• Tidak ada hasil yang ditemukan

Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia - Belanda 1961-1962.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia - Belanda 1961-1962."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

No. Daftar FPIPS 5045/UN.40.2.3/PL/2015

SKRIPSI

Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia - Belanda 1961-1962

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Sejarah

Disusun oleh

HERLAMBANG IPANG SUDRAJAT 0901588

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat: Pasang Surut Hubungan Indonesia-Belanda 1961-1962

Oleh

Herlambang Ipang Sudrajat

Sebuah Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Departemen Pendidikan

Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Sosial

©Herlambang Ipang Sudrajat 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

(3)

LEMBAR PENGESAHAN Herlambang Ipang Sudrajat

(0901588)

Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia - Belanda 1961-1962

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum NIP.196005291987032002

Pembimbing II

Drs. Syarif Moeis NIP.195903051989011001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

ABSTRACT

The litle of this thesis is “Mandala Operation in The Liberation of Irian Barat : Up and Down of The Relationship of Indonesia – Dutch 1961-1962”. The main problem of this thesis was how is the influence of Mandala Operation to the Billateral relationship of Indonesia-Dutch. Then, the main pborlem of this thesis were : (1 How is the relationship of Indonesia before Mandala Operation? (2) How is the bakcground of Mandala Operation? (3) How is Suharto’s strategy in doing Mandala Operation? (4) How is the impact the success of Mandala Operation to the relationship of Indonesia – Dutch? The method that is used in this thesis was hystoris method through four phase, heuristic, criticism, interpretation, and histography. The techic of data collecting were literature study approach and documentation. Based on the result of the writer’s analysis, this thesis discussed about the billateral relationship of Indonesia-Dutch in time the liberation of Irian Barat that appeared after Indonesia got failure diplomacy considered that in a manner de jure and de facto Irian Barat was part of NKRI. Because of the diplomay that always got failure. Indonesia did action that is ofside of diplomacy. It was Mandala Operation. In Mandala Operation Mayjend Suharto was choosed as the commander of Mandala Operation, the strategies were infiltration, exploitation, consolidation. The success of Mandala Commander in doing strategies, made Belanda did negotiation was New York Agreement. From New York Agreement, the problem of Irian Barat can be solved. Politicaly, Dutch recognized the liberation of Indonesia, it can be see from Irian Barat included NKRI area. Military NKRI made ABRI took over the security of Irian Barat.

(5)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia-Belanda 1961- 1962”. Masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaruh Operasi Mandala terhadap hubungan bilateral Indonesia dan Belanda? kemudian masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu (1) Bagaimana hubungan Indonesia sebelum operasi mandala berlangsung? (2) Bagaimana latarbelakang terjadinya operasi mandala? (3) Bagaimana pelaksanaan strategi Suharto dalam menjalankan Operasi Mandala? (4) Bagaimana dampak keberhasilan Operasi Mandala terhadap hubungan Indonesia dan Belanda?. Metode yang dipakai dalam skripsi ini adalah menggunakan metode historis melalui empat tahapan, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui pendekatan studi kepustakaan dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis penulis skripsi ini membahas hubungan bilateral Indonesia-Belanda pada masa pembebasan Irian Barat yang timbul setelah pihak Indonesia mengalami kegagalan diplomasi pada Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berlangsung pada tahun 1950 dan 1955. Indonesia mengangap secara de jure dan de facto

wilayah Irian Barat merupakan bagian dari NKRI. Karena Diplomasi yang selalu mengalami kegagalan pihak Indonesia melakukan tindakan di luar Diplomasi yaitu dengan dibentuknya Operasi Mandala. Dalam Operasi Mandala ditunjuklah Mayjen Suharto sebagai Panglima Mandala, strategi yang digunakan diantaranya infiltrasi, eksploitasi, konsolidasi. Keberhasilan Panglima Komando Mandala dalam menjalankan strategi, membuat Belanda melakukan perundingan dengan Indonesia yang menengahi adalah PBB perundingan tersebut kita yang dikenal dengan persetujuan New York. Dari persetujuan New York masalah Irian Barat dapat terselesaikan, Secara politis Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dengan masuknya Irian Barat masuk kedalam wilayah NKRI, secara militer dengan masuknya Irian Barat kedalam wilayah NKRI membuat ABRI mengambil alih keamanan Irian Barat.

(6)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….i

UCAPAN TERIMA KASIH………...ii

ABSTRAK………..iii

DAFTAR ISI………...v

DAFTAR BAGAN………..………...vi

DAFTAR GAMBAR………...……….….vii BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

1.1. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.5. Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.6. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Error! Bookmark not defined.

(7)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

3.3.2.1. Kritik Eksternal………...31 3.3.2.2. Kritik Internal………....……….32 3.3.3. Interpretasi (Penafsiran) ... ....Error! Bookmark not defined. 3.3.4. Historiografi ... .Error! Bookmark not defined. BAB IV STRATEGI BANGSA INDONESIA DALAM OPERASI PEMBEBASAN IRIAN BARAT TAHUN 1962 ... Error! Bookmark not defined.

4.1. Perjuangan Indonesia Dalam Merebut Irian Barat Dari Belanda ... Error! Bookmark not defined.

4.1.1. Upaya Republik Indonesia Dalam Pembebasan Irian BaratError! Bookmark not defined.

4.1.2. Perjuangan Diplomasi: Pendekatan Diplomasi ... Error! Bookmark not defined.

4.1.3. Perjuangan Konfrontasi Ekonomi, Politik dan MiliterError! Bookmark not defined.

4.1.3.1. Konfrontasi Ekonomi………53 4.1.3.2. Konfrontasi Politik………....54 4.1.3.3. Konfrontasi Militer dan Konfrontasi Total………56 4.2. Pembentukan Komando Operasi Mandala .. Error! Bookmark not defined. 4.2.1. Peranan Mayjend Suharto Dalam Memimpin Operasi Mandala ... Error! Bookmark not defined.

4.2.2. Susunan Organisasi Operasi Mandala ... Error! Bookmark not defined. 4.3. Pesiapaan Operasi Mandala ... Error! Bookmark not defined. 4.3.1. Proses Berlangsungnya Operasi Mandala . Error! Bookmark not defined. 4.3.2. Berakhirnya Operasi Mandala ... Error! Bookmark not defined.

