• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI. commit to user. BAB II Dasar Teori 4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DASAR TEORI. commit to user. BAB II Dasar Teori 4"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 4

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Tri Yayuk Susana (2012) dalam Analisa Pemanfaatan Potensi Air Hujan dengan Menggunakan Cistern Sebagai Alternatif Sumber Air Pertamanan pada Gedung Perkantoran Bank Indonesia menjelaskan bahwa metode panen air hujan

dengan cistern merupakan salah satu upaya konservasi air, dimana air hujan yang

dipanen dapat digunakan untuk keperluan menyiram tanaman di area taman pada komplek Perkantoran Bank Indonesia, sehingga dapat mengurangi kebutuhan air untuk penyiraman tanaman yang selama ini menggunakan air PAM yang biayanya terbilang mahal. Hasil penelitiannya menunjukkan potensi penghematan air PAM sebesar 65,41% dari total kebutuhan air pertamanan yang sebelumnya menggunakan air PAM hanya untuk menyiram tanaman. Disamping itu, pemanfaatan air hujan ini dapat memberikan nilai tambah terhadap upaya konservasi sumber daya air.

Ahmad Zaki (2008) dalam Analisa Pemanfaatan Rain Barrel sebagai

Alternatif Penyediaan Sumber Air di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia menjelaskan bahwa untuk menentukan volume air hujan yang tertampung, menggunakan suatu data hujan perwakilan berupa perhitungan hujan andalan untuk menghitung volume hujan dengan peluang

terjadinya besar. Penentuan volume rain barrel dilakukan dengan memilih

volume yang paling minimum diantara volume-volume tertampung, dikarenakan luas daerah tangkapan yang sangat besar mengakibatkan volume tertampung yang dihasilkan besar sehingga berdampak pada pembiayaan yang sangat besar.

Volume overflow kumulatif yang tersisa setelah volume demand terpenuhi akan

disimpan dan direcharge. Opsi untuk volume yang disimpan dapat berupa

menyalurkan air ke gedung yang kekurangan air, menambah jumlah kapasitas rain barrel, menyalurkan air ke fakultas lain, membuat kolam penampungan

(2)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 5

Ahmad Saiful Fathi (2013) dalam Perancangan Sistem Rain Water

Harvesting menjelaskan bahwa dapat disimpulkan bahwa air hujan memiliki potensi yang cukup besar untuk membantu memenuhi kebutuhan akan air bersih. Penghematan air yang dapat dilakukan di Hotel Novotel Yogyakarta dengan mengaplikasikan Sistem Rain Water Harvesting mencapai angka 8,6%, bahkan pada bulan-bulan tertentu dapat mencapai 21%. Untuk pengolahan airnya, Hotel Novotel sudah memiliki sistem treatment sebelumnya sehingga lebih mudah untuk mengaplikasikan sistem RWH dan memanfaatkannya sebagai air potable. Walau begitu, akan lebih baik jika sistem RWH tidak hanya menangani kebutuhan air potable saja tetapi juga menangani kebutuhan air non-potable, dimana pada kebutuhan air non-potable ini air hujan dapat digabungkan dengan sistem waste water management.

Lismawati (2013) dalam Pemanfaatan Air Hujan dengan Bak Penampung untuk Memenuhi Kebutuhan air Rumah Tangga di Kawasan Shelter Pengungsi Merapi menyimpulkan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan kebutuhan rata-rata air rumah tangga di shelter Banjarsari adalah 0.47 m3/rumah/hari pada nilai

reliabilitas sama dengan 1 dan demand sebesar 0.24 m3/rumah/hari. Kapasitas bak

penampung hujan optimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga 19.12 m3 dengan dimensi 3.57 x 3.57 x 1.5 m. Setelah dilakukan verifikasi dengan data hujan selama 10 tahun, nilai reliabilitas menjadi 0.796 sedangkan untuk simulasi dengan kapasitas bak penampung sebesar 11.25 m3 didapat reliabilitas sebesar 84%.

2.2. Dasar Teori 2.2.1. Hujan

Hujan terjadi karena udara basah yang naik ke atmosfer mengalami pendinginan sehingga terjadi proses kondensasi. Naiknya udara ke atas dapat terjadi secara siklonik, orografik dan konvektif. Tipe hujan dibedakan menurut cara naiknya udara ke atas.

(3)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 6

Didaerah tropis pada musim kemarau udara yang berada di dekat permukaan tanah mengalami pemanasan intensif. Pemanasan tersebut menyebabkan rapat massa udara berkurang, sehingga udara basah naik keatas dan mengalami pendinginan sehingga terjadi kondensasi dan hujan. Hujan terjadi karena proses ini disebut hujan konvektif, yang biasanya bersifat setempat, mempunyai intensitas tinggi dan durasi singkat.

B. Hujan siklonik

Jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa udara dingin yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak diatas udara dingin. Udara yang bergerak keatas tersebut mengalami pendinginan sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan dan hujan. Hujan yang terjadi disebut hujan siklonik, yang mempunyai sifat tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu lebih lama.

