IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL
PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Kimia
Oleh :
Lia Apriani 0905717
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL
PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI
Oleh Lia Apriani
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam
©Lia Apriani 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
LIA APRIANI
IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL
PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:
Pembimbing I
Dr. Sri Mulyani M.Si
NIP. 196111151986012001
Pembimbing II
Galuh Yuliani Ph.D
NIP. 198007252001122001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia
Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid SMA Kelas XI”, bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid serta mengetahui pengaruhnya pada peningkatan penguasaan konsep siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pra-eksperimen dengan desain one-group pretest and posttest design. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA sebanyak 28 orang pada salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid mencakup kegiatan pembelajaran, tanggapan guru dan siswa, serta kendala-kendala yang dialami selama proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mempertautkan tiga level representasi kimia, yaitu level makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik pada setiap konsep materi. Level makroskopik dimunculkan melalui demonstrasi, video, atau gambar. Siswa dibimbing untuk memahami konsep pada level sub-mikroskopik melalui tanya jawab dan diskusi yang dibantu dengan animasi yang ditampilkan pada level simbolik. Secara umum pembelajaran ini mendapat respon positif, baik dari guru maupun dari siswa. Kendala-kendala yang dialami dalam proses pembelajaran lebih mengarah pada kecilnya ukuran gambar, animasi, atau video yang ditampilkan dalam media serta pengkondisian/penguasaan kelas yang kurang optimal oleh peneliti. Berdasarkan hasil analisis data, pembelajaran ini berdampak pada peningkatan penguasaan konsep. Peningkatan penguasaan konsep siswa tergolong pada peningkatan tinggi dengan nilai rata-rata N-Gain sebesar 72,77%.
Kata Kunci:Strategi Pembelajaran Intertekstual, Representasi Kimia, Sistem Koloid
ABSTRACT
This research has an aims to get information about The Intertextual Learning Strategy Implementation in The Material of Grade XI Senior High School, Colloidal System, and also to know about the influence of the learning strategy implementation to the concept mastery after it was implemened. The method that was used in this research is Pre-Experiment method with One Group Pretest-Postest Design. The subjects of this research were 28 (twenty eight) XI grade students of one State Senior High school in Bandung. The intertextual learning strategy implementation in the colloidal system material, covers the teaching and learning process, teacher’s and student’s opinions, also the obstacles during the teaching and learning process. The teaching and learning process was done by connecting three levels of chemical representations i.e macroscopic, sub-microscopic, and symbolic level on each concept. The macroscopic level emerged through demonstration, video experiment, or pictures. The students were guided to understand the concept in the submicroscopic level through questioning and discussion, helped by the animation that shown at the simbolyc level. Generally, this teaching and learning process has got positive response from the students and also teacher. The obstacles occured during the teaching and learning process were more about the unclear teaching and learning media, and conditioning of a class. Based on the results of the analysis, this teaching and learning process impacts the students’ concept mastery. The enhancement of student’ concept mastery is classified as high enhancement with the average N-Gain is 72,77%.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3
C. Pembatasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 3