4.4. Hubungan Indonesia-Belanda Setelah Operasi MandalaError! Bookmark not defined.

4.4.1. Aspek Militer Setelah Dilaksanakannya Operasi MandalaError! Bookmark not defined.

4.4.2. Aspek Politik Setelah Dilaksanakannya Operasi MandalaError! Bookmark not defined.

(8)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Struktur Staf Gabungan Terdiri Dari Berbagai Angkatan………..….64 Bagan 4.2 Susunan Pemerintahan Irian Barat PERPRES Nomor 1 Tahun

(10)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Operasi Mandala...68

Gambar 4.2 Pembentukan Strategi Operasi Mandala...69

Gambar 4.3 Angkatan Udara Republik Indonesia 1959...71

Gambar 4.4 Persiapan Pelaksanaan Operasi Mandala...73

Gambar. 4.5 Operasi Mandala...75

Gambar 4.6 Operasi Infiltrasi Mandala...77

Gambar 4.7 Pesetujuan New York...80

(11)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(12)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Agustus 1960, hubungan diplomatik dengan Belanda dihentikan sepihak oleh Indonesia. Persoalannya apalagi kalau bukan ‘rebutan’ wilayah terakhir NKRI saat

itu, Irian Barat. Sesuai perjanjian Konferensi Meja Bundar, Presiden RI pertama, Soekarno menagih janji untuk bisa mengibarkan bendera ‘Merah-Putih’ di Irian Barat.Sementara itu pihak Belanda menolak mengakui Irian Barat sebagai bagian dari NKRI, lantaran menganggap Indonesia dan Irian tak punya keterikatan etnik. Trikora (Tri Komando Rakyat) pun jadi jawaban Soekarno dalam pecahnya konflik dengan Belanda di Irian.Dari berbagai peristiwa, pertempuran Laut Aru jadi salah satu sorotan terbesar. Tiga kapal TNI AL Indonesia, KRI Macan Tutul, KRI Harimau dan KRI Macan Kumbang terlibat pertempuran dengan dua kapal penjelajah Koninklijke Marine (AL Belanda) pada 15 Januari 1952. Dalam pertempuran itu pula Komodor Yos Sudarso ikut tewas.

konflik ini akhirnya dibantu diredam pihak-pihak luar seperti Amerika Serikat dan PBB lewat UNTEA (Otoritas Eksekutif Sementara PBB untuk Irian Barat).Tugas UNTEA di Irian meliputi menerima penyerahan pemerintahan atau wilayah Irian Barat dari Belanda, menyelenggarakan pemerintahan yang stabil di Irian Barat selama suatu masa tertentu, serta menyerahkan pemerintahan atas Irian Barat kepada Indonesia. Sebagai tindak lanjut UNTEA di Irian, para pimpinan UNTEA turut meresmikan rumah satu baru di Biak pada 16 Maret 1963. 10 hari kemudian, Nederlandsche Handel Matsschappij (Bank Belanda) di Irian diambil-alih Bank Indonesia.Tugas UNTEA baru berakhir pada 1 Mei 1963, di saat yang bersamaan perihal penyerahan kekuasaan penuh Irian Barat kepada Indonesia.

(13)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

(Konferensi Meja Bundar) yang diselenggarakan pada tahun 1949 di Den Haag Belanda. Namun dalam pengakuan dan penyerahan kedaulatan tersebut wilayah Irian Barat tidak disertakan, sebagaimana dalam hasil konferensi tersebut, dikatakan bahwa “permasalahan Irian Barat akan dibicarakan satu tahun kemudian”.

Penyerahan Irian Barat ke Republik Indonesia ternyata tidak semudah saat dilakukan kompromi. Hal tersebut terjadi karena Belanda masih ingin mempertahankan Irian Barat sebagai wilayah jajahannya. Pada awal dekade 1960-an Presiden Soekarno berusaha untuk merebut wilayah Irian Barat agar kembali menjadi bagian wilayah Republik Indonesia. Hal ini dijelaskan pada program kabinet kerja adalah pembebasaan Irian Barat yang pada hakekatnya merupakan tuntutan nasional secara mutlak. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah Irian Barat masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Irian Barat merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Karena permasalahan tersebut hubungan diplomatik Indonesia dengan Belanda bertambah tegang. Melaui pidato presiden Sukarno yang berjudul ” Jalan Revolusi Kita Bagaikan Turun Dari langit” pada peringatan HUT Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 15 memutuskan hubungan diplomatik dengan kerajaan Belanda, dan masalah kedua negarapun semakin parah dan mencpai puncaknya.

Tindakaan ini merupakan bentuk dari reaksi terhadap sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai tentang pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Lebih jauh lagi, menjelang bulan Agustus 1960 pihak Belanda mengirimkan kapal induk ke Irian Barat melalui Jepang. Mereka juga memperkuat armada laut dan udaranya di Irian Barat. Sementara itu dari pihak Indonesia mulai menyusun kekuataan bersenjatanya untuk mempersiaapkan segala kemungkinan yang akan terjadi termasuk perang melawan Belanda.

(14)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

menyatakan bahwa wilayah Indonesia meliputi seluruh wilayah Hindia-Belanda yang termasuk Irian Barat didalamnya. Selain itu pihak Belanda sendiri dalam kenyataannya justru mnenjukaan bahwa wilayah Indonesia meliputi Irian Barat. Undang-undang dasar Belanda tahun 1948, menyebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa wilayah kerajaan Belanda meliputi Neederland, Hindia-Belanda, Suriname dan Antiline Belanda, tanpa menyebutkan Irian Barat secara terpisah. Yang berarti bahwa secara emplisit Belanda mengakui bahwa Indonesia meliputi wilayah Irian Barat. Penegasan senada diucapkan oleh Ratu Belanda pada 3 februari 1948 yang menyatakan bahwa Belanda akan mengakui dengan segera kedaulatan Indonesia atas wilayah bekas Belanda. Menutut Lopa baik dasar historis, proklamasi kemerdekaan dan konstitusi RI, sebagai dasar politis yuridis ditambah pengakuaan resmi dari tokoh-tokoh pemerintah Belanda seperti Dr. H. J. Van Mook, Dr. J. H. Van Royen dan J. H. Van Maarseveen yang secara tidak langsung mengakui kedaulatan indonesia yang meliputi Irian Barat telah menjadi dasar perjuangan Indonesia membela dan meneruskan perjuangaan, mengakhiri kekuasaan imperialis-kolonialis Belanda di Irian Barat (Ridhani, 2009:17-18)

Presiden Sukarno pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat Yogyakarta mengumumkan “Tri Komando Rakyat (TRIKORA)” di alun-alun utara Yogyakarta. Sebagai langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando operasi, yang diberi nama “Komando Mandala Pembebasaan Irian Barat”. Sebagai panglima komando adalah Brigjend Suharto yang kemudian pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Jenderal. Menurut Nasution dalam Ridhani (2009) Pimpinan satuan strategis ini dipercayakan kepada Brigjen. Suharto yang baru menyelesaikan pendidikannya di Seskoad Bandung. Ia juga ditugaskan rangkap sebagai Panglima Pertahanan Udara. Maka dengan begitu secara otomatis Suharto memegang pimpinan proyek pembebesaan Irian Barat.

(15)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

berambisi politik, diperkirakan lebih mampu untuk menjadi pengendali operasi militer yang direncanakan akan berlangsung secara besar-besaran (Ridhani, 2009:98). Mengenai pengangkatan Suharto sendiri diusulkan langsung oleh Jenderal A. H. Nasution kepada Presiden Sukarno, Sukarno menilai Suharto merupakan sosok militer profesional dan merupakan komandan yang menonjol dalam TNI.

