• Tidak ada hasil yang ditemukan

CSR TERHADAP NILAI PERUSAHAAN: INTEGRASI PENGARUH MANAJEMEN LABA DAN KEPEMILIKAN KELUARGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "CSR TERHADAP NILAI PERUSAHAAN: INTEGRASI PENGARUH MANAJEMEN LABA DAN KEPEMILIKAN KELUARGA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

CSR TERHADAP NILAI PERUSAHAAN: INTEGRASI PENGARUH MANAJEMEN LABA DAN KEPEMILIKAN

KELUARGA

Stacia Senjaya1 Fransiskus Randa2 Ferdinandus Sampe3

1,2,3Pasca Sarjana Universitas Atma Jaya Makassar

*Korespondensi: staciasenjaya@gmail.com

Abstract

The purpose of this study is to investigate the role of family ownership integration in moderating and earnings management in mediating the relationship between CSR and firm value. The population used is all companies listed on the Indonesia Stock Exchange (BEI) with the 2015-2018 research period. The number of samples is 67 companies each year, which were selected by purposive sampling method. This study uses documentary data, namely annual reports and financial reports. Path analysis is used to analyze data. The results of this study indicate that CSR has a significant positive effect on earnings management, also earnings management on firm value has a significant positive relationship. The family ownership variable in moderates the relationship between CSR and earnings management is type Pure Moderation, conversely earnings management in mediating the relationship between CSR to the firm's value is type of No Mediation, nor is there any effect of integration of family ownership and earnings management on the relationship of CSR and firm value. The implication of this research, especially for family firms to maintain control of the company's operations, especially in the socio-emotional aspect compared to the financial aspect, because this contributes stakeholder to avoid the impact of earning management practices with the higher the discretionary accrual value is indicated to hide actions that harm firm’s reputation.

Keywords : CSR; Earnings Management; Family Ownership; Firm Value.

JEL Classification: G32, G34, M41

Submission date: 7 Oktober 2020 Accepted date: 16 Februari 2021

PENDAHULUAN

Pengungkapan laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan merupakan dasar yang penting bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Investor mempertimbangkan beberapa hal yang tertera dalam laporan untuk menilai apakah sebuah perusahaan layak untuk mendapatkan tambahan dana investasi di mana

(2)

diantaranya dalam laporan keuangan investor memperhatikan 5 aspek penting yaitu laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan untuk mengungkapkan lebih jelas nilai yang tertera pada laporan keuangan seperti informasi mengenai sumber kewajiban perusahaan yang timbul dan sumber aset perusahaan yang tersedia. Kelima aspek tersebut digunakan investor dalam mengambil keputusan, namun informasi yang diungkapkan menjadi tidak berguna ketika mengalami bias perbedaan antara laporan yang diungkapkan dan keadaan yang real dari perusahaan. Penyimpangan ini memengaruhi nilai perusahaan di mana menurut nilai ini dibentuk oleh nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku, dan nilai likuidasi. Perbedaan antara laporan dan kinerja memengaruhi nilai buku perusahaan sehingga sebagai konsekuensinya keputusan untuk menambahkan modal atau menarik modal dari sebuah perusahaan akan mengalami kekeliruan.

Kasus pada PT. Garuda Indonesia, Tbk yang terkena sanksi oleh kementrian keuangan. Pada hasil laporan keuangan tahun 2018 perusahaan membukukan laba bersih sebesar USD 809,5 ribu naik tajam dari tahun 2017 yang menderita rugi USD 216,5 juta. Setelah ditelusuri PT.Garuda Indonesia, Tbk membukukan keuntungan atas perjanjian kerjasama sebesar USD 239,9 juta yang dicatat sebagai pendapatan lain-lain meskipun tidak ada uang yang dibayarkan Freema (2019). Kasus ini menunjukkan laporan perusahaan PT. Garuda Indonesia, Tbk menjadi bias bagi investor untuk pengambilan keputusan investasi. Bias dalam laporan keuangan perusahaan ini menunjukkan bahwa adanya kesalahan dalam mengakui nilai dari perjanjian kerjasama sebagai pendapatan lain-lain sehingga terjadinya peningkatan drastis dalam pendapatan perusahaan yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang nyata dalam perusahaan. Ini mencerminkan manajemen laba yang terjadi dalam internal perusahaan.

Manajemen laba dikenal sebagai salah satu dari kebijakan/strategi yang sering diambil oleh manajer perusahaan, yang menurut Schipper (1989) merupakan kegiatan intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk memperoleh keuntungan. Dalam perusahaan, manajer sebagai agen dari pemegang saham memiliki tanggung jawab dalam mengkoordinasikan aktivitas perusahaan dan juga pengambilan kebijakan mengenai item-item yang berada dalam pelaporan keuangan atas nama pemegang saham dan laporan ini dipakai manajer sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap pemegang saham sebagai principal. Juga penelitian Gaio

& Raposo, (2011) menyatakan bahwa perusahaan dengan kualitas laba yang baik lebih dihargai di pasar saham, di mana kualitas laba itu mencakup tingkat kualitas akrual, prediktabilitas, relevansi nilai, dan sebagainya yang merupakan artibut dari laba. Oleh karena itu, pengukuran kinerja perusahaan yang diukur dengan kualitas laba dan kewenangan manajer dalam mengontrol aktivitas operasional perusahaan dapat mendorong manajer melakukan diskresi akrual terhadap pemilihan metode akuntansi sehingga dapat menghasilkan laba yang tinggi.

Manajemen laba yang dilakukan untuk memanipulasi fakta dalam perusahaan atas pembebanan biaya yang berlebih atau pengakuan pendapatan yang tidak nyata meningkatkan nilai laba yang dilaporkan dalam pelaporan keuangan, memengaruhi persepsi investor terhadap perusahaan dalam membuat keputusan untuk menanamkan dananya sehingga banyaknya keputusan untuk membeli saham perusahaan yang beredar. Semakin banyaknya permintaan akan kepemilikan perusahaan tersebut akan mendapat keuntungan dengan peningkatan harga saham perusahaan ketika nilai pasar perusahaan berada jauh di atas nilai buku perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marjan & Puspitosarie, (2013) yang menunjukkan bahwa

(3)

manajemen laba memengaruhi nilai perusahaan secara positif, namun ini bertentangan dengan penelitian Ustman & Ghofar, (2016) yang menyatakan tidak ada pengaruh antara manajemen laba terhadap nilai perusahaan saat implementasi IFRS.

Perusahaan melakukan manajemen laba dengan motivasi untuk mendapatkan bonus (Bonus Scheme) di mana hal ini dapat terjadi ketika terdapat perbedaan kepentingan antara principal dan agent. Biaya agensi yang besar kemudian timbul ketika pemegang saham sebagai principal tidak dapat memastikan bahwa manajer sebagai agent bertindak demi kepentingan pemilik. Kemudian apakah hal yang sama juga terjadi dalam perusahaan dengan kepemilikan keluarga?. Menurut survei yang dilakukan kantor jasa akuntan Cooper, (2014) menunjukkan 95% bisnis di Indonesia adalah dimiliki keluarga dengan posisi kepemilikan keluarga yang menduduki posisi pemilik dan manajemen sebanyak 87% dan sisanya hanya memiliki namun bukan merupakan bagian dari manajemen. Menilik besarnya persentase kepemilikan keluarga tidak dipungkiri bahwa perusahaan ternama di Indonesia ini dimiliki keluarga diantaranya PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, dan PT. Gudang Garam Tbk, merupakan beberapa contoh perusahaan kepemilikan keluarga ternama yang sukses dan berumur panjang. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk yang sampai pada tahun 2020 ini telah berumur 30 tahun, sedangkan PT. Gudang Garam Tbk berumur 62 tahun. Kedua perusahaan ini membuktikan bahwa perusahaan keluarga memiliki umur yang sangat panjang dan bertahan lama.