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Penjelasan Istilah ... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
A. Strategi Pembelajaran ... 6
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 6
2. Pengertian Strategi Pembelajaran ... 7
3. Strategi Pembelajaran Intertekstual ... 8
B. Penguasaan Konsep ... 10
C. Deskripsi Materi Sistem Koloid ... 13
1. Definisi Koloid ... 13
2. Jenis-jenis Koloid ... 14
3. Sifat-sifat Koloid ... 16
4. Pemurnian Koloid ... 20
5. Destabilisasi Koloid... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 23
B. Metode Penelitian ... 23
C. Desain Penelitian ... 23
D. Alur Penelitian ... 23
E. Instrumen Penelitian ... 26
F. Proses Pengembangan Instrumen ... 27
G. Teknik Pengumpulan Data ... 27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Keterlaksanaan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 34
1. Kegiatan Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 34
2. Tanggapan Guru dan Siswa terhadap Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 55
3. Kendala-kendala Selama Proses Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 59
B. Pengaruh Strategi Pembelajaran Intertekstual terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Sistem Koloid ... 60
1. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa secara Keseluruhan ... 60
2. Analisis Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Konsep ... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
DAFTAR TABEL
Tabel
2.1. Taksonomi Bloom (yang telah direvisi)... 12
2.2. Perkiraan Ukuran Partikel Terdispersi dalam Campuran ... 13
2.3. Jenis-jenis Koloid ... 15
3.1. Teknik Pengumpulan Data ... 27
3.2. Kriteria Kemampuan ... 28
3.3. Kategori Peningkatan Penguasaan Konsep ... 29
3.4. Penentuan Skor Jawaban Angket ... 29
3.5. Penentuan Kategori Jawaban Angket ... 29
4.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Materi Sistem Koloid ... 30
4.2. Rincian Indikator dan Konsep pada Materi Sistem Koloid (Andini, 2010) ... 31
4.3. Rincian Indikator dan Konsep pada Materi Sistem Koloid (Revisi) ... 32
4.4. Representasi Kimia pada Konsep Definisi Koloid ... 36
4.5. Representasi Kimia pada Konsep Fase Terdispersi dan Medium Pendispersi 38 4.6. Representasi Kimia pada Konsep Koloid Sol ... 40
4.7. Fasa Terdispersi dan Medium Pendispersi dalam Jenis-jenis Koloid ... 42
4.8. Representasi Kimia pada Konsep Koloid Liofil ... 43
4.9. Representasi Kimia pada Konsep Koloid Liofob ... 43
4.10. Representasi Kimia pada Konsep Efek Tyndall ... 45
4.11. Representasi Kimia pada Konsep Gerak Brown ... 47
4.12. Representasi Kimia pada Konsep Adsorpsi ... 49
4.13. Representasi Kimia pada Konsep Elektroforesis ... 51
4.14. Representasi Kimia pada Konsep Dialisis ... 53
4.15. Representasi Kimia pada Konsep Koagulasi ... 54
4.16. Nilai Rata-rata Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa ... 61
4.17. Indikator dan Konsep pada Sub-materi Definisi Koloid ... 66
4.18. Indikator dan Konsep pada Sub-materi Jenis-jenis Koloid ... 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1. Hubungan antar Tiga Level Representasi Kimia ... 9
2.2. Visualisasi Molekuler pada Larutan, Koloid, dan Suspensi ... 14
2.3. Visualisasi Molekuler pada Koloid Liofil (kiri) dan Koloid Liofob (kanan) .. 16
2.4. Visualisasi Efek Tyndall pada Partikel Koloid ... 17
2.5. Visualisasi Gerak Brown oleh Partikel Koloid ... 18
2.6. Visualisasi Adsorpsi pada partikel Koloid ... 19
2.7. Visualisasi Percobaan Elektroforesis ... 20
2.8. Visualisasi Proses Dialisis ... 21
2.9. Visualisasi Proses Koagulasi (kiri: pencampuran koloid bermuatan dengan elektrolit/koloid lainyang berbedamuatan, kanan: koloid menjadi tidak stabil dan mengendap) ... 22
3.1. Bagan Alur Penelitian ... 24
4.1. Diagram Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran ... 57
4.2. Diagram Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran pada Tiap Kelompok ... 58
4.3. Diagram Kriteria Kemampuan Siswa Sebelum dan Setelah Proses Pembelajaran ... 61