Suharto memang merupakan Anggota TNI yang terlatih, dia memiliki banyak pengalaman dalam medan pertempuran. Dalam otobiografinya suharto menceritakan karir militernya telah bermula sebelum kemerdekaan Indonesia. Pertama kali ia memasuki dunia militer ialah ketika pemerintah Belanda membuka pendaftaran bagi pribumi untuk menjadi tentara kerajaan Belanda, untuk membantu kekuatan militer Belanda dalam Perang. Pada pendafataran untuk KNIL pada 1940, Suharto kembali mendafatarkan dirinya. Ia pun diterima dan mendapat pendidikan militer. Pada 1 juni 1940 ia diterima sebagai siswa di sebuah sekolah militer di Gombong (Dwipayana, 1989: 10).

Ketika perang dunia II meletus pada 1942 Suharto bergabung dengan pasukan kolonial Belanda. Ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di markas besar angkatan datar KNIL selama seminggu. Setelah berpangkan Sersan tentara KNIL, ia kemudian menjadi komandan Peleton. Pada 8 Maret 1942 Belanda harus menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sebagai tentara KNIL, Suharto tidak ingin ditawan oleh pihak Jepang, karena itu ia merencanakan sebuah perjalanan pulang ke Yogyakarta. Tentara Jepang yang menguasai Indonesia sejak meletusnya Perang Dunia II, kembali memberikan kesempataan kepada pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi seorang tentara, Suharto mendaftarkan dirinya lagi menjadi jadi polisi dan kemudian Tentara Pembela Tanah Air (PETA), organisasi Jepang yang berperan bidang militer. Pengalaman Suharto yang sudah lama dalam bidang militer membuatnya sebagai salah satu perintis pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian akan berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) (Dwipayana, 1989:21-22).

(16)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Barat. Sembilan hari kemudian presiden menunjuk Brigjen. Suharto sebagai Komando Mandala pembebasaan Irian Barat. Sasaran utama dari Komando Mandala adalah pada bulan Agustus 1962 bendera sang merah putih sudah harus berkibar di Irian Barat. Berdasarkan hal tersebut maka Panglima Komando Mandala hanya memiliki waktu selama tujuh bulan untuk merebut Irian Barat. Disisi lain kekuatan militer Indonesia masih sangat kekurangan dibandingkan dengan kekuataan militer Belanda. Namun Mayor Jenderal Suharto tetap melaksanakan tugas dengan baik (Ridhani 2009:97-98)

Suharto merupakan sosok seorang militer profesional. Sebagai orang Jawa ia memiliki kepribadian yang tenang. Kepribadiannya sangat mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Selama ia menjalankan tugasnya sebagai penglima komando mandala, ia melakukannya dengan penuh pertimbangan, keuletan, dan sangat patuh terhadap perintah atasannya. Pada pembentukan Komando Mandala kekuataan militer Indonesia belum cukup kuat untuk menghadapi kekuataan militer Belanda. Suharto sebagai Panglima Komando Mandala dituntut untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya dalam keadaan serba terbatas. namun dalam keterbatasaanya Suharto mampu merebut kembali Irian Barat ke Indonesia dalam kurun waktu tujuh bulan, sesuai dengan amanat yang diberikan oleh Presiden. Karena itulah penulis merasa sangat tertarik pada peran Suharto, menjalankan tugas sebagai Panglima Komando Mandala dan pengaruh Komando Mandala terhadap karirinya. Penulis menganggap komando mandala merupakan salah satu pencapaian tertinggi suharto selama karir militernya. Maka dari itu penulis ingin mengkaji lebih dalam peranaan suharto dalam bentuk skripsi dengan judul “Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia - Belanda 1961-1962”

1.2. Rumusan Masalah

(17)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Sementara untuk membatasi kajian penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan sekaligus sebagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

1. Bagaimana hubungan Indonesia dan Belanda sebelum Operasi Mandala? 2. Bagaimana Latar belakang lahirnya Operasi Mandala?

3. Bagaimana pelaksanan strategi Suharto dalam menjalankan Operasi Mandala? 4. Bagaimana dampak keberhasilan Operasi Mandala terhadap hubungan

Indonesia Dan Belanda?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembahasan rumusan dan pembatasan masalah pada poin sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan Hubungan Dan Belanda sebelum Operasi Mandala.

2. Mendeskripsikan Latar belakang Operasi Mandala yang dipimpin oleh Mayjen. Suharto.

3. Mendeskripsikan strategi Suharto dalam menjalankan Operasi Mandala. 4. Mendeskripsikan dampak keberhasilan Operasi Mandala terhadap hubungan

Indonesia dan Belanda.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang mengangkat judul “ Peranan Mayjend Suharto Dalam Operasi Mandala Tahun 1961-1962” , yakni sebagai berikut:

1. Memperkaya penulisan sejarah terutama tentang sejarah Indonesia setelah kemerdekaan.

2. Mengetahui peranaan Mayjend Suharto sebagai panglima tertinggi komando mandala dalam perebutan Irian Barat.

(18)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

1.5. Metode Penelitian

Dalam rangka penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode historis, yaitu metode penelitian sejarah yakni proses menguji dan menganalisis secara kritis mengenai peningggalan masa lampau berdasarkan data yang telah diperoleh dan dikumpulkan. Menurut ismaun (1990:23) tahapan yang dilakukan dalam metode historis ialah heuristik (pengumpulan data), kritik, interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah). Adapun dalam teknik penulisaannya, penulis melakukan pengumpulan sumber-sumber yang diperlukan untuk pengkajian dalam penulisan skripsi ini, disini penulis menggunakan teknik studi literatur. Studi literatur yang digunakan penulis adalah usaha dalam mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dari berbagai sumber yang berbeda, namun dalam topik pembahasan yang sama berdasarkan topik utama skripsi ini, literatur yang digunakan dalam penelitian ini yakni literatur lokal maupun literatur asing yang semuanya dapat memberikan informasi yang cukup dan memenuhi dalam pengkajian permasalahan yang hendak dikaji oleh penulis dalam penelitian ini. Sumber yang digunakan penulis adalah sumber sekunder berupa sumber-sumber literatur. Sumber literatur ini menjadi sumber utama dikarenakan penulis menggunakan teknik studi literatur yang dianggap mampu untuk menjawab semua permasalahan yang sedang dikaji penulis dalam penulisan skripsi ini.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Sistematika penulisan skripsi disesuaikan dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang diterbitkan oleh UPI. Sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut

(19)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Bab II Kajian pustaka, bab ini berisikan tentang penjabaran mengenai literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti tentang “Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat : Pasang Surut Hubungan Indonesia - Belanda 1961-1962”

Bab III Metode Penelitian, bab ini membahas langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang penulis gunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis dan cara penulisannya. Metode yang digunakan terutama adalah metode historis. Penelitian historis (historical research) merupakan suatu usaha untuk menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. Didukung oleh langkah-langkah penelitian yang mengacu pada proses metodologi penelitian dalam penelitian sejarah.