C. Hujan orografis

Udara lembab yang tertiup angin dan melintasi daerah pergunungan akan naik dan mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan. Sisi gunung yang dilalui oleh udara tersebut banyak mendapatkan hujan dan disebut lereng hujan, sedang sisi belakangnya yang dilalui udara kering (uap air telah menjadi hujan di lereng hujan) disebut lereng bayangan hujan. Daerah tersebut tidak permanen dan dapat berubah tergantung musim (arah angin). Hujan ini terjadi di daerah pergunungan (hulu DAS), dan merupakan

pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai (Bambang

Triatmodjo,2010).

2.2.2. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air

yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi, dan pengaliran keluar (out

flow ). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut. Penguapan dari

daratan terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Evaporasi merupakan proses menguapnya air dari permukaan tanah, sedangkan transpirasi adalah proses menguapnya air dari tanaman. Uap yang dihasilkan akan mengalami kondensasi

(4)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 7

kondensasi Presipitasi

Evaporasi air hujan Aliran air Evaporasi air danau, kolam Transpirasi Mata air Muka air Danau Infiltrasi Aliran air Aliran air Evaporasi air sungai Laut Sungai

dan dipadatkan membentuk awan-awan yang nantinya dapat kembali menjadi air dan turun sebagai presipitasi. Sebelum tiba di permukaan bumi presipitasi tersebut sebagian langsung menguap ke udara, sebagian tertahan oleh tumbuh-tumbuhan (intersepsi), dan sebagian lagi akan mencapai permukaan tanah. Presipitasi yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan sebagian akan diuapkan dan sebagian lagi

mengalir melalui dahan ( stem flow ) atau jatuh dari daun dan akhirnya sampai ke

permukaan tanah Air yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan berinfiltrasi dan sebagian akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah kemudian mengalir ke

tempat yang lebih rendah ( run off ), masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut.

Dalam perjalanan menuju laut sebagian akan mengalami penguapan, dan begitu seterusnya. Proses siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Suripin, 2004)

Siklus Hidrologi merupakan suatu sistem tertutup, maka air yang masuk selalu sama dengan air yang keluar. Hal ini dikenal dengan istilah neraca air (Soemarto, 1987) .

2.2.3. Seri Data Hidrologi

Bambang Triatmodjo (2008) menyatakan bahwa seri data hidrologi

(5)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 8

digunakan apabila tersedia data debit atau hujan minimal 10 tahun runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Hanya ada satu data dalam satu tahun. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalam suatu tahun yang mungkin lebih dari data maksimum pada tahun yang lain tidak diperhitungkan.

2.2.4. Kebutuhan Air

A. Kebutuhan air domestik

Kebutuhan air domestik (rumah tangga) dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan air perkapita. Kriteria penentuan kebutuhan air domestik yang dikeluarkan oleh Puslitbang Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, menggunakan parameter jumlah penduduk sebagai penentuan jumlah air yang dibutuhkan perkapita per hari. Adapun kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Kriteria Penentuan Kebutuhan air domestik

Jumlah Penduduk Domestik

(l/kapita/hr) Non Domestik (l/kapita/hr) Kehilangan Air (l/kapita/hr) >1.000.000 150 60 50 500.000-1.000.000 135 40 45 100.000-500.000 120 30 40 20.000-100.000 105 20 30 <20.000 82.5 10 24

(Sumber: Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo,2010)

B. Kebutuhan air untuk perkantoran

Kebutuhan air bersih untuk kantor ditetapkan 25 liter/pegawai/hari (Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU), yang merupakan rerata kebutuhan air untuk minum, wudhu, mencuci tangan/kaki, kakus dan lain sebagainya yang berhubungan dengan keperluan air di kantor.

(6)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 9

C. Kebutuhan air untuk rumah sakit

Kebutuhan air untuk rumah sakit dihitung berdasarkan jumlah tempat tidur. Menurut Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU, pemakaian air untuk fasilitas kesehatan adalah sebesar 250 liter/ tempat tidur/hari.

D. Kebutuhan air untuk pendidikan

Menurut Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU, kebutuhan air bersih untuk siswa sekolah adalah sebesar 25 liter/siswa/hari.

E. Kebutuhan air untuk rumah peribadatan

Kebutuhan air untuk peribadahan dihitung berdasarkan luas bangunan

rumah ibadah (m2). Satuan pemakaian air menurut Direktorat Teknik

Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU, untuk rumah peribadahan ditentukan sebesar 50 liter/hari/ m2.

F. Kebutuhan air untuk hotel

Kebutuhan air bersih untuk sarana perhotelan/penginapan didasarkan pada kebutuhan untuk tiap tempat tidur dan data jumlah tempat tidur yang ada. Satuan pemakaian air menurut Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU, untuk perhotelan ditentukan sebesar 200 liter/tempat/hari.

G. Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai/penggelontoran

Menurut IWRD (dalam Nippon Koei Co.,Ltd., 1993), proyeksi kebutuhan air perkapita untuk pemeliharaan sungai disajikan pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Kebutuhan Air untuk Pemeliharaan Sungai

Proyeksi Tahun Kebutuhan air

1990-2000 330 liter/kapita/hari

2000-2015 360 liter/kapita/hari

2015-2020 300 liter/kapita/hari

(7)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 10

H. Kebutuhan air untuk peternakan

Kebutuhan air untuk ternak ditentukan sesuai data yang digunakan oleh Nippon Koei Co.,Ltd., (1993), sebagaimana diberikan dalam Tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kebutuhan Air untuk Ternak

Jenis Ternak Kebutuhan Air (lt/kepala/hari)

Sapi / Kerbau / Kuda 40.0

Kambing / Domba 5.0

Babi 6.0

Unggas 0.6

(Sumber: Hidrologi Terapan, Bambang Triatmodjo,2010)

I. Kebutuhan air untuk industri

Analisis kebutuhan air untuk industri dapat dihitung dengan dua cara. Untuk wilayah yang data luas lahan rencana kawasan industrinya diketahui, kebutuhan industri dihitung dengan menggunakan metode penggunaan lahan industri yaitu 0.4 liter/detik/ha. Untuk wilayah yang tidak diperoleh data penggunaan lahan industri, kebutuhan air industri dihitung dengan menggunakan metode persamaan linier. Standar yang digunakan dari menurut Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU, yaitu kebutuhan air untuk industri sebesar 10% dari konsumsi air domestik.

J. Kebutuhan air untuk lain-lain

Kebutuhan lain-lain meliputi kebutuhan air untuk mengatasi kebakaran, taman dan penghijaun, serta kehilangan/kebocoran air. Menurut Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU, kebutuhan air untuk umum, kehilangan air dan kebakaran diambil 45% dari kebutuhan air total domestik. Distribusi persentase kebutuhan sebagai berikut: 3% untuk umum

(8)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 11

yang berupa kebutuhan air untuk taman kota dan penghijauan, 28% untuk kehilangan air dan 14% untuk kebutuhan air pemadam kebakaran (Bambang Triatmodjo,2010).

Sedangkan menurut SNI 03-7065-2005, penggunaan air bersih untuk berbagai gedung disajikan pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Pemakaian air minimum sesuai penggunaan gedung

No Penggunaan Gedung Pemakaian Air Satuan

1 Rumah tinggal 120 liter/penghuni/hari

2 Rumah susun 1001) liter/penghuni/hari

3 Asrama 120 liter/penghuni/hari

4 Rumah sakit 5002) liter/tempat tidur pasien/hari

5 Sekolah dasar 40 liter/siswa/hari

6 SLTP 50 liter/siswa/hari

7 SMU/SMK dan lebih tinggi 80 liter/siswa/hari

8 Ruko/Rukan 100 liter/penghuni dan

pegawai/hari

9 Kantor/Pabrik 50 liter/pegawai/hari

10 Toserba, toko pengecer 5 liter/m2

11 Restoran 15 liter/kursi

12 Hotel berbintang 250 liter/tempat tidur/hari

13 Hotel Melati/Penginapan 150 liter/tempat tidur/hari

14 Gedung Pertunjukan,

Bioskop 10 liter/kursi

15 Gedung Serba Guna 25 liter/kursi

16 Stasiun, Terminal 3 liter/penumpang tiba dan

pergi

17 Tempat Peribadatan 5 Liter/orang

Sumber: 1) hasil pengkajian Puslitbang Pemukiman Dep. Kimpraswil tahun 2000

(9)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 12

Tabel 2.5 Pemakaian air dingin pada alat plumbing menurut SNI 03-7065-2005

No Nama Alat Plumbing Setiap pemakaian

(liter) Waktu pengisisan (detik)

1 Kloset, katup gelontor 15 10

2 Kloset, tangki gelontor 14 60

3 Peturasan, katup gelontor 5 10

4 Peturasan, tangki gelontor 14 300

5 Bak cuci tangan kecil 10 18

6 Bak cuci tangan biasa 10 40

7 Bak cuci dapur, dengan

keran 13 mm 15 60

8 Bak cuci dapur, dengan

keran 20 mm 25 60

9 Bak mandi rendam

(bathtub) 125 250

10 Pancuran mandi (shower) 42 210

2.2.5. Pengukuran Hujan

Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan menampung hujan yang jatuh. Namun tidak mungkin menampung air hujan di seluruh daerah tangkapan air. Hujan di suatu daerah hanya dapat diukur di beberapa titik yang ditetapkan dengan menggunakan alat pengukur hujan. Hujan yang terukur oleh alat tersebut mewakili suatu luasan daerah di sekitarnya. Hujan terukur dinyatakan dengan kedalaman hujan yang jatuh pada suatu interval waktu tertentu (Bambang Triatmodjo,2010)

Di Indonesia, data hujan tersebut dapat diperoleh dari stasiun pengamatan hujan yang dimiliki oleh instansi yang membutuhkan data hujan. Intansi tersebut diantaranya Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pengairan, Dinas Pertanian, dan Instansi Pengelola Bandara (Sobriyah, 2012). Masing-masing intansi tersebut mengelola sendiri stasiun hujannya. Bisa terjadi dua atau lebih stasiun hujan berada pada jarak yang berdekatan. Alat penakar hujan dapat

(10)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 13

dibedakan menjadi dua macam yaitu penakar hujan biasa (manual raingauge) dan

penakar hujan otomatis (automatic raingauge) (Bambang Triatmodjo,2010).

