• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mentari Dwi Gayati, Untung Yuwono. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Mentari Dwi Gayati, Untung Yuwono. Abstrak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Kesantunan dan Tindak Mengancam Muka Peserta dan Moderator dalam Tayang Bincang Indonesia Lawyers Club Episode

“Denny: Advokat Koruptor=Koruptor”

Mentari Dwi Gayati, Untung Yuwono

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini menganalisis strategi kesantunan yang diterapkan Karni Ilyas dan peserta acara dalam tayang bincang Indonesia Lawyers Club Episode “Denny: Advokat Koruptor=Koruptor”. Tujuannya adalah mengetahui strategi kesantunan yang digunakan oleh Karni Ilyas sebagai moderator dan peserta ILC lainnya untuk menjaga dan melindungi „muka‟ dari tindak mengancam muka. Hasil penelitian ini adalah dalam penggunaan strategi kesantunan tersebut, dapat menimbulkan tindak mengancam muka yang lain kepada lawan bicara. Tindak mengancam muka tersebut dipengaruhi oleh perbedaan posisi dalam berargumentasi, yakni afirmatif, negatif, dan moderator. Kesimpulan yang didapat dari analisis tersebut adalah moderator menerapkan tindak mengancam muka dengan intensitas lebih tinggi daripada peserta acara yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh faktor kuasa antara penutur dan lawan tutur. Dalam acara ini, moderator memiliki kuasa yang lebih tinggi dalam mengendalikan acara.

Kata kunci: Strategi kesantunan; tindakan mengancam muka; posisi dalam berargumentasi; moderator; dan faktor kuasa

Politeness Strategies and Face Threatening Acts of Participants and Moderator in Indonesia Lawyers Club Talkshow Episode “Denny: Advokat Koruptor=Koruptor”

Abstract

This thesis analyzes the politeness strategies that are applied by Karni Ilyas and participants in the talk show Indonesia Lawyers Club Episode "Denny: Advokat Koruptor= Koruptor". The goal is to determine the politeness strategies used by Karni Ilyas as ILC moderator and other participants to maintain and protect the 'face' from face threatening acts (FTA). The result of this study is that the use of the politeness strategies may impact another face threatening acts to the other person. The face threatening acts are influenced by differences in the position of arguing, such as affirmative, negative, and moderator. The conclusion of the analysis is that the moderator applies the face threatening acts with a higher intensity than the other participants. This is due to the factor of the power between the speakers and the opponents. In this talk show, the moderator has a higher power in control of events.

Key words: Politeness strategies; face threatening act; the position of arguing; the moderator; and the power factor.

(2)

Pendahuluan

Kesantunan berbahasa merupakan satu dari beberapa aspek yang harus dipatuhi dalam kegiatan berkomunikasi. Kesantunan mengacu pada unsur-unsur bahasa (kalimat, kata atau ungkapan) yang digunakan (Chaer, 2010: 1). Akan tetapi, berbahasa secara santun tampaknya sudah jarang dipedulikan dewasa ini, baik oleh para elite politik, tokoh masyarakat, maupun oleh insan pers. Hal ini menjadi masalah yang seharusnya disadari oleh kita sebagai pengguna bahasa. Salah satu ketidaksantunan dalam berbahasa ditemukan dalam tayang bincang Indonesia Lawyers Club (selanjutnya disebut ILC) yang ditayangkan oleh TvOne.

Acara tayang bincang ILC merupakan sebuah acara yang berkonsep layaknya acara debat. Dalam acara ini, terjadi adu argumen antara pihak pro dan kontra terhadap masalah yang dibicarakan. Tiap-tiap pihak tentunya memiliki argumen yang dapat menjatuhkan pihak lawan. Tindak mengancam muka dapat dilakukan sebagai upaya mempertahankan argumen, mendukung atau menentang pihak lawan. Adapun tindak mengancam muka tersebut dipengaruhi oleh perbedaan posisi peserta dalam acara ini, yakni pihak afirmatif (pro), pihak negatif (kontra), dan moderator.

Dalam penelitian ini, penulis memilih tayang bincang ILC sebagai data analisis karena ILC adalah program unggulan TvOne yang sukses menarik perhatian pemirsanya.

Asumsi banyaknya tindak mengancam muka yang dilakukan oleh peserta ILC menjadi bahan pertimbangan dipilihnya acara ini sebagai data analisis.

Dari 83 episode yang sudah dihasilkan ILC, episode bertajuk “Denny: Advokat Koruptor = Koruptor” dipilih menjadi bahan penelitian ini. Dalam episode tersebut, hadir advokat-advokat ternama, seperti Otto Hasibuan (Ketua Persatuan Advokat Indonesia), Hotman Paris, dan Ruhut Sitompul. Ada pula perwakilan dari Peneliti Indonesia Corruption Watch serta Taufik Bahaudin selaku Pengamat Perilaku, yang dihadirkan untuk turut berdiskusi dalam acara ini.

Dalam diskusi tersebut, banyak advokat yang marah atas pernyataan Denny yang menilai advokat adalah seorang koruptor jika mereka membela kliennya yang juga terbukti melakukan tindakan korupsi. Atas penilaian yang tidak berdasar itu, advokat yang turut angkat bicara melampiaskan amarahnya dengan sindiran yang dilontarkan kepada Denny.