Bab IV Pembahasaan, bab ini merupakan deskripsi dari hasil penelitian sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian yang terdapat dalam rumusan masalah. Bagaimana peranaan Suharto sebagai seorang pemimpin operasi mandala dan strategi apa akan digunakan untuk suharto untuk mengusir penjajah Belanda di tanah Irian Barat dan mengembalikan Irian Barat kepangkuaan Ibu Pertiwi.

(20)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas langkah-langkah, metode dan teknik penelitian yang penulis gunakan dalam mencari sumber-sumber, cara pengolahan sumber, serta analisis dan cara penulisannya. Metode yang digunakan adalah metode historis. Penelitian historis (historical reseach) merupakan suatu usaha untuk menggali fakta-fakta, dan menyusun kesimpulan dari peristiwa-peristiwa masa lampau. didukung oleh langkah-langkah penelitian yang mengacu pada proses metode penelitian dalam penelitian sejarah.

3.1. Metode Penelitian

Metode historis merupakan suatu pengkajian, penjelasan dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peninggalan masa lampau. Dengan kata lain, metode historis digunakan untuk mengkaji suatu peristiwa atau permasalahan pada masa lampau secara deskriptif dan analitis.

Langkah-langkah dalam melakukan metode historis menurut Ismaun (2007) adalah sebagai berikut:

1. Heuristik

Yaitu berasal dari bahasa Yunani heruishein, yaitu upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian (Abdurahman, 2007, hlm. 64). Sumber sejarah adalah “segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang sesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality)” (Sjamsuddin, 2007, hlm. 95).

(21)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

2. Kritik

Yaitu suatu usaha menilai sumber-sumber sejarah (Ismaun, 2005: 50). Fungsi dari proses ini adalah untuk mengetahui apakah sumber-sumber yang diperoleh itu relevan atau tidak dengan permasalahan yang dikaji. Kritik sumber terbagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Kritik ekstern atau kritik luar, yakni untuk menilai otentisitas sumber sejarah dari aspek-aspek di luar isinya. Kritik eksternal dilakukan dalam menguji integritas dan otentisitas sumber-sumber sejarah yang sifatnya bukan terhadap isi (content) dari sumber sejarah tersebut melainkan seperti bahan dan bentuk sumber, umur dan asal dokumen, kapan dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa, atau atas nama siapa, sumber itu asli atau salinan, masih utuh seluruhnya atau sudah berubah.

b. Kritik intern atau kritik dalam, digunakan untuk menilai kredibilitas isi dari sumber sejarah yang digunakan dengan menelaah sejauh mana penyajian antara fakta dan interpretasi penulis terhadap sumber tersebut.

3. Interpretasi

Interpretasi merupakan kegiataan atau tahap penafsiran keterangan atau fakta-fakta yang terkumpul dengan cara mengolah fakta-fakta yang telah melalui tahapan kritik sumber sebelumnya. Pada tahap interpretasi, penulis berusaha memberikan penafsiran terhadap keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh, dan yang telah dihubungkan dan di analisis sebelumnya.

(22)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Tahap ini menuntut kehati-hatian dan integritas penulis untuk menghindari interpretasi yang subyektif terhadap fakta yang satu dengan fakta yang lainnya, agar ditentukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.

4. Historiografi

Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang dilakukan. Layaknya laporan penelitian ilmiah, penulisan hasil penelitian sejarah hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian dari awal (fase perencanaan) sampai dengan akhir (penarikan kesimpulan). Pada tahapan historiografi terdapat tiga langkah yang harus dilakukan penulis, yaitu penafsiran, penjeasan, dan penyajian. Ketiga tahapan tersebut bukan merupakan kegiatan terpisah melainkan dilakukan secara bersaman (Syamsudin,2007, hlm. 155-158).

Dengan demikian, cukup jelas bahwa hal yang Dalam penelitian ini, seluruh kegiatan penulis secara garis besar dapat digolongkan dalam tiga tahap yaitu: persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan laporan penelitian.

3.2. Persiapaan Penelitian

Tahap awal yang dilakukan oleh penulis adalah membuat rancangan dengan memilih dan menentukan tema penelitian yang akan dikaji. Tema yang sudah penulis tentukan, disusun secara sistematis dengan memuat hal-hal sebagai berikut:

a. Judul Penelitian.

b. Latar Belakang Masalah. c. Rumusan dan Batasan Masalah. d. Tujuan Penelitian.

(23)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

3.2.1. Pengajuan Tema Penelitian

Pada proses selanjutnya, setelah memilih dan menentukan tema serta menyusun rancangan penelitian, penulis melakukan pengajuan tema penelitian. Pengajuan tema penelitian tersebut dilakukan melalui sebuah seminar proposal skripsi. Seminar tersebut dilakukan di laboratorium pendidikan sejarah pada 5 Desember 2013. Dalam proses seminar tersebut disaksikan oleh ketua TPPS jurusan pendidikan sejarah Bapak Drs. H. Ayi Budi Santosa, M.Si dan juga calon pembimbing. Setelah penulis mendapatkan persetujuan dari calon pembimbing, tahap selanjutnya dalam penyusunan skripsi ini ialah tahap bimbingan. Adapun pembimbing penulis ialah Ibu Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum selaku pebimbing I dan Bapak Drs. Syarif Moeis selaku pebimbing II.

3.2.2. Proses Bimbingan

Proses bimbingan adalah kegiatan yang sangat penting, dimana dalam kegiatan ini penulis dapat berkonsultasi dan berdiskusi secara langsung dengan dosen pembimbing I dan pembimbing II untuk menentukan fokus penelitian serta membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi tersebut.

Pada proses bimbingan awalnya penulis mengajukan judul yang berjudul

Pengaruh Kebudayaan Jawa Terhadap Gaya Pemikiran Suharto Dalam Memimpin Indonesia (1967-1998)”. Namun berdasarkan pertimbangan dari para pembimbing judul tersebut terlalu sulit, dihawatirkan penulis mendapatkan banyak hambatan dalam penyusunan skripsi tersebut. Karena itu dosen pembimbing menyarankan penulis agar mengubah tema penelitiannya. Pembimbing pun memberikan tiga

aternatif judul yang pertama berjudul “Peranaan Komandan Brigade Suharto Dalam Upaya Menyelesaikan Peristiwa 3 Juli 1946”, judul kedua “Tindakan Brigade

Mataram Letkol Suharto Dalam Menghadapi Agresi Militer Belanda II 19 Desember

1948”, judul yang ketiga “Peranaan Letkol Suharto Dalam Peristiwa 5 Agustus

(24)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Tahun 1961-1962”. Akhirnya penulis setelah melakukan diskusi bersama ketua TPPS dan dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II mengambil judul yang keempat karena judul tersebut dirasa memiliki banyak sumber. Skripsi ini akhirnya berganti judul lagi menjadi Operasi Mandala Dalam Rangka Pembebasan Irian Barat: Pasang Surut Hubungan Indonesia-Belanda 1961-1962, dikarenakan sumber tentang Peran suharto dalam Komando Mandala susah didapat.

