• Tidak ada hasil yang ditemukan

The aim of this research w as to find out the effect of chicken broiler pituitary extract on latency time, fertilization rate and hatching rate in comet fish spawning

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "The aim of this research w as to find out the effect of chicken broiler pituitary extract on latency time, fertilization rate and hatching rate in comet fish spawning"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA AYAM BROILER TERHADAP WAKTU LATENSI, KEBERHASILAN PEMBUAHAN DAN PENETASAN PADA

PEMIJAHAN IKAN KOMET (Carassius auratus auratus)

EFFECT OF DONOR OF CHICKEN BROILER PITUITARY EXTRACT ON LATENCY TIME, FERTILIZATION RATE AND HATCHING RATE

OF COMET FISH (Carassius auratus auratus) SPAWNING Rizki Andalusia, A. Shofy Mubarak dan Yeni Dhamayanti

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Kampus C Jl. Mulyorejo – Surabaya, 60115 Telp. 031 -5992785

Abstract

Comet fish (Carassius auratus auratus ) is one of ornamental fish which has cultured in East Java. It is has been high and stabilizes market and demand. Comet fish spawning still conducted by natural spawning.

The aim of this research w as to find out the effect of chicken broiler pituitary extract on latency time, fertilization rate and hatching rate in comet fish spawning. Completely Random Design with four treatment and five replication were A (0 mg/kg), B (100 mg/kg), C (300 mg/kg) an d D (500 mg/kg). The main parameter data were latency time, fertilization rate and hatching rate.

The result of this research indicated that the effect of chicken broiler pituitary extract in different dosages was not significant to latency time of comet fish spawning. The chicken broiler pituitary extract could improve the fertilization rate of comet fish spawning with the highest value fertilization rate at dosage 500 mg/kg is 67,128% and the lowest value fertilization rate at dosage 0 mg/kg is 55,62%. The chicken broiler pituitary extract could improve the hatching rate of comet fish spawning with the highest value hatching rate at dosage 500 mg/kg is 63,354% and the lowest value hatching rate at dosage 0 mg/kg is 40,556%.

Key words : chicken pituitary extract, latency time, fertilization rate, hatching rate, Carassius auratus auratus

Pendahuluan

Ikan komet (Carassius auratus auratus) merupakan salah satu ikan hias yang banyak dibudidayakan di Jawa Timur. Hal ini disebabkan ikan komet memiliki pasa ran dan permintaan yang cukup tinggi serta relatif stabil.

Sayuti (2003) mengatakan pemijahan ikan komet dapat terjadi dalam waktu semalam sampai malam berikutnya setelah induk betina dan jantan dikumpulkan. Pemijahan buatan dapat dilakukan melalui aplikas i hormonal.

Salah satu pemijahan buatan dan aplikasi hormonal adalah hipofisasi.

Beberapa alternatif untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemijahan buatan tanpa harus mengorbankan ikan donor yaitu dengan menggunakan preparat hormonal seperti ovaprim, HCG (Human Chorionic Gonadotropin), LHRH (Luteinizing Hormone Releasing Hormone) dan PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin ). Namun harga yang mahal menyebabkan penggunaan hormon tersebut tidak ekonomis di kalangan petani ikan.

Indonesia adalah sala h satu negara terbesar penghasil ayam broiler khususnya di Jawa Timur. Hipofisa ayam broiler juga mempunyai aktivitas untuk mensekresi hormon gonadotropin (FSH dan LH). Studi imunologi menunjukkan tidak ada reaksi antagonis antara ekstrak hipofisa ikan mas dengan LH ayam (Burzawa-gerrad, 1971 dalam Sundararaj, 1981). Melalui penelitian ini diharapkan ekstrak hipofisa ayam broiler dapat digunakan sebagai bahan pengganti preparat hormonal yang saat ini harganya semakin mahal.