4.4. Diagram Nilai N-Gain Rata-rata pada Tiap Kelompok ... 62
4.5. Diagram Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Tiap Kelompok ... 63
4.6. Diagram Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Sub-materi ... 65
4.7. Diagram Kategori Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Sub-materi ... 65
4.8. Persentase Nilai Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa pada Sub-materi Definisi Koloid ... 67
4.9 Persentase Nilai Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa pada Sub-materi Jenis-jenis Koloid ... 70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Hasil Validasi Soal Tes ... 80
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 86
3. Instrumen Penelitian 3.1. Soal Pretes dan Postes ... 121
3.2. Angket Tanggapan Siswa ... 124
3.3. Format Pedoman Observasi ... 126
3.4. Format Pedoman Wawancara ... 129
4. Tabulasi Pengolahan Data 4.1. Pengelompokkan Siswa Kelas Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 130
4.2. Rekap Nilai Pretes dan Postes ... 131
4.3. Pengelompokkan Siswa berdasarkan Kriteria Kemampuan pada Nilai Pretes dan Postes ... 133
4.4. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa berdasarkan Nilai N-Gain ... 134
4.5. Pengolahan Angket Tanggapan Siswa ... 135
5. Representasi Kimia pada Materi Sistem Koloid ... 136
6. Hasil Observasi Guru ... 148
7. Transkrip Wawancara 7.1 Transkrip Wawancara Guru ... 154
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kimia adalah salah satu cabang ilmu dalam pengetahuan alam (sains). Banyak
siswa menganggap kimia sebagai pelajaran yang sulit. Pelajaran kimia sering dirasa
tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa (Sirhan, 2007: 2). Adams dan
Sewry (2010: 3) menyatakan bahwa alasan utama mengapa siswa tidak mampu
memecahkan masalah dalam kimia adalah karena banyak konsep kimia yang tidak
masuk akal bagi siswa.
Konsep-konsep yang terdapat dalam kimia pada umumnya merupakan
konsep-konsep yang abstrak. Konsep-konsep tersebut penting dipahami oleh siswa
untuk mempelajari materi kimia selanjutnya atau untuk mempelajari ilmu
pengetahuan lainnya (Taber, 2002 dalam Sirhan, 2007: 2). Miskonsepsi dan masalah
dengan model/pemodelan merupakan hambatan bagi siswa dalam memahami suatu
konsep. Banyak siswa bahkan hanya menghafalkan konsep kimia tanpa benar-benar
memahami konsep tersebut (Haidar, 1997; Niaz dan Rodriguez, 2000 dalam Pekdag,
2010: 112).
Karakteristik ilmu kimia dipelajari dalam tiga level representasi, yaitu level
makroskopis, level sub-mikroskopis, dan level simbolik (Johnstone, 1982 dalam
Chittelborough, 2007: 274). Level makroskopik merupakan fenomena nyata dan
dapat dilihat, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman siswa sehari-hari. Level
sub-mikroskopik merupakan fenomena nyata dalam level partikulat, yang dapat
digunakan untuk mendeskripsikan gerak elektron, molekul, partikel, atau atom
(Johnstone, 1982 dalam Chittelborough, 2007: 274). Sedangkan level simbolik
merupakan ekspresi nyata, visualisasi, matematis dan/atau model verbal dari level
makroskopis dan level sub-mikroskopis, biasanya menggunakan simbol-simbol yang
Penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa sekolah menengah, mahasiswa,
dan bahkan beberapa guru, mengalami kesulitan untuk mentransfer dari satu level
representasi ke level representasi yang lain (Gabel, 1998 dalam Chittleborough dan
Treagust, 2007: 275). Baik guru maupun buku teks tidak menekankan perbedaan dan
keterkaitan ketiga level representasi dalam memahami fenomena kimia. Hal ini
karena siswa dianggap sudah dapat membedakan dan mengaitkan ketiga level
representasi tersebut (Chittleborough dan Treagust, 2007: 275). Faktanya menurut
hasil penelitian (Ben-Zvi, Eylon, dan Silberstein, 1987; Ben-Zvi, Eylon, dan
Silberstein, 1988; Griffiths dan Preston, 1992 dalam Wu et al., 2001: 821), siswa
mengalami kesulitan dalam belajar sub-mikroskopis dan simbolis karena representasi
ini tidak terlihat dan abstrak, sementara siswa memahami kimia bergantung pada apa
yang dilihat (makroskopik).