3.3. Pelaksanaan Penelitian

Dalam tahap pelaksanaan penelitian ini, penulis melakukan sesuai dengan tahapan-tahapan dalam metode historis. Adapun tahapan tersebut ialah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berikut ini merupakan penjelasan dari tahapn dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.

3.3.1. Heuristik

(25)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Dalam upaya mencari sumber-sumber penulis melakukan usaha dengan cara mendatangi berbagai perpustakan dan toko-toko buku. Perpustakaan yang dikunjungi oleh penulis antara lain perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Di perpustakaan tersebut penulis mendapatkan banyak sekali sumber buku diantarannya mengenai biografi Suharto, seperti buku Soeharto Pikiran , Ucapan, dan Tindakan Saya. Buku tersebut merupakan otobiografi yang dipaparkan kepada G. Dwipayana dan Ramadhan K. H. Selain buku tersebut penulis juga mendapatkan buku berjudul

The Smiling General yang ditulis oleh O. G. Roeder. Dan buku berjudul Sedjarah Perdjuangan Nasional dibidang bersendjata yang ditulis oleh Dr. A. H. Nasution.

Selanjutnya penulis juga mengunjungi perpustakaan sejarah TNI AD yang berada di Bandung. Di perpustakaan tersebut penulis mendapat cukup banyak sumber yaitu Sejarah TNI Jilid III yang disusun dan diterbitkan oleh dinas sejarah TNI AD. Kedua ialah buku Sejarah Operasi-Operasi Pembebasaan Irian Barat yang ditulis oleh M. Cholil, buku yang ketiga ialah Sejarah AD 1945-1973: Peranaan TNI-AD dalam Mempertahaankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang disusun dan diterbitkan oleh dinas sejarah TNI AD. Buku yang keempat ialah Soeharto: Jenderal Besar dari Kemusuk yang disusun dan diterbitkan oleh Dinas Sejarah Angkatan Darat Bandung. Buku yang kelima ialah Tri Komando Rakyat Pembebasan Irian Barat, penerbitnya Pusat Sejarah TNI Jakarta dan diterbitkan oleh Yayasan Telapak Semarang. Penulis juga mendapatkan sember berupa arsip foto-foto dari kegiatan Suharto dalam operasi mandala.

Penulis juga mengunjungi perpustakaan Universitas Sebelah Maret. Di perpustakaan tersebut penulis mendapatkan buku yang berjudul Masalah- Masalah Irian Barat Aspek Kebijakan Luar Negeri Dan Kekuataan Militer yang ditulis oleh Dr. P.B.R de Geus. Selain mengunjungi perpustakaan-perpustakaan penulis juga meminjam dari perpustakaan pribadi milik dosen Bp. Achmad Iriyadi yang berjudul

(26)

Anjaran-Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Ajaran Spektakuler Bung Karno Dan Pak Harto yang ditulis oleh Suwelo Hadiwijoyo. Buku selanjutnya Anak Tani Jadi Presiden Keteguhan dan Ketangguhan Sosok Soeharto yang ditulis oleh Travin Masyandi dan Afin Murtie. Buku yang keempat Rajawali Kemusuk Menjelajah Nusantara yang ditulis oleh P.J. Suwarno.

Penulis juga mendapatkan pinjaman buku dari seorang Dosen. Buku tersebut berjudul Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Buku yang ditulis ditulis oleh H.Dr. Subandrio mendeskripsikan keberhasilan strategi Bung Karno mewujudkan keutuhan wilayah kesatuan Republik yang dengan cerdik memanfaatkan situasi perang Dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Sovyet dan juga dengan menggabungkan kekuatan militer dengan dan perjuangan diplomasi yang akhirnya memaksa Belanda untuk meninggalkan Irian Barat.

Dr. H.Subandrio adalah salah satu pelaku sejarah yang terlibat langsung dalam melaksanakan strategi Trikora Bung Karno dalam Bidang diplomasi.

Selain menggunakan sumber buku penulis juga menggunakan sumber yang berasal dari Internet, jurnal, dan skripsi yang berkaitan dengan tema penelitian.

3.3.2. Kritik Sumber

Pada tahap ini penulis berusaha untuk melakukan penilaian dan mengkaji lebih dalam lagi terhadap sumber-sumber yang penulis peroleh dari buku-buku, artikel, jurnal yang dianggap relevan dengan judul yang penulis angkat. kritik sumber dibagi menjadi dua macam yaitu kritik eksternal dan internal. Tahap pertama dalam melakukan kritik sumber yaitu kritik eksternal, yang merupakan cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah tersebut.

Kritik internal menekankan pada aspek “dalam” yaitu isi dari sumber yang digunakan tersebut. Kritik internal dilakukan untuk menguji apakah isi dari buku tersebut dapat dipercaya atau tidak, layak digunakan atau tidak.

(27)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

dipercaya, relevan dan otentik maka peneliti harus melakukan kritik eksternal dan kritik internal terhadap sumber-sumber tersebut.

Kritik sumber sejarah terbagi ke dalam dua aspek, yakni aspek eksternal dan internal. Kritik internal digunakan untuk menilai isi dari sumber yang digunakan. Berebeda halnya dengan kritik eksternal yang mengarahkan pengujian pada otensitas dan integritas sumber yang diperoleh.

3.3.2.1. Kritik Eksternal

kritik eksternal ini adalah melakukan kritik terhadap fisik buku itu sendiri. Fisik yang dimaksud disini adalah dengan melihat tahun terbit buku, apakah buku-buku tersebut diterbitkan bertepatan atau diluar rentang waktu dari peristiwa yang sedang dikaji. Berdasarkan hasil kritik tersebut, ternyata buku-buku yang digunakan oleh penulis ada yang tergolong kepada sumber primer maupun sumber sekunder. Sumber primer contohnya

Dalam melakukan kritik eksternal penulis menganalisis buku-buku diantaranya buku Soeharto Pikiran , Ucapan, dan Tindakan Saya (1989) ditulis oleh Dwipayana dan Ramdhan. Dari segi tampilan buku layak dijadikan sebagai sumber karena dari kertas yang digunakan masih bagus disamping itu, tulisan yang ada dalam buku ini masih terbaca dengan baik dan menarik karena terdapat gambar-gambar yang dapat memberikan ilustrasi kegiatan. sumber berdasarkan latar belakang penulis, penerbit, dan tahun terbit. Dengan melakukan kritik eksternal dapat menilai kredibilitas sumber tersebut.

(28)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Angkatan Darat, buku tersebut bisa lebih banyak mengetahui sosok Suharto pada masa Operasi Mandala. Berbeda dengan buku yang ditulis Dwipayana yang berasal dari luar militer atau sipil, Dwipayana menulis keadaan sosok Suharto lebih luas lagi jauh sebelum terjadinya Operasi Mandala sehingga yang dibahas oleh buku ini dari Beliau masih kecil hingga dia lengser dari jabatannya sebagai Presiden. Berdasarkan dari melakukan kritik eksternal penulis mendapatkan perbedaan pendapat dari berbagai penulis buku yang dikarenakan setiap latar belakang penulis berbeda.