Jarigau (1992) dalam Fujaya (2002) telah mencoba menggunakan hipofisa ayam untuk mempercepat masa laten pemijahan ikan lele. Dosis yang digunakan adalah 800 mg/kg berat badan resipien. Eksperimen yang dilakukan oleh Masrizal (2002) menunjukkan kelenjar hipofisa ayam broiler dapat mempercepat waktu laten pemijahan induk ikan lele dumbo, meningkatkan prosentase ovulasi, tingkat kematangan telur, fertilitas telur, daya tetas telur serta survival rate.

(2)

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana respon pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap waktu latensi , keberhasilan pembuahan dan penetasan pada pemijahan ikan komet ( Carassius auratus auratus).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap waktu latensi, keberhasilan pembuahan dan penetasan pada pemijahan ikan komet.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari 2007, bersifat eksperimental dan bertempat di Laboratorium Pendidikan Perikanan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, Ja wa Timur.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain kolam penampung induk komet, filter, akuarium penetasan telur, aerator, kakaban, saringan, mikroskop, objek glass, pinset, appendorf, spuit, pisau, pisau bergerigi, timbangan, pH pen, alat ti trasi DO (pipet, botol Winkler 119 ml, pipet buret), thermometer, kertas tisu dan counter.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain induk ikan komet jantan dan betina yang telah matang gonad, sperma dan telur dari induk ikan komet yang telah matang gonad, ekstrak hipofisa ayam broiler (pada umur konsumsi yaitu ± 40 hari), air media, NaCl Fisiologis, malachite green, pakan untuk pemeliharaan induk ikan komet yang telah matang gonad dan bahan titrasi DO (larutan MnSO4, larutan Alkali Iodida, Asam Sulfat pekat, larutan Natrium Tiosulfat 0,02 N dan larutan amylum).

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan dosis penyuntikan yaitu 100, 300, 500 mg kelenjar hipofisa ayam broiler/kg berat badan ikan komet dan kontrol.

Masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan dengan rasio jantan betina 2:1.

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah waktu latensi, keberhasilan pembuahan dan penetasan. Penempatan ulangan ke dalam perlakuan dilakukan secara acak dengan metode lotre.

Waktu latensi dihitung mulai dari awal penyuntikan ekstrak hipofisa ayam broiler sampai terjadi ovulasi (pengeluaran sel telur).

Keberhasilan pembuahan dan penetasan akan dihitung menurut rumus seperti yang te lah ditulis oleh Mukti dkk. (2001) sebagai berikut :

Parameter penunjang pada penelitian ini meliputi kualitas air yang digunakan sebagai media penetasan telur ikan komet antara lain suhu, pH dan oksigen terlarut yang diukur pada saat inkubasi telur. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Anova (Analysis of Variant) RAL (Rancangan Acak Lengkap). Apabila terdapat perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda Duncan untuk mengetahui perbedaan anta ra perlakuan satu dengan perlakuan yang lainnya. Taraf kesalahan yang digunakan yaitu 5% (Kusriningrum, 1989).

Hasil Dan Pembahasan

Identifikasi dan pengambilan kelenjar hipofisa ayam broiler

Pengambilan kelenjar hipofisa dilakukan dengan cara memotong ke pala ayam dari arah hidung ke bagian otak. Kelenjar hipofisa terletak di bagian bawah otak, sehingga sebel um mengangkat kelenjar hipofisa, terlebih dahulu mengangkat otak. Kelenjar hipofisa diangkat menggunakan pinset dan ditempatkan pada appendorf.

Seleksi calon induk ikan dan pengamatan awal telur ikan komet

Induk ikan dipilih yang tidak cacat fisik, gerakan lincah, tidak terjangkit penyakit dan yang paling utama adalah sudah m atang gonad, terlihat dari bentuk perutnya besar dan jika diraba terasa lunak serta bila di stripping kearah lubang urogenitalnya (alat kelamin) akan keluar butir-butir telur yang berwarna kuning muda.

