• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara karakteristik sosio-demografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara karakteristik sosio-demografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah - USD Repository"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TANPA RESEP DI KALANGAN MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO,

KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Swaseli Waskitajani NIM : 108114178

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TANPA RESEP DI KALANGAN MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO,

KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Swaseli Waskitajani NIM : 108114178

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

ii

Persetujuan Pembimbing

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TANPA RESEP DI KALANGAN MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO,

KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

Skripsi yang diajukan oleh: Swaseli Waskitajani

NIM : 108114178

telah disetujui oleh

Pembimbing

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK SOSIO-DEMOGRAFI TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TANPA RESEP DI KALANGAN MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO,

KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

Oleh:

Swaseli Waskitajani NIM : 108114178

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: 6 Agustus 2014

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.

Panitia Penguji Tanda tangan

1. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. ...

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. ...

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Ketika masa lalumu buruk dan tidak ada mesin waktu untuk kembali dan

memperbaikinya, iklaskan dan lepaskan masa lalumu karena kamu punya waktu

saat ini untuk membuat masa depanmu menjadi lebih baik” (R. Eka A. S)

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasisawa Universitas Sanata Dharma : Nama : Swaseli Waskitajani

Nomor mahasiswa : 108114178

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul :

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 6 Agustus 2014 Yang menyatakan

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 6 Agustus 2014

Penulis

(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan, rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Hubungan antara Karakteristik Sosio-Demografi terhadap Tingkat

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep di

Kalangan Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten

Temanggung, Jawa Tengah”. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk

menyelesaikan pendidikan pada program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini telah mendapatkan dukungan, bimbingan serta bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Aris Widayati, Msi., Ph.D., Apt. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Aris Widayati, Msi., Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing yang setia dan sabar dalam membantu dan membimbing penyelesaian skripsi

3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt dan Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. Selaku dosen penguji yang membantu dalam menyempurnakan skripsi ini

4. Responden yang memberikan kontribusi di dalam penelitian ini 5. Staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(9)

viii

7. Eva Ekayanti Pala, Rinda Meita Pangastuti, Sagung Intan Kartika Wardhana, Realita Rosada, Renny Hidayah, Rahadhian Eka Adhi Saputra yang memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa apa yang penulis tulis dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga apa yang penulis tuliskan dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

(10)
(11)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 9

A. Karakteristik Sosio-Demografi ... 9

B. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 11

C. Antibiotika ... 16

D. Landasan Teori ... 23

E. Hipotesis ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 26

1. Variabel ... 26

2. Definisi operasional ... 27

C. Populasi, Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 31

(12)

xi

6. Tingkat pendidikan terakhir responden ... 46

B. Tingkat Pengetahuan Mengenai Antibiotika, Sikap dan Tindakan Mengenai Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep... 47

1. Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika ... 47

2. Sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep ... 52

3. Tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep ... 54

C. Pola Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep Responden ... 56

(13)

xii

4. Hubungan tingkat pengetahuan dengan sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep ...

64

5. Hubungan antara tingkat pengetahuan tanpa resep terhadap

tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep ... 65

6. Hubungan antara sikap mengenai antibiotika tanpa resep terhadap tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 74

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I Daftar Antibiotika yang termasuk dalam Obat Wajib

Apotek No 1 (KepMenKes

No.347/MENKES/SK/VII/1990) ... 17

Tabel II Antibiotika yang termasuk dalam OWA (KepMenKes No. 924/Menkes/Per/X/1993) ... 18

Tabel III Daftar Antibiotika yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek No 3 (KepMenKes No. 1176/Menkes/SK/X/1999) ... 19

Tabel IV Proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika tanpa resep ... 22

Tabel V Variabel penelitian ... 27

Tabel VI Hasil uji reliabilitas ... 37

Tabel VII Hasil uji normalitas ... 38

Tabel VIII Pengenalan responden tentang antibiotika ... 48

Tabel IX Jenis antibiotika yang disebutkan responden ... 48

Tabel X Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika ... 52

Tabel XI Sikap responden mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep ... 53

(15)

xiv

Tabel XIII Tindakan responden terkait penggunaan antibiotika

tanpa resep ... 55 Tabel XIV Tindakan responden terkait penggunaan antibiotika

tanpa resep per responden ... 55 Tabel XV Hubungan karakteristik sosio-demografi dengan

pengetahuan tentang antibiotika ... 56 Tabel XVI Hubungan karakteristik sosio-demografi dengan sikap

tentang penggunaan antibiotika tanpa resep ... 59 Tabel XVII Hubungan karakteristik sosio- demografi dengan

tindakan tentang antibiotika tanpa resep ... 64

Tabel XVIII Tabulasi silang antara tingkat pengetahuan tentang antibiotika terhadap sikap mengenai penggunaan

antibiotika tanpa resep ... 64 Tabel XIX Tabulasi silang antara tingkat pengetahuan tentang

antibiotika terhadap tindakan mengenai antibiotika

tanpa resep ... 65 Tabel XX Tabulasi silang antara sikap mengenai antibiotika

tanpa resep dengan tindakan mengenai penggunaan

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan antara karakteristik sosio – demografi,

pengetahuan, sikap, dan tindakan ... 24 Gambar 2. Cara pembagian pengambilan sampel ... 31 Gambar 3. Karakteristik sosio- demografi berdasarkan umur ... 41 Gambar 4. Karakteristik sosio-demografi berdasarkan jenis

kelamin ... 42 Gambar 5. Karakteristik sosio- demografi berdasarkan status

perkawinan ... 42 Gambar 6. Karakteristik sosio- demografi berdasarkan pekerjaan. 43 Gambar 7. Grafik karakteristik sosio-demografi berdasarkan

pendapatan keluarga ... 44 Gambar 8. Grafik karakteristik sosio-demografi berdasarkan

tingkat pendidikan terakhir ... 46 Gambar 9. Grafik persepsi responden tentang cara memperoleh

antibiotika... 48 Gambar 10. Grafik pengetahuan tentang antibiotika secara umum. 49 Gambar 11 Hasil hubungan karakteristik sosio-demografi, tingkat

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kuesioner untuk uji bahasa ... 73

Lampiran 2. Contoh kuesioner uji bahasa yang sudah disi responden ... 79

Lampiran 3. Hasil expert judgement ... 85

Lampiran 4. Hasil uji reliabilitas ... 91

Lampiran 5. Contoh kuesioner yang diisi responden ... 92

Lampiran 6. Hasil uji kuesioner ... 101

Lampiran 7. Hasil uji normalitas ... 115

Lampiran 8. Distribusi karakteristik sosio-demografi, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan ... 116

Lampiran 9. Hasil uji korelasi chi - square ... 124

(18)

xvii

INTISARI

Antibiotika merupakan obat keras yang harus dibeli dengan resep dokter. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara karakteristik sosio-demografi tehadap tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep. Penelitian ini dilakukan di Desa Bantir, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah.