Besarnya hujan diukur menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya terdiri dari dua jenis yaitu alat penakar hujan tidak otomatis dan alat penakar hujan otomatis. Cara pengukuran hujan dengan menggunakan alat penakar hujan tidak otomatis dilakukan dengan mencari air hujan yang tertampung dalam penampung air hujan yang diukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Dengan cara presipitasi seperti ini hanya diperoleh data jumlah curah hujan selama periode waktu tertentu. Alat penakar curah hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme pencatatan besarnya curah hujan bersifat otomatis (mencatat sendiri). Dengan cara ini data hujan yang diperoleh selain besarnya curah hujan dalam periode waktu tertentu juga dapat diperoleh besarnya intensitas curah hujan dan lama waktu hujan (Asdak,1995).

2.2.6. Penentuan Hujan Kawasan

Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan titik (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut (Suripin, 2004). Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rerata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau di sekitar kawasan. Bambang Triatmodjo (2008) menerangkan bahwa salah satu cara yang digunakan dalam menghitung hujan rerata kawasan, yaitu dengan Metode rerata aljabar.

Metode ini paling sederhana dibanding metode lain. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS. Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila:

(11)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 14

b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.

Untuk menghitung hujan rerata kawasan dengan Metode rerata aljabar dapat digunakan persamaan berikut

pÊ =

Č ⋯ ……...(2.1) Dengan:

pÊ : hujan rerata kawasan (p1,p2, p3….,pn: hujan distasiun 1,2, 3….,n)

n : jumlah stasiun

2.2.7. Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah laju hujan atau curah hujan atau tinggi air persatuan waktu. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam, mm/menit, mm/hari (Suroso, 2006).

Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak begitu luas. Hujan yang meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit( Sudjarwadi 1987).

Dalam menghitung intensitas hujan yang dipakai adalah hujan harian, Mononobe (Suyono dan Takeda 1983) mengusulkan persamaan di bawah ini untuk menurunkan kurva IDF.

I = ČǴ

Č

………..(2.2)

dengan:

I = intensitas hujan (mm/jam),

t = lamanya hujan (jam),

R24 = Curah hujan maksimum selama 24 jam (mm).

2.2.8. Ketersediaan Air

Ketersediaan air adalah jumlah air (debit) yang diperkirakan terus menerus ada di suatu lokasi (bendung atau bangunan air lainnya) di sungai dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu (periode) tertentu (Direktorat Irigasi, 1980). Air yang tersedia dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti air baku yang

(12)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 15

meliputi air domestik (air minum dan rumah tangga) dan non domestik (perdagangan, perkantoran) dan industri, pemeliharaan sungai, peternakan, perikanan, irigasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) (Bambang Triatmodjo,2010).

Ketersediaan air di bumi sangat melimpah, hampir 70% permukaan bumi tertutup oleh air atau berjumlah 1.36 x 109 Km3. Namun dari jumlah ini hanya 0.003% saja yang bisa dimanfaatkan dan 3% sisanya hampir tersimpan dikutub atau air tanah yang sangat dalam. Kebutuhan air satu daerah berbeda dengan daerah lain (Shalahudin dalam Dwiningsih,2003).

Untuk Pemanfaatan air hujan, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan (debit hujan). Curah hujan andalan adalah besarnya curah hujan bulanan yang terjadi pada periode waktu tertentu yang peluang terjadinya mencapai 80%. Data curah hujan andalan digunakan selain memiliki peluang terjadinya cukup besar juga dengan hujan andalan dapat terlihat penyebaran curah hujan sehingga dapat diketahui saat-saat terjadinya musim penghujan dan musim kemarau yang ditandai besarnya curah hujan yang terjadi setiap bulannya (Tri Yayuk, 2012).

Perhitungan hujan andalan dilakukan melalui pengolahan data debit hujan tahunan yang ada dengan mengurutkan peringkat data debit rerata tahunan dari nilai tertinggi ke nilai terendah berdasarkan besar curah hujan rata-rata tahunan. Lalu diperhitungkan peluang masing-masing dengan rumus:

b % =

( )

100%

……...(2.3) Dengan:

m = nomer urut n = jumlah data P = peluang

Prosedur analisis debit andalan sangat diperngaruhi oleh ketersediaan data. Apabila terdapat data debit dalam jumlah cukup panjang, maka analisis ketersediaan air dapat dilakukan dengan melakukan analisis frekuensi terhadap data debit tersebut.

(13)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 16

2.2.9. Metode Rainwater Harvesting

Metode rainwater harvestingatau metode memanen air hujan adalah suatu

cara menampung air hujan yang jatuh ke bumi untuk dimanfaatkan kembali dan digunakan untuk berbagai fungsi.

Metode ini sudah dikenal sudah sejak lama dan telah dilakukan oleh manusia terdahulu hingga manusia pada abad sekarang. Para insinyur sekarang mempopulerkan lagi dengan membuat sistem penampungan air hujan yang lebih moderen, efisien, dan canggih sehingga air hujan sudah bisa digunakan dan disambungkan kesemua jaringan perpipaan air bersih sebagai air cadangan baik itu digunakan untuk rumah tangga, industri, maupun untuk kebutuhan air untuk irigasi.

Keuntungan-keuntungan dari panen air hujan adalah sebagai berikut (Krisna, 2003):

1. Air merupakan benda bebas, satu-satunya biaya adalah hanya untuk

pengumpulan dan penggunaan.