3.3.2.2. Kritik Internal

Kritik internal menurut Ismaun (2005, hlm. 50) adalah kritik yang bertujuan untuk menilai kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatnya, tanggung jawab dan moralnya, lainnya dinilai dengan membandingkan kesaksian-kesaksian didalam sumber dengan kesaksian-kesaksian dari sumber lain. Untuk menguji kredibilitas sumber (sejarah mana yang dapat dipercaya) diadakan penilaian intrinstik terhadap sumber dengan mempersoalkan hal-hal tersebut, kemudian dipungutlah fakta-fakta sejarah melalui perumusan data yang didapat, setelah diadakan penelitian terhadap evidensi-evidensi dalam sumber.

Dalam melakukan kritik internal penulis membandingkan satu sumber satu dengan yang lainnya, hal tersebut dilakukan untuk menguji keabsahan sumber dengan isi kontenya. Penulis melakukan perbandingan antara buku Otobiografi Soeharto Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang ditulis oleh Dwipayana dan buku Otobiografi yang berjudul Soeharto: Jenderal Besar dari Kemusuk yang ditulis oleh Dinas Sejarah Angkatan Darat Bandung.

(29)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

judul yang mengenai Suharto setelah menjabat sebagai presiden sudah banyak disertai dengan gambar-gambar yang berwarna.

Buku selanjutnya yang tulis oleh Dinas Angkatan Darat sama-sama menceritakan tentang peristiwa yang dialami oleh Suharto. Namun berbeda dengan buku yang ditulis oleh Dwipayana, buku Dinas Angkatan Darat ini lebih spesifik dalam menjelaskan setiap peristiwa yang dialami oleh Suharto sebagai contoh, dalam Operasi Mandala buku Dinas Angkatan Darat ini lebih rinci dalam menjelaskan peristiwa tersebut, seperti dalam menuliskan sub judul yang sangat terstruktur serta peristiwa yang dialami oleh Suharto dsalam Operasi Mandala ini dijelaskan secara spesifik. Setiap sub judul dalam buku ini juga banyak diselipkan foto atau gambar mengenai Suharto dalam peristiwa Operasi Mandala.

3.3.3. Interpretasi (Penafsiran)

Dalam kaitanya dengan skripsi yang berjudul peranan Mayjen Suharto dalam

Operasi Mandala tahun “1961-1962”. interpretasi yang penulis lakukan adalah melakukan penafsiran terhadap data-data dan fakta-fakta yang sudah diperoleh dari hasil studi literatur.

Untuk mempertajam analisis terhadap permasalahan yang penulis kaji, maka pada tahap ini digunakan pendekatan multidisipliner. Pendekatan multidisipliner ialah ilmu sejarah sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkaji permasalahan dibantu oleh ilmu-ilmu sosial lalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang dari berbagai ilmu yang relevan. Dalam mengkaji permaslahan penelitian ini selain menggunakan ilmu sejarah penulis juga meminjam teori-teori serta konsep-konsep dari ilmu lainnya. Penulis menggunakan teori peranan, perang yang diambil dari ilmu sosiologi. Selain itu penulis juga menngunakan konsep strategi, komando dan operasi yang diambil dari ilmu militer. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang dikaji dan mempermudah dalam proses menafsirkan.

Pengangkatan mayjen Suharto sebagai panglima komando mandala menurut

(30)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Mengatakan bahwa pengangkatan

Jenderal berbintang dua ini oleh para pengamat militer dan politik dinilai sangat tepat. Alasan pengangkatan Suharto sebagai panglima perang untuk memimpin kampaye militer prestisius bangsa dan negarannya ini memang kuat. Pribadi Suharto, seorang tokoh militer pendiam, penuh tanggung jawab dan tidak berambisi dalam politik, diperkirakan lebih mampu untuk menjadi pengendali operasi militer yang direncanakan akan berlangsung secara besar-besaran. Jenderal A.H. Nasution dalam otobiogrfinya menjelaskan sebagai berikut:

“Presiden, menghargai Soeharto sebagai komandan yang menonjol dalam TNI,

dan presiden tidak ragu-ragu dalam menerima usul saya mengangkat Jenderal

Soeharto menjadi Panglima Mandala Pembebasan Irian Barat”.

Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis menafsirkan bahwa Suharto berperan dalam komando mandala. Sesuai dengan definis dari teori peran yang dikemukaan oleh David Berry bahwa dalam peranan yang menghubungkan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya (Wirutomo, 1981, hlm. 99-101), kewajiban seorang individu yang memegang suatu peranan ialah mewujudkan harapan masyarakat terhadap peranannya dan menjalankan kewajiban-kewajibannya dalam menjalankan peranannya. Dalam hal ini Suharto setelah diangkat menjadi Panglima Komando Mandala, ia diharapkan dapat menjalankan kewajibannya. Adapun fungsi dari peranan Suharto, jika dikaitkan dengan pendapat Soekanto mengenai teori peran ialah untuk mempertahankan kelangsungan suatu masyarakat, Yakni Suharto berusaha untuk mewujudkan kemerdekaan bagi masyarakat Papua Barat dan mengembalikan kedaulatan republik Indonesia.

3.3.4. Historiografi

(31)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

hlm. 39), proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses itu.

Historiografi atau penulisan sejarah dalam ilmu sejarah merupakan titik puncak seleruh kegiatan penelitian. Dalam metodologi sejarah, historiografi adalah bagian terakhir dari seluruh rangkain penelitian, yang selama ini penulis lakukan untuk mendapatkan hasil akhir yang penulis inginkan.

Sedangkan untuk teknik penulisan, penulis menggunakan sistem Harvard seperti yang berlaku dan telah ditentukan dalam buku Pedoman Penulisan Karya ilmiah UPI 2012. Untuk mempermudah penulisan, maka disusun kerangka tulisan dan pokok-pokok pikiran yang akan dituangkan dalam tulisan berdasarkan data-data yang telah diperoleh. Sedangkan tahap akhir penulisan dilakukan setelah marteri atau bahan dan kerangka tulisan selesai dibuat. Tulisan akhir dilakukan bab demi bab sesuai dengan proses penelitian yang dilakukan secara bertahap. Masing-masing bagian atau bab mengalami proses koreksi dan perbaikan berdasarkan bimbingan dari dosen pembimbing skripsi.

(32)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1. SIMPULAN

Salah satu keputusan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag pada tanggal 23 Agustus sampai 2 September 1949 adalah kedudukan Irian Barat akan ditentukan selambat-lambatnya satu tahun setelah Pengakuan Kedaulatan. Setelah bertahun-tahun Belanda tidak mau membicarakan masalah Irian Barat maka bangsa Indonesia berjuang merebutnya. Dalam berjuang merebut kembali Irian Barat bangsa Indonesia menggunakan berbagai upaya, yakni melalui diplomasi maupun konfrontasi. Perjuangan melalui konfrontasi dilakukan dengan cara kônfrontasi politik, ekonomi, sampai konfrontasi militer.