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling dengan kriteria responden berumur diatas 18 tahun. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan responden berumur 22 sampai 40 tahun (40,3%), perempuan sebesar 81,1%, menikah sebesar 87,4%, ibu rumah tangga sebesar 30,8%, pendapatan keluarga <Rp. 300.000,00 perbulan sebesar 61,6% dan lulus SD sebesar 44,7%. Sebesar 97,5 % responden mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah mengenai antibiotika. Sebanyak 52,8 % responden memiliki sikap netral mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep. Responden memiliki tindakan netral terkait penggunaan antibiotika tanpa resep (61,6%). Ada hubungan antara umur dengan sikap mengenai antibiotika tanpa resep. Ada hubungan antara sikap mengenai antibiotika tanpa resep dengan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap maupun tindakan terkait dengan penggunaan antibiotika tanpa resep.

Kata kunci : Antibiotika, karakteristik sosio-demografi, tingkat pengetahuan,

(19)

xviii ABSTRACT

Antibiotic is a kind of drug that only can be buy with prescribing. The aim of the study is to identify association between sosio-demografic factor with knowledge, attitude and practice about nonprescribed antibiotic. This study was done at Bantir, Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah.

This study using descriptive analitic design and crossectional approach. Participant were reqruited using cluster random sampling with criteria more than 18 year old. Data were collected by the list of questionnaires and chi square test was used to analize data.

Results of the study show participant in this study 22 until 44 year old (40,3%), woman 81,1%, married 87,4%, house wife 30,8%, family income less than Rp. 300.000,00 /month 61,6% dan elementary 44,7%. 97,5 % particiopant had poor knowledge about antibiotic. 52,8% participant had neutral attitude about using nonprescribed antibiotic. Participant had neutral practice about nonprescribed antibiotic (61,6%). There is association between age and attitude about nonprescribed antibiotic. There is association between attitude and practice about nonprescribed antibiotic. There is not association between knowledge with attitude and practice about nonprescribed antibiotic.

(20)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Resistensi antimikroba merupakan salah satu masalah global. Resistensi antimikroba bukan hanya masalah bagi negara - negara berkembang tetapi juga negara maju (WHO, 2001). Resistensi yang cukup terkenal yaitu pada bakteri Staphylococcus aureus yang telah dilaporkan resisten terhadap metisilin. Presentase dari MRSA (Methicillin-resistant S. Aureus) di Asia cukup tinggi. Berikut ini presentase MRSA dibeberapa negara Asia yaitu di Taiwan mencapai 60 %, di Hongkong sebesar 70 %, Cina sebesar 20 %, Singapura 60 % dan Filipina 5% (SENTRY APAC, 2002)

Selama 40 tahun terakhir, penggunaan antibiotika secara irasional menjadi suatu masalah di Indonesia. Dokter sering meresepkan antibiotika tanpa mengecek jenis kuman yang mengakibatkan infeksi dengan uji laboratorium (Anna, 2013).

Seperti kita tahu, undang-undang di Indonesia menyebutkan bahwa antibiotika merupakan golongan obat keras yang tidak bisa didapatkan tanpa resep. Namun pada kenyataannya antibiotika dapat dijual bebas tanpa resep dokter di apotek maupun ditoko obat. Bahkan sebagian masyarakat biasa membeli serta mengkonsumsi antibiotika untuk upaya pengobatan sendiri (Anna, 2013).

(21)

kalangan masyarakat (Anna, 2013). Sebuah studi di Arab Saudi menunjukkan bahwa 77,6 % antibiotika diberikan dan dapat diterima tanpa resep. Ironisnya antibiotika ini 90 % digunakan untuk mengobati penyakit dengan gejala ringan yaitu sakit tenggorokan dan diare (Abdulhak et al., 2011). Widayati, Suryawati, Crespigny, dan Hiller (2012) dalam penelitiannnya tentang penggunaan antibiotika sebagai suatu sarana swamedikasi di kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat mengkonsumsi antibiotika untuk gejala yang ringan yaitu batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam dan kebanyakan penggunaannya selama kurang dari 5 hari. Widayati et al. (2012) juga menyatakan bahwa lebih dari setengah responden penelitiannnya mempunyai kehendak menggunakan antibiotika tanpa resep sebagai salah satu pilihan untuk pengobatan mandiri.

(22)

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu perilaku terbuka (overt behavior) atau tindakan nyata (Sunaryo, 2004). Penelitian Al-Dossari (2013) menemukan bahwa orang tua didaerah Saudi Arabia memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai antibiotika untuk URTI (Upper Repiratory Tract Infection) . Hal ini mengakibatkan adanya kesalahan dalam tindakan dan sikap yang kurang tepat dalam menggunakan antibiotika untuk anak-anak. Hanya separuh dari orang tua tersebut yang berkonsultasi dengan dokter apabila anaknya mengalami URTI (Upper Repiratory Tract Infection). Sehingga banyak orang tua yang memiliki sikap yang kurang baik dalam penggunaan antibiotika tanpa resep. Bahkan kebanyakan orang tua cenderung menggunakan antibiotika tanpa resep.

Desa Bantir merupakan salah satu desa di Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dengan jumlah penduduk mencapai 2.177 jiwa dan terbagi menjadi 4 RW (rukun warga) serta 14 RT (rukun tetangga). Dari penelusuran awal, peneliti menemukan adanya beberapa macam antibiotika dan golongan obat keras lainnya yang dapat dibeli dengan mudah tanpa resep dokter. Beberapa macam obat seperti metilprednison (biasa disebut SD ijo dalam bahasa setempat), tetrasiklin dan bahkan ampisilin dapat dijumpai di toko-toko kelontong desa dan biasa dibeli oleh masyarakat setempat.

(23)

Tengah. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan informasi awal mengenai faktor – faktor perilaku penggunaan antibiotika tanpa resep di kalangan masyarakat pedesaan sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dan upaya – upaya perbaikan.

1. Perumusan masalah

a. Bagaimana karakteristik sosio - demografi masyarakat Desa Bantir Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah?

b. Bagaimana tingkat pengetahuan tentang antibiotika, sikap dan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep masyarakat Desa Bantir Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah?

c. Bagaimana pola penggunaan antibiotika tanpa resep masyarakat Desa Bantir Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah? d. Apakah ada hubungan antara :

1) Karakteristik sosio-demografi dengan tingkat pengetahuan tentang antibiotika?

2) Karakteristik sosio-demografi dengan sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep?

3) Karakteristik sosio-demografi dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep?

(24)

5) Tingkat pengetahuan tentang antibiotika dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep?

6) Sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang mirip dengan ini adalah :

a. Penelitian dengan judul “Hubungan antara Karakteristik Masyarakat dengan Penggunaan Antibiotika yang Diperoleh Secara Bebas di Kota

Medan” Djuang (2010). Penelitian Djuang (2010) memfokuskan pada karakteristik sosio - ekonomi dan tingkat pendidikan terakhir. Penelitian Djuang (2010) memiliki lokasi didaerah perkotaan Medan sedangkan penelitian ini dilakukan di lingkup pedesaan.

b. Penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Antibiotika dan Penggunaannya di Kalangan Mahasiswa Non Medis

Universitas Sumatera Utara” Pulungan (2010). Penelitian Pulungan (2010) memfokuskan pada subjek penelitian yaitu mahasiswa sedangkan penelitian ini menggunakan subjek penelitian masyarakat umum di pedesaan.