2. Tidak dibutuhkan sistem distribusi yang rumit dan mahal.

3. Air hujan dapat menjadi sumber air alternatif ketika air tanah tidak

tersedia atau tidak dapat digunakan.

4. Panen air hujan mengurangi arus ke aliran limpasan permukaan dan juga

mengurangi sumber polusi.

5. Panen air hujan mengurangi permintaan kebutuhan air puncak musim

kemarau.

6. Panen air hujan mengurangi biaya penggunaan listrik dan PAM.

2.2.10. Komponen Pemanen Air Hujan

Komponen dasar dari suatu pemanen air hujan terdiri lima komponen dasar yaitu (Tri Yayuk, 2012):

(14)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 17

1. Permukaan daerah tangkapan air hujan

Atap bangunan merupakan pilihan sebagai area penangkapan air hujan. Jumlah air yang dapat ditampung dari sebuah atap tergantung dari material atap tersebut, dimana semakin baik jika permukaan semakin halus.

Gambar 2.2 Area tangkapan air hujan (Sumber: Texas Water Development Board, 1997)

2. Talang dan pipa downspout : Menangkap dan menyalurkan air hujan yang melimpas dari atap menuju penampungan. Material yang biasa digunakan pada unit ini adalah PVC, vynil, dan galvanized steel.

Gambar 2.3 Talang yang terpasang saringan daun. (Sumber: Heather Kinkade-Levario, 2007)

3. Saringan daun, saluran penggelontor air hujan pertama (first flush diverters), dan pencuci atap: komponen penghilang kotoran dari air yang

(15)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 18

ditangkap oleh permukaan penangkap sebelum menuju penampungan. Umumnya sebelum air hujan masuk kedalam penampungan air hujan yang pertama kali turun, dialirkan terlebih dahulu melalui saluran penggelontor air hujan pertama (first flush diverters). Karena air hujan yang pertama kali jatuh membasahi atap membawa berbagai kotoran, zat kimia berbahaya, dan beberapa jenis bakteri yang berasal dari sisa-sisa organisme.

Gambar 2.4 Leaf eater downspout filter

(Sumber: Heather Kinkade-Levario, 2007) 4. Tangki/Bak penampungan.

Bagian ini merupakan bagian termahal dalam sistem panen air hujan. Ukuran dari tangki penampungan ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain: persediaan air hujan, permintaan kebutuhan air, lama musim kemarau, penampung area penangkap, dan dana yang tersedia.

5. Permunian dan penyaringan air

Komponen ini hanya dipakai pada sistem pemanen air hujan sebagai sumber air minum.

Sedangkan contoh komponen lengkap sebuah pemanen air hujan moderen pada sebuah bangunan residensial dapat dilihat pada gambar berikut:

(16)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 19

Gambar 2.5 Komponen bagian-bagian pemanen air hujan (Sumber: Heather Kinkade-Levario, 2007)

Penjelasan notasi gambar berurut: 1. Atap

2. Talang dengan saringan daun 3. Pipa diameter 5-6 inci

4. Pipa downspout

5. Pipa sambungan ke cistern

6. Pencegat sedimen atau puing, alat penggelontor 7. Sumbatan untuk pembersihan

8. Catchbasin

9. Inlet air hujan

(17)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 20

11.Level minimum air

12.Penutup tangki

13.Pipa suplai air alternatif

14.Katup khas

15.Atmospheric vacuum breaker

16.Sumber air alternatif

17.Pipa overflow pada tangki

18.Landscape irrigation suply filter

19.Penyaring pasir (sand filter)

20.Pompa untuk irigasi

21.Katup khas

22.Jaringan suplay untuk irigasi

23.Tempat pengambilan sisa buangan

24.Kran untuk mengeringkan tangki

Setelah menginstal sistem jaringan pipa penghubung dari talang ke tangki penampungan, pipa tersebut dapat dihubungkan dengan jaringan pipa di dalam bangunan yang menghubungkan dengan jaringan pipa air bersih seperti pada gambar contoh berikut:

(18)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 21

Gambar 2.6 Sistem plumbing pemanfaatan air hujan (Sumber: Texas Water Development Board, 2006)

Gambar 2.7 Wastafel yang menggunakan air hujan (Sumber: Heather Kinkade-Levario, 2007)

(19)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 22

Sedangkan letak tangki disesuai dengan kondisi ruang yang tersedia di luar bangunan. Tangki bisa diletakkan di bawah tanah atau diatas permukaan tanah. Ada baiknya tangki diletakkan menyesuaikan dengan keadaan talang dan perpipaan air bersih dibangunan sehingga air dapat mengalir secara gravitasi sehingga menghemat penggunaan pompa. Apabila tidak memungkinkan seperti itu, suatu bangunan dapat menggunakan sistem dua tangki yaitu air di tangki yang bawah di pompa ke tangki yang berada di atas bangunan sehingga air dapat mengalir secara gravitasi.