Perdebatan antara advokat dan perwakilan LSM pun juga terjadi dalam acara ini. Emosi dan adanya pemertahanan argumen membuat peserta ILC melakukan tindak mengancam muka dan strategi kesantunan yang diterapkan untuk melindungi “muka” yang terancam. Fakta ILC sebagai program unggulan dalam kategori tayang bincang dan banyaknya tindak mengancam

(3)

muka yang dilakukan peserta membuat ILC menarik untuk dikaji sebagai data penelitian kebahasaan dalam ruang lingkup pragmatik.

Perdebatan yang ditunjukkan dengan adu argumen di antara peserta dan moderator dapat mengakibatkan tindak mengancam muka. Strategi kesantunan diterapkan dalam tuturan untuk melindungi muka dari keterancaman. Perbedaan posisi antara peserta dan moderator tentunya memberikan pengaruh terhadap tindak mengancam muka yang ditimbulkan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis menyusun rumusan masalah sebagai berikut.

1. Strategi kesantunan apa saja yang diterapkan peserta dan moderator dalam tuturan yang diujarkan?

2. Tindak mengancam muka apa saja yang dilakukan peserta dan moderator dalam tuturan yang diujarkan?

3. Faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya tindak mengancam muka dalam pertuturan antarpeserta ILC dan moderator?

Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi data penelitian menjadi dua segmen yang dianalisis, yakni Segmen Satu dengan peserta acara O.C. Kaligis (untuk selanjutnya ditulis OK) dan Oce Madril (untuk selanjutnya ditulis OM) serta Segmen Dua dengan peserta acara Denny Indrayana (untuk selanjutnya ditulis DI). Penulis memilih kedua segmen tersebut karena dalam Segmen Satu dirasa cukup mewakili data tuturan peserta yang pro dan kontra terhadap pernyataan DI. Pemertahanan argumen antara pihak pro dan kontra berpotensi menimbulkan ancaman terhadap muka yang berbeda-beda. Sementara itu, Segmen Dua dipilih karena dalam segmen tersebut terdapat tuturan antara DI dengan Karni Ilyas (untuk selanjutnya ditulis KI). KI tentunya banyak memberikan pertanyaan dan tanggapan kepada Denny Indrayana sebagai pihak yang membuat pernyataan advokat koruptor.

Pertuturan dalam acara tayang bincang ILC dibahas dari segi pragmatik. Ruang lingkup kajian pragmatik cukup luas. Namun, pada penelitian ini, penulis berfokus pada kajian pragmatik yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap sebuah pertuturan, yaitu tindak tutur, tindak mengancam muka, dan strategi kesantunan. Perbedaan posisi dalam acara, seperti pihak afirmatif, pihak negatif, dan moderator juga dikaitkan dalam analisis karena memengaruhi tindak mengancam muka yang terjadi dalam tuturan.

Tinjauan Teoretis

Kerangka teori yang dijadikan dasar dalam proses menganalisis data mencakup beberapa teori, antara lain teori tindak tutur dan teori kesantunan Brown dan Levinson (1987) yang dibagi lagi menjadi tindak mengancam muka (FTA) dan strategi kesantunan. Teori-teori

(4)

tersebut digunakan untuk menganalisis jenis tindak tutur dan strategi kesantunan yang dipilih oleh pelaku pertuturan, dalam hal ini peserta ILC. Teori debat untuk mengaitkan posisi dan peran peserta dalam acara ini juga digunakan sebagai acuan analisis tindak mengancam muka.

Analisis Strategi Kesantunan dalam Pertuturan ILC

Dalam analisis strategi kesantunan ini, data penelitian berupa transkrip interaksi antara pemandu acara, yaitu KI dengan beberapa peserta ILC dan antarpeserta yang hadir dalam acara tersebut. Data yang digunakan untuk analisis hanya dua segmen dari sembilan segmen, yaitu Segmen Satu dan Segmen Dua.

Dalam Segmen Satu, terdapat pertuturan dari tiap-tiap peserta ILC yang berada di pihak kontra terhadap DI dan pro terhadap DI. Tuturan dalam Segmen Satu terdiri atas tuturan KI, OK, dan OM. Sementara itu, dalam Segmen Dua, hanya tuturan antara DI dan KI.

Perbedaan peserta tutur dalam Segmen Satu dan Segmen Dua ini memperlihatkan pemilihan strategi kesantunan yang dipilih tiap-tiap peserta.

Dari delapan tuturan KI, yakni tuturan 1, 7, 17, 31, 41, 51, 59, 61, tuturan 31 merupakan salah satu contoh yang mengandung strategi kesantunan.

Tuturan 31

KI: Tapi apa menurut Anda tidak gegabah, mengatakan advokat koruptor, maksudnya kan jelas, advokat yang membela korupsi ya harus…bukan koruptor, kalo koruptor udah inkrah, kalo dia baru disidang baru tersangka korupsi. Artinya, itu kan mengeneralisir.

Tuturan 31 memiliki dua kalimat. Dilihat dari jenis tindak tuturnya, kalimat pertama yang berbentuk pertanyaan dapat digolongkan ke dalam jenis tindak tutur ilokusi direktif (meminta). KI meminta pendapat pada OM bahwa DI gegabah dalam mengatakan advokat koruptor sama dengan koruptor. Sementara itu, kalimat kedua digolongkan ke dalam jenis tindak tutur ilokusi asertif (menyatakan). KI menyatakan pada OM bahwa itu—yang merujuk pada pernyataan DI yang mengatakan advokat koruptor—menggeneralisasi seluruh advokat yang ada.