(33)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Belanda dalam bidang militer dan serta memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Belanda.

Kedua, Dalam konfrontasi militer diawali dengan dikeluarkannya TRIKORA (Tri Komando Rakyat) pada tanggal 19 Desember 1961. Untuk melaksanakan Trikora dibentuklah Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Operasi pembebasan yang dilakukan Komando Mandala Pembebasan Irian Barat ini melalui fase infiltrasi, fase eksploitasi, dan fase konsolidasi. Dengan adanya kesungguhan Indonesia dalam merebut Irian Barat mengundang simpati diplomat AS Ellsworth Bunker untuk mengusulkan rencana penyelesaian masalah Irian Barat. Indonesia menerima usul Bunker sedangkan Belanda menolaknya. Oleh karena itu Amerika Serikat mendesak Belanda untuk menerima Rencana Bunker. Atas desakan Amerika Serikat maka Belanda menerimanya dan menandatangani Persetujuan New York pada tanggal 15 Agustus 1962. Berdasarakan Persetujuan New York maka Irian Barat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Oktober 1962 akan dilaksanakan serah terima Irian Barat dari tangan Belanda kepada Pemerintah Sementara PBB UNTEA (United

Nations Temporat’j Executive Authorit).

Proses Integrasi Irian Barat atau Papua ke dalam NKRI mengalami tantangan yang cukup serius bahkan protes terhadap Integrasi Papua ke dalam NKRI semakin menguat kearah tuntutan pemisahan diri. Alasannya, rakyat Papua merasa tidak dilibatkan dalam proses-proses perundingan yang membahas masa depan wilayahnya. Ingatan suram pada masa lalu yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh instrumen

kekuasaan pemerintah Indonesia dan militernya yang tidak menghargai cita-cita politik

mereka, tanah adat, hak rakyat dirampas, sumber daya alam di eksplorasi dan dieksploitasi

dan kemudian hasilnya diboyong ke luar negeri, martabat manusia direndahkan dan hak-hak

asasi di injak-injak yang tampak dipermukaan sekarang sesungguhnya merupakan stigma

masa lalu dan akumulasi dari sejumlah tuntutan dan aspirasi yang telah diperjuangkan sejak

integrasi 1 mei 1963.

(34)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Sukarno untuk merebut Irian Barat dari tangan penjajah Belanda, Suharto hanya punya waktu tujuh bulan untuk merebut Irian Barat dan sasaran utama dari Komando Mandala adalah pada bulan Agustus 1962 bendera sang Merah Putih sudah harus berkibar di Irian Barat, tugas berat yang harus ditanggung Suharto jika melihat kondisi Indonesia pada waktu itu segala sesuatunya masih kekurangan. Sosok Suharto yang beakar dari desa adalah seorang pekerja keras dan pantang menyerah, pengalaman Suharto dalam militer sudah tidak diragukan lagi, mulai dari Suharto masuk menjadi perwira KNIL pada masa penjajahan kolonial Belanda. Lalu pernah menjadi seorang polisi pada masa penjajahan Jepang dan pada akhirnya dia bergabung dengan PETA. Suharto dewasa mempunyai sifat pendiam, patuh terhadap perintah, cerdik dan tidak berambisi dalam bidang Politik. Sosok Suharto inilah yang membuat ia ditunjuk oleh Presiden Sukarno untuk menjadi Panglima Komando Mandala.

Keempat, Selanjutnya sebagai wujud pelaksanaan Persetujuan New York maka diselenggarakanlah Penentuan Pendapat Rakyat Irian Barat (Pepera) pada tahun 1969. Hasil Pepera membuktikan secara bulat bahwa Irian Baralletap merupakan bagman dan Republik Indonesia. Hasil Pepera ini disetujui PBB pada tanggal l9 November 1969. Tindak lanjut perjanjian tersebut adalah pelaksanaan Act Of Free Choice atau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, yang mana Pepera tidak

dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang menggunakan sistem One Man One Vote (satu orang satu suara) tetapi melalui sistem perwakilan yang melibatkan 1025 tokoh masyarakat Papua yang dipilih dan ditentukan oleh Indonesia dalam Dewan

Musyawarah Pepera (DMP) yang mewakili 815.906 penduduk saat itu. Disinilah letak

kecurigaan rakyat, telah terjadi manipulasi dan rekayasa aspirasi didalam pelaksaan Pepera

yang tidak sesuai dengan pasal 18 Perjanjian New York (one man one vote), sehingga

legitimasi Pepera diragukan. Tak dapat dipungkiri bahwa perjuangan rakyat Papua ini telah

menimbulkan polemik terbuka tentang urgensi mempertahankan sistem NKRI. Namun,

polemik yang terjadi dan melibatkan sejumlah tokoh intelektual tidak mampu menyentuh

bagian terdalam dari aspirasi dan tuntutan yang diperjuangkan rakyat Papua.

(35)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

tuntutan rakyat Papua untuk memisahkan diri dari RI hanya dalam perspektif politik yang sangat dangkal. Eksesnya, keinginan, aspirasi dan tuntutan rakyat Papua untuk memisahkan diri dari RI hanya dilihat sebagai geakan separatis yang ingin memecah-bela integrasi bangsa. Penggunaan perspektif semacam itu sangat keliru dan bahkan menyesatkan, sebab kemudian yang terjadi adalah menyederhanakan persoalan yang sebenarnya justru sesuatu yang menjadi faktor pendorong untuk bersemangat memisahkan diri dari RI. Fakta membuktikan bahwa pembangunan Indonesia telah mencatat Irian (Papua) memberikan sumbangan besar bagi kemajuan bangsa. Sumber daya alam yang dimilikinya (emas, minyak, tembaga, nikel, kayu dan sebagainya) dieksploitasi dan hasilnya dimanfaatkan untuk membiayai program pembangunan nasional. Permasalahannya, apa yang diberikan negara kepada rakyat Papua setelah Papua memberikan sumbangan hak miliknya untuk Negara dan seluruh rakyat Indonesia ?Kenyataan menunjukan bahwa dari waktu ke waktu rakyat Papua tetap hidup dalam kemiskinan, kemelaratan dan keterbelakangan. Strategi pembangunan nasional ternyata tidak mampu menjadikan rakyat Papua sebagai kelompok sosial yang harus ikut dibangun kemampuan ekonomi dan intelektualnya namun Justru sebaliknya.

5.2. REKOMENDASI

(36)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

kehidupan politik, sosial, dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa demokrasi terpimpin serta menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis.

