• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh penerapan sistem administrasi e-regristration, e-spt, dan e-filing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengaruh penerapan sistem administrasi e-regristration, e-spt, dan e-filing"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Review Peneliti Terdahulu

Sebagai acuan penelitian ini, digunakan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu sebagai berikut :

Dalam penelitian yang dilakukan Putra (2015) penelitian mengenai pengaruh penerapan sistem administrasi e-regristration, e-SPT, dan e-filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singosari. Hasil dari penelitian menunjukkan penerapan e-system berpengaruh signifikan pada kepatuhan wajib pajak.

Sulistyorini et al (2017) meneliti tentang pengaruh penggunaan sistem administrasi e-Registration, e-Biling, e-SPT dan e-Filing terhadap kepatuhan wajib pajak di RSUD Dr. Moewadi Surakarta. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh penggunaan system administrasi e-Registration, e-Billing, e-SPT dan e- Filing dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak atau justru menurunkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan system administrasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak.

Indrianti et al (2017) meneliti tentang pengaruh penerapan E-System perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak badan di KPP Pratama

(2)

Registration berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan, hasil ini mendukung penelitian (Novita et al., 2014). Penerapan e-Filing berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan, hasil ini mendukung penelitian (Putra et al.,(2015). Penerapan e-SPT berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan, hasil ini mendukung penelitian (Lingga, 2013). Penerapan e-Billing berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan, hasil ini mendukung penelitian (Handayani dan Noviari, 2016). Penerapan e-Faktur berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan, hasil ini mendukung penelitian (Indriantiet.al, 2017)

Dalam penelitian yang dilakukan Pratami et al (2017) meneliti tentang pengaruh penerapan E-System perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak pada kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama Singaraja. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui pengaruh dari penerapan e-system perpajakan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam membayar pajak, Hasil Penelitian secara menunjukkan bahwa e-system yang meliputi e-registration, e-filing, e-SPT, dan e-Billing berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

B. Landasan Teori

2.1.1. Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) atau bisa juga disebut Model Penerimaan Teknologi adalah model yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan bagaimana pengguna teknologi menerima dan menggunakan

(3)

teknologi tersebut dalam pekerjaan individual pengguna. Pengguna yang dimaksud di penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan teknologi yang dimaksud adalah e-system yang melliputi e-registration, e-filing, dan e- billing.

Menurut Fatmawati (2015), Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu jenis teori yang menggunakan pendekatan teori perilaku (behavioral theory) yang banyak digunakan menguji proses adopsi teknologi informasi. TAM memiliki konstruk utama yaitu :

a. Persepsi Kebermanfaatan (Usefulness Perceived)

Disebutkan dalam Davis (1989) bahwa “the degree to which a person believes that using a particular system would enhance his or her job performance.” Hal ini maksudnya bahwa pengguna percaya bahwa dengan menggunakan system informasi e-system tersebut akan meningkatkan kinerjanya. Hal ini dapat menggambarkan manfaat system dari penggunanya yang berkaitan dengan berbagai aspek. Jadi dalam persepsi ini, membentuk suatu kepercayaan untuk pengambilan keputusan apakah ingin menggunakan system informasi atau tidak. Asumsinya adalah jika pengguna mempercayai bahwa system tersebut memberikan manfaat maka tentu akan menggunakannya terus-menerus. Sebaliknya, jika pengguna merasa tidak percaya system tersebut bermanfaat maka jawabannya pasti tidak akan menggunakan system tersebut.

(4)

b. Persepsi Kemudahan Penggunaan (Ease of Use Perceived)

Disebutkan dalam Davis (1989) bahwa “ease” artinya “freedom from difficulty or great effort”. Selanjutnya “ease to use perceived” didefinisikan

“the degree to which a person believes that using a particular system would be free of effort.” Jika diaplikasikan pada e-system, maka maksudnya pengguna meyakini bahwa e-sytem tersebut mudah dalam penggunaannya sehingga tidak membutuhkan usaha keras dan terbebas dari kesulitan. Hal ini mencakup kemudahan penggunaan e-system sesuai dengan keinginan penggunanya. Hasil penelitian Davis (1989) menyimpulkan bahwa persepsi kemudahan dapat menjelaskan alasan pengguna untuk menggunakan system dan menjelaskan bahwa system yang baru dapat diterima oleh pengguna.