(25)

dilingkungan kota sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan subjek penelitian dilingkungan pedesaan.

d. Penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Bahaya Resistensi Antibiotik dengan Perilaku Penggunaan Antibiotik yang

Irasional pada Pasien di Puskesmas Rampal Celaket

Malang”(Wahyunadi, 2013). Penelitian Wahyunadi (2013) memfokuskan pada tingkat pengetahuan dan perilaku penggunaan antibiotika yang irasional serta bahaya resistensi antibiotika. Penelitian ini lebih memfokuskan pada karakteristik sosio-demografi, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang antibiotika tanpa resep.

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara karakteristik sosio - demografi, tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep dikalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

(26)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang penggunaan antibiotika dimasyarakat yang dapat dipakai sebagai dasar untuk mengambil langkah dalam rangka upaya perbaikan perilaku kesehatan yang kurang tepat di masyarakat terkait dengan penggunaan antibiotika tanpa resep.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara karakteristik sosio – demografi terhadap tingkat pengetahuan tentang antibiotika, sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini memiliki tujuan khusus yaitu :

a. Mengidentifikasi karakteristik sosio - demografi masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

(27)

c. Mendeskripsikan pola penggunaan antibiotika tanpa resep dikalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

d. Mengidentifikasi hubungan antara :

1) Karakteristik sosio-demografi dengan tingkat pengetahuan tentang antibiotika.

2) Karakteristik sosio-demografi dengan sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

3) Karakteristik sosio-demografi dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

4) Tingkat pengetahuan tentang antibiotika dengan sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

5) Tingkat pengetahuan tentang antibiotika dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

(28)

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Karakteristik Sosio - Demografi

Karakter sosio - demografi mengambarkan tentang perbedaan usia, jenis kelamin, status, daerah asal, pekerjaan serta tingkat pendidikan. Gambaran sosio-demografi akan mempengaruhi perilaku dari masyarakat dan outcome dari kesehatan masyarakat (Gibney dkk., 2008).

1. Usia

Notoadmojo (2012) menyebutkan seiring dengan bertambahnya umur maka proses perkembangan mental pada seseorang akan semakin baik. Tetapi pada umur tertentu perkembangan mental tersebut tidak cepat seperti pada manusia dengan umur belasan. Bertambahnya umur seseorang dapat mempengaruhi bertambahnya tingkat pengetahuan tetapi pada umur-umur tertentu kemampuan seseorang untuk mengingat serta menerima suatu pengetahuan baru akan berkurang. Suparlan (1995) menyebutkan bahwa semakin tua umur seseorang, pengalaman yang didapatkan akan semakin banyak pula dan akan meningkatkan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.

2. Jenis kelamin

(29)

Responden perempuan akan lebih peduli terhadap kesehatan dibandingkan dengan laki-laki.

3. Status perkawinan

Status perkawinan merupakan salah satu variabel karakteristik sosio – demografi. Status perkawinan adalah salah satu variabel yang penting yang kemungkinan dapat mempengaruhi perilaku seseorang dan outcome kesehatan (Gibney dkk., 2008).

4. Tingkat sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi seseorang merupakan variabel signifikan yang mempengaruhi status kesehatan dan menentukan perilaku kesehatan. Status sosio-ekonomi yang dimaksudkan adalah variabel tingkat pendidikan, pendapatan keluarga dan struktur keluarga yang semuanya itu agaknya berpengaruh pada keyakinan kesehatan, praktik kesehatan (Bastable, 2002).

Orang dengan status ekonomi yang tinggi biasanya memiliki tingkat penghasilan yang tinggi serta memiliki pekerjaan dengan strata yang lebih tinggi yang dituntut dengan ketrampilan dan profesionalisme yang tinggi pula. Sebaliknya orang dengan status sosio - ekonomi rendah biasanya memiliki jenis pekerjaan dengan tingkat penghasilan yang rendah akibatnya beberapa keperluan seperti biaya kesehatan tidak mampu dipenuhi (Dariyo, 2004).

(30)

Keadaaan sosial ekonomi akan memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Dengan tingkat penghasilan yang rendah, akan berdampak pada pengurangan pemanfaatan pelayanan kesehatan karena dayabeli obat maupun biaya transportasi mengunjungi pusat pelayanaan (Notoadmojo, 2007).

5. Tingkat pendidikan terakhir

Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola pikir dari seseorang (Azwar, 2007). Hasil penelitian Gaol (2011) juga menemukan bahwa masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan memberikan perilaku kesehatan yang baik.

Kristina, Prabandani, dan Sudjaswadi (2007) menyebutkan bahwa ada hubungan secara signifikan yang ditunjukkan dalam karakteristik sosio-demografi yaitu jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan serta tingkat pendapatan dengan perilaku pengobatan mandiri yang rasional pada masyarakat.

B. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

1. Pengetahuan

(31)

sebelum seseorang mengadopsi perilaku, didalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan yaitu :

1. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus. 2. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada proses ketiga ini subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.

4. Trial (mencoba), individu sudah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus.

Green dalam Notoadmojo (2012) menjelaskan pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu :

1. Faktor internal seperti faktor dari dalam diri sendiri misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

2. Faktor eksternal merupakan faktor dari luar diri sendiri misalnya keluarga, masyarakat atau sarana

3. Faktor pendekatan belajar merupakan faktor upaya belajar mislanya strategi dan metode pembelajaran.

Pengukuran tingkat pengetahuan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006):

(32)

b. Tingkat pengetahuan dikatakan sedang apabila responden dapat menjawab 56%-75% dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

c. Tingkat pengetahuan dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56 % dari seluruh pertanyaan di kuesioner dengan benar.

2. Sikap

Secord and Backman dalam Notoadmojo (2012) mendefinisikan sikap sebagai :

“keteraturan tertentu dalam hal perasaaan (afeksi), pemikiran kognisi dan predesposisi tindakan konasi seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya”.

Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan sebagai perantara antara responnya dan objek yang bersangkutan. Allport dalam Notoadmojo (2012) menyebutkan bahwa sikap memiliki beberapa komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu objek 2. Kecenderungan untuk bertindak

3. Kehidupan emosional maupun suatu evaluasi terhadap suatu objek tertentu. Menurut Azwar (2007) sikap memiliki ciri ciri sebagai berikut :

a. Sikap merupakan sebuah pemikiran dan perasaan, hasil pemikiran dan perasaan seseorang atau dapat diartikan sebagai pertimbangan pribadi terhadap objek.

(33)

c. Sumber daya yang tersedia merupakan faktor pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap suatu objek maupun stimulus tertentu dengan pertimbangan kenbutuhan terhadap individu tersebut.

d. Sosial budaya berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek.

Tingkatan dalam sikap menurut Notoadmojo (2012) :

1. Menerima dapat diartikan bahwa subjek dapat menerima serta mau memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek.

2. Merespon, subjek dapat memberikan jawaban, mengerjakan sesuatu. Hal ini mengindikasikan sebuah sikap terhadap objek tertentu.

3. Menghargai, subjek dapat mengajak orang lain dalam melakukan respon terhadap seuatu merupakan indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab, sikap yang paling tinggi adalah dapat bertanggung jawab atas sesuatu yang dipilih dengan semua resikonya.

Sikap dapat diukur dengan menanyakan secara langsung pendapat maupun pertanyaan responden terhadap sesuatu objek tertentu. Selain itu dapat dilakukan dengan beberapa pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian menanyakan pendapat responden mengenai pernyataan tersebut (Notoadmojo, 2012).

