republic Indonesia No. 8 in 2012 giving authority and legal certainly for PPAT to make own deed land for the transition rights. An authentic deed made by officials deed land maker (PPAT) is valid evidence legitimate that has been conducted legal action transition rights of land. Officials deed land maker authentic deed is a requirement to register the transfer of land rights to BPN. Considering the importance of land registration as has arranged in chapter 19 UUPA, that land registry to guarantee legal certainly.

Keywords : Land registry, transition rights, deed blanko, officials deed land maker

4

Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 5 Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 6

(4)

Pendahuluan

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh Pemerintah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemilik tanah yang diadakan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah7. Kegiatan pendaftaran tanah yang akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut sertipikat, merupakan realisasi salah satu tujuan UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) dalam Pasal 3 yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran itu pada prinsipnya dibebankan kepada pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.Tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, dimana dalam melaksanakan tugasnya tersebut Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Pasal 6 PP Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan lainnya.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu. Akta-akta tanah yang dimaksud disini adalah akta peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) PP Nomor 24 tahun 1997. PPAT disebut sebagai Pejabat umum karena diangkat oleh instansi

7

Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan Implementasi, (Yogyakarta: Kompas 2007), hlm 2005.

(5)

yang berwenang, dengan tugas melayani masyarakat umum di bidang atau kegiatan tertentu. Lebih lanjut Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. Dimana untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT sementara.

Dalam menjalankan pendaftaran tanah sebagai kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah, maka ada dua pihak yang kepentingannya dalam hal ini dilindungi, yaitu: 8

1. Kepentingan Pemegang Hak Atas Tanah Agar ia dapat dengan mudah membuktikan bahwa ialah yang berhak atas tanah yang bersangkutan. Caranya dengan cara pendaftaran tanah maka akan diterbitkan surat tanda bukti hak berupa sertifikat.

2. Kepentingan Pihak Lain

Kepentingan bagi calon pembeli dan calon kreditur, agar mereka dapat dengan mudah memperoleh data yang dapat dipercayai kebenarannya. Caranya: karena administrasi di Kantor Pertanahan terbuka untuk umum, jadi siapapun yang berkepentingan bisa minta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).

Dasar hukum mengenai Pendaftaran Tanah tertuang dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 pengganti PP Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, serta Peraturan Kepala Badan

8

Aartje Tehupeiory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2012), hlm. 8

(6)

Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 2 Tahun 1992 tentang Biaya Pendaftaran Tanah. Peranan PPAT sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan dalam melaksanakan pendaftaran tanah sangatlah besar terhadap proses pendaftaran tanah, khususnya pendaftaran karena adanya peralihan hak. Dimana dalam hal peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang kecuali untuk peralihan hak atas tanah melalui lelang.

Berdasarkan PMNA/Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PPAT dalam membuat akta tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 96 ayat (1) PMNA/Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 harus menggunakan blanko yang telah disedikan oleh BPN. Namun saat ini dengan diundangkannya peraturan baru yaitu Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan PMNA/Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, PPAT sudah dapat membuat blanko akta sendiri. Peraturan Kepala BPN Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 hanya berisi 2 (dua) pasal saja. Dalam Pasal I Peraturan Kepala BPN Nomor 8 tahun 2012 berbunyi: Ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, diubah sebagai

(7)

berikut: Ketentuan Pasal 96 ayat (2) dihapus, dan ayat (3) diubah, serta setelah ayat (3) ditambahkan 2 (dua) ayat baru yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 96 berbunyi sebagai berikut:

(1) Bentuk akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2), dan tata cara pengisian dibuat sesuai dengan Lampiran Peraturan ini yang terdiri dari:

a. Akta Jual Beli; b. Akta Tukar Menukar; c. Akta Hibah;

d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan; e. Akta Pembagian Hak Bersama;

f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

g. Akta Pemberian Hak GUna Bangunan/Hak Pakai di atas Tanah Hak Milik; h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan;

(2) Dihapus.

(3) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) tidak dapat dilakukan berdasarkan akta yang pembuatannya tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1).

(4) Penyiapan dan pembuatan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus.

(5) Kepala Kantor Pertanahan menolak pendaftaran akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (1).