Ciri induk jantan yang sudah siap memijah yaitu bila perutnya di urut kearah lubang urogenitalnya, keluar cairan berwarna putih yaitu sperma (Muslim, 2004).

Waktu Latensi

Hasil rata-rata penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler tidak berbeda nyata dari semua

FR = ∑ TT x 100 %

∑ TT + ∑ TTT dimana :

FR = keberhasilan pembuahan

∑ TT = jumlah telur terbuahi

∑ TTT = jumlah telur tidak terbuahi

HR = ∑ TM x 100 %

∑ TT

HR = keberhasilan penetasan

∑ TM = jumlah telur menetas

∑ TT = jumlah telur terbuahi

(3)

perlakuan terhadap waktu latensi pemijahan ikan komet. Waktu latensi tercepat diperoleh hanya dari perlakuan kontrol (0 mg/kg) yaitu yang ovulasinya terjadi pada ± 10 jam setelah penyuntikan. Pada perlakuan lainnya ovulasi terjadi 34 – 35 jam setelah penyuntikan . Keberhasilan Pembuahan

Hasil rata-rata penelitian ini menunjukkan bahwa pada perlakuan D (500 mg/kg) memberikan keberhasilan pembuahan tertinggi yaitu 67,128% sedangkan hasil keberhasilan pembuahan terendah pada perlakuan A (0 mg/kg) yaitu 55,62% (Tabel 2).

Pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan perbedaan yang nyata terhadap keberhasilan pembuahan. (Tabel 2.) keberhasilan pembuahan tertinggi pada perlakuan D (67,128%) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (64,286%) dan keberhasilan pembuahan

terendah pada perlakuan A (55,62%) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B (56,702%).

Dosis 100 mg/kg ekstrak hipofisa ayam broiler belum menampakkan pengaruh yang nyata pada keberhasilan pembuahan. Pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap keberhasilan pembuahan mulai terlihat pada dosis 300 mg/kg sampai pada dosis 500 mg/kg.

Keberhasilan Penetasan

Pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap keberhasilan penetasan pada pemijahan ikan komet. Nilai rata-rata keberhasilan penetasan tertinggi terdapat pada perlakuan D (500 mg/kg) yaitu 63,354%, sedangkan nilai rata -rata keberhasilan penetasan terendah pada perlakuan A (0 mg/kg) yaitu 40,556% (Tabel 3.).

Tabel 1. Data hasil pengamatan respon pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap waktu latensi pemijahan ikan komet (Carassius auratus auratus)

Perlakuan Rata-rata (jam)

A ( 0 mg/kg ) 28,932 ± 9,365

B (100 mg/kg) 36,162 ± 0,321

C (300 mg/kg) 35,910 ± 0,212

D (500 mg/kg) 35,826 ± 0,100

Tabel 2. Hasil rata-rata penelitian dan hasil uji jarak Duncan respon pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap keberhasilan pembuahan

Perlakuan Rata-rata (%)

A ( 0 mg/kg ) 55,620co ± 8,477

B (100 mg/kg) 56,702 bc ± 4,684

C (300 mg/kg) 64,286 ab ± 1,934

D (500 mg/kg) 67,128ao ± 4,790

Keterangan : a, ab, bc, c superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).

Tabel 3. Hasil rata-rata penelitian dan hasil uji jarak Duncan respon pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler terhadap keberhasilan penetasan

Perlakuan Rata-rata (%)

A ( 0 mg/kg ) 40,556c ± 5,073

B (100 mg/kg) 41,196c ± 4,085

C (300 mg/kg) 54,498b ± 3,208

D (500 mg/kg) 63,354a ± 4,288

Keterangan : a, b, c, c superskrip yang berbeda p ada kolom yang sama menunjukkan perbe daan yang sangat nyata (p<0,05)

(4)

Perlakuan D (63,354%) berbeda nyata dengan perlakuan A (40,556%) dan perlakuan B (41,196%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampai pada dosis 100 mg/kg ekstrak hipofisa ayam broiler belum menampakkan pengaruh yang nyata pada keberhasilan penetasan, adanya respon ekstrak hipofisa ayam broiler mulai ditunjukkan pada dosis 300 mg/kg dan keberhasilan penetasan tertinggi pada dosis 500 mg/kg.