3. Tindakan

(34)

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor dukungan (Notoadmojo, 2012).

Menurut Notoadmojo (2012), tindakan memiliki 4 tingkatan yaitu: 1. Persepsi yaitu mengenal serta memiliki objek

2. Respon terpimpin, jika seseorang dapat melakukan tindakan dengan berururtan

3. Mekanisme, seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar 4. Adaptasi, seseorang dapat memodifikasi suatu tindakan tersebut

Menurut Green dalam Noorkasiani (2009) perilaku disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti faktor predisposisi yaitu sikap keyakinan, nilai, motivasi dan pengetahuan. Kemudian faktor pendukung terjadinya perilaku atau tindakan seperti sarana prasarana dan fasilitas. Dan faktor penguat seperti contohnya keluaraga, petugas kesehatan dan lainnya.

(35)

C. Antibiotika

1. Definisi dan mekanisme kerja antibiotika

Antibiotika adalah zat kimia yang biasanya dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memilki aktivitas membunuh maupun menghambat pertumbuhan bakteri. Dewasa ini antibiotika tidak hanya zat yang dihasilkan dari fungi maupun bakteri tetapi juga dapat dibuat secara semisintesis dan sintesis. Antibiotika semisintesis dibuat secara biosintesis. Contoh dari antibiotika semisintesis adalah penisilin V, sedangkan antibiotika sintesis dibuat melalui sintesa kimiawi, misalnya kloramfenikol (Tjay dan Rahardja, 2007).

Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman maupun prevensi infeksi misalnya pada pembedahan besar. Antibiotika tidak akan aktif terhadap kebanyakan virus karena metabolisme virus tergantung dari inangnya (Tjay et al., 2007).

Mekanisme kerja dari antibiotika meliputi : penghambatan sintesa protein sehingga kuman atau bakteri akan mati (kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida dan linkomisin), bekerja pada dinding sel bakteri (penisilin dan sefalosporin) serta merusak permeabilitas membran sel (polimiksin, zat-zat polyen dan imidazol) (Tjay et al., 2007).

2. Penggolongan antibiotika sebagai obat keras

(36)

Menurut undang-undang ST No 419 tanggal 22 Desember 1949 tentang obat keras menyebutkan bahwa daftar obat keras terbagi kedalam 2 golongan yaitu obat keras golongan G serta obat keras golongan W. Antibiotika termasuk kedalam daftar obat G (obat-obat berbahaya). Pendistribusian serta penjualannya harus dilakukan dengan resep dokter kecuali untuk pedagang – pedagang besar yang diakui, apoteker-apoteker, dokter-dokter gigi dan dokter-dokter Hewan. Hal ini tertulis dalam pasal 3 ayat 2 yang menyebutkan bahwa:

“Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang, larangan ini tidak berlaku bagi penyerahan-penyerahan kepada Pedagang – pedagang Besar yang diakui, Apoteker-apoteker, Dokter-dokter Gigi dan Dokter-dokter Hewan demikian juga tidak terhadap penyerahan-penyerahan menurut ketentuan pada pasal 7 ayat 5”.

Beberapa jenis antibiotika digolongkan kedalam OWA. OWA (obat wajib apotek) adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien tanpa resep dokter di apotek. Obat wajib apotek diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993.

Berikut adalah daftar antibiotika yang termasuk dalam obat wajib apotek no 1 menurut peraturan menteri kesehatan nomor 347/MENKES/SK/VII/1990 :

(37)

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 924/MENKES/PER/X/1993 tentang obat wajib apotek no 2, ada beberapa antibiotika yang dimasukkan kedalam obat wajib apotek sebagai berikut :

Tabel II. Antibiotika yang termasuk dalam OWA (KepMenKes No. 924/Menkes/Per/X/1993)

No. Nama generik obat Jumlah maksimal tiap jenis obat per pasien

Pembatasan

1 Bacitracin 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi pada

Kulit

2 Clindamicin 1 tube Sebagai obat luar untuk obat acne

3 Isoconazol 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal

6 Oxiconazole Kadar < 2%, 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur

Lokal

7 Polymixin B Sulfate 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur

8 Silver Sulfadiazin 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi

bakteri pada kulit 9 Sulfasalazine 20 tablet

10 Tioconazole 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur

Lokal

(38)
(39)

3. Penggunaan antibiotika yang rasional

Penggunaan antibiotika harus digunakan dengan resep dokter dan tetap diminum sampai habis walaupun kondisi pasien telah membaik. Selain itu antibiotika juga harus digunakan sesuai aturan dan dosis yang tepat. Untuk mencapai penggunaan antibiotika yang rasional, hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai sisa antibiotika. Antibiotika yang tidak dihabiskan atau sisa dari pengobatan penyakit yang sebelumnya tidak boleh digunakan kembali untuk mengobati penyakit yang dianggap mirip atau bahkan berbeda tanpa persetujuan dari dokter. Penggunaan antibiotika dengan resep dokter ini bertujuan untuk mencapai outcome terapi yang optimal, menurunkan resiko terjadinya resistensi antibiotika (American Academy of Family Physicians, 2009).

4. Resistensi antibiotika

Resistensi merupakan suatu proses tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri pada pemberian antibiotika dengan dosis normal maupun dengan konsentrasi kadar hambat minimalnya (Tripathi, 2008).

Menurut Utami (2012) penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irasional. Kurang lebih 80% antibiotika digunakan untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% untuk indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa faktor yang mendukung terjadinya resistensi,antara lain :

(40)

b. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang kurang tepat mengganggap bahwa antibiotika wajib digunakan dalam berbagai macam penyakit misalnya batuk ringan, demam dan bahkan infeksi virus. Pasien dengan latar belakang finansial yang tinggi cenderung akan meminta antibiotika maupun obat lain yang baru dan mahal meskipun sebenarnya tidak diperlukan. Selain itu pasien juga membeli antibiotika sendiri tanpa resep dokter untuk upaya swamedikasi (Bisht et al., 2009). c. Masalah peresepan, para pembuat resep sering merasa kesulitan dalam

menentukan terapi antibiotika yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotikanya (Bisht et al., 2009).

d. Penggunaan monoterapi akan lebih mudah mengakibatkan resistensi. dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi (Bisht et al., 2009). e. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak. Penggunaan sejumlah

besar antibiotika dalam ternak dan dipakai dengan dosis subterapeutik akan meningkatkan terjadinya resistensi. (Bisht et al., 2009).

f. Penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi dan didukung oleh peran globalisasi akan memudahkan terjadinya pertukaran barang sehingga jumlah antibiotika yang beredar semakin luas. Hal ini akan memudahkan akses masyarakat untuk mendapatkan antibiotika (Bisht et al., 2009).

(41)

h. Lemahnya pengawasan pemerintah dalam distribusi dan pemakaian antibiotika. Misalnya, pasien dapat dengan mudah mendapatkan antibiotika meskipun tanpa peresepan dari dokter (Utami, 2012).