Menurut Gomez, (2007) terdapat perbedaan pengambilan keputusan antara perusahaan keluarga dan non keluarga. Perusahaan keluarga ketika dihadapkan diantara 2 pilihan untuk mendapatkan keuntungan finansial atau mempertahankan kontrol keluarga, maka perusahaan ini akan lebih memilih untuk mempertahankan kewenangannya untuk mengontrol perusahaan dan tujuan utama mereka untuk melestarikan yang disebut kekayaan sosial-emosional yang merupakan kekayaan non- finansial berupa pelestarian bisnis ke generasi selanjutnya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan kantor jasa PWC yang menunjukkan sebanyak 57% rencana masa depan perusahaan keluarga di Indonesia untuk mewariskan bisnis ke generasi selanjutnya, juga dari penelitian PWC menyatakan sebanyak 57% responden setuju bahwa tolok ukur kesuksesan perusahaan keluarga tidak sebatas laba dan pertumbuhan usaha namun perusahaan ini melakukan pendekatan jangka panjang dalam pengambilan keputusan.

Setiap pengambilan keputusan keluarga berfokus pada dampak yang akan ditimbulkan pada kekayaan sosial-emosional (SEW) apakah pengambilan keputusan akan membawa dampak yang baik pada reputasi keluarga sebagai pemegang kontrol dalam perusahaan. Sehingga pada perusahaan kepemilikan keluarga yang sebagai pemilik juga duduk dalam tim manajemen pasti memiliki kesamaan tujuan jangka panjang untuk melestarikan kekayaan sosial-emosional (SEW). Anggota keluarga yang duduk dalam tim manajemen cenderung akan menghindari praktek manajemen laba terkait tindakan ini hanya berfokus jangka pendek pada keuntungan finansial semata dan akan merusak citra diri, identitas keluarga dalam hal ini kekayaan sosial-emosional di mata investor sebagai bagian dari stakeholder.

Keraf, (1998) menyatakan perlunya keterlibatan perusahaan dalam sosial untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin kritis terhadap produk yang akan dibeli, dan terbatasnya sumber daya alam sehingga bisnis diharapkan tidak hanya mengeksploitasi namun memelihara sumber daya. Adanya tuntutan ini mendorong dilakukannya tindakan tanggung jawab sosial seperti contoh perusahaan

(4)

besar PT. Gudang Garam Tbk, dan PT. Indofood Tbk yang juga telah memberlakukan CSR agar bisnis tidak berfokus pada keuntungan ekonomi semata, namun memperhatikan keadaan lingkungan di mana perusahaan berada. CSR jika dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban stakeholder menuntut transparansi pengungkapannya dalam segala aspek bisnis perusahaan tidak terkecuali aspek ekonomi perusahaan yang menilai pengungkapan kinerja perusahaan, maka seharusnya pengungkapan CSR yang dilakukan ini memberikan transparansi penuh mengenai kinerja ekonomi perusahaan dan menurunkan tindakan oportunistik manajemen laba yang dilakukan manajer. Hal ini sejalan dengan penelitian Chih & Kang, (2008) yang menunjukkan hubungan CSR berdampak negatif terhadap manajemen laba. Namun bertentangan dengan penelitian sebelumnya Prior & Tribó, (2008) menyatakan CSR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial dapat mendukung keberhasilan bisnis perusahaan dengan terbentuknya pengakuan masyarakat terhadap perusahaan sehingga mendorong bisnis yang berkelanjutan, tetapi citra positif perusahaan yang terbentuk dengan adanya pengakuan masyarakat dapat meningkatkan perilaku oportunistik dengan menutupi kecurangan yang dilakukan pihak manajer yaitu tindakan manajemen laba, hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan positif antara CSR dan manajemen laba.

Tujuan penelitian ini untuk menginvestigasi apakah terdapat peran integrasi dari pengaruh kepemilikan keluarga dalam menekan tindakan manajemen laba sehingga memengaruhi CSR terhadap nilai perusahaan. Sehubungan dalam penelitian Lopez- Gonzalez et al., (2019) menyatakan perusahaan yang melakukan CSR yang lebih besar menunjukkan perilaku diskresioner yang lebih tinggi dan mempromosikan tindakan yang menutupi kinerja keuangan dan ekonomi sesungguhnya dari perusahaan, namun hubungan positif tersebut lebih rendah dimiliki ketika berada di perusahaan keluarga.

Fakta bahwa PT.Indofood Sukses Makmur,Tbk telah mendapatkan penghargaan 5 kali berturut-turut dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pengelolaan limbah dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perusahaan dianggap sudah melakukan penggunaan energi secara efisien dan menetapkan sistem manajemen lingkungan yang baik (Tribun-news, 16 Juni 2017) membuktikan kepemilikan keluarga dalam perusahaan mendorong peningkatan kualitas pengungkapan CSR dengan keterlibatan manajer yang merupakan anggota keluarga dalam perusahaan ikut dalam pelaksanaan dan pengungkapan CSR sebagai kontrol. Sehingga dalam melakukan pengungkapan CSR manajer melakukan pengungkapan yang transparan dan jujur demi stakeholder serta menghindari tindakan manajemen laba, hal ini sejalan dengan orientasi CSR perusahaan keluarga untuk melestarikan kekayaan sosial-emosional mereka yaitu bisnis keluarga ke generasi selanjutnya sehingga cenderung menghindari praktik yang terkait manajemen laba yang dapat merusak reputasi keluarga.

Bertentangan dengan penelitian Lopez-Gonzalez, Saeed et al., (2019) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara kepemilikan keluarga Saeed dan non-keluarga, keduanya dalam melaksanakan CSR aktif menekan perilaku oportunistik manajer sehingga manajemen laba dapat ditekan.

Penelitian ini untuk menjawab research gap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prior & Tribó, (2008) dan Chih & Kang, (2008) pada variabel CSR terhadap manajemen laba, juga Marjani & Puspitosarie, (2013) dan Ustman & Ghofar, (2016) pada hubungan manajemen laba dan nilai perusahaan, serta penelitian Lopez-Gonzalez et al. (2019) dan Saeed et al., (2019) pada hubungan CSR dan manajemen laba yang dimoderasi oleh kepemilikan keluarga. Penelitian ini juga merupakan pengembangan

(5)

penelitian yang dilakukan oleh Lopez-Gonzalez et al. (2019) dengan menambah variabel nilai perusahaan. Sehubungan dengan konsep yang dikemukakan Donaldson, (1995) menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Serta konsep SEW oleh Gomez-Mejia, (2007) yang menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pengambilan keputusan antara perusahaan keluarga dan perusahaan non-keluarga dalam pengambilan risiko. Oleh karena itu, pengungkapan CSR yang dikendalikan keluarga memiliki kualitas yang baik demi kepentingan stakeholder dan untuk membangun hubungan yang baik dengan investor sebagai salah satu bagian stakeholder. Sejalan dengan pernyataan Whetten & Mackey, (2005) menjelaskan perusahaan non-keluarga lebih sedikit terlibat dengan kegiatan tanggung jawab sosial dan hanya menganggap stakeholder dari perspektif transaksional bertujuan untuk menciptakan nilai, sedangkan perusahaan keluarga melakukan dan menciptakan hubungan yang dekat dengan para pemangku kepentingan yang sejalan dengan karakteristik masing – masing.