Sejalan dengan penelitian ini, Teori Technology Acceptance Model (TAM) dapat menjelaskan penerimaan pengguna system elektronik perpajakan menjadi bagian riset pengguna teknologi tersebut. Dimana sebelum pengguna menggunakannya, dipastikan terlebih dahulu tentang penerimaan atau penolakan atas penggunaan teknologi tersebut. Penerimaan yang dimaksud dapat diartikan jika system elektronik perpajakan diterapkan dalam aktivitas pengguna berhubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan yang akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.

2.1.2. Theory of Planned Behavior (Teori Perilaku Terencana)

Teori Perilaku Terencana merupakan pengembangan dari Teori Perilaku Beralasan (Theory of Reasoned Action). Ajzen (1998) mengembangkan teori ini dengan menambah konstruk control perilaku

(5)

persepsian yang dapat mengontrol perilaku individu dari kekurangan dan keterbatasan daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya Chau and Hu dalam (Jogiyanto, 2012). Dengan adanya penambahan konstruk tersebut, maka model teori perilaku terencana memiliki 2 fitur, yaitu :

1. Teori ini beranggapan bahwa control perilaku persepsian (perceived behavior control) memiliki keterkaitan terhadap minat-minat. Minat- minat perilaku yang kuat dapat terbentuk ketika seseorang memiliki sumber daya dan kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu.

Sehingga diharapkan terbentuknya hubungan anatara control dan perilaku persepsian dengan minat tanpa perantara sikap dan norma subyektif.

2. Memungkinkan adanya hubungan secara langsung antara control perilaku persepsian dengan perilaku. Kinerja suatu perilaku tergantung pada motivasi untuk melakukan dan mengontrol perilaku yang dilakukan. Sehingga control perilaku dapat memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap perilaku melalui minat, dan control perilaku persepsian juga dapat memberikan proyeksi secara langsung.

Teori Perilaku Terencana menyatakan bahwa munculnya perilaku karena adanya niat untuk berperilaku yang dimiliki seseorang, (Ajzen dan Fishbein, 2000). Teori perilaku terencana menjadi salah satu teori yang digunakan dalam mengukur perilaku atau sikap seseorang.

(6)

Menurut Jogiyanto (2012), teori perilaku terencana menyatakan bahwa ada 3 faktor utama yang mempengaruhi manusia melakukan suatu perilaku atau tindakan, yaitu :

a. Behavior Beliefs

Merupakan keyakinan individu mengenai kemungkinan terjadinya perilaku.

b. Normative Beliefs

Merupakan keyakinan dan motivasi mengenai harapan normative seseorang agar terpenuhi.

c. Kontrol Beliefs

Merupakan keyakinan tentang adanya hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang ditampilkan dan seberapa kuat hal tersebut dapat mendukung atau menghambat perilaku tersebut.

Dalam penelitian ini mengaplikasikan model Teori Perilaku Terencana untuk memahami intensi berperilaku pada perilaku Kepatuhan Wajib Pajak.

Teori ini dapat menjelaskan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini, dimana dengan adanya keyakinan atau minat individu, motivasi, serta hal-hal lain yang mempengaruhinya, akan mengubah individu dalam berperilaku.

2.1.3. Kepatuhan Wajib Pajak

Pengertian kepatuhan secara terminology berarti taat, patuh, dan disiplin terhadap perintah/aturan dan sebagainya. Wajib Pajak yang patuh merupakan wajib pajak yang taat dalam memenuhi serta melaksanakan

(7)

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam undang- undang perpajakan (Lingga, 2013).

Menurut pengamatan Norman D. Nowak sebagaimana dikutip oleh Siswanti dan Nugroho (2019), kepatuhan wajib pajak memiliki pengertian yaitu suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana :

1. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas.

3. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar.

4. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 tentang Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang selanjutnya disebut sebagai Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.

b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

c. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 tahun berturut-turut.

(8)

d. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir. Haynes et al (1976) mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan (Buchanan dan Niven, 2002). Kepatuhan merupakan suatu bentuk perilaku. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Heri, 1999).

Wajib pajak dikatakan tidak atau kurang patuh apabila tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya, seperti tidak mendaftarkan dirinya (tidak memiliki NPWP), tidak membayar/melaporkan pajak secara benar dengan jangka waktu yang ditetapkan, atau jumlah yang dibayarkan lebih rendah dari yang sebenarnya (Novita et al., 2014).