Dalam tuturan 31, KI menanyakan pendapat OM mengenai tindakan DI yang dianggap gegabah. Dalam menanyakan pendapat tersebut, dapat dilihat bahwa KI berusaha mengajak OM dalam diskusi. Strategi yang dipakai KI dalam tuturan ini adalah strategi kesantunan positif dengan berusaha melibatkan lawan tutur. Upaya KI dalam melibatkan OM ditunjukkan dengan menggunakan kata menurut Anda. Strategi kesantunan positif yang lain

(5)

dalam tuturan 31 ada pada kalimat kedua. Dalam kalimat kedua, KI menggunakan interjeksi kan. Interjeksi kan menandakan bahwa KI mencari persetujuan pada OM bahwa pernyataan DI mengeneralisasi advokat. Strategi seperti ini digolongkan dalam strategi kesantunan positif dengan mencari dan mengusahakan persetujuan lawan tutur.

Dua strategi kesantunan positif yang dilakukan KI bertujuan mengadakan kerjasama pada lawan tutur. Tuturan 31 tergolong dalam awal percakapan dan merupakan pertanyaan pertama yang diajukan dalam interaksi antara KI dan OM. Oleh karena itu, KI berusaha membuat suasana yang kondusif untuk berdiskusi dengan melibatkan lawan tutur dan mencari persetujuan lawan tutur.

Tuturan OK dalam Segmen Satu, antara lain tuturan nomor 2, 4, 10, dan18. Salah satu tuturan yang dibahas berikut ini adalah tuturan 18.

Tuturan 18:

OK: Memangnya pengacara itu adalah polisi untuk yang menyelidiki uangnya darimana, Pak.

Dilihat dari jenis tindak tuturnya, tuturan 18 yang berbentuk pernyataan itu dapat digolongkan ke dalam jenis tindak tutur ilokusi asertif (menyatategaskan). KI menyatategaskan pada OK bahwa pengacara tidak seharusnya menyelidiki uang kliennya sebagai pembayaran jasa pengacara. Wewenang itu milik polisi sehingga pengacara tidak dapat mengetahui uang kliennya berasal.

Tuturan 18 merupakan jawaban dari pertanyaan KI dalam tuturan 17. KI meminta pendapat OK tentang seorang yang korupsi memiliki uang dari mana lagi untuk membayar pengacara selain uang hasil korupsi. OK pun menanggapinya dengan nada kesal seperti pada tuturan 18, namun tidak menanggapi argumen seperti yang diharapkan KI. OK justru bertanya kembali kepada KI dengan pertanyaan retorik. Tanggapan seperti ini mengindikasikan strategi kesantunan tidak langsung dengan menggunaan pertanyaan retorik. Pertanyaan retorik ini dituturkan agar KI mengartikan sendiri maksud OK, yakni pengacara tidak bisa menyelidiki uang jasanya untuk mengetahui uang tersebut hasil korupsi atau bukan. Pengacara hanya bertugas membela kliennya tanpa harus mempersoalkan uang jasanya berasal. Polisi lebih memiliki wewenang untuk menyelidikinya. Penggunaan strategi kesantunan dengan pertanyaan retorik dilakukan agar KI menafsirkan sendiri maksud OK tanpa ia harus menjelaskannya secara langsung.

(6)

Dalam tuturan yang dilakukan OM, ada tujuh tuturan yang mengandung strategi kesantunan, antara lain tuturan nomor 28, 34, 42, 58, 60, dan 62. Berikut ini adalah pembahasan salah satu tuturan, yakni tuturan 28.

Tuturan 28:

OM: Eh, saya kira begini apa namanya, ini kan memang e…harus diingat apa yang disampaikan oleh e…Denny ini kan wacana ya..bukan…bukan tuduhan.

Dilihat dari jenis tindak tuturnya, tuturan 28 yang berbentuk pernyataan dapat digolongkan ke dalam jenis tindak tutur ilokusi asertif (menyatategaskan). OM menyatategaskan pada KI bahwa kicauan yang ditulis DI hanya sebuah wacana, bukan tuduhan yang ditujukan secara personal.

Tuturan 28 merupakan tanggapan dari OM terhadap OK yang melaporkan kasus tersebut ke polisi. Dalam memberikan tanggapannya, OM membantah bahwa kasus tersebut hanya wacana. Bantahan tersebut dapat dilihat pada interjeksi kan dan negasi bukan yang merujuk bahwa sebuah hal yang disampaikan berlainan dengan sebenarnya. Di awal kalimat, OM menggunakan verba pengarah saya kira sebelum menyatakan bahwa masalah ini hanya wacana. Penggunaan kata bercetak miring di atas memperlihatkan adanya kehati-hatian OM dalam memberikan pendapat. Kehati-hatian ini mengindikasikan adanya strategi kesantunan, yakni strategi kesantunan negatif dengan pemagar.