Berdasarkan latar belakang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini (1) Apakah CSR memiliki pengaruh terhadap manajemen laba? (2) Apakah manajemen laba memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan? (3) Apakah kepemilikan keluarga memoderasi pengaruh CSR terhadap manajemen laba? (4) Apakah manajemen laba memediasi pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan? (5) Apakah manajemen laba dan kepemilikan keluarga memiliki peran integrasi dalam pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan? Dalam penelitian sebelumnya terdapat inkonsistensi arah pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan. Oleh karena itu peneliti mengindikasi adanya variabel lain yang memengaruhi yaitu tindakan manajemen laba dan di mana besar kecilnya tindakan manajemen laba juga tergantung pada jenis kepemilikannya, yang dalam penelitian ini menginvestigasi peran kepemilikan keluarga. Kepemilikan keluarga diyakini menjadi mekanisme efektif menekan tindakan manajemen laba sehingga pengungkapan CSR dapat memberikan kontribusi positif terhadap nilai perusahaan.

REVIU LITERATUR DAN HIPOTESIS

Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)

Donaldson, (1995) bahwa stakeholder theory merupakan hal yang berkenaan dengan manajerial dan merekomendasikan sikap, struktur dan praktik yang dilaksanakan bersama-sama membentuk sebuah filosofi stakeholder management yang dilakukan dengan cara manajer harus menyusun dan mengimplementasikan proses- proses yang memuaskan semua atau hanya kelompok-kelompok yang berkepentingan dalam suatu organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan bukan semata-mata menjalankan operasional perusahaan untuk kepentingan pribadi, melainkan juga memperhatikan kepentingan seluruh stakeholder.

Teori SEW (Social Emotional Wealth)

Teori SEW yang dikembangkan oleh Gomez-Mejia, (2007) menyatakan bahwa perusahaan keluarga dihadapkan dilema strategis diantara 2 pilihan di mana (1) memiliki tingkat kepastian keuntungan finansial tinggi, tetapi kehilangan kontrol keluarga, atau (2) risiko yang lebih besar dalam penurunan kinerja dan kegagalan bisnis tetapi tetap mempertahankan kontrol keluarga. Di antara kedua pilihan ini perusahaan

(6)

yang dikendalikan keluarga bersedia menerima risiko terkait kegagalan keuangan/bisnis yang jauh lebih buruk daripada risiko kehilangan kendali keluarga, karena motivasi utama pemilik melestarikan kekayaan sosial-emosional adalah hal yang mereka anggap paling rasional. Hal ini berbeda dengan perusahaan non-keluarga, yang lebih mengutamakan keberhasilan finansial perusahaan. Oleh karena itu banyak perusahaan keluarga bertahan hidup dari generasi ke generasi bukan karena jenis organisasi ini yang paling efisien dan menguntungkan, tetapi karena mereka memenuhi kekayaan sosial-emosionalnya.

Bentuk kekayaan sosial-emosional sendiri merupakan jenis kekayaan non- finansial yang menurut beberapa ahli:

1. Kemampuan untuk menjalankan wewenang, menjadi altruistic (memperhatikan kesejahteraan) kepada anggota keluarga (Schulze, et al., 1981)

2. Pengabdian nilai-nilai keluarga melalui bisnis (Handler, 1990).

3. Pelestarian dinasti keluarga (Casson, 1999).

CSR (Corporate Social Responsibility)

Istilah corporate social responsibility (tanggung jawab sosial) pertama kali diperkenalkan oleh Elkington, (1998) menyatakan bahwa perusahaan yang baik tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi saja, melainkan harus memiliki komitmen kepedulian tinggi terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di mana perusahaan itu beroperasi, yang kemudian dikenal dengan istilah 3P (Profit, Planet, People). Juga menurut Hasanti (2011) CSR merupakan sebuah gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi menganut pada prinsip single bottom line yaitu nilai perusahaan hanya berfokus pada kondisi keuangan saja dan kewajiban ekonomi pada pemegang saham (shareholder) melainkan kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Manajemen Laba

Discretionary accrual adalah praktik manajerial yang tercermin dalam laporan keuangan untuk menunjukkan tingkat keuntungan atau laba perusahaan yang tinggi Gill et al., (2013). Menurut Utami, (2005) untuk mendeteksi ada tidaknya manajamen laba, maka pengukuran atas akrual adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal dari aktivitas operasi.

Menurut Scott, (2000) manajemen laba biasanya dilakukan dengan menggunakan empat pola, yaitu:

1. Taking a bath

Dilakukan saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan laba di masa depan.

2. Income minimization (minimisasi laba)

Dilakukan saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi dan jika perkiraan laba periode mendatang diperkirakan menurun maka dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3. Income maximization (maksimisasi laba)

Dilakukan saat laba perusahaan menurun. Hal ini dilakukan agar net income yang dilaporkan tinggi sehingga memperoleh bonus yang lebih besar. Maksimisasi laba dapat dilakukan oleh perusahaan yang melakukan perjanjian hutang.

4. Income smoothing (perataan laba)

(7)

Dilakukan untuk mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar, hal ini dikarenakan investor yang lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Kepemilikan Keluarga

Susanto, (2007) menyatakan sebuah bisnis keluarga dikelompokkan sebagai bisnis keluarga jika orang-orang yang terlibat dalam bisnis sebagian besar masih terikat dalam garis keluarga. Dalam sebuah usaha keluarga, anggota keluarga secara ekonomis tergantung pada yang lain, dan bisnisnya secara strategis dihubungkan pada kualitas hubungan keluarga. Itu juga menggabungkan sebuah rentang situasi mulai dari perusahaan keluarga generasi tunggal suami dan istri, anak, dan keponakan.

Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor sebagai stakeholder terhadap perusahaan yang tercermin dari harga saham Sudana, (2011). Juga menurut Christiawan & Tarigan, (2007) ada beberapa konsep untuk menjelaskan nilai suatu perusahaan yaitu nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, nilai pasar yaitu harga yang terjadi dari proses tawar menawar dari pasar saham, nilai buku dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total hutang dengan jumlah saham yang beredar, nilai likuidasi yaitu nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi.

Pengaruh CSR terhadap Manajemen Laba

Donaldson & Preston, (1995) menyatakan perusahaan tidak boleh hanya berfokus pada kepentingan pemegang saham namun juga memperhatikan kepentingan stakeholder dalam mengambil kebijakan. Terkait dengan teori stakeholder, maka ketika dilakukan pengungkapan CSR harus memperhatikan kepentingan stakeholder sehingga manfaat yang diterima stakeholder lebih besar daripada keuntungan yang diterima oleh shareholder juga tidak menggunakan kesempatan untuk melakukan manajemen laba menguntungkan diri dengan melakukan discretionary accrual yang oportunistik dalam pelaporan.

Bertolak belakang dengan teori yang telah diungkapkan beberapa peneliti yang menemukan hubungan positif antara CSR dan manajemen laba seperti pada penelitian (Uyagu & Dabor, 2017); (Prior & Tribó, 2008). Hal ini menunjukkan pengaruh pengungkapan CSR terhadap praktik manajemen laba bergantung pada bagaimana manajer memandang CSR sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban apakah murni atau hanya sebagai formalitas untuk menyembunyikan tindakan yang ingin ditutupi perusahaan. Namun jika pengungkapan CSR sesuai dengan tujuan utama sebagai bentuk pertanggungjawaban maka seharusnya perusahaan melaporkan kinerja perusahaan secara real dan tidak memakai kesempatan ini dengan sengaja untuk melakukan praktik manajemen laba dengan tujuan untuk menguntungkan pihak tertentu khususnya tim manajemen.