Gambar 2.8 Tangki air hujan bawah tanah (Sumber: National Water Commision, 2008)

Gambar 2.9 Tangki air hujan terletak berada ditengah antara lt.1 dan lt.2 (Sumber: National Water Commision, 2008)

(20)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 23

Apabila ingin menyimpan cadangan air hujan dengan kapasitas yang lebih besar, tangki dapat ditambah dan dihubungkan sesuai dengan gambar berikut ini:

Gambar 2.10 Sistem 3 tangki penampung air hujan yang saling terhubung (Sumber: National Water Commision, 2008)

Gambar 2.11 Tangki air hujan yang berada di depan bangunan (Sumber: Heather Kinkade-Levario, 2007)

(21)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 24

2.2.11. Koofisien Runoff

Koofisien runoff atau koofisien C didefinisikan sebagai nisbah antara

puncak aliran permukaan terhadap intensistas hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan hasil perhitungan debit banjir. Permilihan harga C yang tepat memerlukan pengalaman hidrologi yang luas. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau prosentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan aspal dan atap bangunan, akan menghasilkan aliran hampir 100% setelah permukaan menjadi basah, seberapa pun kemiringannya (Suripin,

2004). Koofisien runoff nilainya diberikan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Nilai Koefisien C untuk Metode Rasional

Deskripsi lahan/ karekter permukaan Koefisien aliran, C

Business Perkotaan Pinggiran 0,70 - 0,95 0,50 - 0,70 Perumahan Rumah Tunggal Multiunit, terpisah Multiunit, tergabung Perkampungan Apartemen 0,30 - 0,50 0,40 - 0,60 0,60 - 0,75 0,25 - 0,40 0,50 - 0,70 Industri Ringan Berat 0,50 - 0,80 0,60 - 0,90 Perkerasan

Aspal dan beton Batu-bata, paving

0,70 - 0,95 0,50 - 0,70

Atap 0,75 - 0,95

Halaman, tanah berpasir Datar, 2% Rata-rata, 2-7 % Curam, 7 % 0,05 - 0,10 0,10 - 0,15 0,25 - 0,35

Halaman kereta api 0,10 - 0,35

Taman tempat bermain 0,20 - 0,35

Taman, pekuburan 0,10 - 0,25 Hutan Datar, 0-5% Bergelombang, 5-10 % Berbukit, 10-30 % 0,10 - 0,40 0,25 - 0,50 0,30 - 0,60 (Sumber : McGuen, 1989 dalam Suripin, 2004)

(22)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 25

2.2.12. Pemilihan Jenis Tangki

Dalam merancang sebuah tangki penampungan yang diharapkan adalah pemilihan bahan dasar tangki yang cocok dengan dana dan kondisi tempat tangki itu diletakkan. Tangki bisa diletakkan di permukaan tanah (above ground) atau di bawah tanah (underground). Untuk bangunan tinggi ada baiknya membuat tangki dari logam atau cor beton yang diletakkan di atas bangunan sehingga air yang ditampung bisa disalurkan secara gravitasi sehingga mengurangi penggunaan pompa air. Bahan dasar tangki dapat berupa kayu, beton, logam anti karat dan lain-lain. Berikut beberapa contoh beberapa jenis tangki dan volumenya:

Gambar 2.12 Kiri: Tangki air hujan kapasitas 1.468 gallon yang terbuat dari logam anti karat, Kanan: Tangki yang lebih besar kapasitas 7.000 gallon

(23)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 26

Gambar 2.13 Dua Tangki air hujan terbuat dari kayu cedar berada di luar bangunan retail1)

Gambar 2.14 Rainbarrel dengan kapasitas penampungan yang sedikit (Sumber: 1) Heather Kinkade-Levario, 2007)

(24)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 27

Tabel 2.6. Jenis dan ukuran tangki

No Bahan Ukuran (m3) Keterangan

1 Beton Diatas 37.85 Kuat, tahan lama, beresiko mengalamai

retak, letak permanen, dapat berpengaruh pada bau dan rasa

2 Fiberglass 1.89-75.70 Dapat bertahan selama puluhan tahun,

mudah diperbaiki

3 Besi las 113.5-3785 Kokoh, dapat berpindah, mampu

menampung dalam jumlah yang cukup besar

4 Metal 0.57-9.46 Ringan dan mudah berpindah

5 Kayu 2.65-189.25 Baik dalam segi estetika biasanya

digunakan pada perumahan

(Sumber: Texas Water Development Board, 2006)

Selain dari jenis tangki pada Tabel 2.6 juga ada kontruksi tangki PAH dari pasangan bata. Jenis tangki ini terhitung lebih murah dari pada tangki beton dan pengerjaan kontruksinya sederhana.

2.2.13. Persyaratan Bahan Pembuatan PAH

Pada kontruksi Tangki PAH, bahan yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang tertera pada Tabel 2.7. yang merupakan acuan untuk memilih bahan pembuatan tangki PAH. Adapun persyaratannya sebagai berikut:

Tabel 2.7. Persyaratan bahan pembuatan PAH

No Bahan-bahan Persyaratan Keterangan

1. Semen Semen yang digunakan adalah Portland

cement yang memenuhi syarat harus mempunyai kehalusan dan sifat ikat yang baik dan disarankan.