Data kualitas air penelitian ini meliputi suhu 26 – 28 °C, pH 7,4 – 7,8 dan oksigen terlarut 3,8 – 5,7 mg/lt.

Pembahasan

Di Indonesia, hipofisasi telah umum dilakukan dengan menggunakan ekstrak kelenjar hipofisa ikan yang sejenis maupun tidak sejenis. Namun, hipofisa donor tidak hanya berasal dari ikan tetapi dapat juga digunakan dari kelenjar hipofisa ayam (Fujaya, 2002).

Studi imunologi menunjukkan tidak ada reaksi antagonis antara ekstrak hipofisa ikan mas dengan LH ayam (Burzawa -gerrad, 1971 dalam Sundararaj, 1981). Reeves (1983) menunjukkan adanya kesamaan struktur asam amino LH RH antar Spesies. Dimana LH -RH mamalia, ayam dan ikan salmon maupun Catfish memiliki keidentikan (Tabel 4.).

Ikan komet termasuk dalam satu klas ikan, berdasarkan Tabel 4. tingkat kesamaan LHRHnya sangat tinggi dengan LHRH ayam II.

Pada salmon mempunyai urutan asam amino (pyroGlu, His, Trp, Ser, Tyr, Gly, Trp, Leu, Pro, GlyNH4), sedangkan pada ayam terdapat 2 tipe yaitu chicken I (pyroGlu, His, Trp, Ser, Tyr, Gly, Leu, Gln, Pro, GlyNH4) dan chicken II (pyroGlu, His, Trp, Ser, His, Gly, Trp, Tyr, Pro, GlyNH4). Walaupun ada perbedaan pada asam amino nomor 5, 7, 8 namun tidak menunjukkan

reaksi antagonis antara LHRH salmon dan LHRH ayam (Folkers et.al., 1985). Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Jarigau (1992) dalam Fujaya (2002), yang melaporkan peningkatan persentase kematangan telur dan mempercepat masa laten pemijahan pada ikan lele dumbo dengan mengunakan hipofisa ayam.

GnRH salmon dan GnRH ayam dapat merangsang produksi GTH pada ikan mas (Carassius auratus) walaupun keduanya menggunakan jalur sinyal transduksi yang berbeda. Hal ini berbeda dengan GnRH mamalia yang mempunyai aksi antagonis terhadap GnRH salmon dan GnRH ayam (Murthy et al., 1994; Trudeau, 1997).

Terjadinya pemijahan ikan komet pada penelitian ini menunjukkan tidak adanya reaksi antagonis antara Gonadotropin ikan dan Gonadotropin ayam.

Hipofisasi dengan ekstrak hipofisa ayam broiler memberikan efek positif berupa ovulasi.

Pemijahan terjadi 34 – 35 jam setelah penyuntikan ekstrak hipofisa ayam broiler.

Kemampuan ovulasi ikan pada perlakuan hormonal sangat berkaitan dengan penggunaan dosis yang efektif untuk tiap spesies. Ovulasi terjadi apabila vitelogenesis telah sempurna. Fujaya (2002) menjelaskan vitelogenesis dipengaruhi oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa vertebrata. Kelenjar ini merupakan kelenjar utama penghasil hormon, yang salah satunya adalah gonadotropin. Gonadotropin terdiri atas FSH (Follicle Stimulating Hormone ) dan LH (Luteinizing Hormone). Keduanya bekerja sama merangsang pematangan folikel dan pelepasan estrogen pada individu betina serta merangsang pelepasan androgen oleh sel - sel interstitial pada individu jantan untuk mematangkan sperma, estrogen berfungsi merangsang proses vitelogenesis pada betina.

Tabel 4. Perbandingan LH RH antar klas (Reeves, 1983 dan Folkers et.al., 1985).