Penggunaan pemagar di awal kalimat berfungsi agar pendapat tersebut tidak terlalu membuat atmosfer yang berbahaya atau dampak emosi kepada pada advokat yang hadir dalam acara tersebut. Jika pemagar tersebut dihilangkan, kalimat yang dituturkan OM akan terlihat menghakimi dan kesantunannya pun berkurang.

DI dalam Segmen Dua memiliki sepuluh tuturan yang mengandung strategi kesantunan, antara lain tuturan nomor 6, 8, 12, 14, 20, 22, 30, 34. Berikut ini pembahasan salah satu tuturan yang diujarkan DI, yakni tuturan 8.

Tuturan 8:

DI: Saya tidak e…ingin terjebak pada membicarakan orang per orang. Tentu ini adalah oknum, tentu ini bukan profesi advokat. Dalam twitter saya itu…, advokat yang tidak benar itu adalah oknum yang dalam melakukan pembelaan, itu cenderung menghalalkan segala cara, membabi buta…

Dilihat dari jenis tindak tuturnya, tuturan 8 yang berbentuk pernyataan itu dapat digolongkan ke dalam jenis tindak tutur ilokusi asertif (menyatakan).

(7)

DI menyatakan pada KI tentang ketidakinginannya untuk membicarakan oknum yang dimaksud sebagai pengacara koruptor.

Tuturan 8 merupakan jawaban oleh DI dari tuturan sebelumnya, yaitu tuturan 7 yang menanyakan siapa yang dimaksud dengan kriteria pengacara koruptor adalah koruptor (“Siapa yang anda maksud dengan kriteria itu?”). Penolakan DI untuk menyebutkan kriteria seseorang yang dimaksudkan pengacara koruptor mengandung strategi kesantunan yang dipilihnya. Strategi kesantunan negatif dengan bersikap pesimis dan berhati-hati dipilih DI dalam tuturan 8. Sikap pesimis dan khati-hatian DI terlihat dalam kalimat “Saya tidak e…ingin terjebak pada membicarakan orang per orang.” Kalimat bercetak miring tersebut menunjukkan bahwa DI menolak menjawab secara langsung permintaan KI untuk menyebutkan sesorang yang dimaksud. Hal itu dilakukan DI karena dirinya khawatir akan mencemarkan nama baik jika sesorang yang dia sebut pengacara koruptor ternyata tidak seperti yang dikatakannya. Kekhawatiran tersebut dapat terlihat dari pemilihan kata terjebak.

Tuturan DI yang tidak langsung menjawab pertanyaan KI juga mengandung strategi kesantunan secara tidak langsung (off record strategy) dengan memberi petunjuk. Strategi tidak langsung dengan memberi petunjuk terlihat pada kalimat selanjutnya “advokat yang tidak benar itu adalah oknum yang dalam melakukan pembelaan, itu cenderung menghalalkan segala cara, membabi buta….” Tujuan DI lebih memilih memberi petunjuk daripada menyebutkan satu per satu oknum yang dianggap koruptor adalah DI ingin membiarkan KI memutuskan dan menafsirkan sendiri dari ciri-ciri pengacara koruptor yang ia berikan, yakni menghalalkan segala cara dan membabi buta dalam melakukan pembelaan.

Dengan ini, KI dapat melihat sendiri seseorang yang dimaksud pengacara koruptor adalah yang memiliki ciri-ciri tersebut.

Analisis Tindak Mengancam Muka Peserta dan Moderator dalam ILC

Posisi peserta tutur dalam acara berpengaruh pada tindak mengancam muka yang ditimbulkan pada tuturan. Klasifikasi peserta tutur dalam ILC dilakukan dengan mengaplikasikan teori debat dalam analisis ini. Teori debat digunakan sebagai acuan karena acara ILC merupakan tayang bincang yang berkonsep layaknya acara debat. Debat menurut Hendrikus (1991: 120) adalah adu argumentasi antarpribadi atau antarkelompok manusia dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu pihak. Dalam debat, setiap pribadi atau kelompok mencoba menjatuhkan lawannya agar pihaknya berada di posisi yang benar.

(8)

Unsur-unsur dalam debat terdiri dari topik debat (mosi), pembicara afirmatif (pro), pembicara negatif (kontra), dan moderator.

Analisis tindak mengancam muka dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu pihak afirmatif, pihak negatif, dan moderator. Tiap bagian berisi analisis tuturan tindak mengancam muka yang dilakukan oleh peserta dalam kedudukannya di ILC. Perbedaan posisi dalam debat ini memperlihatkan perbedaan jenis dan frekuensi ancaman terhadap muka yang ditimbulkan oleh masing-masing peserta.

Afirmatif merupakan pihak atau seseorang yang setuju terhadap mosi. Mosi dalam acara ini adalah penyataan DI yang mengatakan bahwa advokat koruptor sama dengan koruptor. Peserta yang setuju dengan mosi ini adalah DI dan OM.

Salah satu tuturan DI yang mengandung tindak mengancam muka adalah tuturan 8 yang dapat dilihat di bawah ini.

DI: Saya tidak e…ingin terjebak pada membicarakan orang per orang. Tentu ini adalah oknum, tentu ini bukan profesi advokat. Dalam twitter saya itu…, advokat yang tidak benar itu adalah oknum yang dalam melakukan pembelaan, itu cenderung menghalalkan segala cara, membabi buta…

Tuturan 8 di atas menunjukkan bahwa DI menggunakan kalimat yang defensif. Dalam tuturan ini, DI juga mengelak untuk membicarakan advokat yang termasuk dalam advokat koruptor.