(8)

Penyiapan dan pembuatan akta oleh PPAT disini menyatakan dengan jelas mengenai kewenangan PPAT dalam membuat blanko akta sendiri tanpa memerlukan blanko sudah tersedia di Kantor Pertanahan. Selanjutnya dalam Pasal II Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 tersebut menyebutkan: 1. Dengan mulai berlakunya peraturan ini:

a. Blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang masih tersedia di Kantor Badan Pertanahan Nasional atau masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus masih dapat dipergunakan.

b. Blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a, apabila Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak menggunakan lagi, wajib dikembalikan ke kantor pertanahan setempat paling lambat 31 Maret 2013.

c. Pengembalian akta sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan dengan membuat berita acara penyerahan blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan keapada Kepala kantor pertanahan setempat atau pejabat yang ditunjuk. d. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c, dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

3. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2013.

Dari Pasal II tersebut dapat dilihat bahwa walaupun PPAT dapat menggunakan blanko akta yang dibuat sendiri oleh PPAT yang bersangkutan, ternyata PPAT masih dapat menggunakan sisa blanko akta lama yang masih tersedia atau disediakan oleh BPN melalui Kantor Pertanahan. Namun jika PPAT

(9)

yang bersangkutan sudah tidak lagi menggunakan blanko akta yang lama, maka blanko akta yang lama harus dikembalikan ke Kantor Pertanahan dengan membuatkan berita acara penyerahan blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan keapada Kepala kantor pertanahan setempat atau pejabat yang ditunjuk. Peraturan Kepala BPN Nomor 8 Tahun 2012 ini adalah peraturan baru, yaitu diundangkan pada bulan desember tahun 2012 dan mulai berlaku pada awal bulan januari tahun 2013.

Pembahasan

A. Kekuatan berlakunya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012

1. Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam membuat akta otentik

Menurut kamus besar, arti kata blanko adalah “surat isian/ formulir, kosong (belum diisi), sedangkan akta adalah “surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan oleh pejabat resmi”9 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa blanko akta tanah adalah surat isisan/ formulir tanda bukti pernyataan tentang peristiwa hukum bahwa telah dilakukannya pendaftaran hak atas tanah. Satu-satunya Pasal dalam undang-undang yang merupakan pilar keberadaan akta otentik dan Pejabat Umum di Indonesia diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyebutkan “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan

9

(10)

undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat” Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, telah merumuskan kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat Umum, dalam Pasal 1 ayat 1 yang menegaskan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.

Kata “membuat” harus diartikan sebagai memproduksi akta-akta sesuai dengan bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Yang menjadi sumber akta otentik dan Pejabat Umum. Bahkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “membuat” mempunyai arti menciptakan, melakukan, mengerjakan,10 dengan demikian kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah membuat akta otentik harus diartikan menciptakan, membuat dan mengerjakan akta termasuk membuat sendiri akta yang menjadikan kewenangannya. Kewenangan PPAT untuk membuat akta yang merupakan mutlak kewenangan PPAT, menjadi rancu atau contradiction in terminis, manakala kewenangan tersebut dikaitkan dengan Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juncto Pasal 96 ayat (2)

10

(11)

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan nasional Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan (2) harus menggunakan formulir sesuai dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disediakan. Menurut Pasal ini bahwa akta yang dimaksud dalam bentuk folmulir/blanko yang sudah disediakan. Perlu mendapat kajian yaitu mengenai formulir. Kelemahan dasar hukum jabatan PPAT selama ini hanya diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Jika dilihat dasar pembentukannya bersumber pada Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang berinduk pada UUPA, bahwa peraturan Jabatan PPAT diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa formulir adalah lembar isian atau surat isian.11 Dengan kata lain formulir adalah lembaran yang harus diisi oleh yang bersangkutan sesuai dengan maksud dan tujuannya yang sudah disediakan oleh pihak lain. Dengan terbitnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, seakan memberikan jawaban dari permasalahan yang ada serta mengembalikan fungsi sesungguhnya dari Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu kewenangan PPAT untuk membuat dan mencetak aktanya sendiri. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kepastian hukum kepada PPAT sebagai

11 http://www.situs

(12)

pejabat umum yang diberi kewenangan dalam membuat akta otentik khusus dibidang pertanahan. Hal tersebut ditegaskan pada Pasal 96 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, yang mengatakan bahwa “penyiapan dan pembuatan akta dilakukan oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah khusus.”