2.1.4. Self Assessment System

Self Assessment System merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang dianut oleh Indonesia, menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2018) self assessment system merupakan sistem yang memberikan tanggung jawab, wewenang, dan kepercayaan kepada Wajib Pajak guna menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Prof. Dr. Mardiasmo, Mba, Ak dalam Suharsono (2015) Self Assesment system merupakan sistem yang memberi wewenang kepada Wajib

(9)

Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang, dengan ciri- ciri: Wewenang menentukan besarnya pajak ada pada Wajib Pajak, Wajib Pajak bersifat aktif mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, fiskus tidak ikut campur tangan hanya mengawasi.

Menurut Suharsono (2015) Rangkaian kegiatan self assessment tersebut meliputi:

a. Mendaftar untuk mendapatkan NPWP/Melaporkan untuk dikukuhkan sebagai PKP,

b. Menghitung,

c. Memperhitungkan/mengkreditkan, d. Memungut/memotong,

e. Membayar/menyetor/melunasi, f. Menyampaikan,

g. Menghapus/mencabut.

Dari ketujuh rangkaian tersebut disingkat menjadi (6M+1) dikarenakan menghapus/mencabut NPWP hanya dilakukan oleh WPOP yang sudah meninggal dunia, sehingga tidak dilakukan secara self assessment. Dengan adanya modernisasi administrasi perpajakan diharapkan masyarakat dapat melakukan kegiatan perpajakannya sendiri tanpa perlu bantuan fiskus atau datang ke KPP, karena dengan adanya sistem tersebut Wajib Pajak dapat mendaftarakan diri, menghitung sendiri pajak terutangnya, membayar pajak, melaporkan pajaknya dan melakukan rangkaian kegiatan perpajakan lainnya

(10)

seperti yang disebutkan oleh Suharsono (2015) melalui sistem tersebut di manapun dan kapanpun selama terhubung dengan koneksi internet.

2.1.5. Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas

Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha atau tidak ada ikatan dengan pemberi kerja. Definisi yang dimaksud melakukan kegiatan usaha adalah usaha apapun di berbagai bidang, baik perdagangan, industry, pertanian, maupun yang lainnya. Sedangkan pekerjaan bebas yaitu terkait dengan keahlian atau profesi yang dijalankan sendiri oleh tenaga ahli yang bersangkutan yaitu pengacara, akuntan, konsultan, ataupun notaris, dan lain-lain. Maksudnya, pekerja bebas membuka praktek sendiri dengan menggunakan nama sendiri. Jika yang bersangkutan hanya bekerja atau berstatus karyawan, misalnya seorang akuntan yang bekerja di Kantor Akuntansi Publik, maka yang bersangkutan tidak termasuk wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas.

Kewajiban wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas di Indonesia adalah melakukan pembukuan yang dan menyajikan keterangan-keterangan yang cukup untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak atau harga perolehan atau penyerahan barang-barang atau jasa, guna perhitungan jumlah pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi wajib pajak yang kemampuannya belu memadai dimungkinkan dibebaskan dari kewajiban mengadakan pembukuan yang mana wajib pajak dibenarkan untuk hanya

(11)

membuat catatan-catatan yang merupakan pembukuan sederhana yang berisi data pokok yang dapat digunakan melakukan perhitungan pajak yang terutang bagi yang bersangkutan (Proyek Pengembangan Pendidikan Akuntansi, 1991).

Menurut dara Ditjen Pajak, wajib pajak pribadi umumnya tidak membuat pembukuan atas harta yang dimilikinya. Wajib pajak sering juga tidak melakukan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran atas harta tersebut. Berdasarkan catatan aparat pajak, para wwajib pajak prang pribadi umumnya juga melakukan transaksi secara tunai. Oleh karena itu, tidak sedikit transaksi ataupun investasi yang sebenarnya terjadi tetapi tidak tercatat (Arum, 2012).

2.1.6. Modernisasi Administrasi Perpajakan

Dalam penelitian Riyad dan Nurfauziah (2017) menjelaskan bahwa modernisasi administrasi perpajakan dapat diartikan sebagai pemanfaatan teknologi informasi yang berekembang saat ini dalam menjalankan kegiatan sarana dan prasarana perpajakan. Dengan adanya modernisasi administrasi perpajakan tersebut, adapun tujuan dari modernisasi administrasi perpajakan yang ingin dicapai oleh Direktorat Jendral Pajak adalah meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan, dan meningkatkan produktivitas serta integritas aparat atau pegawai pajak (Direktorat Jendral Pajak, 2007).