Bagi para pembaca lainnya diharapkan dapat mengambil hikmah dari penelitian ini serta mencontoh sifat-sifat positif dari peristiwa serta para tokoh yang terlibat didalamnya. Hikmah yang dapat penulis berikan ialah sifat kerja keras, cinta tanah air, dan tidak cepat putus asa yang diperlihatkan oleh pemerintah Indonesia telah membuahkan hasil yang maksimal, dengan kembalinya Irian Barat ke NKRI. Dengan waktu kurang lebih tujuh bulan dengan didorong rasa cinta tanah air dan semangat juang yang tinggi, denagan kecerdiakan para tokoh bangsa walaupun alusista Indonesia pada saat itu tidak memadai tetapi Bangsa Indonesia berhasil memukul mundur Pasukan Belanda dari wilayah Irian Barat.

Selain itu melalui penelitian ini, peneliti juga merekomendasikan penelitian selanjutnya yang belum dijelaskan maupun yang belum dibahas secara rinci dalam penelitian ini. Yaitu mengenai:

1. Intervensi Amerika Serikat terhadap Irian Barat

Bagi penulis kenapa merekomendasikan Intervensi Amerika Serikat terhadap Irian Barat. Amerika serikat mengutus seorang diplomat Ellsworth Bunker untuk menyelesaikan masalah sengketa Irian Barat melalui jalan perdamain usul ini terkenal dengan sebutan Usul Bunker. Hal ini sesuai dengan sikap Amerika Serikat yang semula-mula cenderung membantu Belanda, akan tetapi pada perkembangan selanjutnya Indonesia mendapat bantuan ekonomi dan perlengkapan militer dari Uni Soviet untuk merebut Irian Barat dari Belanda. Disamping itu diperkirakan kekuatan Belanda di Irian Barat akan mampu untuk melawan Indonesia. Maka pada tanggal 15 Agustus 1962 di New York diadakanlah perundingan antara Indonesia dan Belanda, perundingan tersebut kini dikenal dengan sebuatan persetujuan New York dimana rakyat Irian Barat diberi kebebasan memilih hak untuk masuk kedalam pemerintahan Belanda atau Indonesia.

(37)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Organisasi Papua Merdeka berdiri pada tahun 1965, dua tahun setelah Irian Barat resmi masuk kedalam wilayah NKRI, gerakan ini didasarkan atas rasa tidak setuju atau tidak puas dengan masuknya Irian Barat kedalam wilayah Indonesia. Gerakan ini disebut separatis karena berusaha memisahkan kembali wilayah Papua dari NKRI. Penulis merekomendasikan perlu adanya penelitian mengenai peristiwa ini agar ada titik terang.

3. Peneliti Selanjutnya

(38)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. (2007). Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Cholil, M. (1979). Sejarah Operasi-Operasi Pembebasan Irian Barat.

De Geus, P. B. R. (1986). Masalah Irian Barat Aspek Kebijakan Luar Negeri dan Kekuatanm Militer. Leiden: Yayasan Jayawijaya

Dinas Sejarah TNI-AD. (1985). Sejarah TNI-AD 1945-1973. Dinas Sejarah TNI-AD. Dinas Sejarah Angkatan Darat Bandung. (2010). Soeharto : Jenderal Besar dari

Kemusuk, Bandung : CV. Jasa Grafika Indonesia

Dwipayana. G dan Ramdan. K. H.(1989). Soeharto Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya. Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada.

Gottschalk, L. (2008). Menegrti Sejarah. Jakarta: UI Press.

Ismail, A. dan Rapanoi, S. DKK. (1971). Irian Barat Dari Masa Ke Masa. Sejarah Militer Kodam XVII/Tjendrawasih.

Ismaun. (2007). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung: Historia Utama Press.

Ismaun. (2007). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu Dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Press

Kuntowijiyo. (2003). Metodelogi Sejarah. Yogyakarta:PT Tiara Wacana Yogya. Masyandi, T. Dan Murtie, A. (2014). Anak Tani Jadi Presiden: Keteguhan Dan

Ketangguhan Sosok Soeharto. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Ridhani. R. (2009). Mayor Jenderal Soeharto Panglima Komando Mandala Pembebasaan Irian Barat. Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan.

(39)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

Sjamsudin, H. (2007). Metodelogi Sejarah. Yogakarta: Ombak.

Suryono, S. (2009). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali press.

Subandrio, H. Dr. (2001). Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Jakarta: Yayasan Kepada Bangsaku.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI.

UPI. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Pusjarah TNI Jakarta. (1995). TRIKORA Pembebasan Irian Barat. Jakarta. Yayasan Telapak Semarang.

Tim Penyusun Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:UPI

Wiharyanto. A. K. (2011). Sejarah Indonesia Dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009.

Yogyakarta:Universitas Sanata Dharma.

(40)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015 Sumber lain:

http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-komando/. Diaksestanggal 10 Oktober

2015.

http://jurussun-tzu.blogspot.co.id/2013/06/seni-berperang.html

Hidayat, M.S. (2011). Kondisi Kekuatan Persenjataan Tentara Nasional Indonesia Dalam Mendukung Operasi Trikora 1961-1962. Skripsi Pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya: Tidak diterbitkan.

Nurhasni, M. (2013). Peranan Angkatan Laut Republik Indonesia (Alri) Dalam Operasi Pembebasan Irian Barat Tahun 1961-1963. Skripsi, FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Rumaedi, A. (2011). Pasang Surut hubungan Indonesia-Uni Soviet pada masa demokrasi terpimpin 1959-1965. Skripsi, FPIPS, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Tanpanama(2014). Berdirinya Diantara Dua Blok : Pengorbanan Soekarno Untuk Indonesia[online]. Tersedia;

http://theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=15020&type=108

#.VhV3Puyqqko. (1 Oktober 2015).

Tata, A. (2012). Sejarah Pandang Trikora. [online]. Tersedia: http://www.tatawarna.com/. [10 April 2015].

(41)

Herlambang Ipang Sudrajat, 2015

(Sumberhttp://www.fkpmaritim.org/falsafah-dan-teori-perang-warisan-carl-von-clausewitz-yang-masih-relevan-sampai-saat-ini [dilihat : 7 februari 2015])

Referensi

Dokumen terkait

merupakan proses menghimpun bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi perpustakaan. Koleksi yang diadakan suatu perpustakaan hendaknya relevan dengan minat dan

Penurunan produksi tersebut terjadi karena adanya penurunan luas panen seluas 146 hektar (13,49 persen), sedangkan produktivitas ubi kayu mengalami peningkatan

Distribusi Penggunaan dan Biaya Media Tanam Usahatani Jamur Tiram Per Petani Per Musim Tanam di Kota Medan dan Kab... Distribusi Penggunaan dan Biaya Pendukung Usahatani Jamur

Over the course of the last eight years, I have visited several classrooms in primary schools in Indonesia. Although, I know that a few observations are not doing justice

adanya financial literacy yang memadai pada individu yang memiliki kepribadian narsistik dapat membantu mengurangi perilaku konsumtif pada remaja. Berdasarkan fenomena

Hasil penelitian menunjukkan variabel fundamental makro sebelum krisis global dan sesudah kriris global berpengaruh terhadap Risiko Sistematik.Variabel fundamental mikro dan makro