Sesuai: - SNI 15-2530-1991, - SNI 15-2531-1991, - SNI 03-4805-1998, - SNI 03-4806-1998, - SNI 03-4807-1998, - SNI 19-6426-2000, - SNI 03-6468-2000 - SNI 03-6412-2000, - SNI 03-6825-2002, - SNI 03-6826-2002,

(25)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 28

No Bahan-bahan Persyaratan Keterangan

- SNI 03-6827-2002,

dan/atau

- SNI 03-6863-2002 2. Pasir dan kerikil Pasir yang digunakan adalah pasir

beton yang bersih berbutir tajam dan keras. Pasir dan kerikil harus bergradasi baik, bersih dan bebas dari kandungan bahan organis. Kerikil untuk beton berukuran 2-3 cm, bersih, keras, padat, dan tidak berpori.

Sesuai: - SNI 03-6388-2000, - SNI 03-6861.1-2002, - SNI 03-2461-2002, - SNI 03-6820-2002, dan/atau - SNI 03-6889-2002

3. Besi beton Besi beton yang dipakai adalah besi beton dengan mutu U.24, bersih, tidak berkarat dan bebas dari minyak.

Sesuai SNI 03-6861.2-2002

4. Kawat ayam Kawat ayam adalah kawat dengan

kualitas baik

5. Batu bata merah Batu bata merah yang dipergunakan minimum kelas 25 kg/cm2

6. Air Air yang digunakan untuk membuat

campuran perekat harus bersih, bebas dari minyak, tidak asam/basa, dan bebas bahan tersuspensi lainnya.

Sesuai SNI 03-6817-2002

7. Bahan tambahan Bahan tambahan bila diperlukan, disarankan sesuai dengan Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton

Sesuai: - SNI 03-2460-1991, - SNI 03-2495-1991, dan/atau - SNI 03-2834-2000 8. Pipa dan perlengkapanny a

Pipa dan perlengkapannya baik pipa PVC, PE, GIP, FRP memenuhi standar yang berlaku. Sesuai: - SNI 03-6419-2000 - SK SNI S-20-1990-2003 - SNI 06-4829-2005 - SNI 6785-2002 (Sumber: Modul Penampungan Air Hujan (PAH) , Permen PU, 2009)

2.2.14. Perhitungan Suplai Air

Untuk menghitung ketersediaan air atau volume air hujan yang jatuh di atap bangunan, dapat digunakan persamaan berikut ini:

V = R . A . k ………(2.4)

Dimana:

V = Volume Air tertampung (m3)

R = Curah hujan (m/bulan)

A = Luas daerah tangkapan (m2)

(26)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 29

2.2.15. Perhitungan Kebutuhan Air Gedung

Untuk menghitung kebutuhan air suatu gedung baik untuk kebutuhan air indoor maupun outdoor, dapat di hitung sesuai SNI 03-7065-2005. Volume pemakaiaan dapat disesuai dengan fungsi gedung atau dengan menghitung rata-rata pemakaian air pada alat plumbing seperti yang dijelaskan pada SubBab 2.2.2.

2.2.16. Perhitungan Volume Tangki Penampungan Air hujan

Ukuran kapasitas tangki penampungan air hujan harus dapat memenuhi

permintaan kebutuhan air sepanjang tahun atau minimal sepanjang musim hujan. Untuk itu sebelum melaksanakan pembuatan tangki perlu dilakukan perhitungan volume air hujan yang dapat tertampung oleh atap dengan memperhitungkan terjadinya kebocoran dan limpasan dengan asumsi efisiensi air yang tertampung sebesar 75-90% dari volume keseluruhan air yang dapat tertampung (Tri Yayuk, 2012).

Penentuan ukuran tangki dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Metode 1- Pendekatan dari segi kebutuhan air

Metode ini merupakan metode perhitungan paling sederhana dimana hanya menghitung volume air yang dibutuhkan yang langsung dianggap sebagai volume tangki yang harus disediakan. Adapun persamaan yang berlaku adalah:

Vdemand = Vtangki ………..(2.5)

Metode ini mengambil asumsi bahwa curah hujan dan daerah tangkapan memadai secara konsisten seperti kondisi diatas. Untuk itu dilakukan pengembangan permodelan perhitungan yaitu metode pendekatan dari segi ketersediaan air.

2. Metode 2- Pendekatan dari segi ketersediaan air

Metode ini hanya memperhitungkan jumlah air yang bisa ditangkap oleh suatu daerah tangkapan dengan mengetahui jumlah kebutuhan air sebagai pedoman bahwa volume ketersediaan air harus lebih besar dari kebutuhan air yang dianggap sama setiap hari sepanjang tahun.

(27)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 30

3. Metode 3- Perhitungan Neraca air

Pada metode ini, perhitungan cistern ditentukan dengan

mempertimbangkan keseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air yang terjadi. Ketersediaaan air berasal dari atap sedangkan kebutuhan air merupakan volume air yang dibutuhkan.

Dari ketiga metode ini, motode yang dipilih adalah metode perhitungan neraca air. Metode ini dipilih karena volume ketersediaan air berbeda setiap harinya karena perbedaan curah hujan setiap hari dan ditambah lagi dengan dua musim yang terjadi di Indonesia sehingga suplai air pada musim penghujan melimpah dan pada musim kemarau suplai atau ketersediaan air sangat sedikit, sedangkan kebutuhan air setiap bulan dianggap sama. Maka dengan metode ini menyesuaikan dengan kondisi antara dua musim ini, sehingga suplai air yang ditampung pada musim penghujan ada sebagian yang ditabung untuk menutupi

kekurangan air sehingga neraca suplay dengan demand menjadi seimbang.