2. Keabsahan akta otentik Pejabat Pembuat Akta Tanah

Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional yaitu Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur bahwa : “semua Peralihan Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian disingkat PPAT sebagai Warga Negara sekaligus Pejabat yang berwenang membuat akta otentik mengenai segala sesuatu perbuatan hukum berkaitan dengan peralihan Hak Atas Tanah, tunduk pada hukum dan peraturan perundangan yang berlaku. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyatakan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu maksudnya yaitu akta pemindahan dan pembebanan

(13)

hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk membebankan hak tanggungan. Selain itu wajib membantu kliennya apabila ingin melakukan peralihan hak atas tanah dengan tidak menyimpang dari peraturan jabatannya sebagai Pejabat pembuat Akta Tanah. Fungsi dari blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah tegas dicantumkan sebagai syarat untuk dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah, hal ini dimuat dalam Pasal 96 ayat (1-3) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik peralihan hak atas tanah diangkat dan diberhentikan oleh menteri yang bertanggung jawab dibidang agraria/ pertanahan.

Segala hal yang menyangkut tugas dan wewenang PPAT ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah yang dituangkan pada tanggal 5 Maret 1998 (lembaga Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3746). PPAT mempunyai tugas yang penting dan strategis dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yaitu membuat akta peralihan hak atas tanah. Tanpa bukti berupa akta PPAT, pada

(14)

Kepala Kantor Pertanahan dilarang mendaftar perbuatan hukum yang bersangkutan.12

Menurut Dr. Paulus Effendi rangkaian pendaftaran tanah dimulai dari akta-akta tanah yang dibuat dihadapan PPAT yang kemudian dijadikan dasar pendaftarannya di kantor pertanahan, sehingga jika akta-akta tanah tidak dibuat dihadapan PPAT, maka tidak dapat didaftarkan.13 Dari pendapat diatas mengenai kewenangan PPAT, menurut Paulus Effendi adalah : ”Kewenangan PPAT yaitu untuk membuat akta-akta otentik sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun dan PPAT mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan kepada Kantor Pertanahan atas akta–akta PPAT yang dibuatnya selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan.14 Dengan demikian Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta peralihan hak atas tanah dimana akta yang dibuat merupakan syarat untuk dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan.

12 Boedi Harsono, Tugas dan Kedudukan PPAT, (Jakarta: Majalah Hukum dan Pengembangan), hal. 478

13 Paulus Effendi Lotulung, Pengertian Pejabat Tata Usaha Negara Dikaitkan Dengan Fungsi PPAT Menurut PP No 10 Tahun 1961, ( Surabaya, 1966) hlm. 16

14 Ibid.

(15)

B. Implementasi penggunaan dan pembuatan blanko akta tanah oleh PPAT dalam pengalihan hak atas tanah di Kabupaten Malinau berdasarkan Peraturan Kepala BPN Nomor 8 tahun 2012

1. Syarat dan prosedur dalam pembuatan akta oleh Notaris/ PPAT Mishak Titus,SH.,M.Kn di Kabupaten Malinau

Dalam suatu pendaftaran tanah tentunya menyangkut mengenai peralihan hak atas tanah yang tak lepas dari kegunaan dan manfaat. Pendaftaran tanah memiliki arti yang sangat penting dalam menjamin kepastian hak atas tanah bagi pemilik tanah. Hal ini menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk menjamin kepastian hukum bagi pihak yang melakukan peralihan hak. Undang-Undang Pokok Agraria pada Pasal 19 ayat (2) menegaskan bahwa pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan-peralihan hak tersebut perlu diadakannya pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum dan sebagai perlindungan hukum atas tanah. Seiring dengan pengertian Undang-undang Pokok Agraria. Banyak ahli yang menyimpulkan mengenai peralihan hak atas tanah, menurut Effendi Perangin peralihan hak atas tanah adalah :

“Perbuatan hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah berpindah dari yang mengalihkan kepada yang menerima pengalihan. Perbuatan hukum itu dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, atau pemberian dengan wasiat (lazim disebut juga “hibah, wasiat atau Legaat”). Pada jual beli, tukar menukar dan hibah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan tanah atau hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-lamanya.”15

15

Effendi Perangin, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, (Jakarta, Rajawali Pers, 1987) hlm 33.

(16)

Peralihan hak timbul karena adanya suatu peranjian kedua belah pihak yang ingin melakukan perbuatan hukum, maka tentunya ada sebuah kesepakatan. Pengurusan peralihan hak dapat dilakukan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ketentuan Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa “dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”.