Pengelakan tersebut dapat dilihat dari kata tidak ingin. Penolakan DI untuk membicarakan advokat yang dimaksud menyebabkan ancaman terhadap muka positif kepada KI. KI sebagai moderator dalam acara ini tidak berhasil mendapatkan jawaban dari DI untuk menyebutkan siapa saja advokat yang masuk dalam kriteria advokat koruptor.

Tindak mengancam muka positif juga terjadi terhadap advokat yang hadir dalam acara itu. Kata-kata yang diujarkan dalam tuturan, seperti menghalalkan segala cara, membabi buta merupakan dakwaan terhadap advokat yang tidak benar. Kata menghalalkan termasuk dalam kelas kata verba yang berarti „menyatakan atau menganggap halal‟. Frase segala cara berkaitan dengan tuturan DI selanjutnya pada tuturan 10, yaitu menyuap aparat penegak hukum dan tidak memverifikasi terlebih dahulu mengenai uang pembayaran klien. Maksud dari frase menghalalkan segala cara yang dituturkan DI adalah menganggap segala cara yang dilakukan advokat dalam membela kliennya, baik cara yang salah maupun benar, sebagai suatu yang halal. Sementara itu, frase membabi buta termasuk dalam kiasan yang berarti melakukan sesuatu secara nekat, tidak peduli apa-apa lagi. Menurut DI, advokat cenderung membela kliennya secara nekat, yakni dengan menyuap aparat penegak hukum.

(9)

Dakwaan DI mengenai advokat yang tidak benar melalui ciri-ciri yang disampaikan membuat advokat yang mendengar pernyataan tersebut kehilangan muka positifnya. Citra diri advokat akibatnya terlanggar karena dakwaan DI meskipun pada kenyataannya mereka tidak melakukan pembelaan semacam itu.

Tim afirmatif yang juga melakukan tindak mengancam muka dalam tuturannya adalah OM. Tuturan 28 berikut ini adalah salah satu contoh yang mengandung tindak mengancam muka oleh OM.

Tuturan 28:

OM: Eh, saya kira begini apa namanya, ini kan memang e…harus diingat apa yang disampaikan oleh e…Denny ini kan wacana ya..bukan…bukan tuduhan.

Tuturan OM di atas menunjukkan adanya tindak defensif dengan menyanggah bahwa pernyataan DI hanya sebuah wacana bukan tuduhan. Sanggahan yang dituturkan oleh OM dapat dilihat dari negasi bukan. Kata bukan termasuk dalam kelas kata adverbia yang digunakan untuk menyangkal bahwa sesuatu hal berlainan dengan keadaan sebenarnya. Kata bercetak miring tersebut dipakai untuk sebuah pertentangan. Pertentangan dalam tuturan ini terlihat dari kata wacana dan tuduhan. Kata wacana termasuk dalam kelas kata nomina yang berarti satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh. Dalam hal ini, wacana yang dimaksud adalah kultwit (kuliah twitter) yang dituliskan DI lewat akun pribadinya mengenai advokat koruptor. Sementara itu, tuduhan termasuk dalam kelas kata nomina yang berarti hasil menuduh atau dakwaan. Perbedaan mengenai wacana dan tuduhan seperti yang dituturkan OM menunjukkan adanya pertentangan sekaligus tindak OM yang afirmatif terhadap mosi.

Pertentangan yang disampaikan OM menimbulkan ancaman muka terhadap OK. OK yang sebelumnya berpendapat bahwa kicauan DI merupakan sebuah tuduhan yang serius karena mengeneralisasi profesi advokat, disangkal oleh OM pada tuturan 28 ini. Akibatnya, muka positif OK dapat terancam karena keinginan pendapatnya untuk dihargai dilanggar oleh OM.

Selain pihak afirmatif, dalam sebuah acara debat juga terdapat pihak negatif atau pihak kontra. Negatif merupakan tim atau seseorang yang beroposisi terhadap mosi. Peserta yang beroposisi terhadap mosi ialah OK. OK juga berperan sebagai pelapor kasus pelecehan profesi yang dilakukan DI. Argumentasi yang berlawanan dengan mosi debat mengindikasikan adanya tindak mengancam muka. Salah satu tuturan yang diujarkan OK yang mengandung tindak mengancam muka adalah tuturan 18 berikut ini.

(10)

Tuturan 18:

OK: Memangnya pengacara itu adalah polisi untuk yang menyelidiki uangnya darimana, Pak.

Tuturan 18 yang diujarkan OK merupakan sebuah pertanyaan balik atas permintaan KI kepada OK tentang seorang yang melakukan korupsi dari mana lagi memiliki uang selain hasil korupsinya. Pertanyaan balik pada tuturan 18 digunakan sebagai taktik ofensif dengan pertanyaan retorik. Pertanyaan yang diajukan kembali oleh OK menimbulkan ancaman terhadap muka positif KI.

Ancaman terhadap muka positif dapat dilihat dari OK yang bertanya kembali mengenai pekerjaan pengacara. Dalam tuturan di atas, OK menunjukkan ketidaksetujuannya untuk disamakan dengan polisi karena advokat dan polisi memiliki tugas yang berbeda.