5. Penggunaan antibiotika tanpa resep

Hasil RISKESDAS (2013) menemukan sebanyak 35,2 % rumah tangga di Indonesia menyimpan obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri yaitu jenis - jenis obat keras, obat bebas, antibiotika dan obat – obat lain yang tidak teridentifikasi. Sebanyak 27, 8 % rumah tangga di Indonesia menyimpan antibiotika dan sebesar 86 % rumah tangga menyimpan antibiotika tanpa resep. Angka penggunaan antibiotika tanpa resep ini cukup tinggi. Berikut adalah data RISKESDAS (2013) setiap provinsi untuk penggunaan antibiotika tanpa resep :

(42)

Lanjutan

Antibiotika merupakan obat keras yang hanya boleh diserahkan dengan resep dokter. Antibiotika juga merupakan obat keras yang penggunaanya harus berdasarkan indikasi yang tepat, dengan dosis yang tepat, aturan pakai dan cara pakai yang sesuai dan mewaspadai efek samping yang kemungkinan terjadi. Hal ini dapat dipenuhi jika antibiotika digunakan berdasarkan instruksi dokter yang merawat pasien yang bersangkutan melalui sebuah resep. Oleh karena itu, penggunaan antibiotika tanpa resep merupakan tindakan berisiko. RISKESDAS (2013) menemukan angka yang cukup tinggi dalam penyimpanan antibiotika tanpa resep di kalangan rumah tangga provinsi Jawa Tengah.

(43)

sesuatu yang nyata (Notoadmojo, 2012). Al-Dossari (2013) menemukan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap dan tindakan orang tua dalam penggunaan antibiotika pada anak.

Gambaran sosio-demografi akan mempengaruhi perilaku dari masyarakat dan outcome dari kesehatan masyarakat (Gibney dkk., 2008). Kristina et al. (2007) menyebutkan bahwa adanya hubungan antara karakteristik sosio-demografi yaitu jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan serta tingkat pendapatan dengan perilaku pengobatan mandiri yang rasional pada masyarakat.

Berdasarkan hal – hal tersebut di atas, disusun landasan teori dalam penelitian ini yang digambarkan seperti bagan berikut ini.

Gambar 1. Bagan antara Karakteristik Sosio – Demografi, Pengetahuan,

Sikap dan Tindakan

Karakteristik Sosio-demografi

Pengetahuan

Sikap

(44)

E. Hipotesis

1. Adanya hubungan antara karakteristik sosio-demografi dengan tingkat pengetahuan tentang antibiotika.

2. Adanya hubungan antara karakteristik sosio-demografi dengan sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

3. Adanya hubungan antara karakteristik sosio-demografi dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

4. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang antibiotika dengan sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

5. Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang antibiotika dengan tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

(45)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Termasuk dalam penelitian observasional karena dalam penelitian ini tidak terdapat suatu tindakan manipulasi / intervensi/ pemaparan terhadap variabel yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variabel. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional atau potong lintang karena mempelajari dinamika hubungan atau korelasi dua kelompok variabel dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada saat yang sama (Imron, 2010).

B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

1. Variabel

a. Variabel bebas (independent) : Karakteristik sosio-demografi responden (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga, tingkat pendidikan terakhir).

(46)

Tabel V. Variabel Penelitian

a. Karakteristik sosio-demografi meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga serta tingkat pendidikan terakhir.

b. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika (rendah, sedang, tinggi) yaitu : 1. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika dikatakan tinggi apabila

responden dapat menjawab 76-100% dari seluruh pertanyaan tentang

„pengetahuan antibiotika” di kuesioner dengan benar.

2. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika dikatakan sedang apabila responden dapat menjawab 56%-75% dari seluruh pertanyaan tentang

„pengetahuan antibiotika” di kuesioner dengan benar.

3. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika dikatakan rendah apabila responden menjawab kurang dari 56 % dari seluruh pertanyaan tentang

„pengetahuan antibiotika” di kuesioner dengan benar.

(47)

c. Antibiotika tanpa resep yang dimaksud dalam penelitian ini adalah antibiotika sediaan oral yang di peroleh / dibeli tanpa resep dokter selain antibiotika yang dimasukkan kedalam daftar obat wajib apotek no 1, 2 dan 3.

d. Sikap mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep adalah respon dan pendapatresponden untuk menggunakan antibiotika tanpa resep. Penilaian item pernyataan sikap didasarkan pada pernyataan tersebut. Jika pernyataan tersebut merupakan pernyataan negatif maka nilai tertinggi adalah STS (sangat tidak setuju) sebesar 3, TS (tidak setuju) sebesar 2, S (setuju) sebesar 1 dan SS (sangat setuju) sebesar 0. Sebaliknya untuk item pernyataan yang positif digunakan penilaian sebagai berikut STS (sangat tidak setuju) sebesar 0, TS (tidak setuju) sebesar 1, S (setuju) sebesar 2 dan SS (sangat setuju) sebesar 3. Contoh pernyataan negatif yaitu: “menurut saya menggunakan antibiotika tanpa resep pada saat saya merasa

membutuhkannya adalah tindakan yang bermanfaat”. Contoh pernyataan positif yaitu: “menurut saya menggunakan antibiotika tanpa resep pada saat saya merasa membutuhkannya adalah tindakan yang dapat

merugikan”. Kemudian dihitung mean score dari setiap pernyataan sikap. Range penilaian sikap menggunakan mean score sebagai berikut:

1. Nilai rata-rata antara 0 – 1 termasuk kategori negatif. 2. Nilai rata-rata antara 1,01 – 2 termasuk kategori sedang. 3. Nilai rata-rata antara 2,01 – 3 termasuk kategori positif.

(48)

(tidak memihak) mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep. Sikap sedang diartikan bahwa responden memiliki pemikiran yang netral mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep. Sikap negatif diartikan responden memiliki pemikiran yang tidak baik (memihak) mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep.

e. Tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep adalah pengambilan keputusan responden untuk menggunakan antibiotika tanpa resep. Penilaian item pernyataan tindakan didasarkan pada pernyataan tersebut. Jika pernyataan tersebut merupakan pernyataan negatif maka nilai tertinggi adalah STS (sangat tidak setuju) sebesar 3, TS (tidak setuju) sebesar 2, S (setuju) sebesar 1 dan SS (sangat setuju) sebesar 0. Sebaliknya untuk item pernyataan yang positif digunakan penilaian sebagai berikut STS (sangat tidak setuju) sebesar 0, TS (tidak setuju) sebesar 1, S (setuju) sebesar 2 dan SS (sangat setuju) sebesar 3. Contoh pernyataan negatif yaitu: “saya akan membeli antibiotika tanpa resep jika saya merasa membutuhkannya untuk

sakit saya”. Contoh pernyataan positif yaitu:”saya akan membeli antibiotika jika dokter meresepkannya”. Setelah itu dihitung mean score dari setiap pernyataan tindakan. Penilaian tindakan menggunakan mean score sebagai berikut:

1. Nilai rata-rata antara 0 – 1 termasuk kategori tidak sesuai. 2. Nilai rata-rata antara 1,01 – 2 termasuk kategori sedang. 3. Nilai rata-rata antara 2,01 – 3 termasuk kategori sesuai.