Hubungan antar ketiga level representasi harus secara eksplisit diajarkan
(Johnstone, 1991; Gabel, 1992; Harrison dan Treagust, 2000; Ebenezer, 2001;
Ravialo, 2001; Treagust et al., 2003 dalam Sirhan, 2007: 5). Jika siswa memiliki
kesulitan di salah satu level maka dapat mempengaruhi pemahamannya pada level
yang lain. Interaksi dan perbedaan di antara ketiga level tersebut diperlukan untuk
pencapaian dalam memahami konsep-konsep kimia (Sirhan, 2007: 5). Ketika
hubungan terbentuk antar ketiga level representasi, siswa dapat memahami dan
mempelajari lebih dalam tentang kimia.
Pemahaman tentang bagaimana cara siswa belajar dapat membantu guru
untuk merencanakan strategi yang efektif dalam mengajar. Menurut Wena (2010:
14-17), keberhasilan guru dalam mengimplementasikan suatu strategi pembelajaran
bergantung pada kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada,
seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber/media belajar, dan
karakteristik bidang studi. Suatu strategi pembelajaran dalam kimia yang dapat
mengakomodasi ketiga level representasi dan juga dapat mengaitkan hubungan antara
ketiganya diperlukan untuk dapat memahami konsep kimia secara utuh. Strategi
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan suatu strategi pembelajaran
intertekstual yang membangun ketiga level representasi kimia secara utuh pada
materi sistem koloid. Berdasarkan masalah-masalah yang dipaparkan di atas, untuk
mengetahui bagaimana strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid
dilaksanakan dalam proses pembelajaran maka strategi pembelajaran tersebut perlu
untuk diimplementasikan.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian diungkapkan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid SMA kelas XI”. Secara khusus masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem
koloid?
2. Bagaimana pengaruh strategi pembelajaran intertekstual terhadap peningkatan
penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid?
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, materi sistem koloid yang diimplementasikan adalah
definisi koloid, jenis-jenis koloid, dan sifat-sifat koloid. Penelitian ini hanya
menjelaskan hasil belajar siswa dalam domain kognitif, dan metode pengambilan data
dalam penelitian ini hanya melibatkan siswa dalam satu kelas. Deskripsi
keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual mencakup kegiatan pembelajaran,
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
informasi tentang keterlaksanaan implementasi strategi pembelajaran intertekstual
pada materi sistem koloid dan pengaruhnya terhadap peningkatan penguasaan konsep
siswa pada materi sistem koloid dalam rangka mengevaluasi strategi pembelajaran
intertekstual yang telah dikembangkan oleh Andini (2010) melalui implementasi
strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid SMA kelas XI.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang terkait dalam dunia pendidikan, diantaranya:
1. Bagi siswa, penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar intertekstual
dan diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi sistem
koloid.
2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif strategi
pembelajaran kimia, yaitu strategi pembelajaran intertekstual khususnya pada
materi sistem koloid.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid.
4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai pengalaman
belajar dan mengajar kimia menggunakan strategi pembelajaran intertekstual,
khususnya pada materi sistem koloid.
F. Penjelasan Istilah
1. Strategi pembelajaran adalah rangkaian rencana dalam kegiatan pembelajaran
yang bertujuan untuk mencapai hasil pembelajaran yang telah ditentukan (Costa,
et al., 1988: 141).
2. Intertekstual adalah cara untuk membuat suatu makna melalui teks-teks. Makna
tertentu serta memiliki hubungan antar satu teks dengan teks yang lain (Lemke,
2004: 3). Dalam kimia, intertekstual dipandang sebagai proses pertautan antar
representasi kimia, pengalaman siswa sehari-hari, dan keadaan di dalam kelas
(Santa Barbara Classroom Discourse Group, dalam Wu, 2003: 869).
3. Strategi pembelajaran intertekstual adalah strategi pembelajaran yang dapat
mengakomodasi ketiga level representasi kimia serta mempertautkan hubungan
antar ketiganya.
4. Representasi kimia dapat diartikan sebagai kiasan, model, dan konsep teoritis
yang digunakan untuk menginterpretasikan alam dan kenyataan (Hoffman dan
Laszlo, 1991 dalam Wu et al., 2001: 823). Representasi kimia terdiri dari tiga
level yaitu level makroskopis, level sub-mikroskopis, dan level simbolik
(Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).