Pengacara atau advokat (nomina) adalah ahli hukum yang berwenang sebagai penasihat atau pembela perkara dalam pengadilan. Berbeda dengan pengacara, polisi (nomina) adalah badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum. Pertanyaan OK yang membandingkan pengacara dan advokat ini membuat KI kehilangan muka positifnya sebagai moderator. Sebagai moderator, seharusnya ia mendapatkan jawaban dari peserta debat, namun ia justru mendapatkan pertanyaan balik dari OK. Keinginan KI untuk menampilkan citra dirinya tidak terpenuhi dalam tuturan ini.

Tidak hanya pihak afirmatif dan negatif saja yang melakukan tindak mengancam muka, moderator pun tentunya tidak bisa menghindari terjadinya tindak mengancam muka.

Sebagai moderator, kuasa KI dalam bertindak tutur lebih tinggi dari peserta lainnya karena ia yang bertugas mengendalikan jalannya pembicaraan. Oleh karena itu, peserta debat, baik pro, maupun kontra tentunya akan menjawab sesuai yang ditanyakan KI. Dalam bertanya, KI berhak mengeluarkan pertanyaan sekalipun pertanyaan tersebut mengandung tindak mengancam muka yang cukup besar.

Salah satu tuturan KI yang mengandung tindak mengancam muka adalah tuturan 31 yang dapat dilihat di bawah ini.

Tuturan 31:

KI: Tapi apa menurut Anda tidak gegabah, mengatakan advokat koruptor, maksudnya kan jelas, advokat yang membela korupsi ya harus…bukan koruptor, kalo koruptor udah inkrah, kalo dia baru disidang baru tersangka korupsi. Artinya, itu kan mengeneralisir.

(11)

Tuturan 31 merupakan pertanyaan yang ditujukan KI kepada OM. KI menggunakan pertanyaan untuk menjebak dalam tuturan ini. Fungsinya adalah memancing reaksi melalui sebuah pertanyaan yang sederhana. Melalui pertanyaan ini, KI berekspektasi bahwa OM menilai argumen DI yang mengatakan advokat koruptor sebagai suatu tindak yang gegabah atau tidak.

Pertanyaan yang juga mengandung kritik dari KI terhadap DI menimbulkan ancaman terhadap muka positif OM, mengingat OM adalah pihak yang pro terhadap wacana DI. Kritik yang dapat dilihat dalam tuturan terdapat pada kalimat terakhir, yakni Artinya, itu kan mengeneralisir, khususnya pada kata mengeneralisir. Kata mengeneralisir (yang bentuk pembakuannya mengeneralisasi) yang terdiri dari kata men- dan generalisasi termasuk dalam kelas kata verba. Kata generalisasi itu sendiri berarti penyamarataan. Maksud dari kalimat terakhir pada tuturan ini adalah KI menganggap bahwa DI terlalu menyamaratakan seluruh advokat di Indonesia. Adanya kejadian advokat yang membela koruptor secara membabi buta belum tentu merujuk pada advokat pada umumnya.

Ancaman terhadap muka tidak hanya ditandai dengan adanya kritik, tetapi juga penilaian KI terhadap tindak DI yang gegabah. Kata gegabah termasuk dalam kelas kata ajektiva yang berarti terlampau berani sehingga mengakibatkan kurang berhati-hati. Adanya penilaian negatif, kritik, dan pertentangan yang dilakukan KI dalam tuturan ini menimbulkan ancaman terhadap muka positif OM selaku pihak yang pro terhadap DI. Keinginan agar dukungan dan pendapatnya yang afirmatif terhadap DI dilanggar oleh KI dalam tuturan ini.

Setiap peserta acara dalam kedua segmen ini memiliki tuturan yang mengandung tindak mengancam muka dengan frekuensi yang berbeda-beda. Hal tersebut berkenaan dengan faktor-faktor tindak mengancam muka yang dijelaskan oleh Brown dan Levinson.

Kuasa antara penutur dan lawan tutur; jarak sosial antara penutur dan lawan tutur; serta tingkat pembebanan dalam situasi tindak tutur adalah ketiga faktor tindak mengancam muka.

Perbedaan juga ditemukan pada jenis tindak mengancam muka yang ditimbulkan. Untuk lebih jelasnya, perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Tindak Mengancam Muka dan Jenisnya.

Peserta

Tutur Tuturan Tindak Mengancam Muka

Jenis Tindak Positif Negatif

KI (Segmen

Satu)

Tuturan 17 - Sindiran terhadap

OK

Tuturan 31 - Kritik;

pertentangan

Tuturan 41 - Ketidaksetujuan

(12)

Tuturan 51 - Pertentangan Jumlah FTA yang dilakukan KI: 4 ancaman muka positif

OK

Tuturan 4 - Tindak

merendahkan DI

Tuturan 10 - Luapan kemarahan

terhadap DI

Tuturan 18 - Ketidaksetujuan

Jumlah FTA yang dilakukan OK: 3 ancaman muka positif

OM

Tuturan 28 - Pertentangan

Tuturan 34 - Ketidaksetujuan;

pertentangan

Tuturan 58 - Kritik; sindiran

Tuturan 60 - Sindiran

Jumlah FTA yang dilakukan OM: 4 ancaman muka positif

KI (Segmen

Dua)