Dalam Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebut PPAT sebagai Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagai yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, yaitu akta peralihan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan. PPAT adalah pejabat umum yang diberi tugas dan wewenang khusus memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pembuatan akta yang membuktikan bahwa telah dilakukan di hadapannya perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau pemberian Hak Tanggungan atas tanah.16 Dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 menegaskan bahwa semua Peralihan Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli,

16

(17)

tukar menukar, hibah, pemasukan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan akta telah dilakukannya suatu peralihan hak atas tanah atau pemberian hak tanggungan atas tanah. Penelitian yang penulis lakukan terhadap penerapan atau implementasi dari Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 oleh PPAT di Kabupaten Malinau berkaitan dengan penyiapan dan pembuatan akta yang dilakukan oleh masing-masih Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Penyiapan dimaksudkan bahwa sebelum client / pihak yang berkepentingan hadir dihapan PPAT untuk dilakukannya perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah atau pemberian hak tanggungan atas tanah, PPAT yang bersangkutan sudah/ telah menyiapkan bentuk akta tersebut. Setelah para pihak hadir dan PPAT mengetahui jenis peralihan yang akan dilakukan, barulah setelah itu dibuatkan akta sesuai dengan perbuatan hukumnya. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bersangkutan sudah tidak lagi menggunakan blanko akta yang disediakan oleh BPN, akan tetapi menggunakan blanko akta yang dibuat dan disiapkan oleh PPAT sendiri.

(18)

Hal ini mengacu pada Pasal 96 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 yang berbunyi “Penyiapan dan pembuatan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Khusus”. PPAT berpendapat bahwa dengan menggunakan akta yang dibuat sendiri, lebih memudahkan dalam urusan pendaftaran peralihan hak, karena tidak perlu repot-repot harus datang ke Kantor Pertanahan untuk meminta blanko akta, cukup dengan mencetak sendiri urusan pun menjadi lebih cepat dan lancar. Dari penelitian yang dilakukan didapat pula penjelasan bahwa pembuatan akta yang sering dilakukan oleh PPAT Mishak Titus,SH.,M.Kn di Kabupaten Malinau adalah;

1. Akta Jual Beli,

2. Akta Pemberian Hak Tanggungan, dan 3. Akta Hibah.

Walau demikian apabila ada masyarakat yang ingin mendaftarkan peralihan hak selain Jual Beli, Pemberian Hak Tanggungan, dan Hibah, PPAT yang bersangkutan sudah menyiapkan akta tersebut. Akta-akta yang dimaksudkan terdapat dalam Pasal 96 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 yang dipergunakan di dalam pembuatan akta, yaitu sebagai berikut: a. Akta Jual Beli;

(19)

c. Akta Hibah;

d. Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan; e. Akta Pembagian Hak Bersama;

f. Akta Pemberian Hak Tanggungan;

g. Akta Pemberian Hak Guna Usaha/ Hak Pakai diatas Tanah Hak Milik; h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggunan.

Dari semua jenis akta yang terdapat pada Pasal 96 ayat (1) aturan yang sama tersebut diatas, PPAT yang bersangkutan menggunakan blanko yang sudah disiapkan sendiri, tidak menggunakan blanko akta dari Kantor Pertanahan. Kemudian dari hasil penelitian yang penulis lakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Malinau, diperoleh keterangan bahwa pihak BPN tidak lagi menerima blanko akta yang dibuat oleh BPN, PPAT dalam mengurus pendaftaran peralihan hak dapat menggunakan akta yang dibuat sendiri oleh PPAT sendiri. Hal ini dikarenakan di Kabupaten Malinau sendiri, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 dalam penggunaan blanko akta tanah mulai diberlakukan awal bulan april 2013 dan berjalan efektif pada agustus 2013.17

Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah dalam hal peralihan hak untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Pemeliharaan pendaftaran tanah dilakukan apabila

17

Wawancara dengan Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Malinau, tgl. 12 februari 2014

(20)

terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan kepada Kantor Pertanahan. Peralihan hak yang dilakukan hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

C. Perbandingan Blanko akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan blanko akta BPN

Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh pula gambaran mengenai perbedaan dan persamaan blanko akta yang dibuat oleh PPAT dengan blanko akta yang disiapkan oleh BPN. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa blanko akta yang disiapkan oleh BPN lebih bersifat kepada sebuah formulir. Dalam mengisi sebuah surat isian layaknya sebuah formulir ketika didalamnya ada suatu keterangan yang tidak diperlukan atau tidak berkaitan dengan hal yang dimaksud maka yang perlu dilakukan adalah mencoret keterangan tersebut. Coretan yang dilakukan tentunya sesuai dengan keinginan pihak yang bersangkutan sehingga pihak tersebut tahu persis isi dan maksud dari surat yang dibuat.