(49)

menggunakan antibiotika tanpa resep. Tindakan sedang diartikan bahwa responden memiliki tindakan yang netral terhadap penggunaan antibiotika tanpa resep. Tindakan tidak sesuai diartikan bahwa responden memutuskan untuk menggunakan antibiotika tanpa resep.

f. Pola penggunaan antibiotika tanpa resep adalah gambaran pengunaan antibiotika tanpa resep. Cakupan pola penggunaan antibiotika tanpa resep meliputi : pengguna antibiotika tanpa resep, nama antibiotika tanpa resep yang dibeli, jumlah antibiotika tanpa resep yang dibeli, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membeli antibiotika tanpa resep, sumber perolehan, digunakan untuk indikasi apa, sudah berapa lama penggunaan, alasan menggunakan antibiotika tanpa resep.

g. Variabel karakteristik sosio – demografi dikategorikan sebagai berikut :

1. Umur dikategorikan menjadi 3 yaitu dewasa muda (18 – 40 tahun), dewasa madya (41 - 60 tahun) dan dewasa lanjut (diatas 60 tahun). 2. Jenis kelamin dikategorikan menjadi 2 yaitu laki – laki dan

perempuan.

3. Status perkawinan dikategorikan menjadi 2 yaitu belum menikah dan menikah.

(50)

5. Pendapatan keluarga dikategorikan menjadi 2 yaitu dibawah UMR (kurang dari Rp 1.000.000,00) dan diatas UMR (lebih dari Rp 1.000.000,00). UMR kabupaten Temanggung sebesar Rp Rp 1.000.000,00.

6. Tingkat pendidikan terakhir dikategorikan menjadi 2 yaitu pendidikan dasar (lulus SD, lulus SMP) dan pendidikan lanjutan (Lulus SMA, Ahli madya D1/D3, sarjana).

C. Populasi, Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh warga Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Subjek penelitian ini adalah warga Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dengan kriteria inklusi yaitu masyarakat yang berusia lebih dari 18 tahun dan bersedia mengisi kuesioner. Kriteria eksklusi yaitu masyarakat yang menolak mengisi kuesioner dan sedang atau berada diluar Desa Bantir.

D. Teknik Sampling dan Besar Sampel

(51)

Gambar 2. Cara Pembagian Pengambilan Sampel

Sampel penelitian ini adalah sebagian masyarakat yang telah berusia lebih dari 18 tahun. Dengan perhitungan sampel menggunakan proporsi yaitu dengan rumus :

Z1-a/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan.

P : Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi, bila tidak diketahui proporsinya ditetapkan 50%.

d : Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan. (Notoadmojo, 2010). Proporsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 %, presisi yang digunakan sebesar10% (0,10) dan derajat kepercayaan 95 %. Deff yang digunakan sebesar 1,5. Deff digunakan dalam penelitian ini untuk meningkatkan presisi dari

(52)

perhitungan sampel dengan desain cluster yang biasanya memiliki variansi yang besar. Drop out yang digunakan sebesar 20 %. Perhitungannya sebagai berikut :

𝑛 =

Jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebesar 145 orang. Sistem drop out sebesar 20 % digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan sampel sehingga jumlah sampel maksimal pada penelitian ini adalah sebesar 174 (145orang + 29 orang). Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 159 orang. Responden masuk kedalam kriteria tereksklusi karena menolak mengisi kuesioner dikarenakan bekerja diluar kota, menolak mengisi dengan alasan tidak bisa membaca sebanyak 13 orang.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

(53)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang berisi jawaban “ya”, “tidak” dan “tidak tahu” untuk variabel tingkat pengetahuan dan kuesioner dengan skala likert untuk variabel sikap dan tindakan.

G. Tata Cara Penelitian

1. Perijinan

Perijinan dilakukan dengan memasukkan surat permohonan ijin serta proposal penelitian kekantor KESBANGPOL Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian dari KESBANGPOL Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan surat rekomendasi ke kantor KESBANGPOL Provinsi Jawa Tengah. KESBANGPOL Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan surat rekomendasi ke kantor KESBANGPOL Kabupaten Temanggung. KESBANGPOL Kabupaten Temanggung mengeluarkan surat ijin dengan tembusan ke Bupati Kabupaten Temanggung, Kecamatan Candiroto dan Desa Bantir.

2. Penelusuran data populasi

(54)

3. Pembuatan kuesioner

a. Penyusunan dan pembuatan kuesioner

Kuesioner yang dibuat terdiri dari 3 bagian utama yaitu bagian pertama memuat aspek tingkat pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat pengetahuan tentang antibiotika diukur melalui pertanyaan – pertanyaan tentang cara memperoleh antibiotika dan tingkat pengetahuan umum tentang antibiotika (pengertian umum, cara penggunaan, resistensi antibiotika, efek samping). Kuesioner aspek tingkat pengetahuan menggunakaan pertanyaan tertutup dengan jawaban “Ya”, “Tidak” dan “Tidak Tahu”.

Bagian kedua kuesioner mengenai sikap dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep.Bagian kedua ini menggunakan skala Likert dengan

pilihan ”1” Sangat Setuju (SS), “2” Setuju (S), “3” Tidak Setuju (TS) dan “4”

Sangat Tidak Setuju (STS). Item pernyataan pada bagian kedua ini dibuat 2 jenis pernyataan yaitu unfavourable dan favourable. Hal ini dilakukan untuk melihat konsistensi jawaban setiap responden dalam setiap pernyataan.

(55)

Bagian keempat mengenai karakteristik responden yang meliputi ; nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan terakhir.

b. Uji pemahaman bahasa

Uji pemahaman bahasa dilakukan kepada 30 responden yang tidak termasuk dalam sampel (Umar, 2005). Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan dalam kuesioner sudah dapat dipahami oleh responden atau tidak. Uji pemahaman bahasa penelitian ini dilakukan di Desa Candiroto.

c. Uji validitas

Uji validitas digunakan untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen penelitian (kuesioner). Uji validitas yang digunakan adalah professional judgement. Instrumen penelitian yang telah dikonstruksi mengenai aspek-aspek yang diukur berlandaskan teori selanjutnya didiskusikan dengan para ahli di bidang tersebut. Peneliti melakukan diskusi dengan 2 orang ahli yaitu dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang mengampu matakuliah Pengobatan Mandiri dan Farmakoterapi Antibiotika untuk memastikan bahwa item pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan tidak menyimpang dari konsep yang akan diukur.

d. Uji reliabilitas

(56)

responden yang sama diminta menjawab alat ukur yang sama (Umar, 2003). Reliabilitas menunjukkan sejauh mana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak berbeda jika dilakukan kembali pada subjek yang sama (Azwar, 2006). Penghitungan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Alat ukur dikatakan reliabel apabila nilai korelasi product moment yang didapatkan dari analisis lebih besar atau sama dengan 0,05 (Notoadmojo, 2010). Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan di Desa Candiroto dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Desa Candiroto dipilih sebagai tempat uji reliabilitas karena dari segi geografis dan keadaan sosio – demografi hampir sama dengan Desa Bantir. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan selang waktu 15 hari dalam pengukurannya. Hal ini dilakukan untuk memperpendek dan menghemat waktu penelitian yang terbatas. Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa keseluruhan variabel penelitian memiliki konsistensi yang tinggi dan dapat digunakan untuk mengukur hal yang sama secara berulang seperti terlihat pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil Uji Reliabilitas

(57)

masing-masing dan memberikan kuesioner. Kuesioner akan diisi oleh responden sendiri dan ditunggu oleh peneliti untuk memastikan kelengkapan pengisian serta mengurangi kesalah pahaman responden terhadap isi pertanyaan.