Struktur asam amino Spesies

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sheep,pig,

frog pyroGlu His Trp Ser Tyr Gly Leu Arg Pro GlyNH2

Chiken I 1 2 3 4 5 6 7 Gln 9 10

Chicken II 1 2 3 4 His 6 Trp Tyr 9 10

Salmon,

Cod Fish 1 2 3 4 5 6 Trp Leu 9 10

(5)

Hipofisasi dengan ekstrak hipofisa ayam broiler tidak berpengaruh terhadap waktu latensi, lamanya waktu latensi pada pemijahan ikan komet ini diduga karena rendahnya kandungan LH, mengingat ayam broiler yang digunakan sebagai donor masih sangat muda (berumur 40 hari) dengan aktivitas reproduksi yang rendah dan dalam masa penyempurnaan organ reproduksi.

Hipofisasi dengan ekstrak hipofisa ayam broiler dapat meningkatkan keberhasi lan pembuahan pada pemijahan ikan komet, keberhasilan pembuahan tertinggi pada perlakuan D (500 mg/kg) 67,128%.

Keberhasilan pembuahan sangat dipengaruhi oleh banyaknya telur yang mengalami pematangan, tingginya konsentrasi hormon sampai pada konsentrasi t ertentu dapat meningkatkan persentase telur yang matang, hanya telur yang mengalami maturasi (GVBD) yang dapat terfertilisasi (Zairin, 2003).

Woynarovich dan Horvath (1980) mengatakan bahwa keberhasilan pembuahan sangat ditentukan oleh kualitas telur, spe rma, media dan penanganan manusia. Subagyo dkk.

(1992) menambahkan bahwa penanganan yang salah dan terlalu kasar dapat mengakibatkan ikan stres dan lemah sehingga dapat menurunkan kualitas telur dan sperma.

Hipofisasi dengan ekstrak hipofisa ayam broiler dapat meningkatkan keberhasilan penetasan pada pemijahan ikan komet, keberhasilan penetasan tertinggi didapatkan pada perlakuan D (500 mg/kg) 63,354%.

Prosentase penetasan ikan berkisar antara 50 – 80 % (Richter dan Rustidja, 1985). Tingkat penetasan telur berhubungan erat dengan keberhasilan pembuahan. Oyen et al. (1991) mengatakan keberhasilan penetasan selalu ditentukan oleh keberhasilan pembuahan, kecuali jika ada faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Masrizal dan Efrizal (1997) melaporkan bahwa keber hasilan penetasan akan menurun dengan semakin menurunnya keberhasilan pembuahan atau sebaliknya keberhasilan penetasan akan meningkat dengan semakin meningkatnya keberhasilan pembuahan.

Keberhasilan penetasan juga didukung oleh kondisi bak penetasan ata u lingkungan media yaitu air. Kualitas air yang mempengaruhi penetasan meliputi oksigen, suhu dan pH. Seringkali terjadi beberapa telur mati setelah periode singkat perkembangan, yaitu fase morula atau sebelum penutupan blastopor. Kekurangan oksigen merup akan penyebab kematian telur pada fase ini.

Ketidaksesuaian suhu juga dapat menyebabkan

kematian terutama pada fase perkembangan embrio. Pada awalnya telur tampak sehat dan berkembang, namun pada perkembangan selanjutnya telur menjadi berwarna putih dan kusam, sedangkan telur yang sehat akan berkembang menjadi transparan atau jernih (Masithah dan Alamsjah, 2002; Rustidja, 20 04).

Pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler tidak dapat mempercepat waktu latensi tetapi dapat meningkatkan keberhasilan pembuahan dan penetasan, hal ini dikarenakan adanya penambahan hormon melalui pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler dapat meningkatkan keseragaman kematangan telur pada ikan komet sehingga jumlah telur yang matang semakin banyak. Semakin banyak jumlah telur yang matang maka semakin banyak pula telur yang dapat berhasil dibuahi sehingga mak in banyak pula telur yang menetas menjadi larva ikan.