5. Level makroskopis adalah fenomena nyata dan dapat dilihat, yang mungkin
menjadi bagian dari pengalaman siswa sehari-hari (Johnstone, 1982 dalam
Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).
6. Level sub-mikroskopis adalah fenomena nyata dalam tingkat partikulat, yang
dapat digunakan untuk mendeskripsikan gerak elektron, molekul, partikel, atau
atom (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).
7. Level simbolik adalah ekspresi nyata, visualisasi, ungkapan matematis dan/atau
model verbal dari level makroskopis dan level sub-mikroskopis, biasanya
menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa kimia seperti rumus
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung.
Subjek penelitian adalah siswa-siswi dalam satu kelas XI IPA dengan jumlah 28
orang.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen.
Eksperimen merupakan cara praktis untuk mempelajari sesuatu dengan mengubah
kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lain. Jenis penelitian
eksperimen yang digunakan adalah pra eksperimen (pre experimental). Pada
metode pra eksperimen tidak ada penyamaan karakteristik/random dan tidak ada
kelas kontrol (Arifin, 2012: 68-74).
C. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah one-group pretest and posttest
design. Desain ini dikenal juga sebagai desain sebelum dan sesudah dengan struktur desain sebagai berikut:
X adalah perlakuan yang diberikan dan dilihat pengaruhnya dalam eksperimen.
Perlakuan yang dimaksud adalah penggunaan strategi pembelajaran intertekstual
pada materi sistem koloid. O1 adalah tes yang diberikan sebelum perlakuan
(pretes), sedangkan O2 adalah tes yang diberikan setelah perlakuan (postes).
Pengaruh perlakuan X dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil O1
dan O2 dalam situasi yang terkontrol (Arifin, 2012: 77).
D. Alur Penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian ini mengikuti alur penelitian seperti
bagan berikut.
Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian
Berdasarkan alur penelitian tersebut, maka prosedur penelitian dijelaskan
sebagai berikut.
Tahap I: Perencanaan
1. Menentukan materi yang akan dikaji. Materi yang dipilih peneliti adalah “Sistem Koloid”. Materi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa banyak siswa dan guru menganggap materi sistem koloid adalah materi hafalan
2. Mengkaji strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid
yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya (Andini, 2010). Beberapa
indikator dan konsep pembelajaran mengalami revisi dari yang sudah
dikembangkan.
3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada
deskripsi pembelajaran intertekstual yang telah dikembangkan.
4. Membuat instrumen penelitian berupa soal tes. Instrumen penelitian
berupa angket, pedoman wawancara dan pedoman observasi mengadopsi
dari penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi.
5. Melakukan revisi instrumen penelitian soal tes dengan cara validasi isi
oleh ahli (dosen dan guru mata pelajaran kimia).
6. Melakukan uji coba implementasi di depan sekelompok siswa sebagai
tahapan persiapan dan perbaikan sebelum pelaksanaan penelitian.
Tahap II: Pelaksanaan
1. Memberikan pretes kepada siswa.
2. Implementasi strategi pembelajaran intertekstual. Ketika implementasi
pembelajaran, dilakukan observasi oleh observer yaitu guru mata pelajaran
kimia.
3. Memberikan postes kepada siswa.
4. Menyebarkan angket kepada siswa.
5. Melakukan wawancara kepada guru dan beberapa siswa mengenai proses
pembelajaran intertekstual.
Tahap III: Penyelesaian
Setelah tahap perencanaan dan pelaksanaan penelitian, tahap selanjutnya
adalah melakukan analisis data. Data kuantitatif dianalisis secara statistik,
sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif. Dari hasil analisis data
tersebut, kemudian dilakukan pembahasan sehingga didapat kesimpulan
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes,
angket, format wawancara, dan format observasi. Berikut dijelaskan
masing-masing instrumen penelitian tersebut.
1. Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan subjek
penelitian. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah untuk mengukur
domain kognitif siswa dalam materi sistem koloid. Bentuk tes yang
digunakan adalah pilihan berganda (PG) dan uraian (essay). Tes diberikan
kepada siswa sebelum dan setelah pembelajaran (pretes dan postes) untuk
mengukur peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid.
2. Angket adalah instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan atau pernyataan
secara tertulis yang harus dijawab oleh responden sesuai dengan petunjuk
pengisiannya. Jenis angket yang digunakan adalah angket berstruktur (angket
tertutup) yaitu angket yang setiap pertanyaan atau pernyataan angket sudah
ditetapkan jawabannya, sehingga responden hanya membubuhkan tanda
tertentu sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Dalam penelitian ini, angket
digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap strategi pembelajaran
intertekstual pada materi sistem koloid. Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
mencakup tanggapan positif dan negatif terhadap strategi pembelajaran
intertekstual pada materi sistem koloid. Angket yang digunakan diadopsi dari
penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi.
3. Format wawancara digunakan untuk mengumpulkan data/informasi mengenai
pendapat, sikap, ataupun persepsi seseorang. Wawancara dilakukan kepada
guru mata pelajaran (observer) dan juga beberapa siswa mengenai
pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid yang sudah
dilaksanakan. Format wawancara yang digunakan diadopsi dari penelitian
sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi.
4. Format observasi digunakan untuk pencatatan secara sistematis, logis,
objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi
sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu
mengetahui perilaku kelas (baik perilaku guru maupun perilaku siswa),
interaksi antara siswa dan guru, serta mengetahui keterlaksanaan strategi
pembelajaran intertekstual dalam kelas. Format observasi yang digunakan
diadopsi dari penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa
revisi.
F. Proses Pengembangan Instrumen
Soal tes sebagai instrumen untuk mengumpulkan data terlebih dulu
divalidasi. Tes dikatakan valid jika soal-soal tes mampu mengukur apa yang
hendak diukur atau dapat mengungkapkan apa yang hendak dikaji (Sanjaya, 2013:
254). Validitas soal tes yang digunakan adalah validitas isi yang diperoleh dengan
cara judgment ahli yang kompeten sehingga dapat ditentukan apakah tes memiliki
validitas yang tinggi atau tidak. Validasi soal tes dilakukan oleh dosen dan guru
mata pelajaran kimia.
G. Teknik Pengumpulan Data
Keseluruhan teknik pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 3.1
berikut.
Tabel 3.1. Teknik Pengumpulan Data
No. Instrumen Jenis Data Sumber
Data
Pengumpulan Data
1. Tes Penguasaan konsep siswa
Siswa Dilakukan sebelum dan setelah proses
pembelajaran
2. Angket Tanggapan terhadap pembelajaran
Siswa Dilakukan setelah proses pembelajaran
Guru Dilakukan selama proses pembelajaran
Deskripsi keterlaksanaan pembelajaran intertekstual diperoleh dari hasil observasi
siswa setelah proses pembelajaran. Peningkatan penguasaan konsep siswa
diketahui dari hasil pretes dan postes yang diberikan. Keseluruhan data tersebut
dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan strategi pembelajaran intertekstual pada
materi sistem koloid.
H. Analisis Data
Sesuai dengan instrumen yang digunakan, maka teknik analisis data yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menggelompokkan siswa menjadi tiga kelompok (kelompok tinggi,
kelompok sedang, dan kelompok rendah). Langkah-langkah pengelompokkan
sebagai berikut:
- Mengumpulkan nilai-nilai siswa pada materi sebelumnya.
- Mencari nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi)
- Menentukan batas-batas kelompok. Kelompok tinggi yaitu semua siswa
yang mempunyai nilai sebanyak nilai rata-rata +1 SD dan yang lebih dari
nilai tersebut. Kelompok sedang yaitu semua siswa yang mempunyai nilai
antara -1 SD dan +1 SD. Kelompok rendah yaitu semua siswa yang
mempunyai nilai -1 SD dan yang kurang dari nilai tersebut (Arikunto,
2012: 299).