Demikian pula hal tersebut terjadi pada blanko akta yang disiapkan oleh BPN menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997, setiap keterangan yang tidak dipergunakan harus dicoret oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan disaksikan dan diketahui oleh para pihak sehingga dinilai kurang efektif. Nomor seri pada blanko akta tanah

(21)

yang disiapkan oleh BPN berfungsi ketika terjadi suatu masalah/ sengketa terhadap hak atas tanah yang termuat dalam akta tersebut BPN dapat dengan segera mengetahui sumber atau penyebab dari masalah tersebut. Karena nomor seri pada blanko akta memuat data mengenai jenis blanko akta, nama dan wilayah PPAT yang menggunakan blanko akta tersebut serta Kantor Pertanahan diwilayah tersebut. Namun dengan pembuatan akta yang diserahkan kepada masing-masing PPAT nomor seri tersebut tidak digunakan lagi. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan wewenang kepada PPAT mencetak aktanya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 96 ayat (4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012, yaitu “penyiapan dan pembuatan akta dilakukan oleh masing-masing Pejabat Pembuat Akta Tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah Pengganti, Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, atau Pejabat Pembuat Akta Tanah khusus.”

Walau demikian, blanko akta antara BPN dengan PPAT tetap lah memiliki suatu persamaan. Persamaan antara blanko akta yang disiapkan BPN dan yang dibuat PPAT, yaitu terdapat suatu keterangan yang menjelaskan hari, tanggal, dan tahun dibuatkannya suatu akta, serta nama Pejabat Pembuat Akta Tanah yang membuat akta tersebut, pasal atau syarat-syarat dilakukannya peralihan hak juga harus termuat didalam suatu akta, karena hal ini lah yang menjadi kesepakatan dari para pihak dan menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus pula menghindari terjadinya sengketa.

(22)

A. Kesimpulan

1. Peraturan Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 mewajibkan Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk menggunakan dan mengisi formulir/blangko akta tanah yang telah disediakan pada saat akan membuat akta otentik. Dengan adanya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 memberikan kepastian hukum kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta otentik. Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah bukti yang sah bahwa telah dilakukan perbuatan hukum peralihan hak atas tanah, hak milik atas satuan rumah susun, atau pemberian hak tanggungan atas tanah. Akta otentik Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan syarat untuk mendaftarkan peralihan hak ke kantor Badan Pertanahan Nasional.

2. Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten malinau dalam prakteknya untuk membuat akta peralihan hak atas tanah menggunakan blanko akta yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh PPAT yang bersangkutan, sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 yang memberikan wewenang kepada Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk membuat dan menyiapkan akta. Sepanjang tahun 2013 PPAT Mishak Titus,SH.,M,Kn di Malinau telah membuat akta peralihan hak yaitu sebanyak; jual beli 39 akta; pemberian hak tanggungan 153 akta; dan hibah 11 akta.

(23)

3. Penggunaan blanko akta yang disiapkan oleh BPN banyak menggunakan coretan, dimana coretan tersebut harus diketahui oleh para pihak sehingga proses pembuatan akta dinilai kurang efektif. Disisi lain ada persamaan diantara blanko akta dari BPN dan dari PPAT, yaitu waktu pembuatan akta, identitas pejabat yang membuat akta dan syarat-syarat dilakukannya peralihan hak.

B. Saran

1. Badan Pertanahan Nasional tetap berada dalam perannya sebagai lembaga yang berfungsi, menyelenggarakan pendaftaran tanah, menerbitkan sertipikat tanah, mengalihkan hak atas tanah dan memberikan otoritas atau kewenangan kepada PPAT untuk membuat akta otentik sesuai dengan bentuk yang ditentukan, sesuai dengan fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat Umum yang diberi kewenangan dalam membuat suatu akta otentik, yang kemudian akta otentik tersebut adalah sebagai syarat untuk dapat didaftarkannya suatu peralihan hak ke Kantor Badan Pertanahan Nasional. 2. Dalam proses pembuatan akta peralihan hak oleh PPAT dapat berjalan

dengan baik dan lancar, karena tiap PPAT tidak lagi bergantung pada akta yang disiapkan BPN. Pihak-pihak yang ingin mendaftarkan suatu peralihan hak atas tanah dapat langsung dibuatkan akta oleh PPAT yang bersangkutan sehingga semakin terjamin kepastian hukum bagi para pihak.