Hasil analisa kualitas air menunjukkan bahwa semua parameter kualitas air memenuhi syarat untuk pemijahan dan penetasan ikan komet (Carassius auratus auratus) . Suhu berkisar 26 – 28 °C, pH 7,4 – 7,8 dan oksigen terlarut 3,8 – 5,7 mg/lt.

Kondisi ini sangat mendukung proses pemijahan dan penetasan telur ikan komet sesuai dengan pendapat Sudradjat (1996) suhu yang optimal untuk perkembangan embrio pada iklim tropis adalah berkisar 24 – 29 °C, pH 6 – 8 (www.wikipedia.org, 2006). Pembelahan sel memerlukan suasana lingkungan yang optimal.

Banyak faktor yang mempengaruhi pembelahan, tetapi yang penting adalah suhu dan pH lingkungan (Yatim, 1990 dan Effendie, 1997). Kraak dan Pankhurst (1997) menjelaskan suhu yang lebih tinggi berpotensi untuk mempengaruhi pembebasan GnRH pada sekresi gonadotropin dari kelenjar hipofisa, mempengaruhi aksi gonadotropin pada produksi steroid gonad dan mempengaruhi estradiol 17β pada produksi vitelogenin di dalam hepar.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Pemberian ekstrak kelenjar hipofisa ayam broiler tidak berpengaruh terhadap waktu latensi pada pemijahan ikan komet ( Carassius auratus auratus). Pemberian ekstrak kelenjar hipofisa ayam broiler pada dosis 500 mg/kg dapat meningkatkan keberhasilan pembuahan dan penetasan pada pemijahan ikan komet (Carassius auratus auratus).

Saran

Pemberian ekstrak hipofisa ayam broiler pada dosis 500 mg/kg berat badan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keberhasilan

(6)

pembuahan dan penetasan pada pemijahan ikan komet.

Daftar Pustaka

Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan.

Yayasan Pustaka Nusatama. Bogor.

39 – 71 hal.

Folkers, K., Bowers, C.Y., Tang, P.F. and Kubota, M. 1985. Decapeptides as Effective Agonists from L-amino Acid Biologically Equivalent to The Luteinizing Hormone -Releasing Hormone. Vol. 82, Februari 1985.

Medical Sciences. Proc.Natl.Acad.Sci.

USA. pp. 1070-1074.

Fujaya, Y. 2002. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan.

Dirjen Dikti Depdiknas. Hal 173 – 180.

Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Biological Problems in Water Pollution. PHS. Publ. No.999 -WP-25.

160-167 pp. In: Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana Vol.XXX, No.3,2005:21-26. Bidang Dinamika Laut Pusat Penelitian Oseanografi -LIPI.

Jakarta. Hal 21-26.

Kraak, G. and N.W. Pankhurst. 1997.

Temperature Effect on T he Reproductive Performance of Fish.

Cambridge University Press. p.159 – 176. dalam: Herianti, I. 2005. Rekayasa

Lingkungan untuk Memacu

Perkembangan Ovarium Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Oseanologi dan Limnologi No. 37:25 -41. Balai Pengkajian Teknologi P ertanian Jawa Tengah. 9 hal.

Kusriningrum, R. 1989. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Masithah, E.D. dan Alamsjah, M.A. 2002.

Penggunaan Ovaprim dalam Pemijahan Buatan untuk Meningkatkan Ovulasi Ikan Mas Punten (Cyprinus carpio L.).

Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Surabaya.

Masrizal, A., 2002. Teknik Hipofisasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell) dengan menggunakan Kelenjar Hipofisa Ayam Broiler. Lembaga Pe nelitian Universitas Andalas.

Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh Rasio Pengenceran Mani Terhadap Fertilitas

Sperma dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio). Fish J. Garing 6 (1):

1 – 9.