2.2.17. Perhitungan Dimensi Talang/Roof Drain dan Pipa

Untuk menghitung dimensi talang tegak dapat digunakan persamaan berikut ini (Permen PU, 2009):

h g v = 2 ……….. (2.5) v Q A= ………...……….. (2.6) 2 2 1 r A=

p

……….……….. (2.7) r d =2 ………...……….. (2.8) xV xQ d p 4 = ………...………… (2.9) Dimana:

v = kecepatan aliran air pada talang tegak (m/detik)

g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik2)

h = tinggi jatuh air (m)

A = luas atap sebagai bidang penangkap (m2)

Q = debit air rata-rata hujan (m3/detik)

(28)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 31

r = jari-jari talang atau pipa (m)

d = diameter talang atau pipa (m)

2.2.18. Perhitungan jumlah tulangan dan struktur plat

Untuk menghitung jumlah tulangan dan struktur pada plat dasar tangki PAH dengan tujuan desain dan keamanan strukur dapat dihitung dengan persamaan ini: 1. Perhitungan tebal pelat (berkenaan syarat lendutan).

Tebal minimum pelat hmin menurut persyaratan, untuk fy = 240 MPa dan pelat

ditumpu bebas pada dua tepi adalah :

hmin=

L

27 ……….. (2.10)

2. Hitung beban-beban

qu = 1,2 qd + 1,6 q1……….. (2.11)

3. Perhitungan momen yang bekerja akibat beban berfaktor. Dengan menggunakan Tabel pembebanan plat, didapat :

1/24 1/24

D 1/ 8 D

Pada lapangan, Mu = 1/8 qu L2 ………(2.12)

Pada tumpuan, (memperhitungkan jepit tak terduga)

Mu = 1/24 qu L2 ……….………(2.13) 4. Perhitungan tulangan Tinggi efektif d = h – p – ½ fp ……….……….. (2.14) y f + 600 600 y f ' c f 1 0,85 = b b r ……….. (2.15) b 075 = max r r ´ ……….……….. (2.16) r

min = 0,0025 ( berlaku untuk pelat)

(29)

commit to user

| BAB II Dasar Teori 32

u M n M f = ………..(2.17) 2 d b n M = n R ………..………....(2.18) ' c f 0,85 y f = m ………...(2.19) = 1 m 1 - 2 m Rn f y r 1 -é ë ê ê ù û ú ú………..…..(2.20) Persyaratan:

r < rmax ® diperlukan tulangan tunggal.

r > rmin (= 0,0025) ® dipakai r

Asperlu = r .b . d ………..(2.21)

dengan:

As = Luas tulangan tarik, mm2

As’ = Luas tulangan tekan, mm2

b = Lebar penampang, mm

d = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik, mm

d’ = Jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tekan, mm

f’c = Kuat tekan beton berkarakteristik, Mpa

fy = Kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan non-prategang, Mpa

h = Tinggi penampang, mm

Mn = Kuat momen nominal pada suatu penampang, N.mm

Mu = Momen terfaktor pada penampang, N.mm

qd = Beban mati, kg/m

ql = Beban hidup, kg/m

Qu = beban terfaktor, kg/m

s = Tebal selimut beton

f = Faktor reduksi kekuatan

ρb = Rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang seimbang

ρ = Rasio tulangan tarik non prategang

ρmax = Rasio tulangan tarik maksimum

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Suripin, 2004)
Tabel 2.1. Kriteria Penentuan Kebutuhan air domestik
Tabel 2.2 Kebutuhan Air untuk Pemeliharaan Sungai  Proyeksi Tahun  Kebutuhan air
Tabel 2.3 Kebutuhan Air untuk Ternak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil data yang telah terkumpul dilakukan analisis data dengan uji korelasi Koefisien Kontingensi (c) / Chi Square Test antara kelompok kasus dan kelompok kontrol, tidak

Tabela 1: Holmesova lestvica stresnih dogodkov ŽIVLJENSKA SITUACIJA zakončeva smrt razveza ločeno zakonsko življenje prestajanje zaporne kazni smrt bljižnega družinskega člana

• Menurut the American Hotel and Motel Association (AHMA) sebagaimana dikutip oleh Steadmon dan Kasavana: Hotel dapat didefinisikan sebagai sebuah bangunan yang dikelola secara

KMKO Sipil

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Pasal 3 Ayat 4 dalam Aqib (2009: 60) kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat 2

Beberapa faktor yang menyebabkan inkonsistensi ini, antara lain: (a) pengembangan petani tidak sesuai dengan rencana induk perkebunan Aceh yang telah diterbitkan sejak

Ukuran-ukuran pada liang terlihat pada Gambar 2, yaitu dibedakan menjadi SD (surface diameter yaitu lebar lubang permukaan liang bioturbasi), AW (arm width yaitu

Penelitian tentang serapan Fe, K dan kandungan klorofil tanaman padi pada kondisi tercekam Fe telah dilakukan. Penelitian bertujuan mendapatkan informasi tentang