(12)

2.1.7. E-System Perpajakan

Menurut Pandiangan (2008), e-system merupakan suatu system yang digunakan untuk menunjang kelancaran administrasi melalui teknologi internet, sehingga diharapkan semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan baik, lancar, cepat, dan akurat. Menurut Indrianti et al (2017) bentuk layanan e-system pada administrasi perpajakan di Indonesia adalah 1. E-registration, atau Sistem Pendaftaran Wajib Pajak secara Online

adalah sistem aplikasi bagian dari Sistem Informasi Perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan berbasis perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan oleh perangkat komunikasi data yang digunakan untuk mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak 2. E-SPT, Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor

181/PMK.03/2007 yang dimaksud dengan e-SPT adalah data SPT Wajib Pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak. Sistem aplikasi e-SPT mengorganisasikan data perpajakan secara sistematis.

3. E-filing, menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER1/PJ/2014 adalah suatu cara penyampaian SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada website (www.pajak.go.id) atau melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).

4. E-billing, Menurut Direktorat Jenderal Pajak yang dimaksud dengan billing system adalah metode pembayaran elektronik dengan

(13)

menggunakan kode billing. Kode billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui billing system atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak. Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik, dilakukan melalui bank atau pos persepsi dengan menggunakan kode billing.

C. Pengembangan Hipotesis

a. Pengaruh E-Registration Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas

E-Registration merupakan sistem aplikasi bagian dari Sistem Informasi Perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dengan berbasis perangkat keras dan perangkat lunak yang dihubungkan oleh perangkat komunikasi data yang digunakan untuk mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak dan memudahkan mendaftar lebih cepat dengan menggunakan fasilitas internet yang lebih efisien. Semakin baik penerapan e-registartion diterapkan maka dapat membantu Wajib Pajak dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajaknya.

Berdasarkan teori TAM Davis (1989), asumsinya pada saat pengguna akan menggunakan system informasi yang baru maka ada faktor yang mempengaruhi yaitu persepsi kemudahan dan persepsi kebermanfaatan. Teori TAM juga dapat digunakan untuk memprediksi penerimaan wajib pajak terhadap teknologi system informasi. Jika

(14)

penggunaan, maka disimpulkan pengguna meyakini bahwa system informasi e-registration ini mudah penggunaannya sehingga wajib pajak dalam mendaftar, memperbarui, menghapus atas informasi apapun yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Sedangkan persepsi kebermanfaatan mengasumsikan jika pengguna meyakini system ini berguna tentu akan menggunakannya secara terus menerus, tetapi sebaliknya jika pengguna tidak meyakini dan tidak merasa nyaman dengan penggunaan e-registration maka tidak akan mau menggunakannya.

Salah satu factor yang memunculkan niat berperilaku dalam theory of planned behavior adalah behavioral beliefs. Faktor yang menjelaskan tentang keyakinan individu mengenai hasil atas suatu perilaku dan evaluasi atas hasilnya. Behavioral beliefs menyatakan bahwa sebelum melakukan sesuatu, individu mempunyai keyakinan mengenai hasil yang akan didapatkan dari perilaku tersebut sehingga dapat memutuskan akan melakukannya atau tidak. E-registration ini diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak . Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin baik penerapan e-registration, maka kepatuhan wajib pajak juga akan semakin baik.

Hal ini sejalan dengan Penelitian Indrianti et al (2017) yang menyimpulkan bahwa e-registration berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Menurut Pratami et al (2017) berpendapat bahwa e-registration berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis

(15)

H1 : E-Registration berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas

tentang pengaruh e-registration terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha dan pekerjaan bebas sebagai berikut :

b. Pengaruh E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas

Secara umum,e-filing melalui situs Direktorat Jendral Pajak (DJP) di alamat website www.pajak.go.id adalah system pelaporan SPT

menggunakan internet tanapa melalui pihak lain dan tanpa biaya apapun.

Dan memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam pembuatan dan penyerahan laporan SPT kepada DJP sehingga lebih efisien.

Berdasarkan teori TAM Davis (1989) memiliki dua konstruk utama yaitu persepsi kebermanfaatan dan kemudahan penggunaan. Keduanya memiliki pengaruh pada minat perilaku pengguna e-filing. Jika dihubungkan dengan e-filing dilihat dari persepsi kemudahan penggunaan, maka maksudnya penggunaan e-filing mudah sehingga Wajib Pajak dalam melaporkan pajaknya tidak memerlukan usaha keras dan bebas dari kesulitan. Sedangkan Persepsi Kebermanfaatan mengasumsikan pengguna teknologi e-filing akan mempunyai minat menggunakan teknologi e-filing

(16)

H2 : E-Filing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas

secara terus-menerus jika mereka merasa teknologi e-filing bermanfaat dan mudah digunakan.