Mukti, A.T., Rustidja, Sutiman, B.S. dan Djati, M.S. 2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Biosain Jurnal Ilmu-ilmu Hayati I. Hal 111-123.

Murthy, C.K., Turner, R.J., Wong, A.O., Rao, P.D., Rivier, J.E. and Peter, R.E. 1994 . Differential actions of a mammalian gonadotropin-releasing hormone antagonist on gonadotropin-II and growth hormone release in goldfish (Carassius auratus). Department of Zoology, University of Alberta,

Edmonton. Canada.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/quer y.fcgi?itool=abstractplus&db=pubmed

&cmd=Retrieve&dopt=abstractplus&lis t_uids= 8084380. 1pp.

Muslim. 2004. Teknik Kawin Suntik Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dengan Menggunakan Ekstrak Hipofisa.

Majalah sriwijaya, Vol. 39, No. 3, Desember 2004. Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya. Hal 37 -41.

Oyen, F.G.F., L.F.C.M.M. Camps and E.S.W.

Bongo. 1991. Effect on Acid Stress on Embrionic Development of Common Carp (Cyprinus carpio). Aquaculture, 19: 1-12. In: Muhammad, Hamzah, S.

dan Irfan A. 2001. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar Hipofisa Terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Ika n Betok (Anabas testudineus Bloch). Sci&tech, Vol 2 No. 2 Agustus: 14-22. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Reeves, I.J. 1985. Endocrinology of Reproduction. p. 92 -93. In:

Anonymous. 1997. Report on Endocrine Techniques in Aquaculture. Argen Laboratories Press. Redmond.

Washington. USA.

Richter, C.J.J. dan Rustidja. 1985. Pengantar

Ilmu Reproduksi Ikan.

Nuffic/Unibraw/Luw/Fish. Malang. 83 hal.

Rustidja. 2004. Pemijahan Buatan Ikan -ikan Daerah Tropis. Bahtera Press. Malang.

178 hal.

Sayuti. 2003. Budidaya Koki: Pengalaman dari Tulungagung. Agmedia Pustaka. Jakarta.

95 hal.

Subagyo. Asih, S., Idris, D. dan Jangkaru, Z.

1992. Pengujian Hormon dalam Tablet pada Pengalihan Kelamin Ikan Nila

(7)

(Oreochromis niloticus). Bulletin Penelitian Perikanan Darat. Vol. 11. No.

2, Juni 1992. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor. Hal. 65 - 73.

Sudradjat, Achmad. 1996. The Effect of Salinity, Temperature and Gamete Density on The Embrionic Development of The Slipper Oyster, Crassostrea iredalei Faustino. IFR Journal Vol.II No.1. Researcher of Central Research Institute for Fisheries. Jakarta. 9 hal.

Sundararaj, B.I. 1981. Reproduction Physiology of Teleost Fishes. United Nations Development Programme. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome. 80 pp.

Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44,4, 379 -406 pp. In: Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.

Oseana Vol. XXX, No.3,2005:21 -26.

Bidang Dinamika Laut Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Jakarta. Hal 21-26.

Trudeau, V.L. 1997. Neuroendocrine regulation of gonadotrophin II release and gonadal growth in the goldfish ( Carassius auratus).

Department of Zoology, University of

Aberdeen. UK.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/quer y.fcgi?itool=abstractplus&db=pubmed

&cmd=Retrieve&dopt=abstractplus&lis t_uids=9414466. 1 pp.

Woynarovich, E. dan Horvath, L. 1980. The Artificial Propagation of Warmwater Finfishes. A Manual for Externsion, FAO. 185 p.

www.wikipedia.org. 2006. Goldfish.

http://en.wikipedia.org/wiki/Goldfish. 1 pp.

Yatim, W. 1990. Reproduksi dan Embryologi.

Penerbit Tarsito. Bandung. 330 hal.

Zairin, M. 2003. Endokrinologi dan Perannya bagi Masa Depan Perikanan Indonesia.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor. 45 hal.

Referensi

Dokumen terkait