Berdasarkan uraian di atas, demikian hipotesis berikut diturunkan:

H1: Pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan

Teori stakeholder yang diungkapkan Donaldson (1995) menyatakan bahwa dalam tata kelola perusahaan, pengelola harus memperhatikan pihak-pihak atau kelompok yang lebih luas dari pemegang saham, yaitu kepentingan pihak yang terkait dengan

(8)

kebijakan dan kegiatan operasi perusahaan. Sehingga dalam mengelola perusahaan dalam hal ini manajer sebagai pengelola tidak hanya memperhatikan kepentingan dan keuntungan pemegang saham semata, namun juga membangun hubungan baik dan bertanggung jawab mengambil tindakan yang tidak akan merugikan pihak yang dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan. Sehubungan dengan teori ini seharusnya dalam membangun kepercayaan investor potensial sebagai salah satu pihak stakeholder, tim manajemen ketika mengelola operasional mempertahankan kinerjanya dan tidak melakukan tindakan diskresi berlebihan yang akan mengaburkan kinerja real perusahaan.

Manajer sebagai agen perusahaan dapat bertindak oportunistik dengan menentukan keputusannya untuk melakukan manajemen laba demi keuntungan dirinya maupun demi keuntungan perusahaan. Manajemen laba yang dilakukan manajer akan memengaruhi persepsi tentang laporan kinerja perusahaan yang diberikan pada investor. Nilai laporan yang telah dimanipulasi terlihat baik dapat menarik keputusan investor untuk menanamkan modalnya, namun ketika laporan yang mengandung banyak discretionary accrual ini menunjukkan bahwa laporan yang diberikan tidak sesuai dengan kinerja real perusahaan terungkap, maka akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perusahaan. Sehingga dalam menyusun laporan yang dibutuhkan, manajer diharapkan dapat membangun hubungan baik dengan pihak berkepentingan yang menggunakan laporan tersebut dengan tetap mempertahankan kinerja dan tidak melakukan tindakan diskresi yang berlebihan.

Berdasarkan uraian di atas, demikian hipotesis berikut diturunkan:

H2: Manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

Manajemen Laba sebagai Pemediasi

Manajemen laba menjadi faktor yang dapat dipertimbangkan bagaimana CSR berpengaruh pada nilai perusahaan. CSR yang dilakukan dan diungkapkan sekedar formalitas bisa digunakan untuk menutupi tindakan oportunistik memanipulasi nilai laba. Namun jika sesuai tujuan utama CSR sebagai pertanggungjawaban terhadap stakeholder maka pelaksanaan dan pengungkapan CSR dalam bidang lingkungan, sosial, dan terutama ekonomi menjadi lebih efektif membuat segala aspek perusahaan menjadi lebih transparan menekan tindakan manajemen laba. Penurunan tindakan manajemen laba yang tercermin dengan nilai discretionary accrual yang rendah mengindikasikan perusahaan dalam pelaporannya tidak menggunakan kebijakan berlebihan yang akan meningkatkan risiko pengaburan kinerja perusahaan. Semakin kecil nilai discretionary accrual seharusnya dapat membentuk kepercayaan investor akan kinerja aktual perusahaan terkait keputusan untuk berinvestasi.

Berdasarkan uraian di atas, demikian hipotesis berikut diturunkan:

H3: Manajemen laba memediasi CSR terhadap nilai perusahaan.

Kepemilikan Keluarga sebagai Pemoderasi

Teori Social Emotional Wealth (SEW) oleh Gomez-Mejia, (2007) menyatakan perusahaan dengan kepemilikan keluarga bersedia menerima risiko terkait kegagalan keuangan yang jauh lebih buruk daripada risiko kehilangan kendali keluarga, karena motivasi utama pemilik melestarikan kekayaan sosial-emosional adalah hal yang mereka anggap paling rasional. Perusahaan keluarga menganggap reputasi, identitas, dan kontrol mereka lebih penting dibandingkan dengan keuntungan finansial yang mereka dapatkan, sehingga ketika manajer melakukan tindakan yang membahayakan,

(9)

maka keluarga sebagai pemilik akan menekan tindakan tersebut dan memberi hukuman pada manajer.

Perusahaan keluarga yang melakukan CSR alih-alih membuka peluang kesempatan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, sebaliknya perusahaan dikendalikan keluarga akan menekan praktik manajemen laba. Di mana praktik manajemen laba akan memberikan akibat konsekuensi kehilangan kontrol keluarga pada perusahaan dan beralih pada kontrol seorang profesional jika kehilangan kepercayaan investor. Dengan memandang peralihan sebagai kerugian terbesar yang akan dialami mengingat saham perusahaan yang dimiliki keluarga tidak memiliki diversifikasi dan cenderung terikat pada satu perusahaan juga anggota keluarga yang duduk dalam tim manajemen ini memiliki kesamaan tujuan dengan pemilik, sehingga anggota keluarga pemilik yang duduk dalam tim manajemen akan melakukan kontrol dalam pelaksanaan CSR sehingga tindakan manajemen laba yang oportunistik akan ditekan.

Berdasarkan uraian di atas, demikian hipotesis berikut diturunkan:

H4: Kepemilikan keluarga memoderasi CSR terhadap manajemen laba.

Integrasi Manajemen Laba dan Kepemilikan Keluarga

CSR terdiri dari 3 aspek yang menyangkut ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan awalnya dibentuk dengan tujuan kepentingan stakeholder, namun adanya berbagai penelitian seperti Prior & Tribó, (2008) dan Uyagu & Dabor, (2017)membuktikan bahwa adanya kemungkinan CSR tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk pertanggungjawaban melainkan sebagai tameng untuk menutupi tindakan oportunistik manipulasi dalam perusahaan. Sehubungan dengan teori SEW yang diungkapkan Gomez-Mejia, (2007) yang menyatakan adanya pengambilan keputusan antara perusahaan kepemilikan keluarga dan non-keluarga. CSR yang dilakukan dan diungkapkan dalam kontrol keluarga sebagai pemilik menjadi suatu bentuk pertanggungjawaban efektif dalam pengertian bahwa tidak hanya satu aspek perusahaan saja diperhatikan dan lainnya diabaikan, sehingga tindakan oportunistik berorientasi untuk mendapatkan keuntungan keuangan semata yaitu aspek ekonomi yang timbul dari pengungkapan CSR dapat diperhatikan dan ditekan. Hal ini dapat menumbuhkan kepercayaan investor bahwa perusahaan keluarga memiliki kontrol dan tanggungjawab yang baik dalam menjalankan bisnisnya.

Berdasarkan uraian di atas, demikian hipotesis berikut diturunkan:

H5: Kepemilikan keluarga dan manajemen laba memiliki peran integrasi terhadap pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan.

Rerangka Konseptual

Keterkaitan antara variabel independen, variabel dependen, maupun variabel moderasi dan mediasi digambarkan dalam model penelitian berikut:

(10)

H3 H1

H2 H4

H5

Gambar 1.