2. Menentukan nilai Pretes dan Postes.
nilai =
× 100%
3. Mengelompokkan nilai siswa berdasarkan kriteria kemampuan.
Tabel 3.2. Kriteria Kemampuan
Nilai (%) Kriteria Kemampuan
4. Menghitung peningkatan hasil belajar siswa dengan N-Gain (Normalitas
Gain)
N-Gain =
x 100%
5. Mengelompokkan peningkatan penguasaan konsep siswa berdasarkan
kategori menurut Hake (1998: 65), sebagai berikut.
Tabel 3.3. Kategori Peningkatan Penguasaan Konsep
Nilai N-Gain (%) Kategori
≥ 70 Tinggi
70 > N-Gain ≥ 30 Sedang
< 30 Rendah
6. Mengolah data hasil angket menggunakan skala Likert dengan ketentuan
sebagai berikut.
Tabel 3.4. Penentuan Skor Jawaban Angket
Jawaban Kriteria Positif Kriteria Negatif
Sangat setuju 5 1
Setuju 4 2
Ragu-ragu 3 3
Tidak setuju 2 4
Sangat tidak setuju 1 5
7. Menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif pada
angket kemudian menentukan kategorinya dengan ketentuan sebagai berikut.
Tabel 3.5. Penentuan Kategori Jawaban Angket
Skor Rata-rata Jawaban Kategori
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai Implementasi Strategi
Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Setiap konsep dalam materi sistem koloid disampaikan dengan
mempertautkan level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik serta
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Level makroskopik
dimunculkan dengan cara demonstrasi sehingga siswa dapat menggali
fenomena-fenomena kimia melalui pengalamannya sendiri juga dengan
menampilkan video atau gambar-gambar yang sesuai. Level sub-mikroskopik
dimunculkan dengan cara memberikan pertanyaan yang mengajak siswa
berpikir tentang fenomena yang dilihatnya. Dengan diberikannya gambaran
mikroskopik melalui simbol-simbol dan animasi sebagai level simbolik dapat
membuat sesuatu yang abstrak menjadi terlihat nyata, siswa pun lebih mudah
memahami setiap konsep. Pembelajaran ini mendapat respon yang positif baik
dari guru maupun siswa. Guru menilai bahwa strategi pembelajaran yang
dibuat sudah dirancang dengan baik. Menurut siswa, terdapat hubungan yang
jelas antara materi pembelajaran ini dengan apa yang telah diketahuinya.
Siswa juga merasa senang mempelajari materi sistem koloid dan berkeyakinan
akan berhasil dalam tes. Kendala-kendala yang dialami dalam proses
pembelajaran lebih mengarah pada kecilnya ukuran gambar, animasi, atau
video yang ditampilkan dalam media serta pengkondisian/penguasaan kelas
yang kurang optimal oleh peneliti.
2. Penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid dengan menggunakan
strategi pembelajaran intertekstual mengalami peningkatan. Nilai rata-rata
11,83%. Berdasarkan perhitungan nilai N-Gain, diperoleh nilai N-Gain
rata-rata sebesar 72,77% sehingga tergolong pada peningkatan tinggi.
B. Saran
Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Optimalisasi penggunaan media sehingga pembelajaran akan jauh lebih baik.
Dapat digunakan pointer sehingga guru tidak terfokus pada layar laptop.
2. Penggunaan alat dan bahan untuk demonstrasi/praktikum disesuaikan dengan
kebutuhan kelas. Juga pengkondisian siswa sebelum demonstrasi sehingga
seluruh siswa dapat melihat demonstrasi dengan jelas (jika demonstrasi
dilakukan di dalam ruang kelas).
3. Penggunaan campuran pasir dengan air sebagai contoh suspensi lainnya,
selain campuran serbuk kopi non-instan dengan air. Hal ini dimaksudkan agar
saat penyaringan dapat dipisahkan kembali antara air dengan pasirnya.