H. Tata Cara Analisis Hasil

Untuk menjamin keakuratan data, dilakukan beberapa kegiatan proses manajemen data (editing, processing, cleaning) dan analisis data. Analisis data dilakukan dengan cara :

1. Uji normalitas data

Uji normalitas sebaran ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada perbedaan distribusi sebaran skor variabel yang dianalisis antara sampel dan populasi, dengan kata lain sebaran skor suatu variabel sama dengan populasi, yaitu mengikuti kurva normal. Dalam penelitian ini pengujian normalitas sebaran dilakukan dengan menggunakan teknik kolmogorov-smirnovtTest. Uji kolmogorov – smirnov digunakan untuk menguji normalitas dengan sampel yang besar (> 50). Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran adalah

“jika nilai kemaknaan (p) > 0,05 maka sebaran datanya normal, dan jika nilai kemaknaan (p) < 0,05 maka sebaran datanya tidak normal” (Dahlan, 2009). Adapun hasil perhitungan adalah sebagai berikut:

Tabel VII. Hasil Uji Normalitas

Variabel Hasil uji normalitas Keterangan Pengetahuan tentang antibiotika 2,426 Tidak normal Sikap mengenai antibiotika tanpa

resep 1,498 Tidak normal

Tindakan mengenai antibiotika tanpa

(58)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa skor pengetahuan memiliki sebaran yang tidak normal (Zks= 2,426 dengan p = 0,000 ( p > 0,05), skor sikap (Zks=

1,498 dengan p = 0,023 ( p > 0,05) memiliki sebaran yang tidak normal dan skor tindakan (Zks= 2,309 dengan p = 0,000 ( p > 0,05) memiliki sebaran yang tidak

normal.

2. Uji chi - square

Analisis data karakteristik responden dilakukan dengan uji chi - square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara karakteristik sosio-demografi dengan tingkat pengetahuan tentang antibiotika, sikap dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep. Uji chi – square juga digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap dan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep serta ada tidaknya hubungan antara sikap dengan tindakan penggunaan antibiotika tanpa resep.

(59)

I. Keterbatasan Penelitian

(60)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner melalui penyebaran kuesioner secara langsung. Kuesioner disebarkan kepada masyarakat Desa Bantir yang masuk kedalam kriteria inklusi dan eksklusi pada bulan September 2013-Desember 2013. Responden yang berkontribusi dalam penelitian ini berjumlah 159 dengan respon rate sebesar 91, 4%.

A. Karakteristik Sosio-demografi Responden

Penelitian ini akan mengkaji beberapa karakteristik sosio – demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan terakhir.

1. Umur responden

Mayoritas responden dalam penelitian ini berumur 40 sampai dengan 60 tahun yakni sebanyak 47 %.

(61)

Oh, Hassali, Allhaddad, Sulaiman, Shafie, dan Awaisu (2011) di Malaysia menggunakan rentang umur 18 – 60 tahun dengan mayoritas responden yang berpartisipasi dengan rentang umur 41 – 5 tahun.

Gambar 3. Karakteristik Sosio- Demografi berdasarkan Umur

2. Jenis kelamin responden

Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini lebih banyak adalah kelompok perempuan. Sebanyak 81% responden merupakan perempuan dan sisanya sebesar 19 % adalah responden laki-laki. Responden perempuan lebih banyak berada dirumah sehingga ketika dilakukan penyebaran kuesioner lebih mudah ditemui. Responden laki-laki sering kali sulit untuk ditemui karena biasanya sedang bekerja diluar rumah. Penelitian Anna et al. (2011) menunjukkan bahwa responden perempuan akan lebih peduli terhadap kesehatan dibandingkan dengan laki-laki.

8%

40% 47%

5%

(62)

. Gambar 3. Karakteristik Sosio-Demografi berdasarkan Jenis Kelamin

3. Status perkawinan

Hasil distribusi responden menurut status perkawinan tersaji dalam grafik berikut ini :

Gambar 4. Karakteristik Sosio- Demografi berdasarkan Status Perkawinan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden penelitian ini sudah menikah yakni sebanyak 88 % dan yang belum menikah sebanyak 12 %. Gibney dkk. (2008) mengemukakan bahwa salah satu variabel yang penting yang mempengaruhi perilaku seeorang adalah status perkawinan.

19%

81%

Laki-laki Perempuan

12%

88%

BELUM MENIKAH

(63)

4. Jenis pekerjaan responden

(64)

5. Pendapatan keluarga

Distribusi responden penelitian ini berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat di Gambar 6. Sebesar 61,6 % responden memiliki pendapatan keluarga kurang dari Rp. 300.000,00 per bulan, 27,0 % responden pendapatan keluarganya antara Rp. 300.000,00 sampai dengan Rp. 1.000.000,00. Sebesar 6,3 % responden pendapatan keluarganya lebih dari Rp. 2.000.000,00, 3,8 % responden pendapatan keluarganya antara Rp. 1.000.000,00 sampai dengan Rp. 1.500.000,00 dan 1,3 % responden pendapatan keluarganya antara Rp. 1.500.000,00 sampai dengan Rp. 2.000.000,00.

(65)

Suaifan, Shehadeh, Darwish, Al-Ijel, Yousef, dan Darwish (2012) menemukan bahwa salah satu faktor yang dapat memberikan kontribusi pada maraknya penggunaan antibiotika sebagai obat swamedikasi adalah tingkat ekonomi. Masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah akan cenderung membeli antibiotika tanpa resep dikarenakan dapat menghemat biaya ke dokter.

6. Tingkat pendidikan terakhir responden

(66)

Gambar 8. Grafik Karakteristik Sosio-Demografi berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

B. Tingkat Pengetahuan mengenai Antibiotika, Sikap dan Tindakan

mengenai Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep

1. Tingkat pengetahuan mengenai antibiotika

Pengukuran tingkat pengetahuan responden dalam penelitian ini awalnya dilakukan dengan pengisian pertanyaan pengenalan tentang antibiotika. Butir pertanyaan pengenalan tentang antibiotika terdapat pada butir No 1 dan No 2. Butir pertanyaan tersebut juga disebut pertanyaan screening. Pertanyaan screening digunakan untuk memastikan apakah responden tersebut mengenal

antibiotika atau tidak. Butir pertanyaan No 1 adalah “Apakah saudara mengenal

antibiotika?”. Butir pertanyaan No 2 adalah “Jika YA, Sebutkan antibiotika yang

saudara kenal!”. Sebanyak 116 responden mengaku bahwa mereka mengenal

(67)

Tabel VIII. Pengenalan Responden tentang Antibiotika

Adapun jenis antibiotika yang dapat disebutkan oleh 116 responden tersebut dapat dilihat pada Tabel VIII. berikut ini.