Rerangka Penelitian

METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2015-2018. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berasal dari laporan keuangan dan laporan tahunan yang telah dipublikasikan dari database Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) selama tahun 2015-2018. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling. Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria sampel adalah 67 perusahaan dan periode penelitian selama 4 tahun, maka unit analisis secara keseluruhan adalah sebanyak 268 perusahaan. Hasil pengamatan sampel disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1

Hasil Pengamatan sampel

No Proses Pemilihan Sampel Sampel (N)

1. Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI selama tahun 2015- 2018 611

2. Jumlah perusahaan di industri keuangan (88)

3. Jumlah perusahaan yang tidak terdaftar secara terus menerus di BEI selama tahun 2015-2018

(15) 4. Jumlah perusahaan dengan data laporan keuangan yang dinyatakan dalam

mata uang asing

(120) 5. Jumlah perusahaan dengan data tidak lengkap terkait dengan variabel-

variabel penelitian

(321) Total perusahaan yang dijadikan sampel penelitian 67 Sumber: Data Olahan (2020)

Sebanyak 321 perusahaan yang datanya tidak lengkap terkait variabel, meliputi perusahaan yang tidak mengungkapkan CSR, maupun perusahaan yang dikendalikan non-keluarga.

Variabel Independen

Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR dalam penelitian ini menggunakan metode checklist menggunakan indikator Global Reporting Initiative (GRI) yang diperoleh dari website www.globalreporting.org. Mengacu pada penelitian Rini et al. (2015) terdapat 91 item pengungkapan CSR, terdiri dari 9 indikator ekonomi, 34 indikator lingkungan, 16

CSR Manajemen Laba Nilai Perusahaan

Kepemilikan Keluarga

(11)

indikator praktek ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, 12 indikator hak asasi manusia, 11 indikator masyarakat, dan 9 indikator tanggung jawab atas produk.

(1)

Keterangan:

CSRIi : Indeks luas pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan i

: Nilai 1 item y diungkapkan, nilai 0 jika item y tidak diungkapkan Ni : Jumlah item untuk perusahaan i, ni ≤ 91

Variabel Moderasi Kepemilikan Keluarga

La Porta et al., (1999) menggunakan pengukuran sederhana untuk mengukur kepemilikan keluarga, ketika seseorang memiliki lebih dari 10% atau 20% saham dalam perusahaan, sedangkan Faccio & Lang, (1984) mengukur perusahaan keluarga jika, pemegang saham pengendali terbesar yang memegang sedikitnya 10% hak suara adalah sebuah perusahaaan keluarga, atau perusahaan yang tidak terdaftar yang dimiliki pribadi.

(1)

Variabel Mediasi Manajemen Laba

Pengukuran DA dilakukan dengan menggunakan model Jones (1991) yang diperbarui oleh Dechow et al., (1995) disebut juga modified Jones model perhitungannya sebagai berikut :

𝑇𝐴𝐶𝐶𝑖𝑡=𝐸𝐵𝑋𝑇𝑖𝑡−𝑂𝐶𝐹𝑖𝑡 (1)

Keterangan:

𝑇𝐴𝐶𝐶𝑖𝑡 = Total akrual perusahaan i pada tahun t

𝐸𝐵𝑋𝑇𝑖𝑡 = laba perusahaan i sebelum pos-pos luar biasa pada tahun t 𝑂𝐶𝐹𝑖𝑡 = arus kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada tahun t

Kemudian, nilai total accruals yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS adalah sebagai berikut:

(2)

Dari persamaan regresi di atas, kemudian untuk mencari non-discretionary accrual (NDA) dapat dihitung dengan memasukkan kembali koefisien-koefisien yang telah diperoleh.

(3)

Keterangan:

𝑇𝐴𝐶𝐶it = total akrual perusahaan i untuk tahun t dibagi total aset pada perusahaan i pada akhir tahun t-1

𝑇𝐴it-1 = total aset perusahaan i pada akhir tahun t-1

(12)

= perubahan pendapatan perusahaan i untuk tahun t dibagi total aset perusahaan i pada tahun t-1

= perubahan piutang bersih perusahaan i untuk tahun t dibagi total aset perusahaan i pada tahun t-1

= aktiva tetap perusahaan i untuk tahun t dibagi total aset perusahaan i pada tahun t-1

𝜀 = error

Setelah mendapatkan hasil non-discretionary accrual, langkah selanjutnya adalah menghitung discretionary accrual:

𝐷𝐴𝐶𝐶it = 𝑇𝐴𝐶𝐶it −𝑁𝐷𝐴𝐶𝐶it (4)

Variabel Dependen Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan simple q dari penelitian (Gaio & Raposo, 2011). Rumus perhitungan simple q adalah sebagai berikut:

𝑄𝑖,𝑡=(𝐵𝑉𝐴𝑖,𝑡+𝑀𝑉𝐸𝑖,𝑡−𝐵𝑉𝐸𝑖,𝑡)/𝐵𝑉𝐴𝑖,𝑡 (1)

Keterangan:

Q = firm value (nilai perusahaan)

BVA = book value of total assets (nilai buku dari total aset) MVE = market value of common equity (nilai pasar ekuitas) BVE = book value of equity (nilai buku ekuitas).

Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode analisis jalur (Path analysis). Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi. Koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan.

Persamaan Regresi

EM = a + b1 CSR+ b2 KK+ b3 CSR.KK + ε1 (1)

FV = a + b4 EM + ε2 (2)

Keterangan: CSR= Corporate Social Responsibility, KK= Kepemilikan keluarga, EM=

Manajemen laba, FV= Nilai Perusahaan (Firm Value).

HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif

Hasil analisis statistik deskriptif ditunjukkan pada Tabel 2 berikut ini:

(13)

Tabel 2 Statistik Deskriptif

Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Corporate Social

Responsibility (CSR) 260 0.120 0.604 0.331 0.102704

Kepemilikan Keluarga 260 0.000 0.913 0.531 0.220372

Manajemen Laba (EM) 260 -0.552 0.674 0.009 0.103956

Nilai Perusahaan 260 0.254 5.402 1.442 0.972532

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 20 (2020)

Berdasarkan hasil statistik deskriptif, CSR dalam perusahaan sampel memiliki rata-rata sebesar 0.331 atau 33.1%. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan CSR yang dilakukan masih minim. Kepemilikan keluarga dalam perusahaan sampel memiliki rata-rata sebesar 0.53 atau 53%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata pengaruh keluarga dalam mengontrol perusahaan lumayan besar. Manajemen laba dalam perusahaan sampel memiliki rata-rata sebesar 0.009 Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel rata-rata melakukan praktik manajemen laba 0.9% dalam menyusun laporan keuangan. Nilai standar deviasi dari manajemen laba perusahaan lebih besar dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa terdapat banyak data dari manajemen laba yang menyimpang dari nilai rata-rata oleh karena itu dapat disimpulkan manajemen laba cukup bervariasi. Nilai perusahaan dalam perusahaan sampel menunjukkan nilai terendah sebesar 0.254 dan nilai tertinggi sebesar 5.402, dengan rata-rata nilai sebesar 1.442 dan standar deviasi sebesar 0.972. Hal ini menunjukkan rata-rata perusahaan sampel mendekati nilai minimum yang mengindikasikan bahwa penilaian investor terhadap perusahaan masih rendah.

Uji Normalitas

Tabel 3 berikut menyajikan hasil uji normalitas data:

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas

Model Kolmogorov-Smirnov Z Sig Kesimpulan

Regresi 1 1.706 0.006 Tidak terdistribusi normal

Regresi 2 3.042 0.000 Tidak terdistribusi normal

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 20 (2020)

Hasil pengujian normalitas pada substruktur 1 dan 2 memiliki nilai sig. < 0.05.

Peneliti menggunakan metode transform data (seperti: absolute, logaritma natural, dan square root) maupun metode menghilangkan sampel dengan mengkonversi data ke dalam skor standardized (Z-score). Peneliti telah menggunakan kedua metode tersebut tetapi data tetap dalam kondisi terdistribusi tidak normal. Hal ini disebabkan karena adanya data yang cukup bervariasi. Hasil pengujian tidak terdistribusi normal menunjukkan seberapa jauh distribusi data menyimpang dari distribusi normal yang ideal. Walaupun demikian, model masih dapat digunakan karena memenuhi uji kesesuaian model.

Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan model Durbin Watson (DW-Test). Menurut Santoso (2012) pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah:

1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.

(14)

2. Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.

3. Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Tabel 4 berikut menyajikan hasil uji autokorelasi:

Tabel 4

Hasil Uji Autokorelasi

Model Sig. Kesimpulan

Regresi 1 Regresi 2

1.490 0.613

Tidak terdapat Autokorelasi Tidak terdapat Autokorelasi Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 20 (2020)

Pada tabel 4 diperoleh nilai Durbin Watson (DW) untuk model regresi 1 sebesar 1.490, dimana nilai tersebut berada di antara -2 sampai +2 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi. Sama halnya untuk model regresi 2 diperoleh nilai Durbin Watson (DW) sebesar 0.613, dimana nilai tersebut berada di antara -2 sampai +2 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

Uji Multikolinearitas

Tabel 5 berikut menyajikan hasil uji multikolinearitas:

Tabel 5

Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel Independen

Variabel

Dependen Tolerance VIF Kesimpulan

CSR KK CSR*KK

EM EM EM

0.101 0.086 0.044

9.896 11.579 22.642

Tidak terjadi multikolinearitas Terjadi multikolinearitas Terjadi multikolinearitas

EM FV 1.000 1.000 Tidak terjadi multikolinearitas

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 20 (2020)

Hasil tabel menunjukkan bahwa multikolinearitas terjadi pada pengaruh kepemilikan keluarga dan interaksi kepemilikan keluarga dan CSR, hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi yang kuat antarvariabel hal ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini menyertakan variabel moderasi.

Uji Heteroskedastisitas

Tabel 6 menyajikan hasil uji heteroskedastisitas:

Tabel 6

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variabel Independen

Variabel Dependen

t Sig. Keterangan

CSR KK CSR*KK

EM

ABS_RES1 ABS_RES1 ABS_RES1 ABS_RES1

-0.376 -0.410 -0.162 4.353

0.707 0.682 0.871 0.000

Tidak terjadi heteroskedastisitas Tidak terjadi heteroskedastisitas Tidak terjadi heteroskedastisitas Terjadi heteroskedastisitas Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 20 (2020)

Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan hanya pengaruh variabel manajemen laba terhadap nilai perusahaan dengan tingkat signifikansi yang diperoleh sebesar 0.000

< 0.05, yang berarti terjadi heteroskedastisitas. Terjadinya heteroskedastisitas disebabkan varians dari setiap kesalahan pengganggu yang tidak konstan. Walaupun demikian, model masih dapat digunakan karena memenuhi uji kesesuaian model.

(15)

Analisis Jalur & Sobel test

Hasil analisis hipotesis melalui analisis jalur & uji sobel disajikan dalam tabel 7 dan 8 berikut:

Tabel 7

Koefisien Jalur Standardized Value

Variabel Independen Variabel Dependen B Sig (1-tailed) Kesimpulan

CSR EM 0.447 0.022 H1 diterima

KK EM 0.289 0.168 Tidak Signifikan

CSR*KK EM -0.593 0.044 H4 diterima

EM FV 0.137 0.027 H2 diterima

Tabel 8 Hasil Uji Sobel

Kombinasi Variabel Nilai Estimasi Standard Error B Z (Sobel Test) CSR -> FV via EM 0.452 1.285 0.196 0.577 1.601 0.109 CSR*KK -> FV via

EM

-0.647 1.285 0.319 0.577 -1.499 0.133

Gambar 2 Hasil Uji Sobel

Berdasarkan hasil uji pada tabel 7 dapat dilihat bahwa CSR memiliki pengaruh sebesar 0.447 dan probabilitas signifikansi sebesar 0.022 lebih kecil dari 0.05, artinya dapat disimpulkan bahwa CSR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba sehingga H1 diterima. Manajemen laba memiliki pengaruh sebesar 0.137 dan probabilitas signifikansi sebesar 0.027 lebih kecil dari 0.05, artinya dapat disimpulkan bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan sehingga H2 diterima. Interaksi CSR dan kepemilikan keluarga memiliki pengaruh sebesar -0.593 dan probabilitas signifikansi sebesar 0.044 lebih kecil dari 0.05, artinya dapat disimpulkan bahwa interaksi CSR dan kepemilikan keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba sehingga H4 diterima.

Berdasarkan hasil perhitungan Sobel test pada tabel 8 maka dapat dinyatakan pengaruh tidak langsung CSR terhadap nilai perusahaan memiliki nilai p-value (two- tailed probability) Sobel test sebesar 0.109 > alpha 0.05. Dengan demikian, hipotesis 3 yang menyatakan CSR dan manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap nilai

(16)

perusahaan ditolak. Juga pengaruh tidak langsung interaksi CSR x Kepemilikan keluarga terhadap nilai perusahaan memiliki nilai p-value (two-tailed probability) Sobel test sebesar 0.133 > alpha 0.05. Dengan demikian, hipotesis 5 yang menyatakan peran integrasi kepemilikan keluarga dan manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan ditolak.

Pembahasan Hasil Penelitian CSR terhadap Manajemen Laba

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CSR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Prior& Tribó (2008), Uyagu & Dabor (2017) namun di sisi lain tidak konsisten dengan penelitian Chih & Kang, (2008). Hal ini menunjukkan adanya disharmoni antara kinerja dan pengungkapan menyebabkan timbulnya sebuah “celah”

pertanggungjawaban terhadap stakeholder bagi tim manajemen untuk melakukan tindakan oportunistik ketika perusahaan yang melakukan CSR dipandang baik oleh stakeholder, untuk melakukan manajemen laba, di mana tindakan ini memanipulasi nilai-nilai yang tekandung dalam laporan keuangan sehingga nilai kinerja ekonomi yang diungkapkan dalam pelaporan tahunan khususnya pada indikator EC1 yang memuat nilai ekonomi dihasilkan dan didistribusikan tidak sesuai dengan apa yang benar terjadi dalam perusahaan. Oleh karena itu, pengungkapan CSR mengenai kinerja lingkungan, sosial, ekonomi saja tidak dapat dijadikan patokan bahwa perusahaan akan menjadi lebih transparan dan terhindar dari discretionary accrual yang oportunistik.

Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen laba memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dan konsisten dengan penelitian Marjani & Puspitosarie, (2013) namun tidak konsisten dengan penelitian Ustman & Ghofar, (2016). Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan aset merupakan sesuatu yang rumit dan membutuhkan kebijakan dalam pengelolaannya sama halnya dengan hutang membutuhkan penilaian manajer dalam penentuan masa kontraknya, sehingga tindakan manajemen laba terkait pengelolaan aset dan hutang jika mengandung nilai diskresi masih dapat diterima. Sebagai contoh tindakan diskresi/kebijakan yaitu bagaimana manajer menentukan jangka waktu cicilan pinjaman, atau bagaimana manajer menentukan aset apakah harus dilakukan pemeliharaan atau melakukan penggantian baru. Selama tindakan diskresi dalam batas normal meningkatkan efisiensi penggunaan aset dan hutang dikelola dengan baik maka hal ini dapat ditoleransi oleh investor dalam menanamkan modalnya.