Salah satu factor yang memunculkan niat berperilaku dalam theory of planned behavior adalah behavioral beliefs. Faktor yang menjelaskan tentang keyakinan individu mengenai hasil atas suatu perilaku dan evaluasi atas hasilnya. Behavioral beliefs menyatakan bahwa sebelum melakukan sesuatu, individu mempunyai keyakinan mengenai hasil yang akan didapatkan dari perilaku tersebut sehingga dapat memutuskan akan melakukannya atau tidak. E-filing ini diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak . Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin baik penerapan e-filing, maka kepatuhan wajib pajak juga akan semakin baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Sulistyorini et al (2017), menyimpulkan bahwa e-filing berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis tentang pengaruh e-filing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha dan pekerjaan bebas sebagai berikut :

(17)

c. Pengaruh E-Billing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha dan Pekerjaan Bebas

E-Billing merupakan metode pembayaran elektronik dengan menggunakan kode billing. Kode billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui billing system atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak. Transaksi pembayaran atau penyetoran pajak secara elektronik, dilakukan melalui bank atau pos persepsi dengan menggunakan kode billing.

Berdasarkan teori TAM Davis (1989) yang mana memiliki konstruk utama yaitu persepsi kebermanfaatan dan persepsi kemudahan penggunaan. TAM menjelaskan penerimaan system teknologi oleh pemakai berdasarkan dua konstruk utama tersebut. Persepsi kebermanfaatan dan persepsi kemudahan penggunaan. Keduanya memiliki pengaruh pada minat perilaku pengguna e-billing. Pengguna teknologi e-billing akan mempunyai minat menggunakan teknologi e- billing secara terus-menerus jika merasa e-billing bermanfaat dan mudah digunakan.

Salah satu factor yang memunculkan niat berperilaku dalam theory of planned behavior adalah behavioral beliefs. Faktor yang menjelaskan tentang keyakinan individu mengenai hasil atas suatu perilaku dan evaluasi

(18)

atas hasilnya. Behavioral beliefs menyatakan bahwa sebelum melakukan sesuatu, individu mempunyai keyakinan mengenai hasil yang akan didapatkan dari perilaku tersebut sehingga dapat memutuskan akan melakukannya atau tidak. E-billing ini diharapkan dapat berperan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak . Hal ini dapat menunjukkan bahwa semakin baik penerapan e-billing, maka kepatuhan wajib pajak juga akan semakin baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh penelitian Sulistyorini et al (2017) menyimpulkan bahwa e-billing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis tentang pengaruh e-billing terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang mempunyai kegiatan usaha dan pekerjaan bebas sebagai berikut :

H3 : E-Billing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas

(19)

e-Registration (X1) D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dibuat suatu kerangka teoritis sebagai dasar untuk merumuskan sebuah hipotesis. Kerangka teoritis yang menjadi topic dalam penelitian ini dapat dilihat berdasarkan gambar berikut :

H1 (+) H2 (+) H3 (+)

e-Billing (X3) e-Filing (X2)

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

(Y)

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan e-filing, tingkat pemahaman perpajakan dan kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.12 Rima Novariyanti, Herawati, dan

Wacana Ekonomi (Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi). Pengaruh Penerapan E-System Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Membayar Pajak pada

Murni Julianti (2014) melakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak orang pribadi untuk membayar pajak yang dimoderasi oleh

Dengan adanya penerapan e-SPT maka diharapkan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan sistem digital ini.. Tingkat kepatuhan Wajib

Dengan diketahuinya perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi khususnya dalam pelaporan SPT sebelum dan sesudah penerapan e-filing system, maka dapat

Tujuan penelitian ini adalah: (a) Menganalisis pengaruh penerapan sistem administrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi (Survey Terhadap Kantor

Pengaruh Penerapan Sistem E-Filing, E-Billing Dan Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Kpp Pratama Denpasar Timur.. 2017

4.9 Interpretasi Hasil 4.9.1 Pengaruh Penerapan E-Filing Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Hal ini diketahui hasil uji t yang menunjukkan bahwa