Tabel IX. Jenis Antibiotika yang Disebutkan Responden

(68)

Selain pengenalan responden terhadap antibiotika, penelitian ini juga menanyakan tetang persepsi masyarakat dalam cara memperoleh antibiotika. Hasil persepsi masyarakat desa Bantir tentang cara memperoleh antibiotika adalah sebagai berikut:

Gambar 9. Grafik Persepsi Responden tentang Cara Memperoleh Antibiotika

Keterangan gambar:

A = Memperoleh antibiotika harus dengan resep dokter B = Antibiotika bisa dibeli tanpa resep dokter

C = Antibiotika dijual di apotek D = Antibiotika dijual di toko obat

E =Antibiotika dijual di toko/warung kelontong atau supermarket atau pasar tradisional

F = Antibiotika dijual atau tersedia di praktek dokter

G = Antibiotika dijual atau tersedia di praktek bidan, perawat, mantri kesehatan

(69)

farmasi (American Academy of Family Physicians, 2009). Penelitian ini menemukan bahwa responden memiliki persepsi bahwa antibiotika dijual ditoko obat (58,5 %) dan antibiotika dijual di toko/warung kelontong atau supermarket atau pasar tradisional (15,1 %). Responden pada penelitian ini juga memiliki persepsi bahwa antibiotika tersedia di praktek dokter (86,2 %) maupun praktek bidan / perawat (89,3 %). Hal ini terjadi kemungkinan karena di kecamatan tersebut belum terdapat apotek sehingga masyarakat masih memiliki persepsi bahwa antibiotika dapat diperoleh di toko obat maupun di pasar.

Gambar 10. Grafik Pengetahuan tentang Antibiotika secara Umum

Pengetahuan tentang Antibiotika secara Umum :

A = Antibiotika harus diminum segera ketika mengalami demam

B =Antibiotika dapat mengobati penyakit karena virus, misalnya Influenza C = Antibiotika dapat mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri,

misalnya TBC (Tuberculosis)

D = Seseorang dapat mengalami alergi terhadap antibiotika

E = Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dapat menyebabkan terjadinya resistensi atau kekebalan kuman

(70)

Penelitian ini dilanjutkan dengan pengukuran tingkat pengetahuan responden tentang antibiotika secara umum. Hasil pengukuran terlihat dari Gambar 9. diatas. Sebesar 58,5% responden mampu menjawab dengan benar pertanyaan “Apakah antibiotika tidak harus diminum segera ketika mengalami demam”. Sebagian besar responden juga dapat menjawab dengn benar pertanyaan

“Apakah antibiotika dapat mengobati penyakit karena virus, misalnya Influenza”

(59,1 %). Namun demikian, responden penelitian ini masih banyak yang menjawab salah untuk pertanyaan :

1. “Apakah antibiotika dapat mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri, misalnya TBC (Tuberculosis)”(31.4 %),

2. “Apakah seseorang dapat mengalami alergi terhadap antibiotika (21,4 %), 3. “Apakah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dapat menyebabkan

resistensi atau kekebalan kuman” (19,5 %)

4. “Apakah penggunaan antibiotika yang tepat dapat mencegah terjadinya resistensi atau kekebalan kuman” (17,0 %).

(71)

beberapa hal yang mempengaruhi pengetahuan seseorang seperti informasi, sosial budaya, ekonomi, usia dan pengalaman. Penelitian Oh et al. (2011) menemukan tingkat pengetahuan pada penelitiannya tentang antibiotika di Malaysia sebesar 28,9 % responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dan 54,7 % responden memiliki tingkat pengetahuan sedang dan hanya 16,4% responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Widayati et al. (2012) menemukan bahwa tingkat pengetahuan pada masyarakat kota Yogyakarta cenderung kategori sedang. Penelitian tersebut menemukan bahwa sebesar 31% responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, 35% memiliki tingkat pengetahuan yang sedang dan sisanya memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2012) pada penelitiannya di kecamatan Umbulharjo Yogyakarta responden memiliki tingkat pengetahuan yang sedang.

Tabel X. Tingkat Pengetahuan mengenai Antibiotika

Gambaran sikap responden mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep dianalisis dengan melihat mean score tiap item pernyataan. Penelitian ini menemukan bahwa nilai rata-rata sikap responden yang paling tinggi adalah pada

pernyataan “penggunaan antibiotika tanpa resep pada saat membutuhkan adalah

tindakan yang bermanfaat” yaitu sebesar 1,7. Sedangkan nilai rata-rata terendah

(72)

tanpa resep pada saat merasa membutuhkannya adalah tindakan yang berguna

yaitu sebesar 1,4. Sikap responden dalam penelitian ini dapat dikatakan sedang dengan nilai rata-rata sebesar 1,6. Hal ini diartikan bahwa responden pada penelitian ini cenderung memiliki sikap yang netral terhadap penggunaan antibiotika tanpa resep.

Tabel XI. Sikap Responden mengenai Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep

Sikap responden terhadap penggunaan antibiotika tanpa

resep Rata-rata

Penggunaan antibiotika tanpa resep pada saat membutuhkan adalah tindakan yang bermanfaat

Selanjutnya, untuk melihat gambaran secara lebih detail sikap responden mengenai antibiotika tanpa resep adalah sebagai berikut:

Tabel XII. Sikap Responden mengenai Penggunaan Antibiotika Tanpa Resep per Responden

Sikap responden mengenai

antibiotika tanpa resep Frekuensi Persentase (%)

Negatif 44 27,7

Sedang 83 52,2

Positif 32 20,1

Total 159 100,0

(73)

berarti responden mempunyai pemikiran bahwa penggunaan antibiotika tanpa resep berisiko adalah sebesar 20,1 %. Sebesar 27,7 % memiliki sikap negatif berkaitan dengan penggunaan antibiotika tanpa resep, yaitu bahwa penggunaan antibiotika tanpa resep tidak berisiko. Penelitian Yosi (2012) mengenai pengetahuan dan sikap orang tua terhadap perilaku pemberian antibiotika di puskesmas Depok Jaya menemukan responden dengan sikap yang positif sebesar 11 orang, sikap yang sedang sebanyak 52 dan 3 orang memiliki sikap yang negatif. Hasil temuan pada penelitian Sun, Seogmi, dan Jung (2011) yang menemukan bahwa mayoritas responden memiliki sikap negatif pada penelitiannya di Korea. Azwar (2007) menyebutkan ada banyak faktor yang akan mempengaruhi sikap seseorang seperti kebudayaan, media masa, institusi, emosi dan pengalaman pribadi. Apabila faktor-faktor tersebut cukup kuat maka akan memberikan dasar afektif dalam menilai suatu objek dan terbentuklah suatu sikap.

3. Tindakan mengenai penggunaan antibiotika tanpa resep

Dari tabel XII, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata tindakan responden terkait penggunaan antibiotika tanpa resep memperoleh nilai rata-rata sebesar 1,9. Hal ini termasuk dalam kategori sedang yang dapat diartikan bahwa responden dalam penelitian ini memiliki tindakan yang netral terhadap penggunaan antibiotika tanpa resep. Nilai tertinggi terdapat pada pernyataan “saya akan membeli antibiotika jika dokter meresepkannya” (2,2) dan nilai terendah terdapat

pada pernyataan “saya akan membeli antibiotika tanpa resep jika saya merasa

Gambar

Tabel XIII
Tabel I. Daftar Antibiotika yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek No 1 (KepMenKes No.347/MENKES/SK/VII/1990)
Tabel II. Antibiotika yang termasuk dalam OWA (KepMenKes No.
Tabel III. Daftar Antibiotika yang termasuk dalam Obat Wajib Apotek No 3 (KepMenKes No
+7

Referensi

Dokumen terkait