3. Secara substansi tidak ada perbedaan yang begitu besar antara blanko akta dari PPAT dengan blanko akta dari BPN, hanya saja penggunaan blanko akta dari BPN banyak menggungakan coretan, seyogyanya dalam pembuatan akta

(24)

otentik dapat dilakukan dengan seefisien mungkin dengan menghindari banyaknya coretan-coretan dalam akta, karena akta otentik adalah sebagai alat untuk menjamin kepastian hukum perjanian bagi pihak yang mempunyai kesepakatan di dalamnya.

Daftar Pustaka

Aartje Tehupeiory, 2012, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, Jakarta, Raih Asa Sukses.

Ahmad Syaeroji, 2013, Artikel Tata Cara Jual Beli Tanah dan Balik Nama Sertipikat.

Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya Jilid I Hukum Tanah

Nasional, Jakarta, Djambatan.

Boedi Harsono, Tugas dan Kedudukan PPAT, (Jakarta: Majalah Hukum dan Pengembangan Universitas Indonesia Edisi Desember 1995 No.6 Tahun XXV)

Effendi Perangin, 1987, Praktek Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit,

Jakarta, Rajawali Pers.

Herman Hermit, 2004, Cara Memperoleh Sertipikat Tanah Hak Milik, Tanah

Negara dan Tanah PEMDA, Bandung: Mandar Maju.

Johni Ibrahim, 2007, Teori & Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Bayumedia Publishing.

Maria S.W. Sumardjono, 2007, Kebijakan Pertanahan: Antara Regulasi dan

Implementasi, Yogyakarta, Kompas.

Mhd Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, 2012, Hukum Pendaftaran Tanah Edisi

Revisi, Bandung: Mandar Maju.

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana.

Paulus Effendi Lotulung, 1966, Pengertian Pejabat Tata Usaha Negara Dikaitkan

Dengan Fungsi PPAT Menurut PP No 10 Tahun 1961, Surabaya

Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta, Rajawali Pers.

Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia.

Sudikno Mertokusumo,2010, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka.

Sudarsono, 2005, Kamus Hukum, Rineka Ccipta, cetakan ke IV, Jakarta.

Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana.

(25)

Winarno Surachmad, 1973, Data dan Tehnik Research : Pengertian Metodologi

Ilmiah, Bandung, CV Tarsito.

W. J. S. Poerwadarminta, 2003, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Peraturan Perundang-undangangan:

Undang-undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor: 59/ Tambahan Lembaran Negara RI Nomor: 3696)

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Agraria/Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Jika unit ini dengan tampilan tidak normal karena penggunaan yang tidak tepat, kami menyarankan menggunakan benda tipis dan tajam untuk menekan lubang “RESET” untuk

perbedaan pemahaman antara orang tua dan anak, ini juga merupakan kesulitan yang dialami oleh subjek yang memiliki anak tuna rungu, kesulitan untuk

Kelompok Kerja mobilisasi sumber daya dengan melakukan identifikasi program/kegiatan penanaman, potensi ketersediaan bibit, sasaran lokasi penanaman dan potensi pendukung

Gambar 4 Hasil analisis SEM terhadap sampel gerabah dari situs Gua Delubang Pengujian SEM dan XRF, hasil memberi gambaran mengenai bahan material pada gerabah yang akan dianalisis

dengan menyuntikkan sel darah merah berlabel dan, setelah terjadi pencampuran, mengukur sel darah merah yang berlabel, Label yang sering digunakan adalah “Cr”, suatu isotop

Begitu juga dengan penerapan segmentasi pasar, para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) belum memetahkan pasar berdasarkan geografi, kebanyakan para pelaku

Dari hasil implementasi dan pengujian sistem pemasaran berbasis web pada developer properti Tridjaya Kartika Property, yang meliputi user guest, registered guest,

Lebih jauh akan membuat kinerja guru akan menurun karena merasa tidak mungkin lagi untuk berkarir (Mayang Risqi Putriani, Sri Wahyuni, 2016).. Gugus III Kecamatan