Tuturan 3 - Permintaan

Tuturan 7 - Pertentangan

Tuturan 11 - Pertentangan

Tuturan 13 - Ketidaksetujuan;

pertentangan

Tuturan 21 - Permintaan

Tuturan 29 - Sindiran

Tuturan 35 - Peringatan

Jumlah FTA yang dilakukan KI: 4 ancaman muka positif dan 3 muka negatif

DI

Tuturan 8 - Penolakan;

dakwaan

Tuturan 12 - Saran

Tuturan 14 - Kritik

Tuturan 20 - Kritik

Jumlah FTA yang dilakukan DI: 3 ancaman muka positif dan 1 muka negatif

Tabel 4.1 menunjukkan adanya perbedaan tindak mengancam muka positif dan negatif yang dilakukan oleh tiap peserta dalam argumen yang diberikan. Jenis tindak mengancam muka yang ditemukan dalam tuturan tiap peserta, antara lain sindiran, kritik, pertentangan, ketidaksetujuan, peringatan, permintaan, penolakan, saran, dan tindak negatif lainnya pada lawan bicara (merendahkan, meluapkan amarah, dan dakwaan pada lawan bicara). Frekuensi pada jenis tindak mengancam muka yang telah disebutkan memperlihatkan adanya perbedaan karena hal tersebut bergantung pada tujuan peserta tutur menerapkan jenis tindak mengancam muka. Tabel berikut ini menampilkan perbedaan frekuensi pada jenis tindak mengancam muka yang ditimbulkan oleh tiap-tiap peserta.

Tabel 4.2 Frekuensi Data Jenis Tindak Mengancam Muka Peserta Tutur.

Jenis FTA Frekuensi

Data Tuturan

KI OK OM DI

Sindiran 4 17, 29 - 58, 60 -

Kritik 4 31 - 58 14, 20

(13)

Pertentangan 6 31, 51,

7, 11, 13 - 34 -

Ketidaksetujuan 5 41, 13 18 28, 34 -

Peringatan 1 35 - - -

Permintaan 2 3, 21 - - -

Penolakan 1 - - - 8

Saran 1 - - - 12

Tindakan negatif lainnya (merendahkan, marah, dakwaan)

3 - 4, 10 - 8

Tabel 1V.2 menunjukkan bahwa jenis tindak mengancam muka yang paling sering digunakan adalah pertentangan, ketidaksetujuan, kritik, dan sindiran. Keempat tindak ini digunakan oleh peserta dalam debat sebagai upaya untuk mematahkan pendapat lawan.

Dari semua peserta tutur yang terlibat dalam Segmen Satu dan Segmen Dua ILC, KI memperoleh jumlah frekuensi tindak mengancam muka yang paling banyak daripada peserta yang lain. Banyaknya tindak mengancam muka yang digunakan oleh KI disebabkan oleh salah satu faktor yang dijelaskan oleh Brown dan Levinson, yakni kuasa antara penutur dan lawan tutur. Posisi KI sebagai moderator yang memiliki kuasa lebih tinggi daripada peserta yang lain membuat intensitas penggunaan tindak mengancam muka oleh KI lebih besar.

Di antara peserta debat, tim afirmatif melakukan tindak mengancam muka lebih banyak daripada negatif. OM menerapkan sindiran, kritik, pertentangan, dan ketidaksetujuan, sedangkan DI lebih menerapkan kritik dan penolakan. Jenis tindak mengancam muka yang dilakukan OM digunakan untuk mempertahankan argumennya yang mendukung DI. Sindiran dan kritik banyak dilontarkan oleh OM kepada para advokat yang hadir dalam acara tersebut.

Sama halnya dengan OM, DI banyak mengeluarkan kritik terhadap advokat mengenai model pembelaan yang banyak dilakukan kepada terpidana korupsi. Tindak mengancam muka dengan kritik yang dilakukan DI digunakan sebagai penguat argumen dalam melawan pihak advokat.

Perbedaan posisi antara moderator, afirmatif, dan negatif dalam acara ini membuktikan bahwa posisi tersebut memengaruhi tindak mengancam muka yang ditimbulkan serta jenisnya. Banyaknya penggunaan tindak mengancam muka dengan pertentangan disebabkan oleh keinginan peserta atau moderator dalam menjatuhkan argumen lawan bicara.

Jika moderator menggunakan pertentangan sebagai upaya untuk meluruskan kembali topik yang melenceng, berbeda keadaannya dengan OM sebagai pihak afirmatif dari DI. OM menggunakan pertentangan dan ketidaksetujuan sebagai pertahanan argumen untuk mendukung pernyataan DI.

(14)

Temuan yang dihasilkan dari perbedaan posisi tayang bincang ILC adalah moderator dalam acara ini. Dalam sebuah debat, Hendrikus (1991: 124) mengatakan bahwa moderator tidak perlu menjadi peserta debat. Tugas seorang moderator hanya mendorong dan memperlancar jalannya diskusi. Namun, berbeda dengan teori tersebut, KI justru ikut berkontribusi dalam perdebatan ini dengan memberikan komentar atau pertanyaan stimulus yang dapat mematahkan argumen lawan bicara.

Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, strategi kesantunan yang diterapkan oleh peserta dan moderator ILC adalah strategi kesantunan positif, strategi kesantunan negatif, dan strategi tidak langsung. Strategi kesantunan positif yang diterapkan dalam pertuturan ILC adalah strategi kesantunan positif dengan meningkatkan ketertarikan pada lawan tutur, dengan optimisme, dengan memberi perhatian pada lawan tutur, dengan berusaha melibatkan lawan tutur, dengan mencari persetujuan, dengan menghindari ketidaksetujuan, dengan melebihkan simpati, dengan praanggapan, dengan penawaran, dan dengan memberikan alasan.

Sementara itu, strategi kesantunan negatif yang diterapkan dalam pertuturan ILC adalah strategi kesantunan negatif dengan pemagar, dengan pertentangan, dengan bersikap pesimis, dengan pertanyaan partikel tertentu, dan dengan ungkapan tidak langsung. Strategi kesantunan terakhir yang diterapkan dalam pertuturan ILC adalah strategi tidak langsung.

Strategi tidak langsung yang diterapkan adalah dengan menyindir, dengan pertanyaan retorik, dengan melebihkan hal sebenarnya, dengan pertentangan, dan dengan memberikan petunjuk.

Kedua, jenis tindak mengancam muka yang ditimbulkan dari tuturan peserta dan moderator adalah sindiran, kritik, pertentangan, ketidaksetujuan, peringatan, permintaan, penolakan, saran, dan tindakan negatif lainnya, seperti merendahkan lawan bicara, luapan amarah, dan dakwaan. Jenis tindak mengancam muka yang dihasilkan dari tuturan peserta dan moderator paling banyak terjadi pada muka positif.

Ketiga, faktor yang paling memengaruhi frekuensi tindak mengancam muka dalam pertuturan ILC ini adalah faktor kuasa antara penutur dan lawan tutur. KI sebagai moderator memiliki kuasa yang lebih tinggi karena ia yang bertugas mengendalikan jalannya debat. Hal ini terbukti dengan adanya jumlah tindak mengancam muka yang dilakukan KI lebih banyak dibandingkan peserta lain. Tindak mengancam muka yang dilakukan KI berasal dari pertanyaan yang diajukan dan tanggapan yang ia berikan terhadap lawan tutur. Jenis tindak

(15)

mengancam muka yang banyak dilakukan KI adalah pertentangan. Pertentangan dalam tanggapan dan pertanyaan yang diberikan digunakan untuk meluruskan kembali hal yang sedang dibicarakan ketika pertanyaan yang dijawab tidak sesuai dengan yang diharapkan KI.

Keempat, peran moderator dalam ILC ini juga melebihi dari tugas moderator pada umumnya. Menurut Hendrikus (1991: 124), moderator dalam acara debat seharusnya tidak perlu menjadi peserta debat, yakni memberikan sanggahan dan komentar terhadap peserta debat. KI dalam ILC ini tidak jarang menentang pendapat DI dalam segmen dua.

Kelima, tindak mengancam muka dalam sebuah tuturan dapat ditandai dengan adanya pemilihan kata (diksi), gaya bahasa (yang ditemukan dari analisis, antara lain ironi dan sarkasme), dan kata-kata yang berkonotasi negatif (peyorasi).

Saran

ILC sebagai tayang bincang yang disaksikan oleh masyarakat di seluruh Indonesia hendaknya dapat memberikan efek positif kepada pemirsanya dari segi kesantunan berbahasa.

Baik moderator maupun peserta acara terkadang tidak menyadari bahwa ada saja hal yang dikatakan tidak pantas dan dapat menyinggung banyak pihak.

Kesantunan berbahasa sudah banyak diteliti oleh peneliti terdahulu. Namun demikian, penelitian ini merupakan awal penelitian mengenai kesantunan berbahasa dalam tayang bincang yang dikaitkan dengan peserta dan moderator. Peneliti berharap agar penelitian ini dapat dikembangkan atau dilanjutkan, baik dari segi bahasa maupun di luar bahasa. Dalam penelitian ini, misalnya, belum diteliti prinsip kerjasama pertuturan ILC, skala kesantunan, presuposisi, implikatur, dan praanggapan. Dari luar bahasa, dapat diteliti keterkaitan antara kesuksesan acara ILC dan dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat.

Daftar Referensi

Brown, P and Stephen Levinson. 1987. Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Chaer, Abdul. 2009. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.

Hendrikus, P. Dori Wuwur. 1991. Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegoisasi. Yogyakarta: Kanisius.

http://video.tvonenews.tv/arsip/view/60696/2012/08/28/denny_advokat_koruptor_koruptor.tv One, html diunduh pada Kamis, 10 Januari 2013, pkl19.23

(16)

Nadar, FX. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nasanius, Yassir. 2007. PELBBA18: Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya: kedelapan belas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun Kamus. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (ed.3). Jakarta: Balai Pustaka.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI.

Gambar

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Tindak Mengancam Muka dan Jenisnya.
Tabel 4.1 menunjukkan adanya perbedaan tindak mengancam muka positif dan negatif  yang  dilakukan  oleh  tiap  peserta  dalam  argumen  yang  diberikan
Tabel  1V.2  menunjukkan  bahwa  jenis  tindak  mengancam  muka  yang  paling  sering  digunakan  adalah  pertentangan,  ketidaksetujuan,  kritik,  dan  sindiran

Referensi

Dokumen terkait