4. Revisi media pembelajaran dalam hal animasi/visualisasi molekuler. Beberapa
animasi/visualisasi molekuler sebaiknya diperbaiki, seperti animasi partikel
dalam larutan, visualisasi molekuler pada koloid liofil dan koloid liofob,
animasi adsorpsi, dan animasi proses dialisis. Juga sebaiknya ditambahkan
animasi berkas cahaya pada suspensi.
5. Revisi media pembelajaran dalam hal penulisan kata. Terdapat salah
penulisan pada slide pendahuluan (ukuran partikel larutan, koloid, dan
suspensi), jenis koloid sol padat, aerosol padat, aerosol cair, tabel fasa
terdispersi dan medium pendispersi, koloid liofil dan liofob, dan slide
elektroforesis.
6. Revisi media pembelajaran dalam hal video/animasi diperbesar, dan warna
tulisan yang disesuaikan dengan warna latar media sehingga apa yang
ditampilkan dalam media dapat tetap terlihat jelas oleh siswa yang duduk di
7. Revisi media pembelajaran pada sub-materi jenis-jenis koloid. Pada media
tersebut, jenis-jenis koloid hanya bisa ditampilkan secara berurutan. Lebih
baik jenis-jenis koloid dapat ditampilkan secara acak sehingga guru tidak
harus membuka slide dari awal kembali.
8. Penggunaan kata/istilah ‘penjerapan’ untuk adsorpsi sehingga dapat
dibedakan dengan absorpsi yaitu ‘penyerapan’.
9. Metode pembelajaran dibuat kelompok agar terjadi interaksi antar siswa dan
DAFTAR PUSTAKA
Adams, V.J. dan Sewry, J. (2010). “The challenges of communicating chemistry concepts to learners in Grahamstown schools”. Presented at the Southern African Association of Science and Technology Centres (SAASTEC), Vredenburg (Western Cape).
Anderson, L.W. et al. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing: A
Revision of Bloom’s Taxonomy of educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.
Andini, T. (2010). Pengembangan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Pokok Materi Sistem Koloid. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.
Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Broman, K., Ekborg, M. dan Johnels, D. (2011). “Chemistry in crisis? Perspectives on teaching and learning chemistry in Swedish upper secondary schools”.
NorDiNa, 7, (1), 43-60.
Chittleborough, G. dan Treagust, D.V. (2007). The modelling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level. Chemistry Education Research and Practice, 8, (3), 274-292.
Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Firman, H. (2007). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Hake, R.R. (1998). Interactive Engagement vs Traditional Methods; A Six-Thousand-Student Survey of Mechanic Test Data for Introductory Physic Courses. American Journal of Physic, 66, 64-74.
Handayani, M.D. (2010). Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Tetapan Hasil Kali Kelarutan. Skripsi Sarjana pada pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.
Justi, R. dan Gilbert, J. (2002). "Models and Modelling in Chemical Education", dalam Chemical Education: Towards Research-based Practice. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.
Kalsum, S. et al. (2009). Kimia 2: Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Kuswana, W.S. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Lemke, J.L. (2004). “Intertextuality and Educational Research”, dalam Uses of Intertextuality in Classroom and Educational Research, 3-16. University of Michigan: Information Age Publishing.
Lewis, R. dan Evans, W. (2006). Chemistry (Third Ed.). New York: Palgrave Macmillan.
Presseisen, B.Z. (1988). “Thinking Skills: Meanings and Models”, dalam Developing Minds. United States of America: Association for Supervision and Curriculum Development.
Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.
Sanjaya, W. (2012). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sirhan, G. (2007). Learning Difficulties in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education, 4, (2), 2-20.
Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia 2: Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Utami, B. et al. (2009). Kimia untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
Wahyu, W. et al. (2007). Belajar dan Pembelajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Widoyoko, E.P. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wu, H.K. (2003). Linking the Microscopic View of Chemistry to Real-Life Experiences: Intertextuality in a High-School Science Classroom. Science Education, 87, 868-891.
Wu, H.K., Krajcik, J.S. dan Soloway, E. (2001). Promoting Understanding of
Chemical Representations: Students’ Use of a Visualization Tool in the