Pengaruh Mediasi Manajemen Laba

Hasil uji sobel menunjukkan nilai p value of sobel test menunjukkan nilai sebesar 0.109 > 0.05. Little et al., (2007) menyatakan bahwa dalam menjelaskan variabel mediasi terdapat 4 tipe yaitu full mediation, partial mediation, inconsistent mediation, no mediation. Berdasarkan model dan hasil penelitian menunjukkan tipe hubungan yang dimiliki adalah no mediation yang menyatakan bahwa manajemen laba tidak memiliki peran sebagai perantara dalam hubungan CSR terhadap nilai perusahaan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan meskipun laporan keuangan perusahaan mengandung nilai diskresi namun masih dapat ditolerir oleh investor terutama diskresi yang berhubungan dengan pengelolaan aset dan hutang, sehubungan dengan pengelolaan aset masih memerlukan kebijakan manajemen dalam menentukan umur

(17)

aset, ataupun keputusan untuk pemeliharaan maupun penggantian aset, begitupun dengan hutang yang membutuhkan kebijakan manajemen dalam menilai umur pinjaman jangka panjang yang akan diambil. Meskipun aset dan hutang mengandung diskresi tetapi dikelola dengan baik sehingga menghasilkan aset yang efisien dan hutang yang dikelola dengan baik sehingga investor akan tetap berinvestasi. Dengan demikian, manajemen laba tidak dapat memediasi pengaruh CSR terhadap nilai perusahaan.

Pengaruh Moderasi Kepemilikan Keluarga

Hasil pengujian interaksi CSR x kepemilikan keluarga terhadap manajemen laba negatif signifikan, sebaliknya pengaruh kepemilikan keluarga terhadap manajemen laba tidak signifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Lopez-Gonzales et al.

(2019). Sharma et al., (1981) menjelaskan bahwa dalam variabel moderasi terdapat 4 tipe: Pure Moderator, Quasi Moderator, Predictor Moderator, Homologiser Moderator. Berdasarkan model dan hasil pengujian dapat disimpulkan hubungan moderasi dalam penelitian ini merupakan tipe moderasi murni (Pure Moderator) yang menunjukkan kepemilikan keluarga melemahkan tindakan manajemen laba yang timbul dari kegiatan CSR. Hal ini disebabkan perusahaan kepemilikan keluarga mengutamakan reputasi kelompoknya sebagai pemilik dan bahwa kehilangan reputasi ini lebih buruk dibandingkan kerugian finansial, juga memberikan hukuman bagi tindakan yang akan mengancam reputasi maka keluarga sebagai pemilik akan memberikan kontrol yang ketat dalam pengungkapan CSR sehingga dapat menekan tindakan oportunistik manajemen laba.

Peran Integrasi Manajemen Laba dan Kepemilikan Keluarga

Hasil uji sobel menunjukkan nilai p value of sobel test menunjukkan nilai sebesar 0.133 > 0.05 yang menyatakan bahwa manajemen laba tidak memiliki peran sebagai perantara dalam interaksi CSR dan kepemilikan keluarga terhadap nilai perusahaan.

Hal ini mengindikasikan penurunan praktik manajemen laba dengan adanya pengambilan keputusan kebijakan kepemilikan keluarga dalam praktik pengungkapan CSR ini tidak dapat menjadi mekanisme untuk memengaruhi tingkat kepercayaan investor dalam menanamkan modalnya terhadap perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa investor tidak semata-mata menilai perusahaan dari besar kecilnya manajemen laba yang tercermin dengan nilai discretionary accrual namun melihat dari seberapa efisien penggunaan aset dan hutang perusahaan dalam menghasilkan laba meskipun mengandung nilai diskresi selama dalam batasan tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan keinformatifan nilai laba sendiri, maka investor akan mengambil keputusan untuk berinvestasi.

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan pengujian dan analisis data yang telah dilakukan, maka kesimpulan penelitian ini adalah ditemukannya CSR memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, Di sisi lain manajemen laba terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, tetapi manajemen laba tidak berperan dalam memediasi CSR terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan keluarga dalam praktik CSR memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, namun dalam

(18)

peran gabungan kepemilikan keluarga dan manajemen laba tidak ditemukan pengaruh terhadap hubungan CSR pada nilai perusahaan. Hal ini menunjukkan besaran pengaruh kepemilikan keluarga gagal menjadi mekanisme yang memengaruhi nilai perusahaan jika ditinjau dari pengaruh tingkat manajemen laba. Hal ini disebabkan meskipun kepemilikan keluarga memiliki kontrol yang efektif untuk menekan terbentuknya tindakan oportunistik manajemen laba dari pengungkapan CSR oleh karena perusahaan kepemilikan keluarga tidak hanya mementingkan aspek ekonomi tetapi juga sosial dan lingkungan sehingga dengan adanya kontrol keluarga dapat memberikan kontribusi kepada stakeholder. Namun jika ditinjau dari tingkat discretionary accrual maka tidak dapat menjamin hal tersebut akan memengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi, sehubungan dengan menurut (Watts, 1986) menyatakan bahwa manajemen laba di satu sisi digunakan untuk tindakan oportunistik manajer, namun di sisi lain juga untuk meningkatkan keinformatifan nilai laba. Dengan demikian dapat disimpulkan meskipun mengandung nilai diskresi terutama dalam komponen aset dan hutang sehubungan dengan komponen ini membutuhkan kebijakan manajer dalam batasan tertentu, maka ketika investor melihat bahwa hal ini dikelola dengan efisien hal ini akan tetap mendorong keputusan investasi.

Implikasi

Implikasi Teoretis

Implikasi teoretis penelitian ini menguatkan teori SEW yang dikemukakan oleh Gomez-Mejia, (2007) menyatakan perusahaan dengan kepemilikan keluarga bersedia menerima risiko terkait kegagalan keuangan yang jauh lebih buruk daripada risiko kehilangan kendali keluarga, karena motivasi utama pemilik melestarikan kekayaan sosial-emosional adalah hal yang mereka anggap paling rasional. Perusahaan keluarga menganggap reputasi, identitas, dan kontrol mereka lebih penting dibandingkan dengan keuntungan finansial yang mereka dapatkan, sehingga ketika manajer melakukan tindakan yang membahayakan, maka keluarga sebagai pemilik akan menekan tindakan tersebut dan memberi hukuman pada manajer. Sehubungan dengan teori, ini menjadi dasar kuat bagi perusahaan kepemilikan keluarga memberikan kontrol terutama dalam aspek sosial-emosional dibandingkan aspek finansial sehingga memberikan kontribusi terhadap stakeholder untuk menghindari dampak praktik manajemen laba.

Implikasi Manajerial

Hasil penelitian ini memberikan implikasi praktis bagi investor dalam melakukan pengambilan keputusan investasi pada perusahaan keluarga sehubungan dengan kepemilikan keluarga cenderung terkonsentrasi pada satu perusahaan sehingga kepemilikan ini akan membangun hubungan baik untuk mewariskan bisnisnya ke generasi selanjutnya. Maka perusahaan ini tidak akan melakukan tindakan yang merugikan pihak stakeholder seperti tindakan oportunistik untuk menguntungkan pihak internal perusahaan sehingga menjaga reputasinya dan juga karena mengembalikan reputasi yang telah rusak itu bukanlah hal yang mudah.

Bagi perusahaan khususnya perusahaan kepemilikan keluarga dapat mempertahankan kontrol efektif terhadap pengelolaan operasional perusahaan memperhatikan keseluruhan aspek tidak hanya aspek finansial namun juga melestarikan kekayaan sosial-emosional yang terbukti menekan tindakan oportunistik yang akan merugikan dengan merusak reputasi perusahaan. Juga bagi perusahaan non- keluarga dapat menjadi sebuah contoh yang baik dalam pengelolaan untuk tidak

(19)

semata-mata mengejar aspek finansial tetapi perusahaan harus menyeimbangkannya dengan aspek sosial dan lingkungan sehingga perusahaan dapat membangun hubungan lebih baik terhadap stakeholder.

Keterbatasan

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak konstannya error yang menunjukkan data tidak normal hal ini karena minimnya data sampel akibat data tidak lengkap mengenai variabel penelitian yaitu pengungkapan CSR. Pengungkapan CSR yang berbeda di masing-masing perusahaan sehubungan dengan seberapa rinci perusahaan dalam mengungkapkan kegiatan CSRnya, dan juga perbedaan ukuran perusahaan yaitu adanya perusahaan skala besar, menengah, dan kecil yang dapat ditinjau dari total aset dan kemudahan dalam mendapatkan investasi di mana perbedaan ini dapat memengaruhi besarnya varians dari nilai perusahaan mengingat perusahaan yang berada di bursa efek memuat semua jenis skala perusahaan.

Saran Untuk Penelitian Selanjutnya

Berikut beberapa saran untuk penelitian selanjutnya:

1. Menambah tahun pengamatan yang lebih panjang. Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan dapat mewakili kondisi perusahaan yang ada secara keseluruhan.

2. Memfokuskan penelitian pada lini bisnis perusahaan yang memiliki kesamaan.

3. Mempertimbangkan penambahan variabel kontrol seperti ukuran perusahaan, sehingga penggunaan variabel kontrol ini dengan tujuan dapat menyamakan karakteristik sampel agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Chih,H.L,Shen, C. ., & Kang, F. C. (2008). Corporate social responsibility, investor protection, and earnings management: Some international evidence. Journal of Business Ethics, 79(1-2), 179–198.

Christiawan, Y., & Tarigan, J. (2007). Kepemilikan Manajeral: Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 9(No 1, 1-8).

Cooper, P. W. (2014). Survey Bisnis Kelua.

Dechow, P. M., Sloan, R. G., & Sweeney, A. P. (1995). Detecting earnings management. Accounting Review, 193–225.

Donaldson, T., & E, P. L. (1995). The Stakeholder Theory of the Corporation:

Concepts, Evidence, and Implication. Academy of Management Review, 20 (1), 65–91.

Elkington, J. (1998). Partnerships from cannibals with forks: The triple bottom line of 21st‐century business. Environmental Quality Management, 8(1), 37–51.

Faccio, M., & Lang, L. H. (1984). The ultimate ownership of Western European corporations. Journal of Financial Economics, 65(3), 365–395.

Freeman, R. E. (2019). Kronologi Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia Hingga

Kena Sanksi. Okezone.Com.

https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072245/kronologi-kasus- laporan-keuangan-garuda-indonesia-hingga-kena-sanksi

Gaio, C., & Raposo, C. (2011). Earnings quality and firm valuation: international evidence. Accounting & Finance, 51(2), 467–499.

Gómez-Mejía, L. R., Haynes, K. T., Núñez-Nickel, M., Jacobson, K. J., &

MoyanoFuentes, J. (2007). Socioemotional wealth and business risks in family-

(20)

controlled firms: Evidence from Spanish olive oil mills. Administrative science quarterly, 52(1), 106-137.

Handler, W. C. (1990). Succession in family firms: A mutual role adjustment between entrepreneur and next generation family members. Entrepreneurship: Theory and Practice, 15 (1), 37–51.

Keraf, S. (1998). Etika Binis. In (Tuntutan dan Relevansinya).

La Porta, R., Lopez‐de‐Silanes, F., & Shleifer, A. (1999). Corporate ownership around the world. The Journal of Finance, 54(2), 471–517.

Little, T. D., Card, N. A., Bovaird, J. A., Preacher, K. J., & Crandall, C. S. (2007).

Structural equation modeling of mediation and moderation with contextual factors.

Modeling Contextual Effects in Longitudinal Studies, 1, 207–230.

Marjani, A. T., & Puspitosarie, E. (2013). Earning Management Terhadap Nilai Perusahaan, Dengan Corporate Governance Sebagai Moderating Jurnal Manajemen dan Akuntansi. Jurnal Manajemen Dan Akuntansi, 2(3).

Prior, D., Surroca, J., & Tribó, J. A. (2008). Are socially responsible managers really ethical? Exploring the relationship between earnings management and corporate social responsibility. corporate governance. An International Review, 16(3).

Saeed, A., Hashmi, A. M., & Javid, A. Y. (2019). Corporate Social Responsibility and Earnings Management: The Moderating Role of Family Ownership. Abasyn University Journal of Social Sciences, 12 (1).

Santoso, S. (2012). Panduan Lengkap SPSS Versi 20. PT Elex Media Komputindo.

Schipper, K. (1989). Earnings management. Accounting Horizons, 3(4), 91.

Schulze, W. S., Lubatkin, M. H., & R.Dino, N. (1981). Toward a theory of agency and altruism in family firms. Journal of Business Venturing, 18(3), 291–300.

Scott, W. R. (2000). Financial Accounting Theory (Issue 2). Prentice Hall.

Sharma, S., Durand, R. M., & Gur-Arie, O. (1981). Identification and analysis of moderator variables. Journal of Marketing Research, 18(3), 291–300.

Sudana, I. M. (2011). Manajemen Keuangan Perusahaan: Teori dan Praktek.

Erlangga.

Susanto, B. A. (2007). World Class Family Business: Membangun Bisnis Keluarga Berkelas Dunia. Mizan.

Ustman, Subekti, I., & Ghofar, A. (2016). nalisis Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan Sebelum dan Saat Implementasi IFRS.

Utami, W. (2005). Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas.

Simposium Nasional Akuntansi VIII_Solo : Universitas Mercu Buana.

Uyagu, B., & Dabor, A. O. (2017). Earnings Management and Corporate Social Responsibility. Romanian Economic Journal, 20(65).

Watts, R. L. & J. L. Z. (1986). Poritive Accounting Theory. Prentice-Hall, Englewood ChB, NJ.

Whetten, D. A., & Mackey, A. (2005). An identity-congruence explanation of why firms would consistently engage in corporate social performance. Working Paper.

Brigham Young University, Provo, UT.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Pasal 1 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981; upah adalah ”suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang

Hal tersebut sesuai dengan hasil struktur mikro untuk material tanpa pengerolan dengan arus pengelasan 80 Amper waktu 10 detik terdapat karbida krom yang menebal pada

Khusus untuk gerakan sosial yang ada di Negara Dunia Ketiga, seringkali berkaitan secara tidak langsung dengan pendekatan perubahan sosial yang dominan (mainstream approach),

Berdasarkan persamaan regresi diperoleh bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan budaya organisasi secara parsial terhadap kinerja dosen STMIK/AMIK Royal Kisaran

Daily Activity Plan (DAP) merupakan rencana pembelajaran yang dibuat oleh fasilitator untuk kegiatan pembelajaran siswa setiap harinya yang sudah berjalan di Sekolah Alam

Manakala Anda tidak mendapatkan teman untuk berbagi atau tidak ingin berbagi dengan teman Anda namun ingin mengeluarkan sampah batin, emosi negative Anda, maka

Penelitian mengenai Kinerja Keuangan dengan menggunakan metode regresi linier berganda pernah dilakukan oleh Dewa dan Ida dengan menggunakan variabel CAR, NPL dan LDR

Hasil analisis ko- respondensi menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola kecenderungan penyebaran penyakit menular tiap tahunnya, seperti penyakit diare di Kabupaten Gresik tahun 2009